SISTEM
PERADILAN PIDANA ANAK
m.rakib lpmp riau indonesia
Kalau
tuan, mencari kutu,
Jangan
disuruh, orang buta.
Ingin
mendapatkan, anak bermutu,
Terapkan
disiplin, berwiraswasta.
Ayam
pemburu, sayap dipangkas,
hinggap di ranting bilang-bilang,
Melihat bu guru, pulang lekas,
Muridnya girang, bukan kepalang.
hinggap di ranting bilang-bilang,
Melihat bu guru, pulang lekas,
Muridnya girang, bukan kepalang.
Berangan besar di dalam padi,
rumpun buluh dibuat pagar.
Jangan syak di dalam hati,
maklum pantun saya belajar.
rumpun buluh dibuat pagar.
Jangan syak di dalam hati,
maklum pantun saya belajar.
Beringin di tepi kolam
buaya besarang di bawahnya
hati ingin hendak belajar
orang tua sayang melepaskannya
buaya besarang di bawahnya
hati ingin hendak belajar
orang tua sayang melepaskannya
Cempedak diluar pagar,
tarik galah tolong jolokkan.
Saya budak baru belajar,
kalau salah tolong tunjukkan
tarik galah tolong jolokkan.
Saya budak baru belajar,
kalau salah tolong tunjukkan
Dimana pada takkan luluh,
padi basah tidak ditampi.
Di mana hati takkan rusuh,
bunda hilang bada berbini.
padi basah tidak ditampi.
Di mana hati takkan rusuh,
bunda hilang bada berbini.
Elang berkulit tengah hari,
Cenderawasih mengirai kapak.
Alangkah sakitnya berbapa tiri,
awak menangis disangkanya gelak.
Cenderawasih mengirai kapak.
Alangkah sakitnya berbapa tiri,
awak menangis disangkanya gelak.
Elok rupanya kumbang janti,
dibawa itik pulang petang.
Tidak berkata besar hati,
melihat ibu sudah datang.
dibawa itik pulang petang.
Tidak berkata besar hati,
melihat ibu sudah datang.
Hiu beli belanak beli
udang di manggung beli pula.
Adik benci kakak pun benci,
orang di kampung benci pula.
udang di manggung beli pula.
Adik benci kakak pun benci,
orang di kampung benci pula.
Jawi hitam tidak bertanduk
memakan rumput di atas munggu.
Lihatlah ayam tak berinduk,
demikian hidip anak piatu.
memakan rumput di atas munggu.
Lihatlah ayam tak berinduk,
demikian hidip anak piatu.
kayu jati bertimbal jalan.
turun angin patahlah dahan.
ibu mati bapa berjalan,
kemana untuk diserahaka.
turun angin patahlah dahan.
ibu mati bapa berjalan,
kemana untuk diserahaka.
kayu rusak ambil petanak,
masuklah pauh diperam serang.
baju tidak celana tidak
kakak jauh di rantau orang.
masuklah pauh diperam serang.
baju tidak celana tidak
kakak jauh di rantau orang.
m.rakib
lpmp riau indoesian
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak (“UU
SPPA”) yang mulai diberlakukan dua tahun setelah tanggal
pengundangannya, yaitu 30 Juli 2012 sebagaimana disebut dalam Ketentuan
Penutupnya (Pasal 108 UU SPPA).
Artinya UU SPPA ini mulai berlaku sejak 31 Juli 2014.
UU SPPA
ini merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
(“UU Pengadilan Anak”) yang bertujuan agar dapat terwujud peradilan yang
benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum. UU Pengadilan Anak dinilai sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara komprehensif
memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum.
Adapun
substansi yang diatur dalam UU SPPA antara lain mengenai penempatan anak yang
menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak
(LPKA). Substansi yang paling mendasar dalam Undang-Undang ini adalah
pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi yang
dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan
sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan
hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara
wajar. Demikian antara lain yang disebut dalam bagian Penjelasan Umum UU SPPA.
Keadilan Restoratif merupakan suatu proses Diversi,
yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama
mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala
sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, anak, dan masyarakat
dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati
yang tidak berdasarkan pembalasan. Diversi
adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke
proses di luar peradilan pidana.
Berikut
kami rangkum hal-hal penting yang diatur dalam UU SPPA:
1.
Definisi Anak di Bawah Umur
UU
SPPA mendefenisikan anak di bawah umur sebagai anak yang telah berumur 12 tahun
tetapi belum berumur 18 tahun, dan membedakan anak yang terlibat dalam suatu
tindak pidana dalam tiga kategori:
a. Anak yang menjadi pelaku tindak pidana
(Pasal 1 angka 3 UU SPPA);
b. Anak yang menjadi korban tindak pidana
(Anak Korban) (Pasal 1 angka 4 UU SPPA);
dan
c. Anak yang menjadi saksi tindak pidana
(Anak Saksi) (Pasal 1 angka 5 UU SPPA)
Sebelumnya,
UU Pengadilan Anak tidak membedakan kategori
Anak Korban dan Anak Saksi. Konsekuensinya, Anak Korban dan Anak Saksi tidak
mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini mengakibatkan banyak tindak pidana yang
tidak terselesaikan atau bahkan tidak dilaporkan karena anak cenderung
ketakutan menghadapi sistem peradilan pidana.
2.
Penjatuhan Sanksi
Menurut
UU SPPA, seorang pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi,
yaitu tindakan, bagi
pelaku tindak pidana yang berumur di bawah 14 tahun (Pasal 69 ayat (2) UU SPPA) dan Pidana, bagi pelaku tindak
pidana yang berumur 15 tahun ke atas.
a.
Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi (Pasal 82 UU SPPA):
• Pengembalian kepada orang tua/Wali;
• Penyerahan kepada seseorang;
• Perawatan di rumah sakit jiwa;
•
Perawatan di LPKS;
• Kewajiban mengikuti pendidikan formal
dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
• Pencabutan surat izin mengemudi;
dan/atau
• Perbaikan akibat tindak pidana.
b.
Sanksi Pidana
Sanksi
pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana anak terbagi atas Pidana
Pokok dan Pidana Tambahan (Pasal
71 UU SPPA):
Pidana
Pokok terdiri atas:
· Pidana
peringatan;
· Pidana
dengan syarat, yang terdiri atas: pembinaan di luar lembaga, pelayanan
masyarakat, atau pengawasan;
· Pelatihan
kerja;
· Pembinaan
dalam lembaga;
· Penjara.
Pidana
Tambahan terdiri dari:
· Perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
· Pemenuhan
kewajiban adat.
Selain
itu, UU SPPA juga mengatur dalam hal anak belum berumur 12 (dua belas) tahun
melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:
(lihat Pasal 21 UU SPPA)
a. menyerahkannya kembali kepada orang
tua/Wali; atau
b. mengikutsertakannya dalam program
pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di
instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat
maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
3.
Hak-hak Anak
Setiap
anak dalam proses peradilan pidana berhak: (Pasal 3 UU SPPA)
a. diperlakukan secara manusiawi dengan
memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b. dipisahkan dari orang dewasa;
c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan
lain secara efektif;
d. melakukan kegiatan rekreasional;
e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau
perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan
martabatnya;
f. tidak dijatuhi pidana mati atau
pidana seumur hidup;
g. tidak ditangkap, ditahan, atau
dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
h. memperoleh keadilan di muka pengadilan
anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
i. tidak dipublikasikan
identitasnya;
j. memperoleh pendampingan orang
tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh anak;
k. memperoleh advokasi sosial;
l. memperoleh kehidupan
pribadi;
m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;
n. memperoleh pendidikan;
o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan
p. memperoleh hak lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4 UU SPPA
menyatakan bahwa anak yang sedang menjalani masa pidana berhak atas:
a. Remisi atau pengurangan masa pidana;
b.
Asimilasi;
c. Cuti mengunjungi keluarga;
d. Pembebasan bersyarat;
e. Cuti menjelang bebas;
f.
Cuti bersyarat;
g. Hak-hak lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
4.
Penahanan
Pasal 32 ayat (2) UU SPPA
menyatakan bahwa penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat
anak telah berumur 14 (empat belas) tahun, atau diduga melakukan tindak pidana
dengan ancaman pidana penjara tujuh tahun atau lebih. Jika masa penahanan
sebagaimana yang disebutkan di atas telah berakhir, anak wajib dikeluarkan dari
tahanan demi hukum.
5.
Pemeriksaan Terhadap Anak Sebagai Saksi
atau Anak Korban
UU
SPPA ini memberikan kemudahan bagi anak saksi atau anak korban dalam memberikan
keterangan di pengadilan. Saksi/korban yang tidak dapat hadir untuk memberikan
keterangan di depan sidang pengadilan dengan alasan apapun dapat memberikan
keterangan di luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yang
dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan setempat, dengan dihadiri oleh
Penyidik atau Penuntut Umum, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya
yang terlibat dalam perkara tersebut. Anak saksi/korban juga diperbolehkan
memberikan keterangan melalui pemeriksaan jarak jauh dengan menggunakan alat
komunikasi audiovisual. Pada saat memberikan keterangan dengan cara ini, anak
harus didampingi oleh orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping
lainnya [lihat Pasal 58 ayat (3) UU
SPPA].
6.
Hak Mendapatkan Bantuan Hukum
UU
SPPA memperbolehkan anak yang terlibat dalam tindak pidana untuk mendapatkan
bantuan hukum tanpa mempermasalahkan jenis tindak pidana telah dilakukan.
Anak
berhak mendapatkan bantuan hukum di setiap tahapan pemeriksaan, baik dalam
tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, maupun tahap pemeriksaan di
pengadilan (Pasal 23 UU SPPA).
Anak Saksi/Anak Korban wajib didampingi oleh orang tua/Wali, orang yang
dipercaya oleh anak, atau pekerja sosial dalam setiap tahapan pemeriksaan. Akan
tetapi, jika orang tua dari anak
tersebut adalah pelaku tindak pidana, maka orang tua/Walinya tidak wajib
mendampingi (Pasal 23 Ayat (3) UU SPPA).
7.
Lembaga Pemasyarakatan
Dalam
Pasal 86 ayat (1) UU SPPA, anak
yang belum selesai menjalani pidana di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (“LPKA”)
dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dipindahkan ke lembaga
pemasyarakatan pemuda. Pengaturan tersebut tidak ada dalam Pasal 61 UU Pengadilan Anak.
Walaupun
demikian, baik UU SPPA dan UU Pengadilan Anak sama-sama mengatur bahwa
penempatan anak di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan dengan menyediakan blok
tertentu bagi mereka yang telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun sampai
21 (dua puluh satu) tahun (Penjelasan
Pasal 86 ayat (2) UU SPPA dan Penjelasan
Pasal 61 ayat (2) UU Pengadilan Anak).
Demikian
jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar
hukum:
No comments:
Post a Comment