MENCEGAH MURID JADI MELAWAN
GURUMU ORANG TUAMU JUGA
Kurang akhlak, murid tidak akan setia
Kurang iman, murid tidak akan bahagia
Kurang latihan, murid tidak akan berguna
(M.Rakib LPMP Riau Indonesia. 2014)
SANG
MURID YANG SUDAH JADI PENJAHAT TENTU TIDAK MAU DITANGKAP BEGITU SAJA DAN
BERUSAHA MELAWAN DENGAN BERBAGAI CARA, TERNYATA ADA MURID JAHAT YANG TIDAK
DAPAT DITAKLUKKAN OLEH SENIOR-SENIOR DARI PERGURUAN MEREKA ….KENAPA…..??KARENA MEREKA MENGUASAI JURUS YANG SAMA DAN TENTU SAJA
PERTARUNGAN SELALU BERAKHIR SERI. DARI PENGALAMAN ITULAH YANG MEMBUAT PARA GURU
TIDAK MAU MENGAJARKAN SEMUA JURUS MILIK PERGURUAN SILAT MEREKA, SETIAP MURID
BAHKAN DIBERI JURUS YANG BERBEDA SESUAI DENGAN BAKAT DAN TINGKAT KESETIAAN MURID
Diantara para murid yang sudah menjadi
pendekar ada yang tetap sejalan dengan policy perguruan tempat mereka dilatih
dan tetap setia kepada para senior diperguruan tersebut mereka aktip menyebar
nama harum perguruan dan ada pula yang memilih jalan lain yaitu menjadi rakyat
biasa tapi ada juga yang berubah haluan menjadi penjahat.
Setiap perguruan biasanya melakukan
reuni dan sekalian pertandingan antar murid untuk memperbaiki jurus-jurus silat
mereka dan siapa tahu bisa diciptakan jurus-jurus baru yang lebih ampuh. Tentu
saja murid yang sudah jadi penjahat akan dilaporkan ke perguruan dan perguruan
berkewajiban untuk menangkap dan menghukum murid yang berubah haluan itu. Sang
murid yang sudah jadi penjahat tentu tidak mau ditangkap begitu saja dan
berusaha melawan dengan berbagai cara, ternyata ada murid jahat yang tidak
dapat ditaklukkan oleh senior-senior dari perguruan mereka ….kenapa…..??
Karena mereka
menguasai jurus yang sama dan tentu saja pertarungan selalu berakhir seri. Dari
pengalaman itulah yang membuat para guru tidak mau mengajarkan semua jurus
milik perguruan silat mereka, setiap murid bahkan diberi jurus yang berbeda
sesuai dengan bakat dan tingkat kesetiaan murid. Jadi hanya murid yang sudah
teruji kesetiaannya yang diberi jurus-jurus ampuh atau jurus pamungkas namun
demikian sang Guru tetap menyimpan jurus andalan yang nanti kelak akan
diturunkan pada orang tertentu saja.
Menyembunyikan
jurus-jurus silat yang ampuh akhirnya menjadi turun temurun dan setiap generasi
jurus silatnya akan makin berkurang dan seterusnya sampai akhirnya jurus-jurus
tersebut lenyap dan hanya tersisa kembangannya saja. Seperti yang kita lihat
sekarang sisa yang ada hanya dalam bentuk gerakan menyerupai tarian yang sama
sekali tidak dapat dipakai bertempur melawan musuh …………………………..kata sahibul
hikayat dari negeri dongeng.
Hikmah dibalik
ceritera ini adalah; para Guru yang ada sekarang sebaiknya mengajar murid agar
mau belajar mencari referensi jangan hanya belajar dari satu guru, carilah
sumber ilmu yang lain jangan melulu dari buku panduan saja. (jkt 26/11/09)
MENECEGAH MURID MENJADI
NAKAL MELALUI PENENEMAN CITA AGAMA
“Jangan menyembah kepada
selain Dia, berbuat baik kepada orangtua…” (Al Isra’ : 23).
Hukum Melawan guru dan ‘Uququl Walidain
‘Uququl walidain adalah perbuatan durhaka atau menyakiti hati orangtua, baik
dengan ucapan, atau perbuatan seperti memutus hubungan baik dengannya. Dan
perbuatan jahat ini haram hukumnya dan termasuk dosa besar.
Dalil yang menyatakan demikian di
antaranya riwayat dari Anas ibnu Malik, ia berkata, “Nabi ditanya tentang dosa
dosa besar, beliau menjawab: yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada
orangtua.” (Riwayat Bukhari).
Riwayat dari Abdullah ibnu Umar radhiyallahu
anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda,
“Ada tiga golongan yang tidak akan masuk surga, (dalam redaksi yang lain, Allah
tiada akan melihatnya pada hari kiamat), yaitu orang yang durhaka kepada kedua
orang tuanya.” (Riwayat An Nasa’i).
Di dalam Al Quran, larangan berbuat
durjana kepada orangtua serta perintah agar berbakti kepada keduanya sangatlah
banyak. Allah berfirman di dalam surat An Nisa’ ayat 36: “Dan sembahlah
Allah dan janganlah kamu menyekutukan Nya. Dan hendaklah kalian berbuat baik
kepada orangtua…”
Ayat dan Hadits di atas menunjukkan
betapa besar bahaya yang ditimbulkan karena mendurhakai orangtua. Yakni tidak
dimasukkannya ke dalam surga dan terhalang mendapatkan rahmat Allah ta’ala.
Penyebab ‘Uququl walidain
Adapun penyebab durhaka kepada kedua
orang tua boleh jadi karena kesalahan orangtua, atau salah dalam mendidik.
Misalnya menyekolahkan anak di pendidikan keduniawian saja, atau di sekolah
yang buruk lingkungannya, sehingga perilaku anak menjadi nakal, menjadikan
moralnya liar dan ganas.
Penyebab lain adalah dari faktor
orangtua yang tidak bisa dijadikan teladan, tidak adil, dan menyia-nyiakannya,
seperti tidak mau mengurusinya, berbuat kasar dengan kata kata maupun tindakan,
dan sering memarahinya. Selain itu juga kehidupan suami istri yang retak,
orangtua yang selalu menjauh dan tidak akrab dengan anak anak, tidak ingin
direpotkan anak, memanjakannya secara berlebihan, dan suka menzaliminya.
Sedang bentuk kedurhakaan dari faktor
anak penyebabnya antara lain: anak malas belajar tauhid yang benar, enggan
shalat di masjid, hobinya bergaul dengan anak anak nakal, dibesarkan di
lingkungan yang materialistis dan serba permisif.
Maka tidak heran muncul anak yang
dahulunya baik menjadi penentang, yang semula tawadhu’ mejadi beringas.
Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu
alaihi wa Sallam bersabda, “Seseorang itu berdasarkan agama temannya,
karena itu hendaklah di antara kamu melihat siapa kawannya.” (Riwayat Abu Dawud
dan Tirmidzi).
Fenomena ‘Uququl walidain
Terdapat sejumlah indikasi anak
durhaka, seperti: selalu menyusahkan orangtua dengan perkataan maupun
perbuatan, membentak dan menghardiknya, berkata ‘ah!’ (hufh!), meremehkannya,
atau menolak perintahnya. Juga bermuka masam, tidak berkenan menemani atau
mengantar orang tua pada saat dibutuhkan, mengejek dan membodoh bodohkan,
memperbudak, menghina masakannya, serta tidak mau membantu menyelesaikan
pekerjaan dan bebannya.
Selain itu, tidak memperhatikan
serta mengabaikan kebutuhannya, tidak memperhatikan nasihatnya, jarang meminta
izin jika keluar rumah atau memasuki kamarnya, tidak mengakui sebagai
orangtuanya, menyesali terlahirkan darinya. Atau juga melakukan kekejian di
hadapannya, mencemarkan nama baik dan kehormatannya, terlalu banyak menuntut di
luar kemampuannya, menginginkannya supaya cepat mati agar segera dapat
warisannya, dan tidak pernah bersilaturahim, tidak pula mendo’akannya.
Namun tidak semua yang dapat
menyakitkan hati orangtua atau menolak perintahnya dinamakan kedurhakaan (‘uququl
walidain). Misalnya menolak perintah mereka yang melanggar agama, menolak
untuk berbuat musyrik, bid’ah, dan maksiat. Jika ada ayah ibu memerintahkan
putrinya untuk menanggalkan jilbab jika ke luar rumah, atau melarang shalat
berjamaah, menyuruh membelikan rokok serta melakukan perbuatan mungkar lainnya,
maka anak wajib menolaknya dan mendakwahinya dengan baik.
Rasulullah bersabda yang artinya:
“Tidak wajib mentaati makhluk yang memerintahkan maksiat kepada Allah.”
(Riwayat Ahmad) .
Menghindari ‘Uququl walidain
Anak durhaka bisa jadi berangkat
dari orangtua yang durhaka pula alias menyepelekan hak hak anak. Untuk itu,
para orangtua sudah sepatutnya melakukan koreksi diri.
Pertama, hendaknya setiap keluarga terutama bapak dan ibu,
mendalami akidah dengan benar. Mengamalkan syariat Islam dan menjadikan dirinya
teladan yang baik bagi anak anaknya.
Kedua, orangtua hendaknya istiqamah dalam perkataan dan
perbuatan. Orangtua bukanlah pembuat hukum, sehingga semaunya sendiri boleh
melanggar dan memaksa anak sementara dia sendiri tidak mampu membuktikan apa
yang jadi perintahnya.
Ketiga, orang tua hendaknya menjaga lisan dan perbuatannya dari
hal yang haram. Berbicara yang baik, penuh dengan kasih sayang kepada anak.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda; “Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berkata yang baik atau diam.”
(Riwayat Muslim) .
Keempat, jika orangtua memperlakukan adil kepada anak, maka akan
memberi kesan dan membendungnya dari kekecewaan dan kedurhakaan. Maka hendaknya
berbuat adil.
“…Berbuat adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa.” (Al Maidah: 8).
Kelima, selalu menasihati anak sebagaimana yang Allah perintahkan;
“Hai orang orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka…” (At Tahrim [66]: 6).
Keenam, mendidik anak dengan pendidikan tauhid, menasihati mereka
agar selalu merasa selalu diawasi Allah Ta’ala. Sebagaimana yang dilakukan
Luqman kepada anaknya; “Hai anakku, jika ada perbuatan seberat biji sawi
yang berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan
memberinya balasan. Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.”
(Luqman: 16).
Ketujuh, orangtua seharusnya memperhatikan pergaulan anak,
lingkungan (bi’ah) yang kondusif memelihara tumbuhnya iman, mengarahkan
mereka agar giat belajar, membiasakan berbuat baik, dan menjauhkan permainan
yang merusak moral.
Kedelapan, orangtua wajib pula mendoakan anak anaknya agar
mendapatkan hidayah, dan senantiasa dijaga dalam kebaikan.
Adalah sebuah kejanggalan, bila ada
orang yang lebih dekat dengan sahabat, bergaul mesra dengan kolega, bisa
harmonis dalam kerjasama dengan orang lain, namun kurang mesra bahkan jahat
dengan orangtua atau anaknya sendiri.
Akhirnya, mari kita berupaya
memperbaiki akidah, ibadah, akhlak dan muamalah dalam aktivitas keseharian
kita. Semoga kita tidak termasuk bagian dari anak durhaka, atau orangtua yang
durhaka, karena menelantarkan hak hak anak.
Abu
Hasan-Husain
No comments:
Post a Comment