MEMPERTANYAKAN SUKU ISRAEL YANG HILANG
TIDAK MUNGKIN KE SUMATRA
M.RAKIB LPMP RIAU INDONESIA 2014
Bangsa Israel kuno terdiri dari 12
suku.
Setelah
raja Salomo wafat, negara Israel pecah menjadi dua bagian. Bagian Selatan
terdiri dari dua suku yaitu Yehuda dan Benjamin yang kemudian dikenal
dengan nama Yehuda, atau dikenal dengan nama Yahudi. Kerajaan Selatan ini
disebut Yehudah, ibukotanya Yerusalem, dan daerahnya dinamai Yudea. Bagian
utara terdiri dari 10 suku, disebut sebagai Kerajaan Israel.
Dalam
perjalanan sejarah, 10 suku tersebut kehilangan identitas kesukuan mereka.
Kerajaan utara Israel tidak lama bertahan sebagai sebuah negara dan hilang dari
sejarah. Konon ketika penaklukan bangsa Assyria, banyak orang Kerajaan Utara
Israel yang ditawan dan dibawa ke sebelah selatan laut Hitam sebagai budak.
Sebagian lagi lari meninggalkan asalnya untuk menghindari perbudakan.
Sementara
itu Kerajaan Yehudah tetap exist hingga kedatangan bangsa Romawi. Setelah
pemusnahan Yerusalem pada tahun 70 oleh bala tentara Romawi yang dipimpin oleh
jenderal Titus, orang-orang Yehudah pun banyak yang meninggalkan negerinya dan
menetap di negara lain, terserak diseluruh dunia.
Jauh sebelum itu, ketika masa
pembuangan ke Babilon berakhir dan orang-orang Yehudah atau disebut Yahudi
diijinkan kembali ke negerinya, dan sepuluh suku Israel dari Kerajaan utara
memilih tidak pulang tetapi meneruskan petualangan kearah Timur. Demikian
juga dengan mereka yang diperbudak di selatan laut Hitam, setelah masa
perbudakan selesai, tidak diketahui kemana mereka pergi melanjutkan hidup.
Dengan
demikian banyak diantara bangsa Israel kuno kemudian kehilangan identitas
mereka sebagai orang Israel. Ada sekelompok penduduk di daerah Tiongkok barat,
diterima sebagai puak Cina, tetapi secara umum profil wajah mereka agak berbeda
dengan penduduk Cina pada umumnya. Perawakan mereka lebih besar, hidung
agak mancung, namun berkulit kuning dan bermata sipit. Mereka menyembah Allah
yang bernama Yahwe. Sangat mungkin mereka adalah keturunan sepuluh suku Israel
yang hilang yang telah kawin campur denganpenduduk lokal sehingga kulit dan
mata menjadi seperti penduduk asli. Saya percaya banyak diantara para pembaca
yang mengetahui bahwa di negeri Israel ada sekelompok kecil orang Israel yang berkulit
hitam. Mereka adalah suku Falasha, yang sebelum berimigrasi ke Israel hidup di
Etiopia selama ratusan generasi. Fisik mereka persis seperti Negro dengan
segala spesifikasinya yaitu kulit hitam legam, bibir tebal, rambut keriting,
dll.
Mereka
mengklaim diri mereka sebagai keturunan Israel atau disebut Beta Israel, dan
dengan bukti-bukti yang dimiliki, mereka mampu memenuhi seluruh kriteria yang
dituntut oleh Pemerintah Israel yang merupakan syarat mutlak supaya diakui
sebagai Israel perantauan. Setelah memperoleh pengakuan sebagai keturunan
Israel, sebagian dari mereka kembali ke Tanah Perjanjian sekitar 15 tahun lalu
dengan transportasi yang disediakan oleh Pemerintah Israel. Itulah sebabnya
mengapa ada Israel hitam.
Mereka
seperti orang Negro karena intermarriage dengan perempuan- perempuan lokal
sejak kakek moyang mereka pergi ke Ethiopia. Kita tahu bahwa bahwa Ethiopia
adalah salah satu negara yang penduduknya mayoritas Kristen yang paling tua
didunia. Ingat sida-sida yang dibaptis oleh Filipus dalam Kisah 8:26-40.
Bahkan sebelum era Kekristenan pun sudah ada penganut Yudaisme disana.Walaupun
banyak yang kembali, sebahagian lagi tetap memilih menetap di negeri itu, dan
merekalah yang menjaga dan memelihara Tabut Perjanjian yang konon ada
disana.
Apakah ada diantara para pembaca
yang pernah mendengar selentingan bahwa etnik Bangso Batak Toba, adalah juga
keturunan bangsa Israel kuno yang hilang? Mungkin saja tidak, karena
orang-orang Batak Toba sendiri banyak yang tidak mengetahuinya, kecuali
segelintir yang memberikan perhatian terhadap hal ini.
Menurut
kamus umum bahasa Indonesia Batak mempunyai arti (sastra), adalah petualang,
pengembara, sedang membatak berarti berpetualang, pergi mengembara. Walaupun
demikian orang Batak dikenali dengan sikap dan tindakannya yang khas, yaitu
terbuka, keras dan apa-adanya. Hosea 19:17: Allahku akan membuang mereka
(ISRAEL YANG MURTAD), sebab mereka tidak mendengar Dia, maka mereka akan
MENGEMBARA diantara bangsa-bangsa.
Mengapa
di Sumatera, karena Sumatera adalah salah satu pulau di Hindia yang berdekatan
dengan India. Sumatera juga merupakan salah satu pulau di Lautan Samudera
Hindia.
Bandingkan
Yesaya 11:11: Pada waktu Tuhan akan mengangkut pula tangaNya untuk menebus
sisa-sisa umatNya (Bangsa ISRAEL YANG MURTAD) yang tertinggal di Asyur, dan di
Mesir, di Patros, di Ethiopia, dan di Elam, di Sinear, di Hamat dan di
Pulau-pulau di Laut.
Seperti
yang diungkapkan oleh seorang anthropolog dan juga pendeta dari Belanda,
profesor Van Berben, dan diperkuat oleh prof Ihromi, guru besar di UI
(Universitas In 782 donesia), bahwa tradisi etnik Tapanuli (Batak Toba) sangat
mirip dengan tradisi bangsa Israel kuno. Pendapat itu didasarkan atas
alasan yang kuat setelah membandingkan tradisi orang Tapanuli dengan
catatan-catatan tradisi Israel dalam Alkitab yang terdapat pada sebahagian
besar kitab Perjanjian Lama, dan juga dengan catatan-catatan sejarah budaya
lainnya diluar Alkitab.
Beberapa peneliti dari etnis
Tapanuli juga yakin bahwa Batak adalah keturunan Israel yang sudah lama terpisah
dari induk bangsanya, tapi karena intermarriage dengan penduduk lokal ditempat
mana mereka bermukim membuat orang Batak secara fisik menjadi seperti
orang Melayu.
Seorang
Batak Toba, yang sudah lebih dari 20 tahun tinggal di Israel dan menjadi warga
negara, berusaha mengumpulkan data-data untuk pembuktian. Setelah merasa sudah
cukup, dia mengajukannya ke pemerintah Israel yang waktu itu masih dipimpin
oleh PM Yitzak Rabin. Tetapi tenyata data tersebut belum bisa memenuhi
seluruh kriteria. Pemerintah Israel kemudian meminta agar kekurangannya dicari
hingga dapat mencapai 100 persen supaya pengakuan atas etnis Batak sebagai
orang Israel diperantauan dapat diberi. Konon kekurangan itu terutama
terletak pada silsilah yang banyak missing links-nya, dan menelusuri silsilah
itu agar sempurna sama sulitnya dengan menyelam ke perut bumi.
Peneliti
berharap suatu waktu pada masa depan, Pemerintah Israel bisa saja mengubah
kriterianya dengan menjadi lebih lunak dan etnik Batak diterima sebagai
bahagian yang terpisah dari mereka. Setelah mendengar selentingan itu, saya
benar-benar menaruh minat untuk menyelidiki sejauh mana budaya Bangso Batak
Toba dapat memberi bukti similaritasnya dengan tradisi Israel kuno. Alkitab
adalah buku yang prominent dan sangat layak serta absah sebagai kitab pedoman
untuk mencari data budaya Israel kuno yang menyatu dengan unsur sejarah dan
spiritual.
Beberapa diantara kesamaan tradisi
Batak Toba dengan tradisi Israel kuno adalah sebagai berikut:
gambar:
womenslens.blogspot.com
1).
Pemeliharaan silsilah (Tarombo dan Marga)
Semua orang Tapanuli, terutama
laki-laki, dituntut harus mengetahui garis silsilahnya. Demikian pentingnya
silsilah, sehingga siapa yang tidak mengetahui garis keturunan kakek moyangnya
hingga pada dirinya dianggap na lilu - tidak tahu asal-usul - yang merupakan
cacat kepribadian yang besar. Bangsa Israel kuno juga memandang silsilah
sebagai sesuatu yang sangat penting. Alkitab, sejak Perjanjian Lama hingga
Perjanjian Baru sangat banyak memuat silsilah, terutama silsilah dari mereka
yang menjadi figur penting, termasuk silsilah Yesus Kristus yang ditelusuri
dari pihak bapak(angkat) Nya Yusuf, yang keturunan Daud dan pihak ibuNya
(Maria).
Catatan: MARGA adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan
ayah (patrilineal) .Sistem kekerabatan patrilineal menentukan garis keturunan
selalu dihubungkan dengan anak laki laki. Seorang ayah merasa hidupnya lengkap
jika ia telah memiliki anak laki-laki yang meneruskan marganya. Sesama
satu marga dilarang saling mengawini, dan sesama marga disebut dalam Dalihan Na
Tolu disebut Dongan Tubu. Menurut buku "Leluhur Marga Marga Batak",
jumlah seluruh Marga Batak sebanyak 416, termasuk marga suku Nias.
Catatan: Marga dalam kamus Inggris Hassan Shadily dan John Echols
adalah CLAN, yakni Suku, Marga, dan KAUM. Dalam arti yang lain, Marga bias
berarti Warga, dari bahasa India (Sansekerta, kemungkinannya) . Jadi, kalau ada
orang Batak bermarga Tampubolon, berarti dia berasal dari KAUM TAMPUBOLON.
Bandingkan dengan KAUM LEWI, KAUM YEHUDAH, KAUM SIMEON dan lain-lain.
TAROMBO adalah silsilah, asal-usul menurut garis keturunan ayah.
Dengan tarombo seorang Batak mengetahui posisinya dalam marga. Bila orang Batak
berkenalan pertama kali, biasanya mereka saling tanya Marga dan Tarombo. Hal
tersebut dilakukan untuk saling mengetahui apakah mereka saling
"mardongan sabutuha" (semarga) dengan panggilan "ampara"
atau "marhula-hula" dengan panggilan "lae/tulang" . Dengan
tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil
"Namboru" (adik perempuan ayah/bibi), "Amangboru/Makela"
,(suami dari adik ayah/Om), "Bapatua/ Amanganggi/ Amanguda"
(abang/adik ayah), "Ito/boto" (kakak/adik) , PARIBAN atau BORU TULANG
(putri dari saudara laki laki ibu) yang dapat kita jadikan istri, dst.
2).
Perkawinan yang ber-pariban
Ada
perkawinan antar sepupu yang diijinkan oleh masyarakat Batak, tapi tidak sembarang
hubungan sepupu. Hubungan sepupu yang diijinkan untuk suami-istri hanya satu
bentuk, disebut marpariban. Cukup report menerangkan hal ini dalam bahasa
Indonesia karena bahasa ini tidak cukup kaya mengakomodasi sebutan
hubungan perkerabatan dalam bahasa Batak. Yang menjadi pariban bagi laki-laki
ialah boru ni tulang atau anak perempuan dari saudara laki-laki ibu. Sedangkan
yang menjadi pariban bagi seorang gadis ialah anak ni namboru atau anak
laki-laki dari saudara perempuan bapa. Hanya hubungan sepupu yang seperti itu
yang boleh menjadi suami- isteri. Karena suku Batak penganut patriarch yang
murni, ini adalah perkawinan ulang dari kedua belah pihak yang sebelumnya
sudah terjalin dengan perkawinan.
Mari
kita bandingkan dengan Alkitab. Pada kitab Kejadian, Yakub menikah dengan
paribannya, anak perempuan Laban yaitu Lea dan Rahel. Laban adalah tulang dari
Yakub. (Saudara laki-laki dari Ribka, ibu dari Yakub). Didunia ini sepanjang
yang diketahui hanya orang Israel kuno dan orang Batak yang sekarang memegang
tradisi hubungan perkawinan seperti itu.
3).
Pola alam semesta
Orang
Batak membagi tiga besar pola alam semesta, yaitu banua ginjang (alam sorgawi),
banua tonga (alam dimensi kita), dan banua toru (alam maut). Bangsa Israel kuno
juga membagi alam dengan pola yang sama.
4).
Kredibilitas
Sebelum
terkontaminasi dengan racun-racun pikiran jaman modern, setiap orang Batak,
terutama orang tua, cukup menitipkan sebuah tempat sirih (salapa atau gajut),
ataupun sehelai ulos, sebatang tongkat, atau apa yang ada pada dirinya sebagai
surat jaminan hutang pada pihak yang mempiutangkan, ataupun jaminan janji pada
orang yang diberi janji. Walaupun nilai ekonomis barang jaminan bisa saja
sangat rendah tetapi barang tsb adalah manifestasi dari martabat penitip,
dan harus menebusnya suatu hari dengan merelealisasikan pembayaran hutang
ataupun janjinya. Budaya Israel kuno juga demikian. Lihat saja Yehuda yang
menitipkan tongkat kepada Tamar sebagai jaminan janji (Kej. 38).
5).
Hierarki dalam pertalian semarga
Dalam
budaya Batak, jika seorang perempuan menjadi janda, maka laki- laki yang paling
pantas untuk menikahinya ialah dari garis keturunan terdekat dari mendiang
suaminya. Ini dimaksudkan agar keturunan perempuan tsb dari suami yang pertama
tetap linear dengan garis keturunan dari suami yang kedua. Misalnya, seorang
janda dari Simanjuntak sepatutnya menikah lagi adik laki -laki mendiang
(bandingkan dengan Rut 1:11).
Jika
tidak ada adik laki-laki kandung, sebaiknya menikah dengan saudara sepupu
pertama dari mendiang yang dalam garis silsilah tergolong adik. Jika tidak ada
sepupu pertama, dicari lagi sepupu kedua. Demikian seterusnya urut-urutannya.
Hal semacam ini diringkaskan dalam ungkapan orang Batak : "Mardakka do
salohot, marnata do na sumolhot. Marbona do sakkalan, marnampuna do
ugasan". Dalam tradisi Israel kuno, kita dapat membaca kisah janda Rut
dan Boas. Boas masih satu marga dengan mendiang suami Rut, Kilyon. Boas
ingin menikahi Rut, tapi ditinjau dari kedekatannya menurut garis silsilah,
Boas bukan pihak yang paling berhak. Oleh sebab itu dia mengumpulkan semua
kerabat yang paling dekat dari mendiang suami Rut, dan mengutarakan
maksudnya. Dia akan mengurungkan niatnya jika ada salah satu diantara mereka
yang mau menggunakan hak adat-nya, mulai dari pihak yang paling dekat hubungan
keluarganya hingga yang paling jauh sebelum tiba pada urutan Boas sendiri. Ya,
mardakka do salohot, marnata do na sumolhot. (Baca kitab Rut).
6).
Vulgarisme
Setiap
orang dapat marah. Tetapi caci maki dalam kemarahan berbeda- beda pada
tiap-tiap etnik. Orang Amerika terkenal dengan serapah: son of a bitch,
bastard, idiot, dll yang tidak patut disebut disini. Suku-suku di Indonesia ini
umumnya mengeluarkan makian dengan serapah : anjing, babi, sapi, kurang
ajar, dll. Pada suku Batak makian seperti itu juga ada, tetapi ada satu yang
spesifik. Dalam sumpah serapahnya seorang Batak tak jarang
memungut sehelai daun, atau ranting kecil, atau apa saja yang dapat
diremuk dengan mudah. Maka sambil merobek daun atau mematahkan ranting yang dipungut/dicabik
dari pohon dia mengeluarka 6ea n sumpah serapahnya:, , Sai diripashon Debata ma
au songon on molo so hudege, hubasbas, huripashon ho annon !!!".
Terjemahannya kira-kira begini:,,Beginilah kiranya Tuhan menghukum aku kalau
kamu tidak kuinjak, kulibas, kuhabisi !!!".
Robeknya
daun atau patahnya ranting dimaksudkan sebagai simbol kehancuran seterunya.
Orang-orang Israel kuno juga sangat terbiasa dengan sumpah serapah yang
melibatkan Tuhan didalamnya. Vulgarisme seperti ini terdapat banyak dalam kitab
Perjanjian Lama, diantaranya serapah Daud pada Nabal. (1 Sam. 25,
perhatikan ayat 22 yang persis sama dengan sumpah serapah orang Batak).
7).
Nuh dan bukit Ararat
Ada
beberapa etnik didunia ini yang mempunyai kisah banjir besar yang mirip dengan
air bah dijaman Nuh. Tiap etnik berbeda alur ceritanya tetapi polanya serupa.
Etnik Tapanuli juga punya kisah tentang air bah, tentu saja formatnya berbeda
dengan kisah Alkitab. Apabila orang-orang yang sudah uzur ditanya tentang
asal-usul suku Batak, mereka akan menceritakan mitos turun temurun yang
mengisahkan kakek moyang orang Batak diyakini mapultak sian bulu di puncak
bukit Pusuk Buhit.
Pusuk
Buhit adalah sebuah gunung tunggal yang tertinggi di Tapanuli Utara,
dipinggiran danau Toba. Pusuk Buhit sendiri artinya adalah puncak gunung. Pusuk
Buhit tidak ditumbuhi pohon, jelasnya tidak ada bambu disana. Yang ada hanya
tumbuhan perdu, ilalang, dan rumput gunung. Bambu - dari mana kakek moyang
keluar - menurut nalar mendarat di puncak gunung itu dan mereka keluar dari
dalamnya setelah bambunya meledak hancur. Mengapa ada bambu pada puncak Pusuk
Buhit yang tandus dan terjal? Tentu saja karena genangan air
yang mengapungkannya, yang tak lain adalah banjir besar. Dapat dipahami
mengapa jalan cerita menjadi seperti itu, karena setelah ribuan tahun terpisah
dari induk bangsanya, narasi jadi berbeda. Bahtera Nuh berubah menjadi
sebentuk perahu bambu berbentuk pipa yang kedua ujungnya ditutup, dan Bukit
Ararat berubah menjadi Pusuk Buhit.
8).
Mangokal Holi atau Eksumasi (Pemindahan tulang belulang)
Jika
Pemerintah mengubah fungsi lahan pekuburan, wajar jika tulang- belulang para
almarhum/ah dipindahkan oleh pihak keluarga yang terkait. Alasan ini sangat
praktis.
Bagi
orang Tapanuli, penggalian tulang belulang (eksumasi) dari kerabat yang masih
satu dalam garis silsilah dan dikuburkan didaerah lain adalah praktek yang
sangat umum hingga sekarang. Sering alasannya hanya untuk kepuasan batin belaka
walaupun biayanya sangat mahal karena termasuk dalam kategori perhelatan besar.
Pada bangsa Israel kuno hal semacam adalah kebiasaan umum. Sejarah sekuler
menuturkan bahwa tulang belulang Yusuf dibawa dari Mesir ketika bangsa ini
keluar dari sana. Juga dalam kitab lain dalam Perjanjian Lama, sekelompok
masyarakat berniat memindahkan tulang belulang dari satu pekuburan (walaupun
kemudian dihalangi oleh seorang nabi).
9).
Peratap/Ratapan
Adalah
wajar bagi jika satu keluarga menangis disekeliling anggota keluarga / kerabat
yang meninggal dan terbujur kaku. Mereka menangisi si mati, dan seseorang
meratapinya. Meratap berbeda dengan menangis. Meratap dalam bahasa Tapanuli
disebut mangandung. Mangandung ialah menangis sambil melantunkan bait-bait
syair kematian dan syair kesedihan hati.
Karena
sepenuhnya terikat dengan komponen syair-sayir maka mangandung ad 676 alah satu
bentuk seni yang menuntut keahlian. Untuk memperoleh kepiawaian harus belajar.
Bahasa yang digunakan sangat klasik, bukan bahasa sehari-hari. Setiap orang-tua
yang pintar mangandung akan mendapat pujian dan sering diharapkan kehadirannya
pada setiap ada kematian.
Di
desa-desa, terutama di daerah leluhur - Tapanuli - tidak mengherankan kalau
seseorang orang yang tidak ada hubungan keluarga dengan orang yang meninggal,
bahkan tidak dikenal oleh masyarakat setempat, namun turut mangandung disisi
mayat. Masyarakat mendukung hal seperti itu. Kata-kata yang dilantukan dalam
irama tangisan sangat menyentuh kalbu. Tak jarang pihak keluarga dari si mati
memberi pasinapuran (ang pao) kalau si peratap tersebut pintar, sekedar
menunjukkan rasa terima kasih.
Peratap-peratap
dari luar ini sebenarnya tidak menangisi kepergian si mati yang tidak
dikenalnya itu. Alasannya untuk turut meratap adalah semata-mata mengeluarkan
kesedihan akibat kematian keluarga dekatnya sendiri pada waktu yang lalu, dan
juga yang lebih spesifik yaitu mengekspresikan seni mangandung itu.
Ini
sangat jelas dari ungkapan pertama sebelum melanjutkan andung- andungnya :,,Da
disungguli ho ma sidangolonhi tu sibokka nahinan" Sibokka nahinan adalah
anggota keluarga sipangandung yang sudah meninggal sebelumnya. Selanjutnya dia
akan lebih banyak berkisah tentang mendiang familinya itu.
Bagaimana
dengan bangsa Israel? Dari sejarah diketahui bahwa ketika Yusuf (perdana
menteri Mesir) meninggal, sanak keluarganya membayar para peratap untuk
mangandung. Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berkali-kali mencatat
kata -kata ratapan, meratap, peratap. Kitab Ratapan yang ditulis oleh
raja Salomo, dalam praktek Israel kuno adalah syair-syair yang dilantunkan
sambil mangandung, kendati bukan pada acara kematian.
10).
Hierarki pada tubuh
Dalam
budaya Batak, kepala adalah anggota tubuh yang paling tinggi martabatnya.
Menyentuh kepala seseorang dengan tidak disertai permintaan maaf yang
sungguh-sungguh, bisa berakibat parah. Sebaliknya anggota tubuh yang paling
rendah derajatnya ialah telapak kaki. Adalah penghinaan besar jika seseorang
berkata kepada seseorang lain:,,Ditoru ni palak ni pathon do ho = Kau ada
dibawah telapak kakiku ini", sambil mengangkat kaki memperlihatkan
telapak kakinya pada seteru. Penghinaan seperti ini hanya dilontarkan oleh
seseorang yang amarahnya sudah memuncak dan sudah siap berkelahi. Pada zaman
dulu, dalam setiap pertemuan, telapak kaki selalu diusahakan tidak nampak
ketika duduk bersila. Pada bangsa-bangsa Semitik tertentu di Timur Tengah,
tradisi semacam ini masih tetap dijaga hingga sekarang karena memperlihatkan
telapak kaki pada orang lain adalah pelanggaran etika yang berat, karena
telapak kaki tetap dianggap anggota tubuh yang paling hina derajatnya.
11).
Tangan kanan dan sisi kanan
Dalam
budaya Tapanuli, sisi kanan dan tangan kanan berbeda tingkat kehormatannya
dengan sisi kiri dan tangan kiri. Jangan sekali-kali berinteraksi dengan orang
lain melalui tangan kiri jika tidak karena terpaksa. Itupun harus disertai
ucapan maaf. Dalam Alkitab banyak tercatat aktivitas sisi `kanan' yang
melambangkan penghormatan atau kehormatan.
Yusuf
sang perdana menteri Mesir memprotes ayahnya Yakub yang menyilangkan tangannya
ketika memberkati Manasye dan Efraim (baca Kejadian 48). Rasul Paulus dalam
salah satu suratnya menyiratkan hierarki anggota tubuh ini. Juga baca
Pengkhotbah 10:2, Mzm 16:8, Mat 25:33, 26:64 Mrk 14:62, Kis 7:55-56, 1Pet 3:22,
dll.
12).
Anak sulung
Dalam
hierarki keluarga, posisi tertinggi diantara seluruh keturunan bapak/ibu ialah
anak sulung. Ia selalu dikedepankan dalam memecahkan berbagai masalah, juga
sebagai panutan bagi semua adik-adiknya. Jika ayah (sudah) meninggal, maka anak
sulung yang sudah dewasa akan mengganti posisi sang ayah dalam hal
tanggung jawab terhadap seluruh anggota keluarga seperti yang diungkapkan dalam
umpasa : Pitu batu martindi-tindi, alai sada do sitaon na dokdok. Sitaon na
dokdok itu adalah si anak sulung. Tanggung jawab itulah yang membuat dia besar,
memberi karisma dan wibawa. Karisma dan wibawa, itulah profil yang melekat pada
anak sulung.
Alkitab
ditulis dengan bahasa manusia, bangsa Israel kuno. Deskripsi tentang anak
sulung pada bangsa ini sama seperti yang ada pada suku Batak yang sekarang, sehingga
the term of the firstborn (istilah anak sulung) banyak terdapat dalam kitab
tersebut. (baca Kel 4:22, 34:20, 13:12 dan 15, Im 27:26, Bil 3:13, 8:17, Mzm
89:28, Yer 31:9, Hos 9:20, Rom 8:23, Luk 2:27, 11:16, 1Kor 15:20 dan 23, Kol
1:15 dan 18, Ibr 1:6, Yak 1:18, dll)
13).
Gender
Hingga
sekarang posisi perempuan dalam hubungan dengan pencatatan silsilah selamanya
tidak disertakan karena perempuan dianggap milik orang lain, menjadi paniaran
ni marga yang berbeda. Hal yang sama terjadi pada bangsa Israel kuno ; bangsa
ini tidak memasukkan anak perempuan dalam silsilah keluarga. Ada banyak
silsilah dalam Alkitab, tetapi nama perempuan tidak terdapat didalamnya kecuali
jika muncul sebagai yang sangat penting seperti Rut dan Maria (ibu Yesus). Kalaupun
nama Dina disebut juga dalam Alkitab, itu bukan karena posisinya yang penting
tetapi hanya sebagai pelengkap nama- nama keturunan Yakub yang kemudian
menurunkan seluruh bangsa Israel. Dalam Tradisi Israel, anak perempuan tidak
dihitung sebagai bangsa, tetapi anak laki-laki, red.
13).
Kemenyan BATAK TOBA
Ada
cerita yang sangat dipercaya oleh masyarakat Tapanuli, Sumatera Utara. Salah
satu persembahan yang dibawa tiga majuz atau cendekiawan dari timur untuk bayi
Yesus yang baru dilahirkan di Betlehem itu berasal dari Tanah Tapanuli.
Persembahan itu berupa kemenyan, mendampingi dua persembahan lainnya, emas dan
mur. Lewat cerita turun-temurun, masyarakat Tapanuli percaya kemenyan itu
dibawa dari Pelabuhan Barus, yang dulu pernah menjadi pelabuhan besar, menuju
Timur Tengah, hingga ke Betlehem. Cerita itu semakin bergulir mengingat
sebagian besar penduduk Tapanuli beragama Kristen dan Katolik yang erat dengan
cerita kelahiran Yesus Kristus. Kebenarannya memang perlu diteliti, tetapi
setidaknya dari cerita itu bisa terlihat bahwa sampai sekarang pun getah harum
bernama kemenyan, yang dalam bahasa Batak disebut haminjon, itu begitu erat
dengan kehidupan orang Tapanuli. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Sumatera Utara yang juga mantan Bupati Tapanuli Utara RE
Nainggolan menjelaskan, kemenyan pernah sangat menyejahterakan masyarakat
Tapanuli.
Dan,
getah harum itu ikut pula membesarkan namanya. "Nenek saya pedagang
kemenyan," tuturnya. Ia tahu persis, pada tahun 1936 neneknya sudah mempunyai
mobil untuk mengangkut kemenyan dari Tapanuli ke Pelabuhan Sibolga. Saat itu
harga satu kilogram kemenyan sama dengan satu gram emas. Standar itu dipakai
terus oleh petani dan pengepul di Tapanuli: Satu kilogram kemenyan sama dengan
satu gram emas. Satu kilogram kemenyan juga setara satu kaleng (16 kilogram)
beras. Selain cerita tentang persembahan dari timur untuk Nabi Isa itu, tak
banyak orang tahu sejarah kemenyan di Tapanuli. Kebanyakan warga menyebutkannya
sebagai tanaman ajaib yang sudah ada ratusan tahun dan menghidupi masyarakat
Tapanuli.
14).
Pemberian Nama Bayi yang Lahir Tujuh Hari
Di
dalam tradisi Parmalim - Agama Leluhur Batak Kuno, setiap anak bayi yang lahir
selama tujuh hari harus di bawa ke Pancur untuk Permandian dan sekaligus
pemberian nama. Permandian bayi yang sudah tujuh hari itu diserahkan ke Imam
Parmalim. Setelah itu diberi nama dengan diadakannya Pesta Martutu Aek.
Memang
tidak ada sunat, tetapi beberapa suku Israel seperti Bene Menashe di India dan
Suku Chiang Min pun melakukan hal yang sama. Karena apa? Karena mereka sudah
melalui generasi ke generasi, asimilasi, masuknya unsur-unsur lokal dan
sebagainya, seperti nama- nama dewa-dewi sesembahan lokal dimana mereka
tinggal. Seperti itulah, tetapi identitas keaslian mereka sebagai keturunan
Israel masih kelihatan. Seperti budaya, adat, Agama -Kepercayaan Monotheisme
(meskipun masuknya paham lokal setempat), dan beberapa kebiasaan yang berbeda
dengan suku - suku yang lainnya.
15).
Monoteisme Hamalimon - Parmalim - Ugamo Malim
Hamalimon
- Parmalim - Ugamo Malim, Agama Leluhur Bangso Batak Toba Parmalim, kaum
minoritas yang tegar mempertahankan nilai leluhur batak. Kata Malim berasal
dari bahasa Arab yang terdapat di kitab- kitab suci; yang berarti suci dan
saleh dari asal kata Muallim. Dalam bahasa Arab Muallim merujuk kepada istilah
orang suci yang menjadi pembimbing dan sokoguru. Parmalim diistilah Batak
berkembang ke dalam pengertian; orang-orang saleh berpakaian sorban putih.
Parmalim merupakan agama monotheis asli Bangso Batak Toba. Parmalim sudah ada
sejak 497 Masehi atau 1450 tahun Batak. TUHAN menurut Hamalimon -Parmalim -
Ugamo Malim Ugamo malim menyebut Tuhan adalah Mulajadi na Bolon (Awal Mula Yang
Besar, red). Mulajadi na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang tidak
bermula
dan tidak berujung. Bahwa Mulajadi na Bolon atau Tuhan itu wujud atau ada.
Tetapi tidak dapat dilihat. Dia tidak bermula dan tidak mempunyai ujung. Dia
adalah mutlak absolut, Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Agung dan tidak dapat
dibandingkan. Dia dekat dan jauh dari alam ciptaannya. Dia adalah kuasa
yang menghukum dan kuasa mengampuni. Kuasa kasih dan kuasa murka. Demikianlah
sifat-sifat Mulajadi Na Bolon, Tuhan yang satu bersadarkan Ugamo Malim.
Dalam
Injil Perjanjian Lama, menceritakan Raja Salomo dikenal dengan Nabi Sulaiman,
memerintahkan rakyatnya melakukan perdagangan dan membeli rempah-rempah hingga
ke Ophir. Ophir patut diduga adalah Barus di Tapanuli. Perkiraan itu punya
jejak spiritual berbentuk kepercayaan monotheisme. Misalnya Ugamo Parmalim
yang menjadi agama asli etnis Batak, meyakini Tuhan Yang Maha Esa dengan
sebutan Ompu Mulajadi Na Bolon (Parmalim atau Ugamo Malim, pen).
Selain
itu, sekelompok penyebar ajaran Kristen Nestorian dari Persia yakni Iran, yang
menjejakkan kakinya di Barus. Kelompok itu diperkirakan datang sekira tahun
600an Masehi dan mendirikan gereja pertama di Desa Pancuran, Barus.
Tambahan:
Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi
Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang
menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ophir. Kitab Al-Qur'an,
Surat Al-Anbiya' 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar
ke "tanah yang Kami berkati atasnya" (al-ardha l-lati barak- Na
fiha). Di manakah gerangan letak negeri Ophir yang diberkati Allah itu? Banyak
ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera!
Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur
Jauh. Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari
seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa
pada abad ke- 15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di
sanalah letak negeri Ophir-nya Nabi Sulaiman a.s.
Secara
"teologis" bisa dikatakan bahwa ugamo malim juga menganut paham
monoteistik, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena tujuan akhir semua
doa mereka tetap diarahkan kepada debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Pencipta
langit dan bumi). Ini hal yang luar biasa uniknya. Tidak ada analisis yang
dapat menerangkan itu jika tidak menghubungkannya dengan faham monoteisme
Yudaisme bangsa Israel kuno yang terbawa melekat hingga sekarang, tidak lekang
oleh kikisan kurun waktu ribuan tahun.
Dalam
melaksanakan ibadah, Parmalim melaksanakan upacara (ritual) Patik Ni Ugamo
Malim untuk mengetahui kesalahan dan dosa, serta memohon ampun dari Tuhan Yang
Maha Esa yang diikuti dengan bergiat melaksanakan kebaikan dan penghayatan
semua aturan Ugamo Malim.
Sejak
lahir hingga ajal tiba, seorang "Parmalim" wajib mengikuti 7 aturan
Ugamo Malim dengan melakukan ritual (doa). Ke-7 aturan tersebut adalah :
1. Martutuaek (kelahiran)
2. Pasahat Tondi (kematian)
3. Mararisantu (peribadatan setiap
hari sabtu)
4. Mardebata (peribadatan atas niat
seseorang)
5. Mangan Mapaet (peribadatan
memohon penghapusan dosa)
6. Sipaha Sade (peribadatan hari
memperingati kelahiran Tuhan
Simarimbulubosi)
7. Sipaha Lima (peribadatan hari
persembahan / kurban)
Selain
ke-7 aturan wajib di atas, seorang "Parmalim" harus menjunjung tinggi
nilai - nilai kemanusiaan seperti menghormati dan mencintai sesama manusia,
menyantuni fakir miskin, tidak boleh berbohong, memfitnah, berzinah, mencuri,
dan lain sebagainya. Diluar hal tersebut, seorang "Parmalim" juga
diharamkan memakan daging babi, daging anjing dan binatang liar lainnya, serta
darah. Manusia yang mematuhi dan mengikuti ajaran Tuhan dan
melakukannya dalam kehidupannya, memiliki pengharapan kelak ia akan
mendapat kehidupan roh suci nan kekal.-Kata bijak Ugamo Malim Secara implisit,
inilah yang menjadi ajaran suci keyakinan Ugamo Malim atau lebih dikenal dengan
Parmalim di Tanah Batak sejak turun temurun, seperti yang dikatakan Raja
Marnakkok Naipospos selaku Ulu Punguan (pemimpin spiritual) Parmalim terbesar
di Desa Hutatinggi Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir. Menurut beberapa
pandangan ilmuwan sosial, sebenarnya Ugamo Malim layak menjadi sebuah agama
resmi. Alasannya ialah dalam ajaran aliran ini juga terdapat nilai-nilai
religius yang bertujuan menata pola kehidupan manusia menuju keharmonisan,
baik sesama maupun kepada Pencipta.
Dan
secara ilmu sosial tujuan ini mengandung nilai luhur. Bahkan, ajaran Parmalim
menuntut manusia agar hidup dalam kesucian," jelasnya kemudian menerangkan
secara detail asal-muasal kata Parmalim yang berasal dari kata
"malim". Malim berarti suci dan hidup untuk mengayomi sesama dan
meluhurkan Oppu Mulajadi Nabolon atau Debata (Tuhan pencipta langit dan bumi).
"Maka, Parmalim dengan demikian merupakan orang-orang mengutamakan
kesucian dalam hidupnya," jelas Marnangkok. Yang kami puja tak lain
adalah Oppu Mula Jadi Na Bolon bukan"begu" (roh jahat),"
katanya. "Dan inilah yang menjadi bias negatif dari masyarakat terhadap
Parmalim." Marnangkok kemudian menjelaskan, Oppu Mula Jadi Nabolon adalah
Tuhan pencipta alam semesta yang tak berwujud, sehingga Ia mengutus sewujud
manusia sebagai perantaraannya (parhiteon), yakni Raja Sisingamangaraja yang
juga dikenal dengan Raja Nasiak Bagi. Raja Nasiak Bagi merupakan julukan terhadap
kesucian (hamalimon) serta jasa-jasanya yang hingga akhir hidupnya tetap setia
mengayomi Bangsa Batak. Nasiak Bagi sendiri berarti ditakdirkan untuk hidup
menderita. Ia bukan raja yang kaya raya tetapi hidup sama miskin seperti
rakyatnya.
Dengan demikian, Parmalim meyakini
bahwa Raja Sisingamangaraja dan utusan-utusannya mampu mengantarkan mereka
(Bangsa Batak) kepada Debata. Ugamo Malim diyakini sebagian orang sudah ada
sebelum ajaran Kristen dan Islam masuk ke daerah itu. Hidup dalam kepasrahan. Barangkali
itu jugalah intisari dari pernyataan kata bijak Parmalim yang mengatakan:
"Baen aha diakkui sude bangso on hita, ia anggo so diakkui Debata
pangalahon ta." (Tidakklah begitu berarti pengakuan semua bangsa terhadap
kita, dibandingkan pengakuan Tuhan terhadap perilaku kita).
Catatan:
Sisingamangaraja, adalah Singa yang
merajai. Para Datu atau Tua-Tua Batak Toba, menjuluki Singa bagi Hukum dan
Singa bagi para raja. Padahal Singa tidak ada di Tapanuli, yang ada hanyalah
Harimau. Kalau dilihat dari makna simbolis alkitab, hanya Suku Yehuda yang
dijuluki Singa Yehudah.
Seperti
apa yang kemudian dijelaskan Marnangkok, Pemimpin Parmalim, " Untuk apa
pengakuan dari setiap bangsa jika Tuhan sendiri tidak mengakui perbuatan kita
di dunia ini?" Nampaknya, perjuangan Ugamo Parmalim sudah berujung pada
kepasrahan. Dalam kepasrahan ini tentu saja masih ada harapan. Tapi, harapan
itu bukanlah berasal dari dunia, melainkan dari Oppu Mula Jadi Nabolon. Dalam
harapan itu, ada pula ketaatan untuk selalu mempertahankan hidup suci.
Selanjutnya ia mengucapkan kalimat dalam bahasa Batak, "Berilah kepada
kami penghiburan yang menangis ini, bawalah kami dari kegelapan dunia ini
dan berilah kejernihan dalam pikiran kami." Mereka yakin Debata
hanya akan memberkati orang yang menangis. Nah, dalam kepasrahan yang
berpengharapan inilah mereka hidup. Dalam keterasingan itu juga mereka
menyerahkan hidupnya pada "kemaliman" (kesucian). "Parmalim
adalah mereka yang menangis dan meratap," katanya. Dalam ritual Ugamo
Parmalim sendiri, terdapat beberapa aturan dan larangan. Selain mengikuti 5
butir Patik ni Ugamo Malim (5 Titah Ugamo Malim), juga terdapat berbagai
kewajiban lainnya seperti Marari Sabtu atau ibadah rutin yang diadakan setiap
Sabtu. Dalam menjelang hari Sabtu, pengikut Parmalim dilarang bekerja atau
melakukan kegiatan apapun. Atau melakukan ucapan syukur dilakukan umat Parmalim
setiap hari Sabtu.
Marnakkok Naipospos, pemimpin
Parmalim mengatakan: "Samisara itu hari ketujuh bagi orang Batak.
Diidentikkan dengan hari Sabtu, supaya berlaku untuk selamanya.
Karena
kalau kita bertahan pada kalender Batak, yang muda ini bisa bingung. Makanya
kakek kita menentukan samisara ini hari Sabtu." Kewajiban lain di
antaranya adalah Martutu Aek, yakni pemandian bayi yang diadakan sebulan setelah
kelahiran, Pasahat Tondi yaitu ritual sebulan setelah kematian,
Pardebataan, Mangan na Paet dan Pangkaroan Hatutubu ni Tuhan.
Ada
pun larangan yang hingga kini masih tetap dipertahankan di antaranya adalah
larangan untuk memakan daging babi dan darah hewan seperti yang lazim bagi umat
Kristen. Memakan daging babi atau darah dianggap tidak malim (suci) di hadapan
Debata. Padahal dalam ajaran
Parmalim
sendiri dikatakan, jika ingin menghaturkan pujian kepada Debata, manusia
terlebih dahulu harus suci. Ketika menghaturkan pelean (persembahan) kesucian
juga dituntut agar Debata dan manusia dapat bersatu. Selanjutnya, Raja
Sisingamangaraja memiliki keturunan hingga 12 keturunan. Itu pun secara
roh.
Inilah
yang kemudian menjadi acuan pada acara atau ritual-ritual besar Ugamo Parmalim
yang diadakan rutin setiap Sabtu dan setiap tahunnya. Ritual-ritual besar
Parmalim itu seperti Parningotan Hatutubu ni Tuhan (Sipaha Sada) dan Pameleon
Bolon (Sipaha Lima), yang diadakan pertama pada bulan Maret dan yang kedua
bulan Juli. Yang kedua diadakan secara besar-besaran pada acara ini para
Parmalim menyembelih kurban kerbau atau lembu. "Ini merupakan tanda syukur
kami kepada Debata yang telah memberikan kehidupan," kata Marnangkok.
Catatan:
Dalam Kitab Paramalim, yakni Tumbang
Holing, terdapat kisah manusia pertama, Adam dan Hawa termasuk taman eden
dimana hawa digoda si ular. Hal itu dalam istilah bahasa Batak Toba. Parmalim
itu bisa jadi merupakan ajaran usianya sudah ribuan tahun, jauh sebelum
Islam dan Kristen masuk dan mempengaruhi keyakinan etnis Batak. Demikian pula
dengan simbol dan pakaian kebesaran kerajaan Batak Toba dan Parmalim, agama
leluhur Bangso Batak Toba, cenderung mendekati simbol-simbol agama Samawi,
misalnya, tongkat, pedang, sorban berwarna putih serta stempel kerajaan.
Jika dihubungkan cerita tentang penemuan mummy Mesir yang dibalsem dengan
rempah- rempah pengawet di antaranya kanfer (kapur barus) serta kisah tentang
Raja (Nabi) Sulaiman/ Salomo membutuhkan rempah-rempah dari Ophir (Barus)
di Tapanuli, diperkirakan jejak agama monotheisme Israel terserap dan kemudian
mengakar dalam keyakinan Parmalim - Hamlimon - Ugamo Malim, agama Bangso Batak
Toba.
Bahkan,
Istilah Anak Ni Raja, dalam bahasa BATAK, yang berarti Anak Raja mengacu kepada
Si Raja Batak sebagai keturunanRaja Shalomo (Yang terkenal Kebijaksanannya atau
Berhikmat), anak dari Raja Israel yang terkenal, Raja Daud (Terkenal
Kepahlawanannya dan Ketakwaannya).
Saya
cukupkan saja dulu hingga disitu, karena terlalu letih untuk membeberkan semua,
termasuk indikasi-indikasi lemah yang banyak jumlahnya. Jika data yang diatas
itu saja dibawa kepada ahli statistik, yang tentu akan mempertimbangkan semua
aspek-aspek lain yang terkait kedalamnya, simililaritasnya dengan tradisi
bangsa Israel kuno dengan bukti autentik tertulis dalam Alkitab, informasi
sejarah sekuler, tradisi Semitik yang ada hingga sekarang, serta kesamaan
tradisi itu pada suku Batak setelah kurun waktu kurang lebih 3000 tahun, angka
perbandingan untuk mengatakan bahwa suku Batak Toba bukan keturunan Israel
mungkin 1 : 1,000,000 bahkan bisa jadi lebih.
Tulisan
ini tidak bermaksud menampilkan superioritas ras, suku atau bangsa atau budaya
tertentu. Jika tulisan ini menimbulkan kesan seolah-olah menonjolkan
superioritas suatu budaya tertentu, hal itu semata-mata terjadi karena topik
yang berfokus pada peran suatu etnis atau Bangso Batak Toba. Keberadaan
unsur asing dalam kebudayaan suatu bangsa adalah sebuah kewajaran. Penyerapan
unsur asing ke dalam suatu budaya lokal tidak berarti menunjukkan inferioritas
kebudayaan yang menyerapnya.
Sejarah
justru mencatat, kebesaran suatu kebudayaan berkorelasi positif dengan
banyaknya unsur asing yang diserap dan dikembangkan oleh komunitas budaya
bersangkutan. Sejarah juga mencatat interaksi suatu komunitas budaya dengan
komunitas budaya lain, berjalan timbal balik, tidak pernah searah saja.
Tulisan ini mestilah dipahami sebagai upaya menampilkan kemungkinan terjadinya
pertukaran nilai budaya dalam rentang waktu beberapa abad antara Timur dengan
Barat. Pada jaman Raja-raja Israel dan Yehudah, telah dilakukan
kontak dengan Barus, Tapanuli dengan Israel, Mesir, Persia, Cina, India,
Arab, Yunani dan Pakistan yang terjadi satu milenium sebelumnya, hubungan
dagang tersebut sudah berlangsung beberapa abad sebelum masehi).
Sumber: http://rykers.blogspot.com/2009/06/bangso-batak-toba-keturunan-israel-yang.html
No comments:
Post a Comment