FILSAFAT
HUKUM ISLAM
FILOSOFI SYARI’AH DALAM HADITS NABI
m.rakib lpmp riau
indonesia 2014
Apa hikmahnya memukul anak yang tidak salat? Memukul
itu tidak sembarang pukul, tetapi menghukum anak tidak bernilai kekerasan.
Memukul yang mendidik, membuat beradab dalam bentuk jarimah ta’zir. Dalam
rangka hifzuddin..Filosofi
Syariah (Maqasid Shariah) adalah tujuan pokok pembuat syariah Islam yakni Allah
di dalam membuat aturan-aturan yang ada dalam Al Quran dan hadits. Secara
etimologis, maqasid (Arab, مقاصد) merupakan bentuk jamak dari maqsad (مقصد)
yang berasal dari fi'il (kata kerja) qasada - yaqsidu - qasdan (قصد يقصد قصداً).
Kata al-qasd memiliki sejumlah makna antara lain jalan yang lurus dan
berpedoman.
Lima Filosofi Syariah
Lima Filosofi Syariah
- Filosofi Syariah Dalam Kitab Al-Quran
- Filosofi Syariah Dalam Hadits Nabi
- Kitab Yang Khusus Membahas Maqasid Syariah
Secara terminologis makna maqasid syariah adalah kata maqasid syari' (tujuan pembuat syariah), maqasid syariah (tujuan syariah), dan maqasid syar'iyah (tujuan yang bersifat syar'i) semua istilah ini memiliki satu arti yang dapat diringkas maksudnya menjadi dua yaitu (a) meniadakan bahaya, menghilangkannya dan memutusnya; (b) prinsip syariah yang lima yaitu memelihara agama (حفظ الدين), menjaga individu (حفظ النفس), memelihara akal (حفظ العقل), memelihara keturunan (حفظ النسل) dan menjaga harta (حفظ المال); (c) alasan-alasan khusus atas hukum fiqih; (d) kemutlakan maslahah baik ia untuk menarik manfaat atau untuk menolak mafsadah (keburukan).
Ulama yang merintis konsip maqasid syariah ini antara lain Imam Al-Juwaini dalam kedua kitabnya Al-Burhan dan Al-Waraqat dan muridnya yaitu Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Mustashfa fi Ilmi al-Ushul.
LIMA FILOSOFI SYARIAH
Secara garis besar, filosofi atau maqasid syariah ada lima. Yaitu memelihara agama (حفظ الدين), menjaga individu (حفظ النفس), memelihara akal (حفظ العقل), memelihara keturunan (حفظ النسل) dan menjaga harta (حفظ المال).
1. MEMELIHARA AGAMA (حفظ الدين)
Agama atau ad-Din terdiri dari akidah, ibadah dan hukum yang disyariahkan oleh Allah untuk mengatur dan menata hubungan manusia dengan Tuhannya dan mengelola hubungan antar manusia di mana dengan hukum itu Allah bermaksud untuk membangun dan menetapkan agama dalam jiwa manusia dengan cara mengikuti hukum syariah dan menjauhi perilaku dan perkatan yang dilarang syariah.
2. MEMELIHARA DIRI (حفظ النفس)
Islam mensyariahkan pemeluknya untuk mewujudkan dan melestarikan kelansungan manusia dengan cara sempurna yaitu dengan pernikahan dan melahirkan keturunan. Sebagaimana syariah mewajibkan manusia untuk memelihara diri dengan cara memperoleh atau mendapatkan sesuatu yang menjadi kebutuhannya seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal. Islam juga mewajibkan manusia untuk mencegah sesuatu yang membahayakan jiwa karena itu maka diwajibkanlah qishas dan diyat. Dan diharamkan segala sesuatu yang akan berakibat pada kerusakan.
3. MEMELIHARA AKAL (حفظ العقل)
Allah mewajibkan manusia menjaga akal oleh karena itu segala sesuatu yang memabukkan hukumnya haram dikonsumsi dan pelakunya akan mendapat siksa.
4. MENJAGA KETURUNAN (حفظ النسل)
Allah mensyariahkan pada manusia untuk menikah untuk tujuan mendapatkan keturunan dan mewajibkan untuk menjaga diri dari sanksi zina dan qadzaf (menuduh zina).
5. MENJAGA HARTA (حفظ المال)
Islam mewajibkan manusia untuk berusaha mencari rejeki dan membolehkan muamalah atau transaksi jual beli, barter dan perniagaan. Dan haram hukumnya melakukan pencurian, khianat, memakan harta orang lain secara ilegal dan memberi sanksi bagi pelaku pelanggaran serta tidak memubadzirkan harta.
FILOSOFI SYARIAH DALAM KITAB AL-QURAN
Al-Quran menjelaskan tujuan syariah dengan berbagai macam bentuk, antara lain sebagai berikut:
- Adakalanya dengan teks (nash) bahwa sebuah ayat termasuk dari filosofi syariah dengan menggunakan kata "iradah" (berkehendak) sebagaimana dalam firman Allah dalam QS Al Baqarah 2:185 "Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. "
Imam Tabari dalam kitab Jami'ul Bayan fi Ta'wilil Quran II/162 menyatakan "Allah menghendaki keringanan bagi kalian wahai orang mukmin karena Allah mengetahui sulitnya hal itu bagimu dalam keadaan ini."
Dalam bentuk sighat taklil (sebab, karena, supaya). Format ini banyak terjadi dalam Al Quran antara lain dengan kata "kay" (كي), lam taklil dan ba sababiyah. Contoh dengan kay seperti firman Allah dalam QS Al-Hadid :23 "(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,"
Contoh dengan ba' sababiyah seperti dalam QS An Nisa 4:160 "Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah," Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi VI/10 menyatakan tentang ayat ini: "Kezaliman didahulukan atas keharaman karena kezaliman adalah tujuan yang dimaksudkan untuk diberitakan sebagai sebab"
Contoh lam taklil seperti dalam firman Allah QS An Nisa 4:105 "Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat," maka, sebab turunnya Al-Quran adalah supaya syariah dijadikan sebagai hukum antara umat manusia.
- Bentuk format lain seperti Allah menyifati diri-Nya sendir dengan atribusi "hikmah" (bijaksana) dan "rahmah" (belas kasih). Atau, ketika Allah menjelaskan faidah-faidah atas apa yang diperintahkan dan akibat dari perkara yang dilarang.
FILOSOFI SYARI’AH DALAM HADITS NABI
Ilmu syariah tidak akan eksis pada periode pertama Islam seperti ilmu-ilmu yang bersifat teoretis. Saat itu, umat Islam hanya mengamalkannya dalam praktek. Oleh karena itu, Nabi-lah yang meletakkan fondasi pertama untuk filosofi syariah Islam melalui perilaku dan perkataan Nabi yang terdapat dalam kitab-kitab hadits yang antara lain sebagai berikut:
- Hadits sahih riwayat Bukhari dalam kitab Sahih Bukhari no. 2591 dari Sa'd bin Abi Waqqash saat dia bertanya pada Nabi. "Wahai Rasulullah, aku memiliki harta berlimpah tapi tidak ada ahli warisku kecuali putri tunggalku. Bolehkah aku mewasiatkan seluruh hartaku? Nabi menjawab: Tidak boleh. Sa'd bertanya: Kalau dua pertiga? Nabi menjawab: Tidak boleh. Sa'd bertanya: Kalau separuh harta? Nabi menjawab: Tidak boleh. Kalau sepertiga? Nabi menjawab: 2/3 dan 2/3 itu banyak. Meninggalkan ahli warismu menjadi kaya itu lebih baik daripada meninggalkan mereka miskin yang butuh pertolongan orang lain.
- Hadits sahih riwayat Bukhari dalam kitab Sahih-nya no. 1077 dari Aisyah bahwa Rasulullah berkata pada para Sahabat tentang shalat Tarawih : "... tidak ada yang mencegahku untuk keluar dengan kalian hanya aku takut diwajibkan bagimu". Menurut Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari III/13 bahwa Nabi kuatir kalau diwajibkan dan mereka tidak mampu mengamalkan maka mereka akan berdosa apabila meninggalkannya.
KITAB YANG KHUSUS MEMBAHAS MAQASID SYARIAH
- Ibnu Asyur, Maqasid Syariah
- Dr. Abu Abdirrahman Al-Akhduri, Al-Faiq fil Maqasid As-Syari'iyah
- Dr. Abu Abdirrahman Al-Akhduri, Al-Qunyah Syarh Nadzm Al-Faiq
- Dr. Abu Abdirrahman Al-Akhduri, Madaris an-Nadzar ilas Tsurat wa Maqasidiha
- Dr. Abu Abdirrahman Al-Akhduri, Al Imam fi Maqasid Rabbil Anam
REMAJA 18 TAHUN ITU
DIASINGKAN KE NEGARA LAIN OLEH IBUNYA
NABI PERNAH
MENGHUKUM ANAK KECIL
Sofia Petrova Dihukum Ibunya ke
Rusia. (Foto: odditycentral)
NOVOSIBIRSK - Kebanyakan orangtua menghukum anak-anak mereka yang berbuat
salah dengan mengurungnya di kamar, tapi cara ini tidak berlaku kepada Sofia
Petrova. Pasalnya, remaja 18 tahun itu diasingkan ke negara lain oleh ibunya.
Seperti diberitakan Oddity
Central, Selasa (4/11/2014), awalnya Sofia dikirim oleh ibu dan ayah
tirinya untuk berlibur bersama ayah kandungnya di Siberia, Rusia. Namun, ketika
Sofia sampai di kota Novosibirsk, Rusia, dia menyadari bahwa tidak ada tiket
pulang untuknya.
Saat itulah ibunya, Natalia Roberts,
memberitahukan bahwa dia sebenarnya sedang 'dihukum' atas kenakalannya di
sekolah dan juga telah mencuri uang di rumah.
Sofia telah membuat permohonan maaf
untuk keluarganya agar dia dapat dikembalikan ke Amerika Serikat (AS). Saat ini
Sofia telah tinggal selama tiga tahun di Rusia, ibunya belum mengizinkannya
untuk kembali meskipun kata maaf berulang kali dia lontarkan.
“Saya ingin pulang ke rumah. Saya
meminta ibu bisa memaafkan semua kesalahan dan kenakalan remaja yang telah saya
lakukan. Ibu adalah satu-satunya keluarga yang saya miliki. Saya
membutuhkanmu,” tulis Sofia dalam surat yang diberikan kepada ibunya tahun
lalu.
Meskipun kata-kata dalam surat yang
ditulis Sofia sangat mengharukan, Natalia masih belum sanggup memaafkan anak
perempuannya itu. Gadis malang itu akhirnya mengalami depresi berat dan harus
dilarikan ke pusat rehabilitasi untuk anak-anak di Rusia.
Sementara itu, teman-temannya di AS,
melakukan protes dan kampanye untuk mendukung Sofia agar dia dipulangkan. Hal
ini juga sempat mendapat perhatian dari beberapa media lokal.
"CONTOH SINGAPURA MENGHUKUM BUDAYA TAWURAN & PELANGGAR HUKUM" By @TrioMacan2000
1. Bagaimana kita hilangkan
budaya tawuran remaja indonesia? Tirulah singapura
2. Singapura maju karena
penegakan hukumnya bagus : tegas, keras, adil, efisien dan efektif. Bgmn mrka
tangani kenakalan remajanya?
3. Remaja singapura yg nakal :
tawuran, berantem, kriminal dihukum sangat berat. Cukup? Tidak.
4. Si remaja nakal tsb
dipublikasi di seluruh media secara terus menerus, berminggu, berbulan,
wajahnya terpampang di TV/koran/majalah
5. Kriminal yg lain jg
diperlakukan sama. Hukum seberat mungkin, publikasikan secara luas dan terus
menerus. Timbul budaya takut dan malu
6. Bgmn dgn isu HAM si pelaku?
Forget it ! Utk ciptakan budaya patuh & taat hukum suatu bangsa, lupakanlah
HAM pelaku kriminal !
7. Pelaku kriminal itu sdh rampas
HAM orang lain, tdk pantas dihargai HAMnya, apalagi jika itu terkait tujuan
membentuk budaya hukum bangsa
8. Jika sanksi hukum dan moral
utk para kriminal, terutama para koruptor, dijalankan seperti di Singapura, insya
Allah, RI bisa lebih maju
9. Siapakah yg bisa terapkan
sanksi hukum & moral tsb? Presiden ! Dialah yg membawahi instansi penegakan
hukum seperti kejaksaan & polri
10. Sbg Kepala Negara, Presiden
bisa mengkoordinir MA, KPK dan lembaga negara lain utk terapkan sanksi hukum
& moral yg tegas, keras, adil
11. Knp Presiden SBY tdk mau
menjalankannya? 1. Dia lebay 2. Dia tdk mau 3. Dia tdk bersih 4. Dia takut 5.
Dia tak peduli 6. (isi sendiri)
M.RAKIB LPMP
RIAU INDONESIA. 2014
Suatu ketika ia berjalan-jalan
bersama Rasulullah SAW, melewati setumpuk buah kurma hasil sedekah. Hasan kecil,
mengambil satu kurma dan memakannya, segera saja Nabi SAW berseru, "Akh, akh…!"
Kemudian beliau mengambil kurma tersebut dari mulut Hasan.
Kemudian beliau bersabda, "Kita tidak boleh memakan harta sedekah."
Ia belajar shalat lima waktu dan
beberapa shalat lainnya dari Nabi SAW, padahal saat itu ia masih anak-anak. Ia
juga diajarkan Nabi SAW, doa untuk shalat witir, yaitu doa yang saat ini terkadang dibaca sebagai doa qunut
pada shalat subuh. Hasan juga sering melaksanakan ibadah haji dengan berjalan
kaki, tidak mengendarai untanya. Ketika kebiasaannya ini ditanyakan, ia menjawab,
"Setelah mati nanti, saya merasa malu jika bertemu dengan Allah, sedangkan
saya belum pernah mengunjungi rumahNya dengan berjalan kaki."
Husein
bin Ali bin Abi Thalib RA
Husein
bin Ali lahir setahun setelah kakaknya, Hasan. Ia masih berusia 6 tahun
beberapa bulan ketika Nabi SAW wafat. Tetapi seperti kakaknya, ia juga
meriwayatkan beberapa Hadits, setidaknya ada 8 hadits yang diriwayatkan dari
jalan Husein ini.
Diriwayatkan bahwa Husein telah
melaksanakan ibadah haji dengan berjalan kaki sebanyak 25 kali. Ia juga selalu
istiqamah dalam menjalankan ibadah dan rajin bersedekah.
Zainab
binti Ali bin Abi Thalib RA
Zainab
adalah putri ke tiga Fatimah dan Ali bin Abi Thalib. Ia menikah dengan saudara
sepupunya sendiri, Abdullah bin Ja'far, dan mempunyai dua orang anak, Abdullah
dan Aun, tetapi keduanya meninggal sebelum masa dewasanya, ketika kedua orang
tuanya masih hidup.
Setelah Zainab meninggal, suaminya
menikah dengan saudara kandungnya, Ummu Kultsum. Ummu Kultsum sendiri adalah
janda dari saudara Abdullah, Muhammad bin Ja'far.
Ummu
Kultsum binti Ali bin Abi Thalib RA
Ummu
Kultsum adalah putri ke empat Fatimah dan Ali bin Abi Thalib, ia menikah dengan
Khalifah Umar bin Khaththab. Dari pernikahannya ini ia mempunyai seorang anak
yang diberi nama Zaid bin Umar. Setelah Umar meninggal, ia menikah dengan Aun
bin Ja'far, dan mempunyai seorang anak perempuan, tetapi meninggal ketika masih
kecil. Setelah Aun meninggal, ia menikah lagi dengan Muhammad bin Ja'far,
saudara Aun. Setelah Muhammad meninggal, ia menikah lagi dengan Abdullah bin
Ja'far, saudara Aun juga.
Saat menjadi istri Abdullah ini,
Ummu Kultsum mengalami sakit, yang akhirnya membawa ajalnya. Pada hari wafatnya
ini, putranya, Zaid bin Umar meninggal juga sehingga keduanya diberangkatkan ke
makam bersama-sama.
Jadi, setelah pernikahannya dengan
Umar bin Khaththab, Ummu Kultsum menikah dengan tiga orang putra Ja'far bin Abi
Thalib, yang masih sepupunya sendiri, secara berturut-turut. Pertama dengan Aun
bin Ja'far, kemudian Muhammad bin Ja'far dan Abdullah bin Ja'far. Sebelumnya,
Abdullah bin Ja'far adalah suami saudara kandungnya sendiri, Zainab binti Ali,
yang telah meninggal sebelumnya.
Ketika menjadi istri Umar bin
Khaththab, suatu malam, suaminya yang menjabat sebagai khalifah itu
tergesa-gesa membangunkannya dari tidur dan berkata, "Wahai istriku,
sesungguhnya Allah SWT membuka jalan bagimu, jalan yang mulia di sisi Allah,
agar engkau memperoleh peluang berbuat kebaikan malam ini."
"Apa maksudmu, wahai Amirul
Mukminin," Tanya Ummu Kultsum terkejut, sekaligus penuh harap.
Memang telah menjadi kebiasaan Umar
meronda malam untuk melihat keadaan umat Islam. Ia selalu khawatir kalau umat yang
dipimpinnya ini mengalami kesusahan tanpa ia bisa membantunya. Dan malam itu ia
menemukan suatu keadaan yang memerlukan campur tangan istrinya. Ia berkata,
"Dengarlah wahai istriku, di padang sebelah sana terdapat sebuah kemah
tua, yang di dalamnya ada seorang wanita yang akan melahirkan tanpa seorangpun
yang merawat dan membantunya. Ia sangat kesakitan, tolonglah engkau membantunya
dalam proses persalinannya!"
Sebenarnya mudah saja bagi Umar
menyuruh dan memerintahkan Ummu Kultsum untuk membantu persalinan wanita itu.
karena ia sebagai suami sekaligus khalifah. Tetapi bagaimanapun istrinya ini
adalah seorang cucu dari orang yang sangat dikasihinya, Nabi SAW, apalagi
Fatimah adalah putri kesayangan beliau. Ia tidak ingin mengatakan sesuatu yang
juga akan menyakiti hati Rasulullah SAW. Kemuliaan nasab itu pulalah yang
tampak dalam jawaban istrinya, "Wahai suamiku, sudah menjadi kewajibanku
untuk menyempurnakan hasrat dan kesucian hatimu, aku bersedia untuk membantu
dan merawatnya."
Mereka bergegas menuju padang dimana
kemah itu berada sambil membawa peralatan dan bekal makanan yang diperlukan.
Sementara Ummu Kultsum membantu persalinan, Umar menyalakan api dan memasak
makanan bagi dua pengembara tersebut. Tak lama berselang, terdengar seruan
istrinya, "Ya Amirul Mukminin, ucapkanlah tahniah (selamat) kepada
saudaramu itu, karena ia memperoleh seorang anak laki-laki."
Mendengar ucapan dari dalam kemah
tersebut, si lelaki jadi terkejut. Tidak disangkanya kalau yang bersusah payah
membantunya ini ternyata Umar, Amirul Mukminin yang sempat diacuhkannya. Umar
meminta istrinya membawa masuk, makanan bagi sang ibu baru tersebut. Dan
terhadap si lelaki yang tampak terkejut, ia berkata, "Tidak mengapa wahai
Saudara, janganlah kedudukanku ini membebani perasaanmu. Datanglah besok
menemuiku, aku akan mencoba menolongmu!"
Setelah semuanya selesai, Umar dan
Ummu Kultsum berpamitan.
Mendidikan Anak Dengan Ketegasan
Masa kanak-kanak merupakan masa-masa
belajar, dimana pada masa ini tentunya anak akan lebih sering melakukan
kesalahan dikarena ia masih belajar. Berbagai macam kesalahan yang diperbuatnya
kemungkinan karena ketidaktahuan sang anak, ataupun lupa, atau kealpaan
perhatian orang tua sehingga anakpun “caper” dengan melakukan perbuatan yang
berbahaya atau salah.
Memang benar bahwasannya mendidik
anak itu hendaknya dengan kasih sayang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun telah mencotohkan cara mendidik
anak dengan kasih sayang melalui
sabdanya dan perilakunya terhadap cucu-cucu beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Maka mendidik anak dengan kasih
sayang ini bukan berarti meniadakan tindakan tegas pada anak. Ketika seorang
anak dalam masa belajarnya melakukan kesalahan, hendaknya setiap orang tua
dapat mengerti dan memahami apakah sebab si anak melakukan kesalahan. Apakah
sebab si anak tidak tahu bahwasannya yang ia lakukan itu salah, atau kurangnya
perhatian orang tua, atau sebab lingkungan, atau sebab tauladan yang buruk dari
dari orang tua ataukah sebab-sebab yang lainnya. Dengan memahami sebab ini maka
orang tua dapat lebih bersikap adil kepada anaknya dalam mengambil tindakan
tegas terhadapnya.
Namun yang harus difahami juga
bukanlah ketegasan itu adalah sebuah kekerasan, seperti membentaknya, memarahi
anak didepan umum, atau memukulnya. Karena tegas itu berbeda dengan keras.
Setiap ketegasan belum tentu kekerasan, dan setiap kekerasan bukan berarti itu
adalah ketegasan.
Sesungguhnya yang disebut dengan
ketegasan dalam mendidik anak ini adalah sikap konsistensi terhadap perintah
dan larangan. Artinya ketika orang tua memerintah sesuatu dan melarang terhadap
sesuatu hendaknya ia konsisten di dalamnya. Jangan ketika memerintah dan
melarang saat ini di perintah atau dilarang, dikarenakan rengekan anak maka
berubah sikap.
Mari kita ambil contoh, misalkan
seorang anak ingin bermain game disebuah tempat dimana ditempat tersebut banyak
terdapat pelanggaran syariat, diantaranya diputar musik, wanita membuka aurat,
ikhtilat, orang-orang melalaikan sholat, dan lain sebagainya. Ketika sang anak
meminta maka niscaya orang tua tidak memberi izin untuk main game di tempat
tersebut, namun kemudian anak tersebut merengek-rengek meminta dengan belas
kasihan agar diberi izin untuk main ditempat tersebut, akhirnya karena kasihan
sang orang tuapun memberikan izin padanya.
Inilah contoh dari tindakan tidak
tegas dari orang tua, yaitu tidak konsisten terhadap larangan. Sehingga ketika
sang anak menangkap sikap ini, dan menyimpulkan dalam dirinya bahwasannya
rengekan dapat meluluhkan orang tua. Akhirnya pada kemudian harinya merengek
ini kembali dijadikan senjata ampuh untuk melanggar aturan orang tuanya.
Namun ketika suatu perintah dari
orang tua atau larangan orang tua itu dianggap tidak mengandung larangan
syariat, maka sesekalipun boleh memenuhi permintaan anak, namun dengan
penjelasan terlebih dahulu dan dengan melihat latar belakang anak
menginginkannya, apakah karena manja saja, ataukah memang karena benar-benar
membutuhkan apa yang ia inginkan tersebut.
Maka ketegasan dalam bertindak itu
sangat diperlukan dalam mendidik anak. Hal ini agar si anak menjadi tahu
bahwasannya ketika sesuatu itu tidak boleh dikerjakan ia tidak akan
mengerjakannya karena tahu tidak ada kelonggaran di dalamnya jika dalam
perkaranya terdapat pelanggaran syariat Islam.
Hal yang sama pun berlaku ketika
sang anak melakukan kesalahan. Ketegasan disini adalah dalam rangka menasihati
sang anak. Dan mesti disesuaikanpula dengan sebab-sebab apa yang membuat anak
ini melakukan kesalahan.
Karena bisa jadi sebab anak
melakukan kesalahan ini adalah karena teladan yang buruk dari orang tuanya
sendiri, maka ketegasan itu berlaku pada diri orang tua agar dapat memperbaiki
kesalahannya terlebih dahulu dan menjelaskan kepada anak bahwasannya apa yang
ia contoh dari orang tua itu adalah kesalahan yang harus diperbaiki.
Maka merupakan cara mendidik anak
yang baik adalah sikap kasih sayang dan tegas yang pada porsinya. Dalam
mendidik anak haruslah diiringi dengan kasih sayang dan terkadangpun harus
tegas tanpa kekerasan.
Sikap tegas dalam mendidik anak ini
telah dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saat
cucu beliau memakan kurma sedekah. Hal ini sebagaimana hadist yang di ceritakan
oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
“Al Hasan bin Ali radhiallahu
anhu mengambil sebutit kurma sedekah lalu memasukkannya kemulutnya. Melihat hal
itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepadanya, ‘kikh, kikh!’
supaya al Hasan memuntahkannya. Kemudian, beliau bersabda, ‘tidakkah engkau
tahu bahwa kita (ahli bait Nabi) tidak boleh memakan harta sedekah?” (HR.
Bukhori, dan Muslim)
Begitu juga teladan sikap tegas yang
dapat kita ambil dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
anak tirinya melakukan kesalahan kemudia beliu nasihati dengan kalimat yang
bijaksana,
“Dari sahabat Umar bin Abi Salamah
radhiallahu ‘anhu, ia mengisahkan: Dahulu ketika aku masih kecil dan menjadi
anak tiri Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dan (bila sedang
makan) tanganku (aku) julurkan ke segala sisi piring, maka Rasulullahshallallahu
’alaihi wa sallam bersabda, ‘Hai nak, bacalah bismillah, dan makanlah
dengan tangan kananmu, dan makanlah dari sisi yang terdekat darimu.’ Maka
semenjak itu, itulah etikaku ketika aku makan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Disinilah ketgasan
orang tua diperlukan dalam mendidik anak. Ketegasan ini dipelukan ketika
memerintah, melarang, dan juga ketika melihat anak-anak kita melakukan
kesalahan. Ketika memerintah hendaknya orang tua kosisten dalam memerintah,
melarang dan menasihati anak ketika melakukan kesalahan. Seperti yang telah
disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai
perintah sholat dari usia tujuh tahun, dan di usia sepuluh tahun boleh dipukul
(tanpa kekerasan) ketika tidak mau sholat.
Dari contoh yang
diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini juga dapat kita
tarik kesimpulan bahwasannya mendidik anak itu terdapat dua hal, yaitu
memerintah pada kebaikan dan melarang dari keburukan. Maka cara mendidik anak
yang baik adalah dengan selalu memerintahkan berbuat baik kepada anak, dan
melarang dari perbuatan buruk. Jangan sekali-kali membiarkan akan melakukan
perbuatan buruk yang melanggar syariat dengan alasan tidak mau mengatakan
“tidak boleh” karena alasan kasihan, atau yang lainnya. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment