Jakarta Diramalkan akan Tenggelam di
2050
Daratan turun, permukaan
laut naik.
m.rakib lpmp riau indonesia
Plato menyatakan
bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan gunung berapi secara
serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu
mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya
benua yang hilang atau Atlantis.
Akan hilang pula Jakarta -Beban kepadatan dan rusaknya lingkungan membuat permukaan
tanah di Jakarta semakin turun. Bila tidak diambil tindakan, diperkirakan tahun
2050 Jakarta akan tenggelam oleh air laut yang masuk hingga ke tengah kota."Kami
prediksi Jakarta bakal tenggelam pada 2050, karena air laut akan menerobos
masuk sampai pusat kota," ujar Kepala Sub Direktorat Perkotaan Ditjen Tata
Ruang Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Eko Budi Kurniawan kepada detikFinance
akhir pekan lalu.
“ Di hadapan Selat Mainstay Haigelisi, ada
sebuah pulau yang sangat besar, dari sana kalian dapat pergi ke pulau lainnya,
di depan pulau-pulau itu adalah seluruhnya daratan yang dikelilingi laut
samudera, itu adalah kerajaan Atlantis. Ketika itu Atlantis baru akan
melancarkan perang besar dengan Athena, namun di luar dugaan, Atlantis
tiba-tiba mengalami gempa bumi dan banjir, tidak sampai sehari semalam,
tenggelam sama sekali di dasar laut, negara besar yang melampaui peradaban
tinggi, lenyap dalam semalam.”
Terjemahan Latin Timaeus, dibuat pada abad pertengahan.
Plato menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan
gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir.
Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah
yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.Terjemahan Latin Timaeus, dibuat pada abad pertengahan.
Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Prof.
Arysio Nunes dos Santos, seorang atlantolog, geolog, dan fisikawan nuklir
asal Brazil, menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut
Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia mempublikasikan
hasil penelitiannya dalam sebuah buku : Atlantis, The Lost Continent
Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization (2005).
Santos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam,
gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu
adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya,
ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan
bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Konteks Indonesia
Bukan kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958,
atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui UU no. 4 Perpu tahun 1960,
mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara Indonesia dengan
perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah nusantara. Fakta itu kemudian
diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk penelitian Santos,
pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan suatu
benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti
halnya sekarang.
Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang
membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan,
terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di
wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh
samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik.
Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan
benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus.
Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es
(era Pleistocene). Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara
bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka
tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di
antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru / Sumeru /
Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk
Danau Toba dengan pulau Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada
saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau
(Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta
membentuk selat dataran Sunda.
Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang
berarti surga atau menara peninjauan (watch tower) , Atalaia (Potugis),
Atalaya (Spanyol). Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat
itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam,
ilmu/teknologi, dan lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di
Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar
dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh.
Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana
yang berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang
oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein,
dan Stephen Hawking.
Peta Atlantis menurut Arysio Nunes dos Santos dalam bukunya Atlantis, The Lost Continent Finally Found terletak di Indonesia.
Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi
Atlantis. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan
berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke
samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung
berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar
biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan
ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang
meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang
dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events.
Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan
kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama
mengenai bentuk / posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua
Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos.
Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil
menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah
semena-mena ada peribahasa yang berkata, “Amicus Plato, sed magis amica
veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada
kebenaran.”
Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos
sependapat. Yakni :pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia.
Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan
gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di
laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur
dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan
lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat
dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah
dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya
sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas
penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang lampau.
Bahwa Indonesia adalah wilayah yang dianggap
sebagai ahli waris Atlantis, tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita
tidak rendah diri di dalam pergaulan internasional, sebab Atlantis pada masanya
ialah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan bencana,
sebagaimana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari
sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat
mengatasinya.***
* Penulis adalah Direktur Kehormatan International Institute of Space
Law (IISL), Paris-PrancisSilakan lihat video Wawancara Ekslusif bersama Prof. Arysio Santos tentang Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization Via YouTobe.com
sumber:
http://www.atlan.org/articles/checklist/, diakses pada Agustus 2005
http://www.atlan.org/articles/egyptian_temple1/
http://www.atlan.org/articles/old_world.html
http://www.akhirzaman.info, diakses pada 08/06/2012
http://id.wikipedia.org/wiki/Atlantis, diakses pada 08/06/2012
http://www.anneahira.com/sejarah-benua-atlantis-8753.htm,diakses pada 08/06/2012
Tenggelamnya Jakarta, disebabkan semakin rendahnya posisi permukaan tanah di Jakarta dan tanggul-tanggul yang ada sudah tak mampu lagi menahan laju air laut yang tingginya sudah melebihi sebagian daratan di Jakarta.
Ia menambahkan, dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan, disebutkan ada penurunan permukaan tanah di Jakarta hingga mencapai 14 cm sampai 14,5 cm per tahun. "Kalau dipukul rata, penurunan terjadi sedalam 7,5 cm per tahun. Di Pluit termasuk paling cepat," katanya..
Sebagai pusat pemerintahan dan bisnis, bencana banjir akan menjadi ancaman serius yang dapat memberikan dampak ekonomi yang sangat luar biasa bagi Jakarta.
"Kalau sampai tenggelam, Jakarta bakal mengalami kerugian sampai US$ 200 miliar (Rp 2.000 triliun). Belum lagi hilangnya potensi kesempatan 1,5 juta lapangan kerja karena masyarakat yang harus pindah," katanya.
Untuk itu, rencana pembangunan 17 pulau buatan diharapkan bisa menghindarkan ibu kota Jakarta dari ancaman akibat amblasnya permukaan tanah yang terjadi setiap tahun.
Pengembangan lahan di atas laut (reklamasi) bagi pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta merupakan hal penting guna mengatasi keterbatasan lahan. Selain itu reklamasi berfungsi menahan rob air laut.
(hen/ang)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!
No comments:
Post a Comment