Perdamaian dalam
syariat Islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan perdamaian akan terhindarlah
kehancuran silaturahmi (hubungan kasih sayang) sekaligus permusuhan di antara
pihak-pihak yang bersengketa akan dapat diakhiri.
Adapun dasar
hukum anjuran diadakan perdamaian dapat dilihat dalam al-qur’an, sunah rasul
dan ijma.
Al-qur’an
menegaskan dalam surat al-hujarat ayat 9 yang artinya “jika dua golongan orang
beriman bertengkar damaikanlah mereka. Tapi jika salah satu dari kedua golongan
berlaku aniaya terhadap yang lain maka perangilah orang yang aniaya sampai
kembali kepada perintah Allah tapi jika ia telah kembali damaiakanlah keduanya
dengan adil, dan bertindaklah benar. Sungguh Allah cinta akan orang yang
bertindak adil (QS. Al-Hujurat : 9)”.
Mengenai hukum
shulhu diungkapkan juga dalam berbagai hadits nabi, salah satunya yang
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Imam
Tirmizi yang artinya “perdamaian
dibolehkan dikalangan kaum muslimin,
kecuali perdamaian menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang haram. Dan
orang-orang islam (yang mengadakan perdamaian itu) bergantung pada
syarat-syarat mereka (yang telah disepakati), selain syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram (HR. Ibnu Hibban dan Turmuzi)”.
Pesan terpenting
yang dapat dicermati dari hadits di atas bahwa perdamaian merupakan sesuatu
yang diizinkan selama tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bertentangan dengan
ajaran dasar keislaman. Untuk pencapaian dan perwujudan perdamaian, sama sekali
tidak dibenarkan mengubah ketentuan hukum yang sudah tegas di dalam islam.
Orang-orang islam yang terlibat di dalam perdamaian mesti mencermati agar kesepakatan
perdamaian tidak berisikan hal-hal yang mengarah kepada pemutarbalikan hukum;
yang halal menjadi haram atau sebaliknya.
Dasar hukum lain
yang mengemukakan di adakannya perdamaian di antara para pihak-pihak yang
bersengketa di dasarkan pada ijma.
2. Rukun dan Syarat Shulhu
a. Rukun Shulhu
Adapun yang
menjadi rukun perdamaian adalah:
1) Mushalih, yaitu masing-masing pihak yang
melakukan akad perdamaian untuk menghilangkan permusuhan atau sengketa.
2) Mushalih’anhu, yaitu persoalan-persoalan
yang diperselisihkan atau disengketakan.
3) Mushalih ’alaih, ialah hal-hal yang
dilakukan oleh salah satu pihak terhadap lawannya untuk memutuskan
perselisihan. Hal ini disebut juga dengan istilah badal al-shulh.
4) Shigat ijab dan Kabul di antara dua
pihak yang melakukan akad perdamaian.
Ijab kabul dapat
dilakukan dengan lafadz atau dengan apa saja yang menunjukan adanya ijab Kabul
yang menimbulkan perdamaian, seperti perkataan: “Aku berdamai denganmu, kubayar
utangku padamu yang lima puluh dengan seratus” dan pihak lain menjawab “ Telah
aku terima”.
Dengan adanya
perdamaian (al-shulh), penggugat berpegang kepada sesuatu yang disebut badal
al-shulh dan tergugat tidak berhak meminta kembali dan menggugurkan gugatan,
suaranya tidak didengar lagi.
Apabila rukun
itu telah terpenuhi maka perdamaian di antara pihak-pihak yang bersengketa
telah berlangsung. Dengan sendirinya dari perjanjian perdamaian itu lahirlah
suatu ikatan hukum, yang masing-masing pihak untuk memenuhi / menunaikan pasal-pasal
perjanjian perdamaian.
b. Syarat Shulhu
Adapun yang
menjadi syarat sahnya suatu perjanjian perdamaian dapat diklasifikasikan
kepada:
1) Menyangkut
subyek, yaitu musalih (pihak-pihak yang mengadakan perjanjian perdamaian)
Tentang subyek
atau orang yang melakukan perdamaian haruslah orang yang cakap bertindak
menurut hukum. Selain cakap bertindak menurut hukum, juga harus orang yang
mempunyai kekuasaan atau mempunyai wewenang untuk melepaskan haknya atas
hal-hal yang dimaksudkan dalam perdamaian tersebut.
Adapun orang
yang cakap bertindak menurut hukum dan mempunyai kekuasaan atau wewenang itu
seperti :
a. Wali, atas
harta benda orang yang berada di bawah perwaliannya.
b. Pengampu,
atas harta benda orang yang berada di bawah pengampuannya
c. Nazir
(pengawas) wakaf, atas hak milik wakaf yang berada di bawah pengawasannya.
2) Menyangkut
obyek perdamaian
Tentang objek
perdamaian haruslah memenuihi ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk harta
(dapat berupa benda berwujud seperti tanah dan dapat juga benda tidak berwujud
seperti hak intelektual) yang dapat dinilai atau dihargai, dapat diserah
terimakan, dan bermanfaat.
b. Dapat
diketahui secara jelas sehingga tidak melahirkan kesamaran dan ketidak jelasan,
yang pada akhirnya dapat pula melahirkan pertikaian yang baru pada objek yang
sama.
3) Persoalan
yang boleh di damaikan
Adapun persoalan
atau pertikaian yang boleh atau dapat di damaikan adalah hanyalah sebatas
menyangkut hal-hal berikut :
a. Pertikaian
itu berbentuk harta yang dapat di nilai
b. Pertikaian
menyangkut hal manusia yang dapat diganti
Dengan kata
lain, perjanjian perdamaian hanya sebatas persoalan-persoalan muamalah (hukum
privat). Sedangkan persoalan-persoalan yang menyangkut hak ALLAH tidak dapat di
lakukan perdamaian.
3. Macam-macam Shulhu
Secara garis besar ash-shulhu
terbagi atas empat macam, yaitu:
a) Perdamaian antara kaum muslimin dengan
masyarakat nonmuslim, yaitu membuat perjanjian untuk meletakkan senjata dalam
masa tertentu (dewasa ini dikenal dengan istilah gencatan senjata), secara
bebas atau dengan jalan mengganti kerugian yang diatur dalam undang-undang yang
disepakati dua belah pihak.
b) Perdamaian antara penguasa (imam) dengan
pemberontak, yakni membuat perjanjian-perjanjian atau peraturan-peraturan
mengenai keamanan dalam Negara yang harus ditaati, lengkapnya dapat dilihat
dalam pembahasan khusus tentang bughat.
c) Perdamaian antara suami dan istri dalam
sebuah keluarga, yaitu membuat perjanjian dan aturan-aturan pembagian nafkah,
masalah durhaka, serta dalam masalah menyerahkan haknya kepada suaminya
manakala terjadi perselisihan.
d) Perdamaian antara para pihak yang
melakukan transaksi (perdamaian dalam mu’amalat), yaitu membentuk perdamaian
dalam mesalah yang ada kaitannya dengan perselisihan-perselisihan yang terjadi
dalam masalah ma’amalat.
v ZIKIR JAHR BERSAMA
v AMALAN ORANG HIDUP KEPADA ORANG WAFAT
v TALQIN MAYAT
Disusun dan Diterjemahkan
Oleh:
H. Abdul Somad, Lc., MA.
S1
Al-Azhar, Mesir. S2 Dar Al-Hadith, Kerajaan Maroko.
www.somadmorocco.blogspot.com
MASALAH
TAWASSUL.
Makna Tawassul menurut
Bahasa: Mendekatkan diri.
توسلت إلى فلان بكذا، بمعنى: تقرَّبت إليه
“Saya bertawassul kepada si fulan dengan anu”. Maknanya: “Saya
mendekatkan diri kepadanya”. (Sumber: Tafsir ath-Thabari, juz.10,
hal.290).
Makna Wasilah:
والوسيلة: هي التي يتوصل بها إلى تحصيل المقصود
Wasilah adalah: sesuatu
yang dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
(Sumber: Tafsir
Ibn Katsir, juz.3, hal.103).
Ber-tawassul Dengan
Amal Shaleh.
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ -
رضى الله عنهما - قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ
« انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيتَ
إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوهُ ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ
عَلَيْهِمُ الْغَارَ فَقَالُوا إِنَّهُ لاَ يُنْجِيكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ
إِلاَّ أَنْ تَدْعُوا اللَّهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ . فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمُ
اللَّهُمَّ كَانَ لِى أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ ، وَكُنْتُ لاَ أَغْبِقُ
قَبْلَهُمَا أَهْلاً وَلاَ مَالاً ، فَنَأَى بِى فِى طَلَبِ شَىْءٍ يَوْمًا ،
فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا ، فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوقَهُمَا
فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ وَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْ
مَالاً ، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَىَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا
حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ ، فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا ، اللَّهُمَّ إِنْ
كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ
مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ »
. قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « وَقَالَ الآخَرُ اللَّهُمَّ كَانَتْ
لِى بِنْتُ عَمٍّ كَانَتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَىَّ ، فَأَرَدْتُهَا عَنْ
نَفْسِهَا ، فَامْتَنَعَتْ مِنِّى حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِينَ
، فَجَاءَتْنِى فَأَعْطَيْتُهَا عِشْرِينَ وَمِائَةَ دِينَارٍ عَلَى أَنْ
تُخَلِّىَ بَيْنِى وَبَيْنَ نَفْسِهَا ، فَفَعَلَتْ حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ
عَلَيْهَا قَالَتْ لاَ أُحِلُّ لَكَ أَنْ تَفُضَّ الْخَاتَمَ إِلاَّ بِحَقِّهِ .
فَتَحَرَّجْتُ مِنَ الْوُقُوعِ عَلَيْهَا ، فَانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهْىَ أَحَبُّ
النَّاسِ إِلَىَّ وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الَّذِى أَعْطَيْتُهَا ، اللَّهُمَّ إِنْ
كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ .
فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ ، غَيْرَ أَنَّهُمْ لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ
مِنْهَا . قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - وَقَالَ الثَّالِثُ اللَّهُمَّ
إِنِّى اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ فَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ ، غَيْرَ رَجُلٍ
وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِى لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ
مِنْهُ الأَمْوَالُ ، فَجَاءَنِى بَعْدَ حِينٍ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَدِّ
إِلَىَّ أَجْرِى . فَقُلْتُ لَهُ كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ الإِبِلِ
وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالرَّقِيقِ . فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ لاَ
تَسْتَهْزِئْ بِى . فَقُلْتُ إِنِّى لاَ أَسْتَهْزِئُ بِكَ . فَأَخَذَهُ كُلَّهُ
فَاسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ
ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ . فَانْفَرَجَتِ
الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوا يَمْشُونَ » .
Abdullah bin Umar berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw
bersabda: “Ada tiga orang sebelum kamu melakukan perjalanan, lalu mereka
bernaung di sebuah gua, mereka masuk ke dalamnya, lalu ada satu buah batu besar
jatuh dari atas bukit dan menutup pintu gua itu. Mereka berkata: “Tidak ada
yang dapat menyelamatkan kamu dari batu besar ini kecuali kamu berdoa kepada
Allah dengan amal shaleh kamu.
Salah satu dari mereka bertiga berkata: “Ya
Allah, saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua renta, tidak seorang pun
yang lebih saya dahulukan daripada mereka berdua, baik dalam urusan keluarga
maupun harta. Suatu hari mereka meminta sesuatu kepada saya. Saya belum
menyenangkan mereka hingga mereka tertidur. Maka saya siapkan susu untuk mereka
berdua, saya dapati mereka berdua sudah tertidur, saya tidak ingin lebih
mendahulukan yang lain; keluarga dan harta daripada mereka berdua. Maka saya
terdiam, cangkir berada di tangan saya, saya menunggu mereka berdua terjaga,
hingga terbit fajar. Mereka berdua pun terjaga, lalu mereka minum. Ya Allah,
jika yang aku lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah
kami dari dalam gua ini dan dari batu besar ini”. Maka gua itu terbuka sedikit,
mereka belum bisa keluar.
Orang
kedua berkata: “Ya Allah, saya mempunyai sepupu perempuan, dia orang yang
paling saya cintai, saya menginginkan dirinya. Ia menahan dirinya hingga
berlalu beberapa tahun lamanya. Ia datang kepada saya, lalu saya beritakan
seratus dua puluh Dinar kepadanya agar ia mau berdua-duaan dengan saya. Ia pun
melakukannya, sampai saya mampu untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Ia
berkata: “Aku tidak halalkan bagimu untuk melepas cincin kecuali dengan
kebenaran”. Saya merasa berat untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Maka saya
pun pergi meninggalkannya, padahal ia orang yang paling saya cintai, saya pun
meninggalkan uang emas yang telah saya berikan. Ya Allah, jika yang saya
lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari dalam
gua ini”. Maka pintu gua itu pun terbuka sedikit, hanya saja mereka masih belum
mampu keluar.
Orang
yang ketiga berkata: “Ya Allah, saya mempekerjakan para pekerja, saya
memberikan gaji kepada mereka. Hanya saja ada seorang laki-laki yang tidak
mengambil gajinya, ia pergi. Maka saya mengembangkan gajinya hingga menjadi
harta yang banyak. Lalu setelah berapa lama ia datang lagi dan berkata: “Wahai
hamba Allah, bayarkanlah gaji saya”. Saya katakana kepadanya: “Semua yang
engkau lihat ini adalah dari gajimu; ada unta, lembu, kambing dan hamba
sahaya”. Pekerja itu berkata: “Wahai hamba Allah, janganlah engkau mengejek”.
Saya jawab: “Saya tidak mengejekmu”. Maka pekerja itu pun mengambil semuanya,
ia membawanya, tidak meninggalkan walau sedikit pun. Ya Allah, jika yang aku
lakukan itu untuk mengharapkan kemuliaan-Mu, maka lepaskanlah kami dari gua
ini”. Maka batu besar itu pun bergeser (gua terbuka), lalu mereka pun pergi
keluar melanjutkan perjalanan”.
(Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).
Ber-tawassul Dengan
Nabi Muhammad Saw.
Riwayat Tentang
Ber-tawassul Sebelum Nabi Muhammad Saw Lahir ke Dunia.
عن عمر بن الخطاب رضي الله
عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لما اقترف آدم الخطيئة قال يا رب
أسألك بحق محمد لما غفرت لي فقال الله : يا آدم و كيف عرفت محمدا و لم أخلقه ؟ قال
: يا رب لأنك لما خلقتني بيدك و نفخت في من روحك و رفعت رأسي فرأيت على قوائم
العرش مكتوبا لا إله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلى أحب
الخلق فقال الله : صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي ادعني بحقه فقد غفرت لك و لولا
محمد ما خلقتك
Dari Umar bin al-Khattab, ia berkata: Rasulullah Saw
bersabda: “Ketika Adam melakukan kesalahan, ia berkata: “Ya Tuhanku, aku
memohon kepada-Mu berkat kebenaran Muhammad, ketika Engkau mengampuni aku”.
Allah berkata: “Wahai Adam, bagaimana engkau mengenal Muhammad padahal Aku
belum menciptakannya?”. Nabi Adam as menjawab: “Ya Allah, karena ketika Engkau
menciptakan aku dengan tangan-Mu dan Engkau tiupkan ke dalam diriku dari ruh-Mu
dan aku engkat kepalaku, aku lihat di tiang ‘Arsy tertulis: ‘Tiada tuhan selain
Allah, Muhammad utusan Allah’. Maka aku pun mengetahui bahwa Engkau tidak akan
menambahkan sesuatu kepada nama-Mu melainkan nama orang yang paling Engkau
cintai”. Allah berfirman: “Engkau benar wahai Adam, sesungguhnya Muhammad itu
makhluk yang paling aku cintai. Berdoalah berkat dirinya, Aku telah mengampuni
engkau. Kalaulah bukan karena Muhammad, maka Aku tidak akan menciptakan
engkau”.
Ulama
berbeda pendapat tentang hadits ini. Adz-Dzahabi menyatakan ini hadits palsu.
Akan tetapi Imam al-Hakim menyebutkan hadits ini dalam al-Mustadrak, ia
nyatakan shahih. Disebutkan al-Hafizh as-Suyuthi dalam al-Khasha’ish
an-Nabawiyyah, ia nyatakan shahih. Disebutkan al-Baihaqi dalam Dala’il
an-Nubuwwah, padahal Imam al-Baihaqi tidak meriwayatkan hadits palsu, begitu ia
nyatakan dalam muqaddimah kitabnya. Juga dinyatakan shahih oleh Imam al-Qasthallani
dan az-Zarqani dalam al-Mawahib al-Ladunniyyah, as-Subki dalam Syifa’ as-Saqam.
Imam Ibnu Taimiah Berdalil Dengan Hadits Yang Semakna
Dengan Hadits Ini:
وقد روى أن الله كتب اسمه
على العرش وعلى ما فى الجنة من الأبواب والقباب والأوراق وروى فى ذلك عدة آثار
توافق هذه الأحاديث الثابتة التى تبين التنويه باسمه وإعلاء ذكره حينئذ وقد تقدم
لفظ الحديث الذى فى المسند عن ميسرة الفجر لما قيل له متى كنت نبيا قال وآدم بين
الروح والجسد وقد رواه أبو الحسين بن بشران من طريق الشيخ أبى الفرج بن الجوزى فى
الوفا بفضائل المصطفى حدثنا أبو جعفر محمد بن عمرو حدثنا احمد بن اسحاق بن صالح
ثنا محمد ابن صالح ثنا محمد بن سنان العوفى ثنا ابراهيم بن طهمان عن يزيد بن ميسرة
عن عبد الله بن سفيان عن ميسرة قال قلت يا رسول الله متى كنت نبيا قال لما خلق
الله الأرض واستوى إلى السماء فسواهن سبع سموات وخلق العرش كتب على ساق العرش محمد
رسول الله خاتم الأنبياء وخلق الله الجنة التى أسكنها آدم وحواء فكتب اسمى على
الأبواب والأوراق والقباب والخيام وآدم بين الروح والجسد فلما أحياه الله تعالى
نظر الى العرش فرأى اسمى فأخبره الله انه سيد ولدك فلما غرهما الشيطان تابا
واستشفعنا باسمى إليه
وروى أبو نعيم الحافظ فى كتاب دلائل النبوة ومن
طريق الشيخ أبى الفرج حدثنا سليمان بن أحمد ثنا أحمد بن رشدين ثنا أحمد بن سعيد
الفهرى ثنا عبد الله بن اسماعيل المدنى عن عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن أبيه عن
عمر بن الخطاب قال قال رسول الله لما أصاب آدم الخطيئة رفع رأسه فقال يا رب بحق
محمد إلا غفرت لى فأوحى اليه وما محمد ومن محمد فقال يا رب إنك لما أتممت خلقى
رفعت رأسى الى عرشك فإذا عليه مكتوب لا إله الا الله محمد رسول الله فعلمت أنه
أكرم خلقك عليك إذ قرنت اسمه مع اسمك فقال نعم قد غفرت لك وهو آخر الأنبياء من
ذريتك ولولاه ما خلقتك فهذا الحديث يؤيد الذى قبله وهما كالتفسير للأحاديث الصحيحة
Diriwayatkan bahwa Allah telah menuliskan nama Muhammad di
‘Arsy, di surga, di pintu-pintunya, di kubah-kubahnya dan di dedaunannya.
Diriwayatkan beberapa riwayat yang sesuai dengan hadits-hadits shahih yang
menjelaskan agar mengagungkan nama Muhammad dan memuliakan sebutannya pada saat
itu. Telah disebutkan sebelumnya lafaz hadits yang terdapat dalam al-Musnad,
dari Maisarah al-Fajr, ketika dikatakan kepada Rasulullah Saw: “Sejak bilakah
engkau menjadi nabi?”. Rasulullah Saw menjawab: “Sejak Adam antara ruh dan
jasad”.
Diriwayatkan oleh Abu al-Husein bin Basyran dari
jalur rirwayat Syekh Abu al-Faraj bin al-Jauzi dalam al-Wafa bi Fadha’il
al-Musthafa: Abu Ja’far Muhammad bin ‘Amr meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin
Ishaq bin Shalih meriwayatkan kepada kami, Muhammad bin Shalih meriwayatkan
kepada kami, Muhammad bin Sinan al-‘Aufi meriwayatkan kepada kami, Ibrahim bin
Thahman meriwayatkan kepada kami, dari Yazid bin Maisarah, dari Abdullah bin
Sufyan bin Maisarah, ia berkata: saya berkata kepada Rasulullah: “Wahai
Rasulullah, sejak bilakah engkau menjadi nabi?”. Rasulullah Saw menjawab:
“Ketika Allah menciptakan bumi, kemudian Allah bersemayam di langit, lalu Allah
ciptakan tujuh langit, Allah menciptakan ‘Arsy dan menuliskan di atas kaki
‘Arsy: Muhammad utusan Allah, penutup para nabi. Allah menciptakan surga yang
didiami Adam dan Hawa, dituliskan namaku di atas pintu-pintunya, dedaunannya,
kubah-kubahnya dan kemahnya. Adam antara ruh dan jasad. Ketika Allah
menghidupkannya, ia melihat kepada ‘Arsy, ia lihat namaku, maka Allah
memberitahukan kepada Adam, dia (Muhammad) adalah pemimpin anak cucumu. Ketika
setan menggoda Adam dan Hawa, maka Adam dan Hawa memohon pertolongan kepada
Allah dengan menyebut namaku (Muhammad)”.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dalam
kitab Dala’il an-Nubuwwah dan dari jalur riwayat Syekh Abu al-Faraj, Sulaiman
bin Ahmad meriwayatkan kepada kami, Ahmad bin Rasydin meriwayatkan kepada kami,
Ahmad bin Sa’id al-Fihri meriwayatkan kepada kami, Abdullah bin Isma’il
al-Madani meriwayatkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari
Bapaknya, dari Umar bin al-Khattab, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
“Ketika Adam melakukan dosa, ia mengangkat kepalanya seraya berkata: “Wahai
Tuhanku, berkat kebenaran Muhammad Engkau mengampuni aku”. Diwahyukan kepada
Adam: “Siapa Muhammad?”. Adam menjawab: “Wahai Tuhanku, ketika Engkau
menyempurnakan penciptaanku, aku angkat kepalaku ke ‘Arsy-Mu, tiba-tiba
tertulis di atasnya: Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah. Maka aku
pun mengetahui bahwa dia (Muhammad) makhluk-Mu yang paling mulia bagi-Mu,
karena Engkau mendekatkan namanya bersama nama-Mu”. Allah menjawab: “Ya, Aku
telah mengampunimu, dialah nabi terakhir dari keturunanmu. Kalaulah bukan
karena dia, maka Aku tidak akan menciptakan engkau”. (Ibnu Taimiah melanjutkan
komentarnya): “Hadits ini mendukung hadits sebelumnya. Kedua hadits ini sebagai
penjelasan hadits-hadits shahih”.
(Sumber: Majmu’
Fatawa Imam Ibn Taimiah: Juz.2, hal.150-151).
Orang-Orang Yahudi Ber-tawassul Dengan Nabi Muhammad Saw
Sebelum Beliau Lahir:
قال ابن عباس: كانت يهود
خيبر تقاتل غطفان فلما التقوا هزمت يهود، فعادت يهود بهذا الدعاء وقالوا: إنا
نسألك بحق النبي الامي الذي وعدتنا أن تخرجه لنا في آخر الزمان إلا تنصرنا عليهم.
قال: فكانوا إذا التقوا
دعوا بهذا الدعاء فهزموا غطفان، فلما بعث النبي صلى الله عليه وسلم كفروا، فأنزل
الله تعالى: " وكانوا من قبل
يستفتحون على الذين كفروا " أي بك يا محمد، إلى قوله: " فلعنة الله على
الكافرين ".
Dari Ibnu ‘Abbas: “Yahudi Khaibar berperang dengan
Ghathafan, ketika mereka bertempur, orang-orang Yahudi mengalami kekalahan.
Maka orang-orang Yahudi berdoa: “Kami memohon kepada-Mu berkat nabi yang tidak
dapat membaca yang telah Engkau janjikan kepada kami yang Engkau keluarkan di
akhir zaman, tolonglah kami melawan Ghathafan”. Apabila mereka menghadapi
Ghathafan, maka mereka berdoa dengan doa ini, lalu mereka pun dapat mengalahkan
Ghathafan. Akan tetapi ketika Rasulullah Saw tiba, mereka kafir kepada
Rasulullah Saw, maka Allah turunkan ayat:
“Padahal sebelumnya mereka biasa memohon
(kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka
ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang
yang ingkar itu”. (Qs.
al-Baqarah [2]: 89).
(Sumber:
Tafsir al-Qurthubi: juz.2, hal.27).
Ber-tawassul
Ketika Rasulullah Saw Masih Hidup.
عن أبي أمامة بن سهل بن
حنيف عن عمه عثمان بن حنيف قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم و جاءه رجل
ضرير فشكا إليه ذهاب بصره فقال : يا رسول الله ليس لي قائد و قد شق علي فقال رسول
الله صلى الله عليه و سلم : ائت الميضاة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل : اللهم إني أسألك
و أتوجه إليك بنبيك محمد صلى الله عليه و سلم نبي الرحمة يا محمد إني أتوجه بك إلى
ربك فيجلي لي عن بصري اللهم شفعه في و شفعني في نفسي قال عثمان فو الله ما تفرقنا
و لا طال بنا الحديث حتى دخل الرجل و كأنه لم يكن به ضر قط
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya
bernama Utsman bin Hunaif, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw, datang
seorang laki-laki buta mengadu tentang matanya, ia berkata: “Wahai Rasulullah,
tidak ada orang yang membimbing saya, ini berat bagi saya”. Maka Rasulullah Saw
berkata: “Pergilah ke tempat berwudhu’, maka berwudhu’lah, kemudian shalatlah
dua rakaat. Kemudian ucapkan: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan menghadap
kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad Saw nabi pembawa rahmat, wahai Muhammad aku
menghadap denganmu kepada Tuhanmu, maka tampakkanlah pandanganku, ya Allah
jadikanlah ia penolong bagiku dan jadikan aku dapat menolong diriku sendiri”.
Utsman berkata: “Demi Allah, belum lama kami berpisah, belum lama kami
bercerita, lalu laki-laki itu masuk, seakan-akan ia tidak pernah buta sama
sekali”.
Komentar al-Hafizh al-Mundziri:
رواه الترمذي وقال حديث
حسن صحيح غريب والنسائي واللفظ له وابن ماجه وابن خزيمة في صحيحه والحاكم وقال
صحيح على شرط البخاري ومسلم وليس عند الترمذي ثم صل ركعتين إنما قال فأمره أن
يتوضأ فيحسن وضوءه ثم يدعو بهذا الدعاء فذكره بنحوه قال الطبراني بعد ذكر طرقه
والحديث صحيح
Diriwayatkan at-Tirmidzi, ia berkata: Hadits hasan shahih
gharib. Diriwayatkan an-Nasa’i dengan lafaznya. Diriwayatkan Ibnu Majah dan
Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya. Diriwayatkan al-Hakim, ia berkata: “Shahih
menurut syarat al-Bukhari dan Muslim). Imam ath-Thabrani berkata setelah
menyebutkan beberapa jalur periwayatannya: “Hadits Shahih”.
(Sumber: al-Hafizh al-Mundziri dalam at-Targhib wa
at-Tarhib, juz.1, hal.272-273).
Ber-tawassul
Ketika Rasulullah Saw Sudah Wafat.
عن أبى أمامة بن سهل بن
حنيف عن عمه عثمان بن حنيف أن رجلا كان يختلف إلى عثمان بن عفان فى حاجة له فلقى
عثمان بن حنيف فشكا اليه ذلك فقال له عثمان بن حنيف ائت الميضأة فتوضأ ثم ائت
المسجد فصل فيه ركعتين ثم قل اللهم إنى أسألك وأتوجه إليك بنبينا محمد صلى الله
عليه و سلم نبى الرحمة يامحمد إنى أتوجه بك إلى ربك عز و جل فيقضى لى حاجتى وتذكر
حاجتك ورح حتى أروح معك فإنطلق الرجل فصنع ما قال له ثم أتى باب عثمان بن عفان
فأجلسه معه على الطنفسة وقال حاجتك فذكر حاجته فقضاها له ثم قال له ما ذكرت حاجتك
حتى كانت هذه الساعة وقال ما كانت لك من حاجة فائتنا ثم إن الرجل خرج من عنده
فلقى عثمان بن حنيف فقال له جزاك الله خيرا ما كان ينظر فى حاجتى ولا يلتفت الى
حتى كلمته فى فقال له عثمان بن حنيف والله ما كلمته ولكن شهدت رسول الله وأتاه
ضرير فشكا اليه ذهاب بصره فقال له النبى أفتصبر فقال يا رسول الله إنه ليس لى قائد
وقد شق على فقال له رسول الله ائت الميضأة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم ادع بهذه الدعوات
فقال عثمان بن حنيف فوالله ما تفرقنا ولا طال بنا الحديث حتى دخل علينا الرجل كأنه
لم يكن به ضر قط
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dari pamannya
bernama Utsman bin Hunaif, bahwa ada seorang laki-laki akan menghadap Khalifah
Utsman bin ‘Affan untuk suatu urusan, maka ia pun menemui Utsman bin Hunaif, ia
mengadu kepada Utsman bin Hunaif, Utsman bin Hunaif berkata kepadanya:
“Pergilah ke tempat wudhu’, kemudian berwudhu’lah, kemudian pergilah ke masjid,
shalatlah dua rakaat, kemudian ucapkanlah: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan
menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad Saw nabi pembawa rahmat, ya
Muhammad aku menghadap denganmu kepada Tuhanmu, agar Ia menunaikan hajatku”, kemudian
ucapkanlah hajatmu. Pergilah, agar aku dapat pergi bersamamu”. Maka laki-laki
itu pun pergi, ia melakukan apa yang dikatakan Utsman bin Hunaif. Kemudian ia
datang ke pintu Utsman bin ‘Affan, lalu Utsman mendudukkannya bersamanya di
atas karpet alas duduk, Utsman bin ‘Affan bertanya: “Apakah keperluanmu?”.
Laki-laki itu pun menyebutkan keperluannya, lalu Utsman bin ‘Affan
menunaikannya. Kemudian Utsman bin ‘Affan berkata kepadanya: “Engkau tidak
menyebutkan keperluanmu hingga saat ini. Jika engkau ada keperluan, maka
datanglah kepada kami”. Kemudian laki-laki itu pergi. Lalu ia menemui Utsman
bin Hunaif dan berkata: “Semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu,
sebelumnya Khalifah Utsman bin ‘Affan tidak mau melihat keperluan saya dan
tidak menoleh kepada saya hingga engkau menceritakan tentang saya kepadanya”.
Utsman bin Hunaif berkata: “Demi Allah, saya tidak pernah menceritakan
tentangmu kepada Khalifah Utsman bin ‘Affan, akan tetapi saya menyaksikan
Rasulullah Saw, seorang yang buta datang kepadanya mengadu kepadanya tentang
penglihatannya yang hilang, maka Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Apakah
engkau bersabar?”. Laki-laki buta itu menjawab: “Wahai Rasulullah, tidak ada
yang membimbing saya, berat bagi saya”. Rasulullah Saw berkata kepadanya:
“Pergilah engkau ke tempat wudhu’, berwudhu’lah, kemudian shalatlah dua rakaat,
kemudian berdoalah dengan doa ini”. Utsman bin Hunaif berkata: “Demi Allah,
tidak berapa lama kami berpisah, tidak berapa lama kami bercerita, hingga
laki-laki buta itu datang kepada kami, seakan-akan ia tidak buta sama sekali”.
Pendapat
Ibnu Taimiah Terhadap Hadits ini:
قال الطبرانى روى هذا
الحديث شعبة عن أبى جعفر واسمه عمر بن يزيد وهو ثقة تفرد به عثمان بن عمر عن شعبة
قال أبو عبد الله المقدسى والحديث صحيح
قلت والطبرانى ذكر تفرده بمبلغ علمه
ولم تبلغه رواية روح بن عبادة عن شعبة وذلك إسناد صحيح يبين أنه لم ينفرد به عثمان
بن عمر
Ath-Thabrani
berkata: “Yang meriwayatkan hadits ini adalah Syu’bah dari Abu Ja’far, namanya
Umar bin Yazid, ia seorang periwayat yang Tsiqah (terpercaya), hanya Utsman bin
Umar yang meriwayatkan dari Syu’bah. Abu Abdillah al-Maqdisi berkata: “Ini
hadits shahih”.
Saya (Ibnu
Taimiah) katakan: ath-Thabrani menyebutkan hanya Utsman bin Umar yang
meriwayatkan, itu pengetahuan ath-Thabrani, karena riwayat Rauh bin ‘Ubadah
dari Syu’bah tidak sampai kepada ath-Thabrani. Itu sanad yang shahih yang
menjelaskan bahwa Utsman bin Umar tidak meriwayatkan sendirian.
(Sumber:
Majmu’ Fatawa Ibn Taimiah, at-Tawassul wa al-Wasilah, juz.1, hal.273).
ابن أبى الدنيا فى كتاب
مجابى الدعاء قال حدثنا أبو هاشم سمعت كثير بن محمد ابن كثير بن رفاعة يقول جاء
رجل الى عبد الملك بن سعيد بن أبجر فجس بطنه فقال بك داء لا يبرأ قال ما هو قال
الدبيلة قال فتحول الرجل فقال الله الله الله ربى لا أشرك به شيئا اللهم إنى أتوجه
اليك بنبيك محمد نبى الرحمة تسليما يا محمد إنى أتوجه بك الى ربك وربى يرحمنى مما
بى قال فجس بطنه فقال قد برئت ما بك علة
قلت فهذا الدعاء ونحوه قد روى أنه دعا به السلف
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunia dalam kitab Mujabi
ad-Du’a’, ia berkata: Abu Hasyim meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Saya
mendengar Katsir bin Muhammad bin Katsir bin Rifa’ah berkata: Seorang laki-laki
datang kepada Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar, ia meraba perut laki-laki itu.
Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar berkata: “Engkau mengalami penyakit yang tidak
dapat disembuhkan”. Orang itu bertanya: “Apakah namanya?”. Ia menjawab:
“Dubailah (Bisul besar yang ada di dalam perut, biasanya orang yang terkena
penyakit ini berakhir dengan kematian)”. Lalu laki-laki itu berpaling seraya
mengucapkan: “Allah Allah Allah Tuhanku, aku tidak mempersekutukannya dengan
sesuatu apa pun. Ya Allah, aku menghadap kepada-Mu berkat nabi-Mu Muhammad nabi
pembawa rahmat dan keselamatan, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap
denganmu kepada Tuhanmu dan Tuhanku agar ia merahmati aku dan apa yang
menimpaku”. Abdul Malik bin Sa’id bin Abjar kembali meraba perut laki-laki itu,
ia berkata: “Engkau telah sembuh, tidak ada penyakit pada dirimu”.
Komentar Ibnu Taimiah:
Doa seperti ini dan sejenisnya adalah doa yang biasa
diucapkan kalangan Salaf.
(Sumber: Majmu’ Fatawa Ibn Taimiah: juz.1,
hal.264).
Imam Ahmad bin Hanbal Memperbolehkan Ber-tawassul Dengan
Nabi Muhammad Saw:
قال أحمد في منسكه الذي كتبه للمروزي
صاحبه إنه يتوسل بالنبي صلى الله عليه و سلم في دعائه ولكن غير أحمد قال : إن هذا
إقسام على الله به ولا يقسم على الله بمخلوق وأحمد في إحدى الروايتين قد جوز القسم
به فلذلك جوز التوسل به
Imam Ahmad bin Hanbal berkata dalam al-Mansak yang
ditulis oleh al-Marwazi sahabatnya, bahwa Imam Ahmad bin Hanbal bertawassul
dengan nabi Muhammad Saw dalam doanya, akan tetapi selain Imam Ahmad bin Hanbal
berkata: “Sesungguhnya ini bersumpah kepada Allah demi nabi Muhammad Saw, tidak
boleh bersumpah kepada Allah demi makhluk”. Dalam salah satu riwayat dari Imam
Ahmad disebutkan bahwa Imam Ahmad membolehkan sumpah demi Nabi Muhammad Saw,
dengan demikian berarti Imam Ahmad membolehkan tawassul dengan Nabi Muhammad
Saw.
(Sumber: al-Fatawa al-Kubra, Ibnu Taimiah, juz.2,
hal.422).
ZIKIR JAHR BERAMAI-RAMAI.
Banyak
ayat-ayat al-Qur’an menyebut kata zikir dalam bentuk jamak.
Firman Allah
Swt:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى
جُنُوبِهِمْ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring”. (Qs. Al ‘Imran [3]:
191).
Firman Allah
Swt:
وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ
لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Laki-laki
dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan
pahala yang besar”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 35).
Firman Allah
Swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
(41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah
kepada-Nya diwaktu pagi dan petang”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 41-42).
Hadits-Hadits Tentang Zikir Beramai-ramai.
Hadits Pertama:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله
صلى الله عليه وآله وسلم «إن لله ملائكة يطوفون في الطرق يتلمسون أهل الذكر فإذا
وجدوا قوما يذكرون الله تنادوا هلموا إلى حاجتكم قال: فيحفونهم بأجنحتهم إلى
السماء الدنيا قال: فيسألهم ربهم وهو أعلم منهم: ما يقول عبادي؟ قال: يقولون
يسبحونك ويكبرونك ويحمدونك ويمجدونك قال فيقول: هل رأوني؟ قال فيقولون لا والله ما
رأوك قال: فيقول: كيف لو رأوني؟ قال يقولون لو رأوك كانوا أشد لك عبادة وأشد لك
تمجيدا وأكثر لك تسبيحا قال يقول فما يسألوني؟ قال: يسألونك الجنة قال: يقول: وهل
رأوها؟قال يقولون لا والله يا رب ما رأوها قال يقول فكيف لو أنهم رأوها؟ قال فيقلون
لو أنهم راوها كانوا أشد عليها حرصا وأشد لها طلبا وأعظم فيها رغبة قال فمم
يتعوذون ؟ قال: يقولون من النار قال يقول وهل رأوها ؟ قال يقولون لا والله ما
رأوها قال يقول فكيف لو رأوها؟ قال يقولون لو رأوها كانوا أشد منها فرارا وأشد لها
مخافة قال فيقول : فأشهدكم أني قد غفرت لهم قال يقول ملك من الملائكة فيهم فلان
ليس منهم إنما جاء لحاجة قال: هم الجلساء لا يشقى بهم جليسهم
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah Swt memiliki para malaikat yang berkeliling di jalan-jalan
mencari ahli zikir, apabila para malaikat itu menemukan sekelompok orang
berzikir, maka para malaikat itu saling memanggil: “Marilah kamu datang kepada
apa yang kamu cari”. Para malaikat itu menutupi majlis zikir itu dengan
sayap-sayap mereka hingga ke langit dunia. Tuhan mereka bertanya kepada mereka,
Allah Maha Mengetahui daripada mereka: “Apa yang dikatakan hamba-hamba-Ku?”.
Malaikat menjawab: “Mereka bertasbih mensucikan-Mu, bertakbir mengagungkan-Mu,
bertahmid memuji-Mu, memuliakan-Mu”. Allah bertanya: “Apakah mereka pernah
melihat Aku?”. Malaikat menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihat
Engkau”. Allah berkata: “Bagaimana jika mereka melihat Aku?”. Para malaikat
menjawab: “Andai mereka melihat-Mu, tentulah ibadah mereka lebih kuat,
pengagungan mereka lebih hebat, tasbih mereka lebih banyak”. Allah berkata:
“Apa yang mereka mohon kepada-Ku?”. Malaikat menjawab: “Mereka memohon
surga-Mu”. Allah berkata: “Apakah mereka pernah melihat surga?”. Malaikat
menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya”. Allah berkata:
“Bagaimana jika mereka melihatnya?”. Malaikat menjawab: “Andai mereka pernah
melihat surga, pastilah mereka lebih bersemangat untuk mendapatkannya, lebih
berusaha mencarinya dan lebih hebat keinginannya”. Allah berkata: “Apa yang
mereka mohonkan supaya dijauhkan?”. Malaikat menjawab: “Mereka mohon dijauhkan
dari neraka”. Allah berkata: “Apakah mereka pernah melihat neraka?”. Malaikat
menjawab: “Demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya”. Allah berkata:
“Bagaimana jika mereka pernah melihatnya?”. Malaikat menjawab: “Pastilah mereka
lebih kuat melarikan diri dari nereka dan lebih takut”. Allah berkata: “Aku
persaksikan kepada kamu bahwa Aku telah mengampuni orang-orang yang berzikir
itu”. Ada satu malaikat berkata: “Ada satu diantara mereka yang bukan golongan
orang berzikir, mereka datang karena ada suatu keperluan saja”. Allah berkata:
“Mereka adalah teman duduk yang tidak menyusahkan teman duduknya”. (Hadits
riwayat Imam al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad bin Hanbal).
Hadits Kedua:
عن جابر رضي الله عنه قال: خرج علينا النبي صلى الله عليه وآله وسلم
فقال: يا أيها الناس إن لله سرايا من الملائكة تحل وتقف على مجالس الذكر في الأرض
فارتعوا في رياض الجنة قالوا وأين رياض الجنة؟ قال: مجالس الذكر فاغدوا وروحوا في
ذكر الله وذكروا أنفسكم من كان يحب أن يعلم منزلته عند الله فلينظر كيف منزلة الله
عنده فإن الله ينزل العبد منه حيث أنزله من نفسه.
Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah
Saw keluar menemui kami, ia berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah Swt
memiliki sekelompok pasukan malaikat yang menempati dan berhenti di
majlis-majlis zikir di atas bumi, maka nikmatilah taman-taman surga”. Para
shahabat bertanya: “Di manakah taman-taman surga itu?”. Rasulullah Saw
menjawab: “Majlis-majlis zikir. Maka pergilah, bertenanglah dalam zikir kepada
Allah dan jadikanlah diri kamu berzikir mengingat Allah. Siapa yang ingin
mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaklah ia melihat bagaimana
kedudukan Allah bagi dirinya. sesungguhnya Allah menempatkan seorang hamba di
sisi-Nya sebagaimana hamba itu menempatkan Allah bagi dirinya”. (Hadits riwayat Al-Hakim dalam al-Mustadrak).
Komentar Imam al-Hakim terhadap hadits
ini:
هذا
حديث صحيح الإسناد و لم يخرجاه
Hadits ini sanadnya shahih, tapi tidak
disebutkan Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka.
Hadits Ketiga:
وعن أنس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله
عليه وآله وسلم «إذا مررتم برياض الجنة فارتعوا قالوا يا رسول الله وما رياض
الجنة؟ قال : حلق الذكر.
Dari Anas, ia berkata: Rasulullah Saw
bersabda: “Apabila kamu melewati taman surga, maka nikmatilah”, para shahabat
bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah taman surga itu?”. Rasulullah Saw menjawab:
Halaqah-halaqah (lingkaran-lingkaran) majlis zikir”. (HR. At-Tirmidzi).
Komentar Syekh al-Albani terhadap
hadits ini: Hadits Hasan. (Dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi).
Hadits Keempat:
عن
أبي سعيد الخدري قال خرج معاوية إلى المسجد فقال ما يجلسكم قالوا جلسنا نذكر الله
قال آلله ما أجلسكم إلا ذاك قالوا والله ما أجلسنا إلا ذاك قال أما إني لم
أستحلفكم تهمة لكم وما كان أحد بمنزلتي من رسول الله صلى الله عليه وسلم أقل حديثا
عنه مني إن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج على حلقة من أصحابه فقال ما يجلسكم
قالوا جلسنا نذكر الله ونحمده لما هدانا للإسلام ومن علينا به فقال آلله ما أجلسكم
إلا ذاك قالوا آلله ما أجلسنا إلا ذاك قال أما إني لم أستحلفكم لتهمة لكم إنه
أتاني جبريل فأخبرني أن الله يباهي بكم الملائكة
Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata:
Mu’awiyah pergi ke masjid, ia berkata: “Apa yang membuat kamu duduk?”. Mereka
menjawab: “Kami duduk berzikir mengingat Allah”. Ia bertanya: “Demi Allah,
apakah kamu duduk hanya karena itu?”.
Mereka menjawab: “Demi Allah, hanya itu yang membuat kami duduk”. Mu’awiyah
berkata: “Aku meminta kamu bersumpah, bukan karena aku menuduh kamu, tidak
seorang pun yang kedudukannya seperti aku bagi Rasulullah Saw yang hadits
riwayatnya lebih sedikit daripada aku, sesungguhnya Rasulullah Saw keluar
menemui halaqah (lingkaran) majlis zikir para shahabatnnya, Rasulullah Saw
bertanya: “Apa yang membuat kamu duduk?”. Para shahabat menjawab: “Kami duduk
berzikir dan memuji Allah karena telah memberikan hidayah Islam dan nikmat yang
telah Ia berikan kepada kami”. Rasulullah Saw berkata: “Demi Allah, kamu hanya
duduk karena itu?”. Mereka menjawab: “Demi Allah, kami duduk hanya karena itu”.
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya aku meminta kamu bersumpah, bukan karena
aku menuduh kamu, sesungguhnya malaikat Jibril telah datang kepadaku, ia
memberitahukan kepadaku bahwa Allah membanggakan kamu kepada para malaikat”.
(Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).
Komentar Syekh al-Albani terhadap
hadits ini: Hadits Shahih. (Dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi).
Hadits Kelima:
كان سلمان في عصابة يذكرون
الله فمر بهم رسول الله صلى الله عليه و سلم فجاءهم قاصدا حتى دنا منهم فكفوا عن
الحديث إعظاما لرسول الله صلى الله عليه و سلم فقال : ما كنتم تقولون فإني رأيت
الرحمة تنزل عليكم فأحببت أن أشارككم فيها
و قد احتجا بجعفر بن
سليمان فأما أبو سلمة سيار بن حاتم الزاهد فإنه عابد عصره و قد أكثر أحمد بن حنبل
الرواية عنه
Salman al-Farisi bersama sekelompok
shahabat berzikir, lalu Rasulullah Saw melewati mereka, Rasulullah Saw datang
kepada mereka dan mendekat. Lalu mereka berhenti karena memuliakan Rasulullah
Saw. Rasulullah Saw bertanya: “Apa yang kamu ucapkan? Aku melihat rahmat turun
kepada kamu, aku ingin ikut serta dengan kamu”. (Hadits riwayat Imam al-Hakim).
Komentar Imam al-Hakim terhadap hadits ini:
هذا حديث صحيح و لم
يخرجاه
Ini hadits shahih, tidak disebutkan Imam al-Bukhari dan
Muslim dalam kitab mereka.
Komentar Imam adz-Dzahabi:
تعليق الذهبي قي التلخيص : صحيح
Komentar Imam adz-Dzahabi dalam kitab at-Talkhish: Hadits
Shahih.
Hadits Keenam:
وعن
عبد الله بن الزبير قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سلم من صلاته يقول
بصوته الأعلى : " لا إله إلا الله
وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير لا حول ولا قوة إلا بالله
لا إله إلا الله لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه له النعمة وله الفضل وله
الثناء الحسن لا إله إلا الله مخلصين له الدين ولو كره الكافرون " . رواه
مسلم
Dari Abdullah bin az-Zubair, ia
berkata: Rasulullah Saw apabila telah salam dari shalat, ia mengucapkan dengan
suara yang tinggi:
لا
إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير لا حول ولا
قوة إلا بالله لا إله إلا الله لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه له النعمة وله
الفضل وله الثناء الحسن لا إله إلا الله مخلصين له الدين ولو كره الكافرون
Komentar Syekh al-Albani dalam Misykat
al-Mashabih: Hadits Shahih.
Hadits Ketujuh:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِى إِنْ
ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلإٍ
ذَكَرْتُهُ فِى مَلإٍ هُمْ خَيْرٌ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ مِنِّى شِبْرًا
تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ
مِنْهُ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً ».
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah
Saw bersabda: Allah Swt berfirman: “Aku menurut prasangka hamba-Ku kepada-Ku.
Aku bersamanya ketika ia berzikir mengingat Aku. Jika ia berzikir sendirian,
maka Aku menyebutnya di dalam diriku. Jika ia berzikir bersama kelompok orang
banyak, maka aku menyebutnya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompok
mereka. Jika ia mendekat satu jengkal kepadaku, maka Aku mendekat satu hasta
kepdanya. Jika ia mendekat satu hasta, maka Aku mendekat satu lengan kepadanya.
Jika ia datang berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari”.
(Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Hadits Kedelapan:
أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ
بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-. وَأَنَّهُ قَالَ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ
أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ.
Sesungguhnya mengeraskan suara ketika
berzikir setelah selesai shalat wajib sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw.
Ibnu Abbas berkata: “Aku tahu bahwa mereka telah selesai shalat ketika aku mendengarnya
(zikir dengan suara jahr)”. (Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Hadits Kesembilan:
ما
من قوم يذكرون الله إلا حفت بهم الملائكة وغشيتهم الرحمة ونزلت عليهم السكينة
وذكرهم الله فيمن عنده
Tidaklah sekelompok orang berzikir
mengingat Allah, melainkan para malaikat mengelilingi mereka, mereka diliputi
rahmat Allah, turun ketenangan kepada mereka dan mereka dibanggakan Allah
kepada para malaikat yang ada di sisi-Nya. (Hadits riwayat Imam at-Tirmidzi).
Komentar Syekh al-Albani dalam shahih
wa dha’if Sunan at-Tirmidzi: Hadits Shahih.
Hadits Kesepuluh:
عن أنس بن مالك عن رسول
الله صلى الله عليه و سلم قال : ما من قوم اجتمعوا يذكرون الله لا يريدون بذلك الا
وجهه الا ناداهم مناد من السماء ان قوموا مغفورا لكم قد بدلت سيئاتكم حسنات
Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah Saw, beliau
bersabda: “Sekelompok orang berkumpul berzikir mengingat Allah, tidak
mengharapkan kecuali keagungan Allah, maka ada malaikat dari langit yang
memanggil mereka: “Berdirilah kamu, dosa-dosa kamu telah diganti dengan
kebaikan”.
Hadits riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab
al-Musnad.
Komentar Syekh Syu’aib al-Arna’uth tentang
hadits ini:
صحيح لغيره، وهذا إسناد حسن
Shahih li ghairihi, sanad ini sanad hasan.
Hadits Kesebelas:
عن أنس رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه
وآله وسلم قال «لأن أذكر الله تعالى مع قوم بعد صلاة الفجر إلى طلوع الشمس أحب الي
مما طلعت عليه الشمس ولأن أذكر الله مع قوم بعد صلاة العصر إلى أن تغيب الشمس أحب
إلي من الدنيا وما فيها.
Dari Anas, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:
“Aku berzikir mengingat Allah bersama orang banyak setelah shalat shubuh hingga
terbit matahari lebih aku sukai daripada terbitnya matahari. Aku berzikir
bersama orang banyak setelah shalat ashar hingga tenggelam matahari lebih aku
sukai daripada dunia dan seisinya”. (Hadits riwayat Imam as-Suyuthi dalam kitab
al-Jami’ ash-Shaghir dengan tanda: Hadits Hasan).
Pendapat Ulama Tentang Zikir Jahr.
Pendapat Imam as-Suyuthi:
سألت أكرمك الله عما
اعتاده السادة الصوفية من عقد حلق الذكر والجهر به في المساجد ورفع الصوت بالتهليل
وهل ذلك مكروه أو لا.
الجواب
- إنه لا كراهة في شيء من ذلك وقد وردت أحاديث تقتضي استحباب الجهر بالذكر وأحاديث
تقتضي استحباب الأسرار به والجمع بينهما أن ذلك يختلف باختلاف الأحوال والأشخاص
كما جمع النووي بمثل ذلك بين الأحاديث الواردة باستحباب الجهر بقراءة القرآن
والواردة باستحباب الأسرار بها
Pertanyaan ditujukan kepada Imam as-Suyuthi
tentang kebiasaan kalangan Tasauf membuat lingkaran zikir dan berzikir jahr di masjid-masjid
serta mengeraskan suara ketika ber-tahlil, apakah itu makruh atau tidak?
Jawaban:
Perbuatan itu tidak makruh, terdapat beberapa
hadits yang menganjurkan zikir jahr dan hadits-hadits yang menganjurkan zikir
sirr. Kombinasi antara keduanya bahwa jahr dan sirr berbeda sesuai perbedaan
kondisi dan orang yang berzikir, sebagaimana yang digabungkan Imam an-Nawawi
tentang hadits-hadits berkaitan dengan anjuran membaca al-Qur’an dengan cara
jahr dan sirr.
(al-Hawi li al-Fatawa, Imam as-Suyuthi, juz.II,
hal.81. lihat selengkapnya, Imam as-Suyuthi memuat 25 hadits tentang zikir jahr).
Pendapat Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani:
وقال الشيخ عبدالوهاب الشعراني رحمه الله تعالى
(وأجمعوا على انه يجب على المريد الجهر بالذكر بقوة تامة بحيث لا يبقى منه متسع
إلا ويهتز من فوق رأسه إلى إصبع قدميه).
Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani berkata: “Para
ulama sepakat bahwa wajib bagi seorang murid men-jahr-kan zikir dengan kekuatan
yang sempurna hingga tidak ada yang luang melainkan bergetar dari atas kepala
hingga jari-jari kedua kaki”. (Al-Anwar al-Qudsiyyah, juz.1 hal, 38).
Bagaimana Dengan Ayat Memerintahkan zikir Sirr?
﴿واذكر ربك في نفسك تضرعا
وخفية ودون الجهر من القول﴾
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara”. (Qs. al-A’raf [7]: 205).
Imam as-Suyuthi memberikan jawaban dalam kitab Natijat al-Fikr fi
al-Jahr bi adz-Dzikr:
الأول: إنها مكية لأنها من الأعراف وهي مكية كآية
الإسراء﴿ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها﴾ وقد نزلت حين كان النبي صلى الله عليه وآله
وسلم يجهر بالقرآن فيسمعه المشركون فيسبون القرآن ومن أنزله فامره الله بترك الجهر
سدا للذريعة كما نهى عن سب الأصنام في قوله: ﴿ولا تسبوا الذين يدعون من دون الله
فيسبوا الله عدوا بغير علم﴾ وقد زال هذا المعنى.
Pertama:
ayat ini turun di Mekah, karena bagian dari surat al-A’raf, surat ini turun di
Mekah, seperti ayat dalam surat al-Isra’: “Dan janganlah kamu mengeraskan
suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan
tengah di antara kedua itu”. (Qs. al-Isra’ [17 ]: 110), ayat ini turun ketika
Rasulullah Saw membaca al-Qur’an secara jahr lalu didengar orang-orang musyrik,
lalu mereka mencaci maki al-Qur’an dan Allah yang menurunkannya, maka Allah
memerintahkan agar jangan membaca jahr untuk menutup pintu terhadap perbuatan
tersebut, sebagaimana dilarang mencaci-maki berhala dalam ayat: “Dan janganlah
kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka
nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”. (Qs.
al-An’am [6 ]: 108).
والثاني: أن جماعة من المفسرين منهم عبدالرحمن بن
يزيد بن أسلم شيخ مالك وابن جرير حملوا الآية على الذكرحال قراءة القرآن وأنه أمره
بالذكر على هذه الصفة تعظيما للقرآن الكريم أن ترفع الأصوات عنده ويقويه اتصاله
بقوله تعالى ﴿وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وانصتوا لعلكم ترحمون﴾
Kedua: sekelompok ahli Tafsir, diantara mereka Abdurrahman bin Yazid bin Aslam
guru Imam Malik dan Ibnu Jarir memaknai perintah zikir sirr ini ketika ada
bacaan al-Qur’an. Diperintahkan
zikir sirr ketika ada bacaan al-Qur’an untuk mengagungkan al-Qur’an. Ini kuat
hubungannya dengan ayat: “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah
baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (Qs.
al-A’raf [7 ]: 204).
الثالث: ما ذكره علماء الصوفية من أن الأمر في
الآية خاص بالنبي صلى الله عليه وآله وسلم واما غيره فمن هو محل الوساوس والخواطر
فمأمور بالجهر لأنه أشد تأثيرا في دفعها
Ketiga: Sebagaimana yang disebutkan para
ulama Tasauf bahwa perintah dalam ayat ini khusus kepada Rasulullah Saw, adapun
kepada selain Rasulullah Saw maka mereka adalah tempatnya was-was dan lintasan
hati, maka diperintahkan zikir jahr karena zikir jahr itu lebih kuat
pengaruhnya dalam menolak was-was.
Bagaimana Dengan Ayat Yang Memerintahkan Sirr?
﴿ادعوا ربكم تضرعا وخفية إنه لا يحب المعتدين﴾
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qs.
Al-A’raf [ ]: 55).
Jawaban:
احدهما: أن الراجح في تفسيره أنه تجاوز المأمور أو
اختراع دعوة لا أصل لها في الشرع فعن عبدالله بن مغفل رضي الله عنه أنه سمع ابنه
يقول: (اللهم إني أسألك القصر الأبيض عن يمين الجنة فقال إني سمعت رسول الله صلى
الله عليه وآله وسلم يقول«يكون في الأمة قوم يعتدون في الدعاء والطهور» وقرأ هذه
الآية فهذا تفسير صحابي وهو أعلم بالمراد).
Pertama: Pendapat yang kuat tentang makna melampaui batas dalam
ayat ini adalah melampaui batas yang diperintahkan, atau membuat-buat doa yang
tidak ada dasarnya dalam syariat Islam, diriwayatkan dari Abdullah bin
Mughaffal, ia mendengar anaknya berdoa: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu istana
yang putih di sebelah kanan surga”, maka Abdullah bin Mughaffal berkata: “Aku
pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Ada di antara ummatku suatu kaum
yang melampaui batas dalam berdoa dan bersuci. Kemudian ia membaca ayat ini:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qs.
Al-A’raf [ 7]: 55). Ini penafsiran seorang shahabat nabi tentang ayat ini, ia
lebih mengetahui maksud ayat ini.
الثاني: على تقدير التسليم فالآية في الدعاء لا في
الذكر والدعاء بخصوصه الأفضل فيه الإسرار لأنه أقرب إلى الإجابة ولذا قال تعالى
﴿إذ نادى ربه نداء خفيا﴾.
Kedua: ayat
ini tentang doa, bukan tentang zikir. Doa secara khusus lebih utama dengan
sirr, karena lebih dekat kepada dikabulkan, sebagaimana firman Allah: “Yaitu
tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut”. (Qs. Maryam [19]:
3).
Amal Dari Yang Hidup Untuk Yang Telah
Wafat.
Haji.
روى البخارى عن ابن عباس
رضى الله عنهما أن امرأة من جهينة جاءت إلى النبى صلى الله عليه وسلم فقالت : إن
أمى نذرت أن تحج ولم تحج حتى ماتت ، أفأحج عنها؟ قال "نعم ، حجى عنها ، أرأيت
لو كان على أمك دين أكنت قاضيته ؟ اقضوا فالله أحق بالوفاء " .
Al-Bukhari
meriwayatkan dari Ibnu Abbas, seorang perempuan dari Juhainah datang menghadap
Rasulullah Saw seraya berkata: “sesungguhnya ibu saya bernazar untuk
melaksanakan ibadah haji. Ia belum melaksanakan ibadah haji. Kemudian ia
meninggal dunia. Apakah saya boleh menghajikannya?”. Rasulullah Saw menjawab:
“Ya, laksanakanlah haji untuknya. Menurut pendapatmu, jika ibumu punya hutang,
apakah engkau akan membayarkannya? Laksanakanlah, karena hutang kepada Allah
lebih layak untuk ditunaikan”.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ
شُبْرُمَةَ. قَالَ « مَنْ شُبْرُمَةَ ». قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ «
حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ
شُبْرُمَةَ ».
Dari Ibnu
Abbas, sesungguhnya Rasulullah Saw mendengar seorang laki-laki mengucapkan:
“Aku menyambut panggilan-Mu untuk Syubrumah”.
Rasulullah
Saw bertanya: “Siapakah Syubrumah?”.
Ia menjawab:
“Saudara saya”, atau: “Kerabat saya”.
Rasulullah
Saw bertanya: “Apakah engkau sudah melaksanakan haji untuk dirimu sendiri?”.
Ia menjawab:
“Belum”.
Rasulullah
Saw berkata: “Laksanakanlah haji untuk dirimu, kemudian hajikanlah Syubrumah”.
(HR. Abu
Daud).
Puasa.
عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها -
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ
صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ» .
Dari Aisyah,
sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang mati, ia masih punya hutang
puasa, maka walinya melaksanakan puasa untuknya”. (Hadits shahih riwayat
al-Bukhari dan Muslim, bahkan Imam Muslim memuatnya dalam Bab: Qadha’ Puasa
Untuk Mayat).
Apa pendapat
ulama tentang hadits ini?
وَقَالَ الْبَيْهَقِيُّ فِي "
الْخِلَافِيَّات " : هَذِهِ الْمَسْأَلَة ثَابِتَة لَا أَعْلَم خِلَافًا
بَيْن أَهْل الْحَدِيث فِي صِحَّتهَا فَوَجَبَ الْعَمَل بِهَا ، ثُمَّ سَاقَ
بِسَنَدِهِ إِلَى الشَّافِعِيّ قَالَ : كُلّ مَا قُلْت وَصَحَّ عَنْ النَّبِيّ
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِلَافه فَخُذُوا بِالْحَدِيثِ وَلَا
تُقَلِّدُونِي .
Imam
al-Baihaqi berkata dalam al-Khilafiyyat: “Masalah ini (masalah puasa untuk
mayat) adalah kuat, saya tidak mengetahui ada perbedaan di kalangan ahli hadits
tentang keshahihannya, oleh sebab itu wajib diamalkan”. Kemudian al-Baihaqi
menyebutkan dengan sanadnya kepada Imam Syafi’i, Imam Syafi’i berkata: “Semua
yang aku katakan, ternyata ada hadits shahih dari nabi yang berbeda dengan itu,
maka ambillah hadits, jangan ikuti pendapatku”. (Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar
al-‘Asqalani: juz. 6, hal. 212).
Sedekah.
عن سعد بن عبادة قال قلت
يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم قلت فأي الصدقة أفضل قال سقي الماء
.
Dari Sa’ad
bin ‘Ubadah, ia berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah, sesungguhnya ibu
saya meninggal dunia, apakah saya bersedekah untuknya?”. Rasulullah Saw
menjawab: “Ya”. Saya bertanya: “apakah sedekah yang paling utama?”. Rasulullah
Saw menjawab: “Memberi air minum”.
(Hadits
riwayat an-Nasa’i, status hadits ini: hadits hasan menurut al-Albani).
Bacaan
Al-Qur’an.
وفي المغني لابن قدامة: قال أحمد بن حنبل،
الميت يصل إليه كل شئ من الخير، للنصوص الواردة فيه، ولان المسلمين يجتمعون في كل
مصر ويقرءون ويهدون لموتاهم من غير نكير، فكان إجماعا.
Dalam kitab
al-Mughni karya Ibnu Qudamah: Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Mayat, semua
kebaikan sampai kepadanya, berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena
kaum muslimin berkumpul di setiap tempat, membaca (al-Qur’an) dan menghadiahkan
bacaannya kepada orang yang sudah meninggal tanpa ada yang mengingkari, maka
ini sudah menjadi Ijma’.
(Fiqh
as-Sunnah, Syekh Sayyid Sabiq: juz.1, hal.569).
Pendapat Imam Ibnu
Qayyim al-Jauziah Murid Imam Ibnu Taimiah:
وأما قراءة القرآن وإهداؤها له تطوعا
بغير أجرة فهذا يصل إليه كما يصل ثواب الصوم والحج
Adapun bacaan al-Qur’an
dan menghadiahkan bacaannya secara sukarela tanpa upah, maka pahalanya sampai
sebagaimana sampainya pahala puasa dan haji.
(sumber: kitab ar-Ruh,
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, halaman: 142).
Bacaan al-Qur’an
Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia.
(Dikutip Dari Kitab: al-Fiqh
al-Islâmy wa Adillatuhu [The Islamic Jurisprudence and It’s Evidences].
Penulis: Syekh Wahbah az-Zuhaili. Juz. 1, Hal. 1579 - 1581. Dar al-Fikr, Damascus. Cetakan ke: IV,
tahun 1418H/1997M.
خامساً ـ القراءة
على الميت وإهداء الثواب له:
ههنا مسائل للفقهاء[1]:
أ ـ أجمع العلماء
على انتفاع الميت بالدعاء والاستغفار بنحو «اللهم اغفر له، اللهم ارحمه» ، والصدقة،
وأداء الواجبات البدنية ـ المالية التي تدخلها النيابة كالحج، لقوله تعالى: {والذين
جاءوا من بعدهم يقولون: ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان} [الحشر:10/59]
وقوله سبحانه: {واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات} [محمد:19/47]، ودعا النبي صلّى
الله عليه وسلم لأبي سلمة حين مات، وللميت الذي صلى عليه في حديث عوف بن مالك، ولكل
ميت صلى عليه. وسأل رجل النبي صلّى الله عليه وسلم فقال: «يا رسول الله ، إن أمي ماتت،
فينفعها إن تصدقت عنها؟ قال: نعم»[2]،
وجاءت امرأة إلى النبي صلّى الله عليه وسلم فقالت: «يا رسول الله ، إن فريضة الله في
الحج أدركت أبي شيخاً كبيراً، لا يستطيع أن يثبت على الراحلة، أفأحج عنه؟ قال: أرأيت
لو كان على أبيك دين أكنت قاضيته؟ قالت: نعم، قال: فدين الله أحق أن يقضى»[3] وقال للذي سأله: «إن
أمي ماتت وعليها صوم شهر، أفأصوم عنها؟ قال: نعم» .
قال ابن قدامة:
وهذه أحاديث صحاح، وفيها دلالة على انتفاع الميت بسائر القرب؛ لأن الصوم والدعاء والاستغفار
عبادات بدنية، وقد أوصل الله نفعها إلى الميت، فكذلك ما سواها.
Kelima: Bacaan al-Qur’an Untuk
Orang Yang Telah Meninggal Dunia dan Menghadiahkan Pahala Bacaannya Kepada
Orang Yang Telah Meninggal Tersebut.
Dalam masalah ini ada beberapa
pendapat ulama ahli Fiqh[4]:
a. Ulama telah Ijma’
(kesepakatan) bahwa orang yang telah maninggal dunia mendapat manfaat dari doa
dan permohonan ampunan (istighfar) dari orang yang masih hidup, seperti doa:
اللهم اغفر له، اللهم ارحمه
“Ya Allah ampunilah dia, ya Allah
kasihilah dia”.
Sedekah, menunaikan
kewajiban-kewajiban yang bersifat badani (fisik) dan maly (harta) yang bisa
diwakilkan seperti ibadah haji, berdasarkan firman Allah Swt:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ
يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
“Dan orang-orang yang datang
sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri
ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari
kami”. (Qs. Al-Hasyr [59]: 10). Dan firman Allah:
واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات
“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu
dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan”. (Qs. Muhammad
[47]: 19).
Doa Rasulullah Saw
untuk Abu Salamah ketika ia meninggal dunia dan doa beliau untuk mayat yang
beliau shalatkan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits ‘Auf bin Malik dan
setiap mayat yang dishalatkan.
Seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal, jika
saya bersedekah, apakah sedekah itu bermanfaat baginya?”. Rasulullah Saw
menjawab, “Ya”[5].
Seorang perempuan
datang menghadap Rasulullah Saw seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya
Allah mewajibkan ibadah haji, saya dapati ayah saya telah lanjut usia, ia tidak
mampu duduk tetap diatas hewan tunggangan, bolehkah saya melaksanakan ibadah
haji untuknya?”. Rasulullah Saw menjawab, “Jika ayahmu memiliki hutang, apakah
menurutmu engkau dapat membayarkannya?”. Perempuan itu menjawab, “Ya”.
rasulullah Saw berkata, “Hutang Allah lebih berhak untuk ditunaikan”[6].
Seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah, “Ibu saya telah meninggal dunia, ia memiliki hutang
puasa satu bulan. Apakah saya melaksanakan puasa untuknya?”. Rasulullah
menjawab, “Ya”.
Imam
Ibnu Qudamah berkata, “Hadits-hadits ini adalah hadits-hadits shahih. Di
dalamnya terkandung dalil bahwa orang yang telah meninggal dunia mendapatkan
manfaat dari semua ibadah yang dilakukan orang yang masih hidup, karena puasa,
doa dan permohonan ampunan (istighfar) adalah ibadah-ibadah badani (fisik).
Allah Swt menyampaikan manfaatnya kepada orang yang telah meninggal dunia,
demikian juga dengan ibadah-ibadah yang lain.
ب ـ اختلف العلماء
في وصول ثواب العبادات البدنية المحضة كالصلاة وتلاوة القرآن إلى غير فاعلها على رأيين:
رأي الحنفية والحنابلة ومتأخري الشافعية والمالكية بوصول القراءة للميت إذا كان بحضرته،
أو دعا له عقبها، ولو غائباً؛ لأن محل القراءة تنزل فيه الرحمة والبركة، والدعاء عقبها
أرجى للقبول.
ورأي متقدمي المالكية
والمشهور عند الشافعية الأوائل: عدم وصول ثواب العبادات المحضة لغير فاعلها.
B. Para ulama berbeda pendapat
tentang sampainya pahala ibadah yang bersifat badani (fisik) murni seperti
shalat, bacaan al-Qur’an dan lainnya, apakah sampai kepada orang lain. Ada dua
pendapat. Menurut pendapat mazhab Hanafi, Hanbali, generasi terakhir mazhab
Syafi’i dan Maliki menyatakan bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat
jika dibacakan di hadapannya, atau dibacakan doa setelah membacanya, meskipun
telah dikebumikan, karena rahmat dan berkah turun di tempat membaca al-Qur’an
tersebut dan doa setelah membaca al-Qur’an itu diharapkan maqbul atau
diperkenankan Allah Swt.
Sedangkan menurut pendapat
generasi awal mazhab Maliki dan menurut pendapat yang masyhur menurut generasi
awal mazhab Syafi’i menyatakan: balasan pahala ibadah mahdhah (murni) tidak
sampai kepada orang lain.
قال الحنفية:
المختار عدم كراهة إجلاس القارئين ليقرؤوا عند القبر، وقالوا في باب الحج عن الغير:
للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره: صلاة كان عمله، أو صوماً أو صدقة أوغيرها، وأن ذلك
لا ينقص من أجره شيئاً.
وقال الحنابلة:
لا بأس بالقراءة عند القبر، للحديث المتقدم: «من دخل المقابر، فقرأ سورة يس، خفف عنهم
يومئذ، وكان له بعدد من فيها حسنات» وحديث «من زار قبر والديه، فقرأ عنده أو عندهما
يس، غفر له»[7].
وقال المالكية:
تكره القراءة على الميت بعد موته وعلى قبره؛ لأنه ليس من عمل السلف، لكن المتأخرون
على أنه لا بأس بقراءة القرآن والذكر وجعل ثوابه للميت، ويحصل له الأجر إن شاء الله
.
Menurut mazhab Hanafi: menurut
pendapat pilihan, tidak makruh mendudukkan para pembaca al-Qur’an untuk
membacakan al-Qur’an di kubur. Mereka berpendapat tentang menghajikan orang
lain, orang boleh memberikan balasan pahala amalnya kepada orang lain, maka
shalat adalah amalnya, atau puasa, atau sedekah atau amal lainnya. Dan itu
tidak mengurangi balasan amalnya walau sedikit pun.
Menurut mazhab Hanbali: boleh
membaca al-Qur’an di kubur, berdasarkan hadits: “Siapa yang masuk ke pekuburan,
lalu ia membaca surat Yasin, maka azab mereka hari itu diringankan dan ia
mendapatkan balasan pahala sejumlah kebaikan yang ada di dalamnya”. Dan hadits:
“Siapa yang ziarah kubur orang tuanya, lalu ia membaca Yasin di kubur orang
tuanya, maka ia diampuni”[8].
Menurut mazhab Maliki: makruh
hukumnya membaca al-Qur’an untuk mayat dan diatas kubur, karena bukan amalan
kalangan Salaf. Akan tetapi generasi terakhir mazhab Maliki menyatakan: boleh
membaca al-Qur’an dan zikir, kemudian balasan pahalanya dihadiahkan kepada
mayat. Maka mayat akan mendapatkan balasan pahalanya insya Allah.
وقال متقدمو الشافعية:
المشهور أنه لا ينفغ الميت ثواب غير عمله، كالصلاة عنه قضاء أو غيرها وقراءة القرآن.
وحقق المتأخرون منهم وصول ثواب القراءة للميت، كالفاتحة وغيرها. وعليه عمل الناس، وما
رآه المسلمون حسناً فهو عند الله حسن. وإذا ثبت أن الفاتحة تنفع الحي الملدوغ، وأقر
النبي صلّى الله عليه وسلم ذلك بقوله: «وما يدريك أنها رقية؟» كان نفع الميت بها أولى.
Generasi awal mazhab Syafi’i
berpendapat: menurut pendapat yang masyhur bahwa mayat tidak mendapatkan pahala
selain dari balasan amalnya sendiri seperti shalat qadha’ yang dilaksanakan
untuknya atau ibadah lainnya dan bacaan al-Qur’an. Sedangkan ulama mazhab
Syafi’i generasi terakhir menyatakan: pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada
mayat, seperti bacaan al-Fatihah dan lainnya. Demikian yang dilakukan banyak
kaum muslimin. Apa yang dianggap kaum muslimin baik, maka itu baik di sisi
Allah. Jika menurut hadits shahih bahwa bacaan al-Fatihah itu mendatangkan
manfaat bagi orang hidup yang tersengat binatang berbisa dan Rasulullah Saw
mengakuinya dengan sabdanya, “Darimana engkau tahu bahwa al-Fatihah itu adalah
ruqyah?”. Maka tentulah bacaan al-Fatihah itu lebih mendatangkan manfaat bagi
orang yang telah meninggal dunia.
وبذلك يكون مذهب متأخري الشافعية كمذاهب الأئمة الثلاثة:
أن ثواب القراءة يصل إلى الميت، قال السبكي: والذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض
القرآن إذا قصد به نفع الميت وتخفيف ما هو فيه، نفعه، إذ ثبت أن الفاتحة لما قصد بها
القارئ نفع الملدوغ نفعته، وأقره النبي صلّى الله عليه وسلم بقوله: «وما يدريك أنها
رقية» وإذا نفعت الحي بالقصد، كان نفع الميت بها أولى. وقد جوز القاضي حسين الاستئجار
على قراءة القرآن عند الميت. قال ابن الصلاح: وينبغي أن يقول: «اللهم أوصل ثواب ما
قرأنا لفلان» فيجعله دعاء، ولا يختلف في ذلك القريب والبعيد، وينبغي الجزم بنفع هذا؛
لأنه إذا نفع الدعاء وجاز بما ليس للداعي، فلأن يجوز بما له أولى، وهذا لا يختص بالقراءة،
بل يجري في سائر الأعمال.
Dengan demikian maka generasi belakangan mazhab
Syafi’i sama seperti tiga mazhab diatas:
bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat. Imam as-Subki berkata,
“Menurut dalil yang terkandung dalam Khabar berdasarkan istinbath bahwa
sebagian al-Qur’an dibaca dengan niat agar mendatangkan manfaat bagi mayat dan
meringankan azabnya, maka itu mendatangkan manfaat baginya, karena menurut
hadits shahih bahwa jika surat al-Fatihah itu dibacakan kepada orang yang
tersengat binatang berbisa, maka itu bermanfaat baginya dan Rasulullah Saw
mengakuinya dengan sabdanya, “Darimana engkau tahu bahwa surat al-Fatihah itu
ruqyah?”. Jika surat al-Fatihah bermanfaat bagi orang yang masih hidup –jika
memang diniatkan untuk itu-, maka tentulah lebih bermanfaat bagi mayat”.
Al-Qadhi Husein memperbolehkan memberikan upah kepada orang yang membacakan
al-Qur’an untuk mayat. Ibnu ash-Shalah berkata, ia mesti mengucapkan, “Ya
Allah, sampaikanlah balasan pahala yang kami baca kepada si fulan”. Ia jadikan
sebagai doa. Tidak ada perbedaan dalam masalah ini apakah dekat atau jauh,
mesti yakin bahwa bacaan tersebut mendatangkan manfaat. Karena jika doa
bermanfaat bukan hanya bagi orang yang berdoa, maka berarti itu juga berlaku pada
sesuatu yang lebih utama daripada doa (yaitu bacaan al-Qur’an). Ini tidak hanya
berlaku pada bacaan al-Qur’an, akan tetapi berlaku pada semua amal.
Bagaimana Hadits
Yang Menyatakan Yang Mengalir Hanya Tiga Perkara? Yang lain terputus?
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ
عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ وَعِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ
وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ
Apabila manusia meninggal dunia, maka
putuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak
shaleh yang mendoakannya. (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i).
Yang
dimaksud dengan kalimat: [انْقَطَعَ
عَمَلُهُ ] putuslah amalnya.
Maksudnya adalah: amal manusia yang mati tersebut terputus, terhenti, ia tidak
dapat beramal lagi. Bukan amal orang lain kepadanya terputus, karena amal orang
lain tetap mengalir kepadanya, seperti badal haji, shalat jenazah, doa dan
lain-lain seperti yang telah dijelaskan di atas berdasarkan hadits-hadits
shahih.
Anak Kecil
Yang Meninggal Dunia Dapat Memberikan Pertolongan.
عَنْ أَبِى حَسَّانَ قَالَ قُلْتُ
لأَبِى هُرَيْرَةَ إِنَّهُ قَدْ مَاتَ لِىَ ابْنَانِ فَمَا أَنْتَ مُحَدِّثِى عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِحَدِيثٍ تُطَيِّبُ بِهِ أَنْفُسَنَا عَنْ
مَوْتَانَا قَالَ قَالَ نَعَمْ « صِغَارُهُمْ دَعَامِيصُ الْجَنَّةِ يَتَلَقَّى
أَحَدُهُمْ أَبَاهُ - أَوْ قَالَ أَبَوَيْهِ - فَيَأْخُذُ بِثَوْبِهِ - أَوْ قَالَ
بِيَدِهِ - كَمَا آخُذُ أَنَا بِصَنِفَةِ ثَوْبِكَ هَذَا فَلاَ يَتَنَاهَى - أَوْ
قَالَ فَلاَ يَنْتَهِى - حَتَّى يُدْخِلَهُ اللَّهُ وَأَبَاهُ الْجَنَّةَ ».
Dari Abu
Hassan, ia berkata: “Saya berkata kepada Abu Hurairah, “Sesungguhnya telah
meninggal dua anak laki-laki saya, sudikah engkau menceritakan kepada saya
hadits Rasulullah Saw yang dapat membuat jiwa kami tenang tentang kematian
(anak-anak) kami?”. Abu Hurairah menjawab: “Ya, mereka (anak-anak) kecil itu
makhluk kecil di dalam surga. Salah satu dari mencari kedua orang tuanya. Ia
menarik dengan tangannya sebagaimana saya menarik ujung kainmu, ia tidak akan
berhenti, sampai Allah memasukkan orang tuanya ke dalam surga”. (hadits shahih
riwayat Imam Muslim).
ما من مسلمين يموت بينهما ثلاثة أولاد لم يبلغوا الحنث إلا أدخلهما
الله بفضل رحمته إياهم الجنة، يقال لهم: ادخلوا الجنة، فيقولون حتى يدخل آباؤنا
فيقال: ادخلوا الجنة أنتم وآباؤكم
“Tidaklah dua
orang muslim, meninggal tiga orang anak mereka, belum aqil baligh, melainkan
Allah memasukkan kedua orang muslim itu ke dalam surga karena rahmat Allah
kepada mereka. Dikatakan kepada mereka, “Masuklah ke dalam surga”. Anak-anak
itu menjawab: “Hingga orang tua kami masuk surga”. Maka dikatakan kepada
mereka: “Masuklah kamu dan orang tua kamu ke dalam surga”. (hadits riwayat
an-Nasa’i, dinyatakan shahih oleh al-Albani).
Menurut Imam
Ahmad bin Hanbal, anak yang meninggal waktu kecil tidak dapat memberikan
syafaat kepada kedua orang tuanya, jika ia tidak di’aqiqahkan:
وَاخْتُلِفَ فِي مَعْنَى قَوْله "
مُرْتَهِن بِعَقِيقَتِهِ " قَالَ الْخَطَّابِيُّ : اِخْتَلَفَ النَّاس فِي
هَذَا ، وَأَجْوَد مَا قِيلَ فِيهِ مَا ذَهَبَ إِلَيْهِ أَحْمَد بْن حَنْبَلٍ
قَالَ : هَذَا فِي الشَّفَاعَة ، يُرِيد أَنَّهُ إِذَا لَمْ يُعَقّ عَنْهُ فَمَاتَ
طِفْلًا لَمْ يَشْفَع فِي أَبَوَيْهِ
Terdapat
perbedaan pendapat tentang makna kalimat: “Anak tergadai dengan aqiqahnya”.
Al-Khattabi berkata: “Banyak orang berbeda pendapat dalam masalah ini, pendapat
yang paling baik adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, ia berkata: “Ini dalam
masalah syafaat. Jika anak itu tidak di’aqiqahkan, kemudian ia mati dalam
ketika masih kecil, maka ia tidak dapat memberikan syafaat kepada kedua orang
tuanya”. (Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani: juz.15, hal. 397).
Kematian anak
dapat menjadi dinding bagi orang tua dari api neraka. Demikian disebutkan
hadits dalam shahih al-Bukhari:
أَنَّ النِّسَاءَ قُلْنَ لِلنَّبِىِّ -
صلى الله عليه وسلم - اجْعَلْ لَنَا يَوْمًا . فَوَعَظَهُنَّ ، وَقَالَ « أَيُّمَا
امْرَأَةٍ مَاتَ لَهَا ثَلاَثَةٌ مِنَ الْوَلَدِ كَانُوا حِجَابًا مِنَ النَّارِ »
. قَالَتِ امْرَأَةٌ وَاثْنَانِ . قَالَ « وَاثْنَانِ » .
Sesungguhnya
para perempuan meminta kepada Rasulullah Saw: “Buatlah satu hari untuk kami”.
Maka Rasulullah Saw pun memberikan nasihat kepada mereka. Rasulullah Saw
bersabda: “Setiap perempuan, ada tiga anaknya yang meninggal dunia, maka mereka
itu menjadi hijab baginya dari api neraka”. Seorang perempuan bertanya:
“Bagaimana jika dua orang anak yang meninggal?”.
Rasulullah
Saw menjawab: “Dua orang (juga)”.
TALQIN
MAYAT.
Dalil-Dalil Talqin
Mayat.
الطَّبَرَانِيُّ عَنْ
أَبِي أُمَامَةَ : { إذَا أَنَا مِتُّ فَاصْنَعُوا بِي كَمَا أَمَرَنَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصْنَعَ بِمَوْتَانَا أَمَرَنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : إذَا مَاتَ أَحَدٌ
مِنْ إخْوَانِكُمْ فَسَوَّيْتُمْ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ ، فَلْيَقُمْ
أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ، ثُمَّ لْيَقُلْ : يَا فُلَانُ بْنُ فُلَانَةَ
، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيبُ ، ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ
فُلَانَةَ ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا ثُمَّ يَقُولُ : يَا فُلَانُ بْنُ
فُلَانَةَ ؛ فَإِنَّهُ يَقُولُ : أَرْشِدْنَا يَرْحَمْكَ اللَّهُ وَلَكِنْ لَا
تَشْعُرُونَ . فَلْيَقُلْ : اُذْكُرْ مَا خَرَجْت
عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا : شَهَادَةَ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، وَأَنَّك رَضِيت بِاَللَّهِ رَبًّا ،
وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا ، وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا
فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ كُلُّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُولُ : انْطَلِقْ بِنَا مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ
مَنْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ . قَالَ : فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ
اللَّهِ فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ ؟ قَالَ : يَنْسُبُهُ إلَى أُمِّهِ حَوَّاءَ
، يَا فُلَانُ بْنُ حَوَّاءَ } .
Riwayat Imam ath-Thabrani dari Abu Umamah, ia berkata: “Apabila aku
mati, maka lakukanlah terhadapku sebagaimana Rasulullah Saw memerintahkan kami
melakukannya terhadap orang yang mati diantara kami. Rasulullah Saw
memerintahkan kami seraya berkata: “Apabila salah seorang saudara kamu mati,
lalu kamu ratakan tanah kuburannya, hendaklah seseorang berdiri di sisi kepala
kuburnya seraya mengucapkan: “Wahai fulan bin fulanah”. Sesungguhnya ia
mendengarnya, akan tetapi ia tidak menjawab. Kemudian katakana: “Wahai fulan
bin fulanah”. Maka ia pun duduk. Kemudian orang yang membaca talqin itu
mengatakan: “Wahai fulan bin fulanah”. Maka ia menjawab: “Bimbinglah kami,
semoga Allah merahmatimu”. Akan tetapi kamu tidak dapat merasakannya. Hendaklah
orang yang membacakan talqin itu
mengucapkan: “Ingatlah apa yang engkau bawa ketika keluar dari dunia, syahadat
kesaksian tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan
rasul Allah. Sesungguhnya engkau ridha Allah sebagai Tuhan. Islam sebagai
agama. Muhammad sebagai nabi. Qur’an sebagai imam”. Maka malaikat Munkar dan
Nakir saling menarik tangan satu sama lain seraya berkata: “Marilah kita pergi.
Untuk apa kita duduk di sisi orang yang jawabannya telah diajarkan”. Seorang
laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika tidak diketahui nama
ibunya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Dinisbatkan kepada Hawa. Wahai fulan anak
Hawa”.
Komentar Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani terhadap
hadits ini:
وَإِسْنَادُهُ
صَالِحٌ . وَقَدْ قَوَّاهُ الضِّيَاءُ فِي أَحْكَامِهِ
“Sanadnya shalih (baik). Dikuatkan Imam Dhiya’uddin dalam
kitab Ahkam-nya”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan beberapa
riwayat lain yang semakna dengan hadits ini dalam kitab Talkhish al-Habir.
Riwayat Pertama:
مَا رَوَاهُ سَعِيدُ بْنُ
مَنْصُورٍ مِنْ طَرِيقِ رَاشِدِ بْنِ سَعْدٍ ، وَضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ ،
وَغَيْرِهِمَا قَالُوا : { إذَا سُوِّيَ عَلَى الْمَيِّتِ قَبْرُهُ وَانْصَرَفَ
النَّاسُ عَنْهُ ، كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُقَالَ لِلْمَيِّتِ عِنْدَ
قَبْرِهِ : يَا فُلَانُ قُلْ : لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، قُلْ : أَشْهَدُ أَنْ
لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، قُلْ : رَبِّي اللَّهُ ، وَدِينِي
الْإِسْلَامُ ، وَنَبِيِّ مُحَمَّدٌ . ثُمَّ يَنْصَرِفُ }
.
Diriwayatkan Sa’id bin Manshur, dari jalur
Rasyid bin Sa’d, Dhamrah bin Habib dan lainnya, mereka berkata: “Apabila kubur
mayat telah diratakan, orang banyak telah beranjak, mereka menganjurkan agar
dikatakan kepada mayat di sisi kuburnya: “Wahai fulan, katakanlah tiada tuhan
selain Allah. Katakanlah: aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Tiga
kali. Katakanlah: Tuhanku Allah. Agamaku Islam. Nabiku Muhammad”. Kemudian
beranjak.
Riwayat Kedua:
وَرَوَى الطَّبَرَانِيُّ
مِنْ حَدِيثِ الْحَكَمِ بْنِ الْحَارِثِ السُّلَمِيِّ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ : {
إذَا دَفَنْتُمُونِي وَرَشَشْتُمْ عَلَى قَبْرِي الْمَاءَ ، فَقُومُوا عَلَى
قَبْرِي وَاسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَادْعُوا لِي } .
Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari hadits
al-Hakam bin al-Harits as-Sulami, ia berkata kepada mereka: “Apabila kamu telah
menguburku dan kamu telah menyiramkan air di atas kuburku, maka berdirilah kamu
di sisi kuburku, menghadaplah ke arah kiblat, dan berdoalah untukku”.
Riwayat Ketiga:
وَرَوَى ابْنُ مَاجَهْ
مِنْ طَرِيقِ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ فِي حَدِيثٍ سِيقَ
بَعْضُهُ ، وَفِيهِ : { فَلَمَّا سَوَّى اللَّبِنَ عَلَيْهَا ، قَامَ إلَى جَانِبِ
الْقَبْرِ ، ثُمَّ قَالَ : اللَّهُمَّ جَافِ الْأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهَا ،
وَصَعِّدْ رُوحَهَا ، وَلَقِّهَا مِنْك رِضْوَانًا } .
Diriwayatkan Ibnu Majah dari jalur riwayat Sa’id bin
al-Musayyib, dari Ibnu Umar dalam hadits, diantara isinya: “Apabila salah
seorang kamu telah meratakan labin (batu dari tanah liat dijemur) di atas
kubur, maka ia berdiri di sisi kubur, kemudian berkata: “Ya Allah, keringkanlah
tanah di kedua sisinya, naikkanlah ruhnya, berikanlah ridha kepadanya dari
sisi-Mu”.
Riwayat Keempat:
وَفِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ
عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ قَالَ لَهُمْ فِي حَدِيثٍ عِنْدَ مَوْتِهِ :
" إذَا دَفَنْتُمُونِي أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا يُنْحَرُ جَزُورٍ
وَيُقَسَّمُ لَحْمُهَا حَتَّى أَسْتَأْنِسَ بِكُمْ ، وَأَعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ
رُسُلَ رَبِّي " .
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lainnya, bahwa
sahabat nabi bernama ‘Amr bin al-‘Ash berkata kepada keluarganya: “Apabila kamu
mengubur aku, maka tegaklah setelah itu di sekitar kuburku sekira-kira selama
orang menyembelih hewan sembelihan dan membagi-bagi dagingnya, hingga aku
merasa tenang dengan kamu dan aku dapat melihat apa yang ditanyakan malaikat
utusan Tuhanku”. (Hadits riwayat Imam Muslim).
Riwayat Kelima:
حَدِيثُ : { أَنَّهُ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ
وَقَفَ عَلَيْهِ ، وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ
التَّثْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ } .
أَبُو دَاوُد ،
وَالْحَاكِمُ وَالْبَزَّارُ عَنْ عُثْمَانَ.
Hadits: sesungguhnya Rasulullah Saw, apabila
telah selesai mengubur jenazah, beliau berdiri di sisi makam seraya berkata:
“Mohonkanlah ampunan untuk saudara kamu, mohonkanlah agar ia diberi ketetapan, karena ia sekarang sedang
ditanya”. (Hadits riwayat Abu Daud,
al-Hakim dan Al-Bazzar dari ‘Utsman).
(Sumber: Talkhish al-Habir, al-Hafizh Jalaluddin
as-Suyuthi: juz.2, hal.396-398)
Hadits Lain:
حديث: « لقنوا موتاكم لا إله إلا الله ».
قال المحب الطبري وابن الهمام والشوكاني وغيرهم
لفظ موتاكم نص في الأموات وتناوله للحي المحتضر مجاز فلا يصار إليه إلا بقرينة
وحيث لا توجد قرينة تصرفه عن حقيقته إلى مجازه فشموله للأموات أولى إن لم يقتصر
عليهم فقط والله أعلم.
Hadits: “Talqinkanlah orang yang mati diantara
kamu dengan ucapan: La ilaha illallah”. (Hadits riwayat Muslim, Abu Daud dan
an-Nasa’i).
Komentar Ulama Tentang Makna Kata: [موتاكم ].
Imam al-Muhibb ath-Thabari, Ibnu al-Hammam, Imam
asy-Syaukani dan lainnya berpendapat: Kata [موتاكم ] adalah teks untuk orang
yang sudah mati. Digunakan untuk orang yang masih hidup ketika sekarat sebagai
bentuk Majaz, tidak digunakan untuk orang hidup kecuali dengan qarinah, jika
tidak ada qarinah yang mengalihkan maknanya dari makna sebenarnya kepada makna
Majaz, maka lebih utama penggunaannya kepada makna untuk orang yang sudah mati,
meskipun tidak terbatas hanya untuk orang yang sudah mati saja, wallahu a’lam.
Pendapat Ulama Ahli Hadits.
Imam Ibnu ash-Shalah:
وسئل الشيخ أبو عمرو بن الصلاح رحمه الله عنه فقال التلقين هو الذى
نختاره ونعمل به قال
وروينا فيه حديثا من حديث أبى امامة ليس إسناده بالقائم لكن اعتضد بشواهد وبعمل
أهل الشام قديما
Syekh Abu ‘Amr bin ash-Shalah ditanya tentang
talqin, ia menjawab: “Talqin yang kami pilih dan yang kami amalkan, telah
diriwayatkan kepada kami satu hadits dari hadits Abu Umamah, sanadnya tidak
tegak/tidak kuat. Akan tetapi didukung hadits-hadits lain yang semakna
dengannya dan dengan amalan penduduk negeri Syam sejak zaman dahulu.
(Sumber: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab:
juz.5, hal.304).
Pendapat Ahli
Hadits Syekh Abdullah bin Muhammad ash-Shiddiq al-Ghumari:
إن التلقين جرى
عليه العمل قديما فى الشام زمن أحمد بن حنبل وقبله بكثير، وفى قرطبة ونواحيها حوالى
المائة الخامسة فما بعدها إلى نكبة الأندلس ، وذكر بعض العلماء من المالكية والشافعية
والحنابلة الذين أجازوه ، وذكر أن حديث أبى أمامة ضعيف ، لكن الحافظ ابن حجر قال فى
"التلخيص " إسناده صحيح ، ورأى الصديق الحسنى صلاح إسناده لأن له طرقا وشواهد
Sesungguhnya talqin
telah dilaksanakan di negeri Syam sejak zaman Imam Ahmad bin Hanbal dan lama
sebelumnya, juga di Cordova (Spanyol) dan sekitarnya kira-kira abad ke lima dan
setelahnya hingga sekitar Andalusia.
Syekh Abdullah al-Ghumari menyebutkan beberapa ulama dari kalangan
Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali yang membolehkannya. Ia juga menyebutkan
bahwa hadits riwayat Abu Umamah adalah hadits dha’if, akan tetapi al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata dalam kitab Talkhish al-Habir: sanadnya shahih. Menurut
Syekh Abdullah al-Ghumari sanadnya baik, karena memiliki beberapa jalur lain. (Sumber:
Majallah al-Islam, jilid.3, edisi.10).
Pendapat Ahli Fiqh.
Pendapat Ibnu al-‘Arabi:
قال ابن العربي في مسالكه إذا أدخل الميت قبره
فإنه يستحب تلقينه في تلك الساعة وهو فعل أهل المدينة والصالحين من الأخيار لأنه
مطابق لقوله تعالى ﴿ وذكر فإن الذكرى تنفع المؤمنين ﴾، وأحوج ما يكون العبد إلى
التذكير بالله عند سؤال الملائكة.
Ibnu al-‘Arabi berkata dalam kitab al-Masalik: “Apabila
mayat dimasukkan ke dalam kubur, dianjurkan agar di-talqin-kan pada saat itu.
Ini adalah perbuatan penduduk Madinah dan orang-orang shaleh pilihan, karena
sesuai dengan firman Allah Swt: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena
Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (Qs.
adz-Dzariyat [51]: 55).
Seorang hamba sangat butuh untuk diingatkan kepada Allah ketika ditanya
malaikat. (Sumber: Hawamisy Mawahib al-Jalil: juz.2, halaman: 238).
Pendapat Ibnu Taimiah:
هذا التلقين المذكور قد
نقل عن طائفة من الصحابة : أنهم أمروا به كأبي أمامه الباهلي وغيره وروي فيه حديث
عن النبي صلى الله عليه و سلم لكنه مما لا يحكم بصحته ولم يكن كثير من الصحابة
يفعل ذلك فلهذا قال الإمام أحمد وغيره من العلماء : أن هذا التلقين لا بأس به فرخصوا
فيه ولم يأمروا به واستحبه طائفة من أصحاب الشافعي وأحمد وكره طائفة من العلماء من
أصحاب مالك وغيرهم (الفتاوى الكبرى لابن
تيمية).
Talqin yang disebutkan ini telah diriwayatkan dari
sekelompok shahabat bahwa mereka memerintahkannya, seperti Abu Umamah al-Bahili
dan lainnya, diriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw, akan tetapi tidak dapat
dihukum shahih, tidak banyak shahabat yang melakukannya, oleh sebab itu Imam
Ahmad dan ulama lainnya berkata: “Talqin ini boleh dilakukan, mereka memberikan
rukhshah (dispensasi keringanan), mereka tidak memerintahkannya. Dianjurkan
oleh sekelompok ulama mazhab Syafi’i dah Hanbali, dimakruhkan sekelompok ulama
dari kalangan mazhab Maliki dan lainnya.
(Sumber: al-Fatawa al-Kubra, Imam Ibnu Taimiah).
Pendapat Imam
an-Nawawi:
قال جماعات من أصحابنا
يستحب تلقين الميت عقب دفنه فيجلس عند رأسه انسان
ويقول يا فلان ابن فلان ويا عبد الله ابن أمة الله اذكر العهد الذى خرجت عليه من
الدنيا شهادة أن لا اله وحده لا شريك له وأن محمدا عبده ورسوله وأن الجنة حق وأن
النار حق وأن البعث حق وأن الساعة آتية لاريب فيها وأن الله يبعث من في القبور
وأنك رضيت بالله ربا وبالاسلام دينا وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا وبالقرآن
إماما وبالكعبة قبلة وبالمؤمنين إخوانا زاد الشيخ نصر ربي الله لا إله الا هو عله
توكلت وهو رب العرش العظيم فهذا التلقين عندهم مستحب ممن نص علي استحبابه القاضي
حسين والمتولي والشيخ نصر المقدسي والرافعي وغيرهم
Para ulama mazhab
Syafii menganjurkan talqin mayat setelah dikuburkan, ada seseorang yang duduk
di sisi kubur bagian kepala dan berkata: “Wahai fulan bin fulan, wahai hamba
Allah anak dari hamba Allah, ingatlah perjanjian yang engkau keluar dari dunia
dengannya, kesaksian tiada tuhan selain Allah, hanya Dia saja, tiada sekutu
baginya, sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya, sesungguhnya
surga itu benar, sesungguhnya neraka itu benar, sesungguhnya hari berbangkit
itu benar, sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, tiada keraguan baginya,
sesungguhnya Allah membangkitkan orang yang di kubur, sesungguhnya engkau ridha
Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai nabi, al-Qur’an
sebagai imam, Ka’bah sebagai kiblat, orang-orang beriman sebagai saudara”.
Syekh Nashr menambahkan: “Tuhanku Allah, tiada tuhan selain Dia, kepada-Nya aku
bertawakkal, Dialah Pemilik ‘Arsy yang agung”. Talqin ini dianjurkan menurut
mereka, diantara yang menyebutkan secara nash bahwa talqin itu dianjurkan
adalah al-Qadhi Husein, al-Mutawalli, Syekh Nashr al-Maqdisi, ar-Rafi’i dan
selain mereka. (Sumber: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.304).
يستحب أن يمكث على القبر بعد الدفن ساعة يدعو للميت ويستغفر له نص
عليه الشافعي واتفق عليه الاصحاب قالوا ويستحب أن يقرأ عنده شئ من القرآن وإن
ختموا القرآن كان أفضل وقال جماعات من أصحابنا يستحب أن يلقن
Dianjurkan berdiam
diri sejenak di sisi kubur setelah pemakaman, berdoa untuk mayat dan memohonkan
ampunan untuknya, demikian disebutkan Imam Syafi’I secara nash, disepakati oleh
para ulama mazhab Syafi’I, mereka berkata: dianjurkan membacakan beberapa
bagian al-Qur’an, jika mengkhatamkan al-Qur’an, maka lebih afdhal. Sekelompok
ulama mazhab Syafi’I berkata: dianjurkan supaya ditalqinkan. (Sumber:
al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab: juz.5, hal.294).
Pendapat Syekh
‘Athiyyah Shaqar Mufti Al-Azhar:
أن هذا العمل
لا يضر الأحياء ولا الأموات ، بل ينتفع به الأحياء تذكرة وعبرة، فلا مانع منه .
Talqin tidak memudharatkan
orang yang hidup dan orang yang mati, bahkan memberikan manfaat bagi orang yang
masih hidup, peringatan dan pelajaran, maka tidak ada larangan membacakan
talqin untuk mayat. (Sumber: Fatawa al-Azhar: juz.8, hal.303).
AZAB KUBUR.
Apakah ada
dalil azab kubur dalam al-Qur’an?
أن نعيم البرزخ وعذابه مذكور في القرآن في غير موضع
Sesungguhnya
kenikmatan dan azab kubur disebutkan dalam al-Quran di beberapa tempat. (Sumber:
ar-Ruh, Ibnu Qayyim al-Jauziah: hal.75).
Ayat
Pertama:
وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي
غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا
أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ
عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آَيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu
orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat
memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" di
hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu
mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu
menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya”. (Qs. Al-An’am [6]: 93).
وهذا خطاب لهم عند الموت
وقد أخبرت الملائكة وهم الصادقون أنهم حينئذ يجزون عذاب الهون ولو تأخر عنهم ذلك
إلى انقضاء الدنيا لما صح أن يقال لهم اليوم تجزون
Kalimat ini ditujukan kepada mereka ketika mati. Malaikat
memberitahukan, mereka sangat benar, bahwa ketika itu orang-orang zalim diazab
dengan azab yang menghinakan. Andai azab itu ditunda hingga dunia kiamat, maka
tidak mungkin dikatakan kepada mereka: “Di hari ini kamu dibalas”.
Ayat Kedua:
فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا
مَكَرُوا وَحَاقَ بِآَلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ (45) النَّارُ يُعْرَضُونَ
عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آَلَ
فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya
mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang Amat buruk. Kepada
mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang[1324], dan pada hari terjadinya
kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke
dalam azab yang sangat keras”. (Qs. Ghafir [40]: 45-46).
[1324] Maksudnya: dinampakkan kepada mereka neraka pagi
dan petang sebelum hari berbangkit.
فذكر عذاب الدارين ذكرا صريحا لا يحتمل
غيره
Disebutkan dua jenis azab secara jelas, tidak mengandung
makna lain.
Ayat Ketiga:
فَذَرْهُمْ حَتَّى يُلَاقُوا
يَوْمَهُمُ الَّذِي فِيهِ يُصْعَقُونَ (45) يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ
كَيْدُهُمْ شَيْئًا وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (46) وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا
عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (47)
“45. Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari
(yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan,
46. (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka
sedikitpun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong.
47. Dan Sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada
azab selain daripada itu. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui[1427]”.
(Qs. Ath-Thur [52]: 45-47).
[1427] Yang dimaksud azab yang lain ialah adanya musim kemarau,
kelaparan malapetaka yang menimpa mereka, azab kubur dan lain-lain.
وهذا يحتمل أن يراد به
عذابهم بالقتل وغيره في الدنيا وأن يراد به عذابهم في البرزخ وهو أظهر لأن كثيرا
منهم مات ولم يعذب في الدنيا وقد يقال وهو أظهر أن من مات منهم عذب في البرزخ ومن بقى
منهم عذب في الدنيا بالقتل وغيره فهو وعيد بعذابهم في الدنيا وفي البرزخ
Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan azab adalah
azab bagi mereka dengan azab dalam bentuk pembunuhan di dunia dan azab lainnya,
juga azab bagi mereka di alam barzakh, azab di alam barzakh lebih kuat, karena
banyak diantara mereka yang mati tanpa azab di dunia. Pendapat yang kuat, siapa
yang mati diantara mereka diazab di alam barzakh, ada diantara mereka yang
diazab di dunia dengan azab pembunuhan dan jenis azab lainnya, ini adalah
ancaman azab bagi mereka di dunia dan di alam barzakh.
Ayat Keempat:
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ
الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian
azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat),
mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Qs. As-Sajadah [32]: 21).
فهم منها عذاب القبر فانه
سبحانه أخبر أن له فيهم عذابين أدنى وأكبر فأخبر أنه يذيقهم بعض الأدنى ليرجعوا
فدل على أنه بقى لهم من الأدنى بقية يعذبون بها بعد عذاب الدنيا ولهذا قال من
العذاب الأدنى ولم يقل ولنذيقنهم العذاب الأدنى فتأمله
Abdullah bin Abbas memahami ayat ini bahwa maksudnya
adalah azab kubur, karena Allah Swt meberitahukan bahwa bagi mereka dua azab;
yang dekat (di dunia) dan yang besar (di akhirat). Allah Swt memberitahukan
bahwa Ia merasakan bagi mereka sebagian dari azab yang dekat (di dunia) agar
mereka kembali (ke jalan yang benar), ini menunjukkan bahwa masih tersisa azab
lain dari azab yang dekat (di dunia) yang akan ditimpakan bagi mereka setelah
azab di dunia. Oleh sebab itu disebutkan:
[من العذاب الأدنى ] “Dan
sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian dari azab yang dekat (di
dunia).
Tidak dikatakan: [ولنذيقنهم العذاب الأدنى ] “Dan
sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka azab yang dekat”. Fikirkanlah !
Hadits-Hadits Azab Kubur.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ
النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّهُمَا
لَيُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ
يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ » .
ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً ، فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ ، فَغَرَزَ فِى كُلِّ
قَبْرٍ وَاحِدَةً . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ «
لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا » .
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata: Rasulullah Saw
melewati dua kubur, beliau bersabda: “Kedua penghuni kubur ini diazab, mereka
diazab bukan karena dosa besar, salah satu dari mereka tidak menutup ketika
buang air kecil, salah satu dari mereka berjalan membawa ucapan orang lain
(gosip)”. Kemudian Rasulullah Saw mengambil satu pelepah kurma yang basah, lalu
membaginya menjadi dua bagian, kemudian menanamkan dua bagian tersebut ke kedua
makam itu. Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan
ini?”. Rasululullah Saw menjawab: “Semoga azab keduanya diringankan selama
pelepah kurma ini basah”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).
Hadits Kedua:
بَيْنَمَا النَّبِىُّ -صلى
الله عليه وسلم- فِى حَائِطٍ لِبَنِى النَّجَّارِ عَلَى بَغْلَةٍ لَهُ وَنَحْنُ
مَعَهُ إِذْ حَادَتْ بِهِ فَكَادَتْ تُلْقِيهِ وَإِذَا أَقْبُرٌ سِتَّةٌ أَوْ
خَمْسَةٌ أَوْ أَرْبَعَةٌ - قَالَ كَذَا كَانَ يَقُولُ الْجُرَيْرِىُّ - فَقَالَ «
مَنْ يَعْرِفُ أَصْحَابَ هَذِهِ الأَقْبُرِ ». فَقَالَ رَجُلٌ أَنَا.
قَالَ « فَمَتَى مَاتَ
هَؤُلاَءِ ». قَالَ مَاتُوا فِى الإِشْرَاكِ. فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ الأُمَّةَ
تُبْتَلَى فِى قُبُورِهَا فَلَوْلاَ أَنْ لاَ تَدَافَنُوا لَدَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ
يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الَّذِى أَسْمَعُ مِنْهُ ». ثُمَّ أَقْبَلَ
عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ ».
قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ النَّارِ فَقَالَ « تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ
مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. قَالَ
« تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ».
قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ قَالَ
« تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ ». قَالُوا نَعُوذُ بِاللَّهِ
مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ.
Ketika Rasulullah Saw melewati kebun Bani Najjar, beliau
menunggang Bighal (lebih besar dari keledai, lebih kecil dari kuda), kami (para
shahabat) bersama beliau, tiba-tiba Bighal itu liar, nyaris membuat Rasulullah
Saw jatuh, ada enam atau lima atau empat kubur –demikian dinyatakan al-Jurairi-
Rasulullah Saw bertanya: “Siapakah yang mengenal kubur siapakah ini?”. Seorang
laki-laki menjawab: “Saya”.
Rasulullah Saw bertanya: “Bilakah mereka meninggal
dunia?”. Laki-laki itu menjawab: “Mereka mati dalam keadaan musyrik”.
Rasulullah Saw berkata: “Ummat ini disiksa di dalam kubur mereka, kalaulah
bukan karena kamu akan takut dikubur, pastilah aku berdoa kepada Allah supaya
memperdengarkan kepada kamu azab kubur yang aku dengar”. Kemudian Rasulullah
Saw menghadap kami seraya berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari
azab neraka”. Kami ucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab neraka”.
Rasulullah Saw berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab
kubur”. Kami ucapkan: “Kami berlindung kepada Allah dari azab kubur”.
Rasulullah Saw berkata: “Mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari azab yang
tampak dan yang tak tampak”. Mereka mengucapkan: “Kami berlindung kepada Allah
dari azab yang terlihat dan tidak terlihat”. Rasulullah Saw berkata:
“Mohonkanlah perlindungan dari azab dajal”. Mereka mengucapkan: “Kami
berlindung kepada Allah dari azab dajal”. (Hadits riwayat Muslim).
Hadits Ketiga:
إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ
التَّشَهُّدِ الأَخِيرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ
جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Apabila salah seorang kamu selesai dari tasyahud akhir,
maka mohonkanlah perlindungan kepada Allah dari empat perkara: dari azab jahanam,
dari azab kubur, dari azab hidup dan mati dan dari azab al-masih dajal”.
(Hadits riwayat Ibnu Majah).
Hadit Keempat:
عَنْ أَبِى أَيُّوبَ - رضى الله عنهم -
قَالَ خَرَجَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - وَقَدْ وَجَبَتِ الشَّمْسُ ،
فَسَمِعَ صَوْتًا فَقَالَ « يَهُودُ تُعَذَّبُ فِى قُبُورِهَا » .
Dari Abu Ayyub, ia berkata: “Rasulullah Saw keluar ketika
matahari telah tenggelam, Rasulullah Saw mendengar suatu suara, beliau berkata:
“Ada orang Yahudi yang disiksa di kuburnya”. (Hadits riwayat Imam al-Bukhari
dan Muslim).
Hadits Kelima:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَتْ
عَلَىَّ عَجُوزَانِ مِنْ عُجُزِ يَهُودِ الْمَدِينَةِ فَقَالَتَا لِى إِنَّ أَهْلَ
الْقُبُورِ يُعَذَّبُونَ فِى قُبُورِهِمْ ، فَكَذَّبْتُهُمَا ، وَلَمْ أُنْعِمْ
أَنْ أُصَدِّقَهُمَا ، فَخَرَجَتَا وَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ - صلى الله عليه
وسلم - فَقُلْتُ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَجُوزَيْنِ وَذَكَرْتُ لَهُ ،
فَقَالَ « صَدَقَتَا ، إِنَّهُمْ يُعَذَّبُونَ عَذَابًا تَسْمَعُهُ الْبَهَائِمُ
كُلُّهَا » . فَمَا رَأَيْتُهُ بَعْدُ فِى صَلاَةٍ إِلاَّ تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ
الْقَبْرِ .
Dari Aisyah, ia berkata: “Dua orang perempuan tua Yahudi
kota Madinah menemui Aisyah seraya berkata: “Sesungguhnya penghuni kubur diazab
di dalam kubur mereka”, maka saya mendustakan mereka, saya tidak nyaman untuk
mempercayai mereka, lalu kedua orang itu pergi, kemudian Rasulullah Saw datang,
lalu saya berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada dua
orang perempuan Yahudi”, saya sebutkan hal itu kepada Rasulullah Saw, beliau
bersabda: “Kedua perempuan Yahudi itu benar, penghuni kubur diazab di dalam
kubur, azab mereka dapat didengar semua hewan”. Saya tidak pernah melihat
Rasulullah Saw selesai shalat melainkan memohon perlindungan dari azab kubur”.
(Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim).
[1] الدر المختار ورد المحتار:844/1 ومابعدها، فتح القدير:473/1،
شرح الرسالة:289/1، الشرح الكبير:423/1، الشرح الصغير:568/1،580، مغني المحتاج:69/3-70،
المغني:566/2-570، كشاف القناع:191/2، المهذب:464/1.
[4] Ad-Durr al-Mukhtar wa Radd al-Mukhtar: 1/844 dan setelahnya; Fath
al-Qadir: 1/473; Syarh ar-Risalah: 1/289; asy-Syarh al-Kabir: 1/423; asy-Syarh
ash-Shaghir: 1/568 dan 580; Mughni al-Muhtaj: 3/69-70; al-Mughni: 2/566-570;
Kasyyaf al-Qina’: 2/191; al-Muhadzdzab: 1/464.
[5] Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Juga diriwayatkan hadits seperti
ini dari Sa’ad bin ‘Ubadah.
[6] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa’i dari Abdullah bin
az-Zubair (Nail al-Authâr: 4/285 dan setelahnya.
[8] Kedua hadits ini dha’if. Hadits yang pertama lebih dha’if daripada hadits yang kedua. Demikian disebutkan Imam as-Suyuthi dalam al-Jami’.
KATA PENGANTAR
Fenomena Bono Kuala Kampar – Riau. DI waktu kecil, penulis dibawa oleh ayahnda Janib, dan abangnda Sirajuddin, berladang di Tanjung Pebilah dan kemudian di Pulau Mudo, tepatnya tahun 1969 s/d 1974. Pada pertengahan tahun 1974, penulis pindah ke Airtiris, untuk sekolah di MTI. Raanah. Dari Penyalai, penulis naik kapal kecil yang disebut pompon. Perjalanannya 2 sampai tiga hari, melalui Desa Teratak Buluh. Penulis menaiki pompong atau kapal motor, kemudian berlabuh di salah satu pelabuhan Kuala Kampar (Panduk, Pulau Muda dll.) menjelang air pasang tiba (pasang besar) akan terdengarlah bunyi gemuruh, semakin dekat semakin jelas derunya. Tapi jangan menduga deru itu bunyi angin ribut, badai atau hujan tapi hal itu adalah deru air sungai Kampar yang berbentuk gelombang besar, bergunung memudiki sungai Kampar dengan kecepatan yang dahsyat.
Di musim pasang besar, tinggi gelombang tersebut bisa mencapai empat sampai enam meter, merentang dari seberang ke seberang memenuhi sungai. Memang, suatu panorama mengerikan namun juga mengasyikan, itulah yang disebut BONO. Penduduk sungai Kampar bagian hilir, atau orang-orang yang pernah melewati daerah ini pastilah pernah melihat Bono, karena Bono datang bersama air pasang, baik siang maupun malam, terutama pada musim bulan penuh dan antara tanggal 10 sampai dengan 20 bulan Melayu (Arab).Ketika pasang mati (bulan kecil) Bono bisa dikatan tidak ada, kalaupun ada hanya berupa riak kecil di tempat yang sangat dangkal.
BAB I
ANALISIS TENTANG MISTERI BONO
A. Mitos dan Cerita Tentang Bono
Konon, Bono di sungai kampar adalah Bono jantan dan Bono betinanya berada di
sungai Rokan dekat Bagansiapi-api. Bono di kuala kampar ini berjumlah tujuh
ekor, bentuknya serupa kuda disebut induk Bono. Di musim pasang mati, Bono ini
pergi ke sungai Rokan menemui Bono betina,kemudian bersantai menuju ke selat
Malaka. Itulah sebabnya ketika bulan kecil dan pasang mati, Bono tidak
ditemukan kedua sungai tersebut. Jika bulan mulai besar, kembalilah Bono
ketempat masing-masing, lalu main memudiki sungai Kampar dan sungai Rokan.
Semakin penuh bulan di langit, semakin gembira Bono berpacu memudiki kedua
sungai itu.Bagi penduduk daerah Kuala Kampar, Bono sudah mereka kenal sejak kecil. Sebab itulah tidak aneh, apabila anak-anak, remaja dan juga orang dewasa menganggap Bono sebagai sahabatnya,tempat mereka bermain ketangkasan menunggangi Bono menggunakanperahu-perahu (sampan) kecil.
Biasanya tempat bermain Bono adalah di tempat-tempat dimana Bono tidak terlalu besar atau dalam anak-anak sungai Kampar yang memudiki Bono seperti : sungai Sangar, Turip, Serkap, Kutub dan Kerumutan. Permainan ini memang besar resikonya, sebab jika salah perhitungan perahu dapat dilemparkan Bono ke tebing sehingga hancur luluh. Tetapi dari pengalaman sejak kecil, mereka, para pemain Bono ini sudah mengetahui betul dimana tempat yang aman bermain bono.
Dahulu, permainan Bono sering di lakukan dengan upacara tertentu, tetapi kemudian menjadi permainan biasa dan dapat di laksanakan sesuka hati. Tetapi permainan ini hanya di lakukan pada siang hari, sedangkan malam hari betapapun beraninya mereka, belumlah ada yang mencobanya.
Kalau takut atau ngeri untuk turut bersama perahu bermain Bono, anda dapat menyaksikan Bono dari darat saja. Tetapi Jika berani silahkan bermain Bono dengan perahu-perahu kecil yang banyak terdapat disana. Yang penting anda harus pandai berenang,serta menunggangi Bono itu. Permainan ini mirip dengan selancar pada ombak-ombak di pantai, karena tempatnya luas dan tantangannya cukup besar.
Find out how to reduce your carbon footprint
attayaya support to : The Banyumas Residence Beranda | Link Teman | 2011-11-24
jam 09:25 Attayaya » Dunia Hijau , Indonesia Tanah Airku , Jalan-jalan Pelesir
, Pekanbaru , Wisata Riau » TINJAUAN ILMIAH TERJADINYA OMBAK BONO KAMPAR
TINJAUAN ILMIAH TERJADINYA OMBAK BONO KAMPAR Di dalam kajian Lingkungan
Mekanika Cairan (Environmental Fluid Mechanics), Bono disebut TIDAL BORE atau
bore/aegir/eagre/eygre. TINJAUAN ILMIAH TERJADINYA OMBAK BONO KAMPAR tak banyak
referensinya. Artikel ini untuk menyambung artikel sebelumnya yang berjudul
"Gelombang Ombak Bono Kampar Riau". Gelombang Bono atau Ombak Bono
atau Bono Wave yang merupakan suatu fenomena alam, secara sederhana dapat
disampaikan bahwa terjadinya Ombak Bono adalah pertemuan arus pasang air laut
dengan arus sungai dari hulu menuju muara (hilir). Selain itu, di daerah lain
disebut dengan berbagai nama dan istilah yang secara umum disebut TIDAL BORE.
Di Malaysia di sebut BENAK yaitu Benak Muara Sungai Batang Lupar Sri Aman Sarawak. Di
Sungai Kent Inggris disebut The Arnside Bore, dan ada juga menyebutnya sebagai
Aegir. Di Sungai Severn Inggris disebut dengan The Severn Bore. Di Sungai
Amazon dan sungai-sungai disekitarnya disebut dengan Pororoca. Sedangkan Benak adalah sebutan Bono di Sungai Batang Lupar Serawak Malaysia. Mengenai Lokasi
Bono lainnya di dunia, dapat dibaca pada artikel : Lokasi Bono / Tidal Bore di
Dunia PENYEBAB DAN WAKTU TERJADINYA OMBAK BONO Ombak Bono atau kadang biasa
juga disebut Gelombang Bono (Bono Wave) terjadi ketika saat terjadinya pasang
(pasang naik) yang terjadi di laut memasuki Sungai Kampar. Kecepatan air Sungai
Kampar menuju arah laut berbenturan dengan arus air laut yang memasuki Sungai
Kampar. Benturan kedua arus itulah yang menyebabkan gelombang atau ombak
tersebut. Bono akan terjadi hanya ketika air laut pasang.
TINJAUAN ILMIAH TERJADINYA OMBAK
BONO
Bono biasanya terjadi pada muara
sungai yang lebar dan dangkal kemudian menyempit atau menguncup setelah berada
di dalam sungai. Bentuk muara sungai yang menguncup mirip dengan huruf
"V" atau corong didukung dengan kondisi sungai yang mendangkal akibat
erosi alami menyebabkan pertemuan air laut pasang dengan air sungai akhirnya
membentuk Bono atau Tidal Bore. Tetapi tidak semua muara berbentuk V yang
dangkal dapat terjadi Tidal Bore. Karena dipengaruhi salah satunya oleh faktor
tinggi pasang-surut air laut. Tidal Bore adalah dianggap sebagai suatu fenomena
alam di bidang hidrodinamika yang erat hubungannya dengan pergerakan massa air.
Semakin besar Bono atau Tidal Bore tersebut,
maka semakin besar pula daya rusaknya. Dikutip dari Wikipedia : A tidal bore
(or simply bore in context, or also aegir, eagre, or eygre) is a tidal phenomenon
in which the leading edge of the incoming tide forms a wave (or waves) of water
that travel up a river or narrow bay against the direction of the river or
bay's current. Dikutip dari Bambang Yulistiyanto : Pasang surut yang ada di
Muara Sungai Kampar mempunyai tinggi gelombang sekitar 4 m (Deshidros, 2006).
Pasang surut tersebut berupa pasang surut tipe Campuran Condong ke Harian
Ganda, dimana dalam 1 hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan
tinggi pasang surut yang pertama dan kedua berbeda. Periode gelombang pasang
surut sekitar 12 jam 25 menit. Di Sungai Kampar, muara sungai berbentuk seperti
huruf "V", massa air masuk melalui mulut teluk yang lebar kemudian
tertahan, hingga air laut pasang memenuhi kawasan muara.
Massa air yang terkumpul kemudian
terdorong kearah hulu yang menyebabkan semacam efek tekanan kuat ketika
melewati areal yang menyempit dan dangkal secara konstan di mulut teluk.
Keadaan ini memunculkan gelombang yang bervariasi di hulu teluk, dari hanya
berupa gelombang-gelombang kecil hingga beberapa meter ketinggiannya. Di muara
Sungai Kampar, kecepatan gelombang dapat lebih rendah dibandingkan kecepatan
arus sungai yang berasal dari hulu sungai. Hal ini berakibat pada terhambatnya
gerakan gelombang pasang dari laut, yang berakibat pada naiknya muka air dari
muara, sehingga terbentuk Tidal Bore ‘Bono’. Gelombang Bono bergerak ke hulu
sampai ke Tanjung Pungai yang berjarak sekitar 60 km dari muara. Bono yang
menjalar menuju ke hulu melewati alur sungai yang semakin menyempit. Saat
melewati Pulau Muda, gelombang pasang ini terpisah menjadi dua, sebagian lewat
alur di sebelah kiri, dan sebagian lagi lewat alur sebelah kanan Pulau Muda.
Di Tanjung Perbilahan Bono yang terpisah
tersebut saling bertemu, menghasilkan momentum yang mengakibatkan Gelombang
Bono semakin besar. Penduduk setempat menyebut peristiwa ini sebagai ‘Bono yang
bertepuk’. Di Tanjung Perbilahan, Gelombang Bono terjadi paling besar. Lokasi
ombak Bono kampar / Tidal Bore di Dunia Lokasi Bono Kampar gambar dari http://eprints.ums.ac.id
Video Ombak Bono Lainnya Video of Pororoca at Amazon River Brazil Video of
Severn Bore at Severn River England Video of Qiantang Bore at Qiantang River
HangZhou China Baca artikel lainnya : Gelombang Ombak Bono Kampar Riau
Indonesia Lokasi Bono Kampar Bahan bacaan dan sumber gambar : FENOMENA
GELOMBANG PASANG BONO DI MUARA SUNGAI KAMPAR.
Wisata Riau Ombak Bono Sungai Kampar- muara Sungai Bono yang disebut penduduk sebagai KUALA
KAMPAR memiliki ombak Bono yang dapat mencapai ketinggian 6-10 meter terkandung
keadaan pada saat kejadian. Menurut cerita Melayu lama berjudul Sentadu Gunung
Laut), setiap pendekar Melayu pesisir harus dapat menaklukkan ombak Bono untuk
meningkatkan keahlian bertarung mereka. Hal ini dapat masuk akal karena
"mengendarai" Bono intinya adalah menjaga keseimbangan badan, diluar
masalah mistis.
ombak Bono terjadi karena perwujudan
7 (tujuh) hantu yang sering menghancurkan sampan maupun kapal yang melintasi
Kuala Kampar. Ombak besar ini sangat menakutkan bagi masyarakat sehingga untuk
melewatinya harus diadakan upacara semah seperti yang telah disebutkan di atas.
Ombak ini sangat mematikan ketika sampan atau kapal berhadapan dengannya. Tak
jarang sampan hancur berkeping-keping di hantam ombak tersebut atau hancur
karena menghantam tebing sungai.
Tak sedikit kapal yang diputar balik dan tenggelam akibanya. Menurut cerita masyarakat, dahulunya gulungan ombak ini berjumlah 7 (tujuh) ombak besar dari 7 hantu. Ketika pada masa penjajahan Belanda, kapal-kapal transportasi Belanda sangat mengalami kesulitan untuk memasuki Kuala Kampar akibat ombak ini. Salah seorang komandan pasukan Belanda memerintahkan untuk menembak dengan meriam ombak besar tersebut. Entah karena kebetulan atau karena hal lain, salah satu ombak besar yang kena tembak meriam Belanda tidak pernah muncul lagi sampai sekarang. Maka sekarang ini hanya terdapat 6 (enam) gulungan besar gelombang ombak Bono.
Tak sedikit kapal yang diputar balik dan tenggelam akibanya. Menurut cerita masyarakat, dahulunya gulungan ombak ini berjumlah 7 (tujuh) ombak besar dari 7 hantu. Ketika pada masa penjajahan Belanda, kapal-kapal transportasi Belanda sangat mengalami kesulitan untuk memasuki Kuala Kampar akibat ombak ini. Salah seorang komandan pasukan Belanda memerintahkan untuk menembak dengan meriam ombak besar tersebut. Entah karena kebetulan atau karena hal lain, salah satu ombak besar yang kena tembak meriam Belanda tidak pernah muncul lagi sampai sekarang. Maka sekarang ini hanya terdapat 6 (enam) gulungan besar gelombang ombak Bono.
Bono ini sebenarnya terdapat di dua
lokasi yaitu di Muara (Kuala) Sungai Kampar dan di Muara (Kuala) Sungai Rokan.
Masyarakat setempat menyebut Bono di Kuala Kampar sebagai BONO JANTAN karena
lebih besar, sedangkan Bono di Kuala Rokan sebagai BONO BETINA karena lebih
kecil.
Cara menuju lokasi ombak Bono umumnya
dilakukan dari Kota Pekanbaru menuju Pangkalan Kerinci (ibukota Kabupaten
Pelalawan) dan menuju Desa Teluk Meranti. Perjalanan dilakukan dengan
menggunakan transportasi darat (mobil, bus, motor). Lama perjalanan memakan
waktu antara 5 s/d 6 jam tergantung kondisi jalan dan kepadatan arus lalu
lintas. Perjalanan antara Pekanbaru ke Pangkalan Kerinci adalah melalui Jalan
Lintas Timur Sumatera sekitar 1-2 jam.
Dari Pangkalan Kerinci menuju Simpang
Bunut sekitar 30 menit dan akan memasuki Jalan Lintas Bono menuju Desa Teluk
Meranti yang memakan waktu sekitar 4-5 jam. Lewat transportasi air dapat
dilalui melalui Pelabuhan Pangkalan Kerinci yang berada di bawah Jembatan
Pangkalan Kerinci. Dari pelabuhan tersebut, dapat dilanjutkan perjalanan dengan
menaiki speedboat menuju Pelabuhan Pulau Muda dengan waktu tempuh 4,5 jam.
Dapat juga menaiki kapal yang menuju Tanjung Batu yang berangkat jam 11 setiap
hari dan turun di Pelabuhan Desa Teluk Meranti. Penginapan biasanya masih di
rumah masyarakat karena untuk melihat ombak Bono harus menyewa speed boat kecil
menuju Kuala Kampar. Ombak Bono tidak begitu terlihat bagus di Desa Teluk
Meranti. Penduduk setempat dapat menunjukkan lokasi ombak Bono terbaik,
terbesar dan terpanjang.
No comments:
Post a Comment