MAKIN BELAJAR, MAKIN BODOH
Kelapa muda, di dalam kebun,
Airnya dapat, melepas dahaga.
Mengapa siwa, pergi ke dukun,
Karena ujiannya, tidak terduga.
Saya belajar memahami setelah itu menguji
kemampuan saya. Best scorenya adalah 95 satu salah itupun disertai dengan
keberuntungan. Cuma sekali dari setiap 10 soal yang diberikan. Kemudian saya
mencobanya lagi, mengulang soal yang sama malah nilai makin berkurang.
Apa yang salah? Ternyata saya makin
belajar makin bingung. Pada beberapa
verb khusus menggunakan gerund. Beberapa menggunakan to infinitive. Beberapa
itu sekitaran 40 kata. Beberapa itu juga bisa menggunakan keduanya dengan arti
yang berbeda atau sedikit berbeda. I wish i have a photographic memory.
Kata-kata itu sisa discan pake mata, terus tersimpan dalam otak. Kalo lupa,
sisa ngintip hasil scan yang disimpan dalam otak.
Otakku tiba-tiba overload. Semakin
belajar, rasanya semakin bodoh. Saya jadi ingat lagu Barney The more we get
together yang liriknya saya ubah sedikit menjadi the more i learn. Iseng-iseng
cari kalimat benernya di google, tiba-tiba saya menemukan kalimat Socrates ,
The more you learn, the more you realize the little you know. Kemudian beberapa kalimat yang mirip, the
more i learn, i realize i know nothing, the more i learn-the less i know.
Intinya semakin saya belajar semakin saya bodoh.
Kalimat lain mengatakan, the more i
learn, the more i forget, so why bother
to learn? Hahahahaha yang satu ini
jangan dipake. Look at bright side, saya masih semangat belajar meski menyadari
semakin saya belajar saya makin bodoh. (*)
Mahasiswa, enggan ke dusun,
Karena di situ, banyak kera.
Mengapa siwa, pergi ke dukun,
Karena ujiannya, tidak terduga.
Percayakah pembaca, bahwa menjelang ujian nasional(2013) banyak doa-doa. Jadi sesuatu yang lucu,"
ucapnya. Meski begitu, Ahok mengatakan,
sesuai aturan, untuk mengakhiri masa pendidikan harus menempuh UN. Namun,
sebagai pribadi justru dia menghendaki tidak ada UN, sebab nilai tinggi belum
tentu menghasilkan kualitas murid yang baik. "Sebagai
wagub ya saya harus ikut, tapi sebagai pribadi saya enggak mau UN. Apakah kamu
dapat ujian nilai tinggi menjamin karakter kamu bagus, kamu bisa disiplin
kerja, kamu orang yang tahan banting, tahan menghadapi kesulitan? Tidak
juga," paparnya.
Gas
tersedia, pengganti minyak,
Masak
memasak, menjadi ringan.
Siswa manja,
semakin banyak,
Tidak tahan,
hadapi goncangan.
Penulis tertarik dengan pernyataan wakil gubernur DKI, pasalnya, Ahok mengatakan semua sekolah saat ini memungut bayaran yang tidak murah. Belum lagi, adanya komite sekolah yang terus melakukan pungutan. Semua orang tua ketakutan, rela bayar lagi, bayar bimbingan belajar, bimbingan belajar masuk ke sekolah di jam sekolah. Padahal sekolah punya kewajiban 24 jam tatap muka. Hanya demi ngelulusin," tambahnya. Namun, ada yang lebih dinilai gila lagi dengan aturan sekolah selama ini, yakni setiap guru mengizinkan setiap siswa untuk nyontek saat ujian. Hal ini dianggap tidak sesuai aturan.
"Di DKI belum ditangkap. Seharusnya kayak dulu saja. Proses. Guru mengenali muridnya. Potensinya apa. Kalau mau UN, sekolah bubarin saja. Semua belajar masing-masing. Les saja, bimbel, terus langsung ujian," pungkasnya.
BAB I
UJIAN AKADEMIS
SEMAKIN TIDAK RASIONAL
Siswa Dilarang Membawa Pensil ke Dukun, Banjarmasinpost.Co.Id, Surabaya - Banyaknya
ritual-ritual aneh menjelang ujian nasional (unas) seperti membawa pensil ke
dukun atau orang pintar untuk didoakan mendapat perhatian serius kanwil
kementerian agama Jatim. Kepala Kanwil Kemenag Jatim Sudjak mengimbau siswa
atau wali murid tidak berlebihan menyikapi unas. "Jangan terlalu seperti
itu (membawa pensil ke orang pintar), berlebihan itu namanya,"kata Sudjak
saat dikonfirmasi, Jumat (29/3/2013).
Diakuinya, menjelang unas memang dibutuhkan persiapan lahir batin.
Lahir artinya, persiapan pemahaman pelajaran yang akan diunaskan. Itu bisa dilakukan dengan menggelar try out-try out soal.
Sementara persiapan batin artinya menyiapkan mental siswa agar percaya diri saat mengerjakan soal. Dan cara yang ampuh adalah dengan istigotsah. "Kita harus percaya bahwa semua yang menentukan maha kuasa. Tuhan tidak bisa mengubah suatu kaum kalau kaum tidak mengubah. Dan itu dilakukan dengan usaha dan doa seperti istigotsah, tidak perlu membawa ke pensil ke mana-mana,"katanya.
Sementara untuk ritual membasuh kaki orangtua atau guru diikuti sungkem yang juga marak dilakukan menjelang unas, menurut Sudjak ritual itu sah-sah saja. Bahkan dia mendukung bahkan mengimbau hal itu dilakukan siswa menjelang unas. Menurutnya, membasuh kaki orangtua terutama ibu itu adalah sebagai bentuk bakti anak terhadap orangtua. Dari ritual membasuk kaki atau sungkem diharapkan ada kerelaan yang tulus dari orangtua terutama ibu untuk mendoakan anaknya agar berhasil.
Sungkem tidak berarti menyembah tetapi ikhlas dan mencari ridho. "Ini malah saya anjurkan karena doa orangtua itu mujabah. Kerelaan Allah berada di kedua orangtua,"katanya. Sudjak memastikan seluruh lembaga madrasah di lingkungannya siap menyelenggarakan unas.
Terkait jumlah paket soal yang tahun ini mencapai 20 paket soal berbeda, dia meminta agar hal itu tidak menjadi momok, tapi malah memotivasi siswa untuk berbuat jujur, percaya diri dan mandiri.
Dia optimis meski ada 20 paket soal, hasil unas tahun ini akan lebih baik dibandingkan tahun 2012 lalu.
Tahun lalu, tingkat kelulusan di MI sempurna alias 100 persen. Kemudian MTs 99,88 persen dan MA 99,76 persen.
Tahun ini Unas di tingkat MI akan diikuti 130.622 siswa, MTs ada 158.677 siswa dan MA 76.958 siswa.
Sudjak memastikan di unas tahun ini tidak ada lembaga madrasah yang menggabung ke sekolah lain baik negeri maupun swasta.
"Ada 10.739 lembaga madrasah formal yang siap menyelenggarakan unas. Ini belum termasuk non formal seperti kejar paket A,B, C, ULA dan Wusto," tukasnya.
Psikologi adalah ilmu yang luas dan ambisius,
dilengkapi oleh biologi dan ilmu saraf pada perbatasannya dengan ilmu
alam dan dilengkapi olehsosiologi dan anthropologi pada perbatasannya dengan ilmu
sosial. Beberapa kajian ilmu psikologi diantaranya adalah:
1. Psikologi perkembangan
Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari
perkembangan manusia dan faktor-faktor yang membentuk prilaku seseorang sejak
lahir sampailanjut usia. Psikologi perkembangan
berkaitan erat dengan psikologi
sosial, karena sebagian besar perkembangan terjadi dalam konteks
adanyainteraksi sosial. Dan
juga berkaitan erat dengan psikologi kepribadian, karena
perkembangan individu dapat membentuk kepribadian khas dariindividu tersebut
2. Psikologi sosial
Bidang ini mempunyai 3 ruang lingkup,
yaitu :
·
studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu,
misalnya : studi tentang persepsi, motivasi proses belajar, atribusi (sifat)
·
studi tentang proses-proses individual bersama,
seperti bahasa, sikap sosial, perilaku meniru dan lain-lain
·
studi tentang interaksi kelompok, misalnya kepemimpinan, komunikasi hubungan kekuasaan, kerjasama dalam kelompok, dan persaingan.
3. Psikologi kepribadian
Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari
tingkah laku manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
psikologi kepribadian berkaitan erat dengan psikologi perkembangan danpsikologi
sosial, karena kepribadian adalah hasil dari
perkembangan individu sejak masih kecil dan bagaimana cara individu itu sendiri
dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya.
4. Psikologi kognitif
Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari
kemampuan kognisi,
seperti: Persepsi, proses belajar,
kemampuan memori, atensi,
kemampuan bahasa dan emosi.
Wilayah terapan psikologi ujian
Wilayah terapan psikologi adalah wilayah-wilayah dimana kajian psikologi dapat diterapkan. walaupun
demikian, belum terbiasanya orang-orang Indonesia dengan spesialisasi membuat wilayah terapan ini rancu, misalnya,
seorang ahli psikologi pendidikan mungkin saja bekerja pada HRD sebuah perusahaan, atau sebaliknya.
1. Psikologi sekolah
Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung
bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi. Yang bertujuan
untuk membentuk mind set anak
2. Psikologi industri dan organisasi
Psikologi industri memfokuskan pada
menggembangan, mengevaluasi dan memprediksi kinerja suatu pekerjaan yang
dikerjakan oleh individu,
sedangkan psikologi organisasi mempelajari bagaimana suatu organisasi memengaruhi dan berinteraksi
dengan anggota-anggotanya
3. Psikologi kerekayasaan
Penerapan psikologi yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dan mesin untuk meminimalisasikan
kesalahan manusia ketika berhubungan dengan mesin (human error)
4. Psikologi klinis
Adalah bidang studi psikologi dan juga penerapan
psikologi dalam memahami, mencegah dan memulihkan keadaan psikologis individu
ke ambang normal.
]Kritik Psikologi
Berdasarkan pengertian di atas kita diharuskan
mengetahui perbedaan budaya kita dengan budaya pada saat
psikologi muncul sebagai ilmu
pengetahuan. Apakah kajian ilmu tersebut sesuai dengan kebudayaan kita
ataukah ada berbedaan di dalamnya. Misalkan, ketika kita adalah suku pedalaman
yang masih menggunakan cara berburu dalam kehidupan sehari-hari maka berburu
bisa menjadi tolak ukur kecerdasan kita sebagai masyarakat
pedalaman, bukan dilihat dari bagaimana kecerdasan itu diukur dari bisa dan
tidaknya kita menghitung matematika, menjawab soal-soal ujian, menjawab
serangkaian tes kecerdasan dan lain-lain. Kesesuaian teori psikologi dengan
kebudayaan kita itulah yang benar-benar harus kita pahami, sehingga teori-teori
tersebut adalah teori yang benar-benar relevan dengan kebudayaan dan diri kita
sebagai manusia.[6]
MEMUKUL TIDAK MENYEBABKAN ANAK BODOH
Bagaimana kita memahami sebuah hukuman dalam
pendidikan? Hukuman dalam belajar mengajar terkadang perlu dilakukan untuk
menjaga kondisi belajar mengajar berjalan dengan baik, atau dengan tujuan-tujuan
lain yang membantu pendidik. Namun sebagaimana posting sebelumnya mengenai
jenis-jenis hukuman dalam pendidikan, hukuman adalah proses sadar yang
dilakukan guru pada muridnya. Dalam memberikan hukuman, seorang guru tentu
perlu memperhatikan berbagai aspek yang akan ditimbulkan, negatif positifnya,
dan lain-lain.
Dalam
menghadapi fenomena yang sering terjadi disekolah, menghadapi anak-anak yang
nakal disekolah hanya dianggap sebagai pengisi waktu saja daripada kesepian di
rumah tidak ada teman. Anak-anak yang berpendapat demikian akan menjadi
penghalang terhadap kemajuan belajar.
Untuk
mengatasi kenakalan anak-anak disekolah adalah menjadi tugas guru atau
pendidik. Pendidik dituntut untuk dapat mencegah dan berupaya untuk menumbuhkan
motivasi belajar dalam diri anak agar anak mempunyai tingkat disiplin yang
tinggi disekolah, dengan diterapkannya tata tat tertib sekolah dan
kewajiban-kewajiban lain yang dapat meningkatkan kegiatan proses belajar
mengajar. Dalam menghadapi anak-anak didik yang tidak mentaati tata tertib dan
kewajiban-kewajiban serta tugas yang diberikan guru, maka mereka dapatlah
diberikan sanksi atau hukuman.
Hukuman
disekolah dibuat bukan sebagai pembalasan, tetapi dibuat untuk memperbaiki
anak-anak yang dihukum dan melindungi anak-anak lain dari kesalahan yang sama.
Anak-anak yang sembrono dengan peraturan-peraturan dalam ruang kelas harus
disingkirkan dari anak-anak yang lain, karena mereka tidak menghormati hak-hak
orang banyak serta kemaslahatan mereka, dengan demikian melindungi anak-anak
lain dari sifat jahatnya.
Suatu
hukuman badan belum tentu menjadi alat yang mengarah untuk membasmi penyakit
dan melenyapkannya, tetapi mungkin malah sebaliknya menyebabkan penyakit itu
menjadi besar dan semakin berlanjutnya kesalahan. Hukuman moral dapat
meningkatkan pengaruh besar dalam jiwa anak-anak jauh lebih efektif dari
hukuman badan, misalnya seorang murid yang terpilih untuk mengatasi ruangan
kelas, kemudian ia berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan slogan sekolahnya
maka ia diberhentikan. Bentuk hukuman moral dan semacam itu mempunyyai pengaruh
psikologis yang cukup besar dan ia akan berusaha bagaimana mengembalikan
kepercayaan diri dari pihak teman-temannya.
Maka dari itu pendidik harus ingat, ada perbedaan
antara seorang anak dengan anak lainnya, baik dari segi tabiat, kesenangan,
pembawaan maupun akhlaknya, dan pendidik harus mendidik setiap muridnya dengan
baik. Bila kita ingin sukses dalam mengajar, kita harus memikirkan setiap
muridnya dengan memberikan hukuman. Apakah hukuman sesuai dengan kesalahan
setelah kita timbang-timbang dan setelah mengetahui pula latar belakangnya,
misalnya anak bersalah dan mengakui kesalahanya dan merasa pula betapa kasih
sayang guru terhadapnya maka ia sendiri yang akan datang kepada guru untuk
dijatuhi hukuman karena merasa ada keadilan, mengharap dikasihani, serta
ketepatan hati untuk taubat dan tidak mengulangi atau kembali kepada
kemaslahatan yang sama. Dengan demikian hukuman yang dilaksanakan disekolah
harus bersifat perbaikan (Athiyah, 1990:158-159).
Bila hukuman bersifat perbaikan, maka hukuman dapat
digunakan sebagai alat pendidikan yang mana seorang pendidik harus
memperhatikan dalam menggunakan alat pendidik agar tercapai tujuan pendidikan
yang telah ditentukan :
Oleh karena itu pendidikan harus dibedakan
bermacam-macam segi:
§
Hukuman Sebagai Alat Pendidikan Positif dan Negatif
§
Positif jika ditujukan agar anak mengerjakan sesuatu
yang baik, misalnya menjaga yang baik, pembiasaan perintah, pujian dan persahabatan.
§
Negatif jika tujuannya menjaga supaya anak didik
jangan mengerjakan sesuatu yang buruk, misalnya larangan, celaan, ancaman, dan
hukuman.
§
Hukuman Sebagai Alat Pendidikan Preventif dan Korektif
§
Preventif jika maksudnya mencegah anak sebelum
bertindak suatu yang tidak baik, misalnya pembiasaan perintah, pujian, dan
ganjaran
§
Korektif jika maksudnya memperbaiki karena anak telah
melanggar ketertiban atau berbuat sesuatu yang buruk, misalnya celaan, ancaman
dan hukuman.
§
Hukuman Sebagai Alat Pendidikan yang Menyenangkan
§
dan Tidak
Menyenangkan Yang menyenangkan yaitu yang menimbulkan perasaan senang pada
anak-anak, misalnya ganjaran, pujian. Yang tidak menyenangkan maksudnya yang
menimbulkan perasaan tidak senang pada anak-anak, misalnya hukuman dan celaan (Suwarno,
1992:114).
Dari beberapa kriteria hukuman dalam pendidikan di
atas, guru dituntut sangat peka pada subjek didiknya sehingga dapat memberikan
hukuman yang tepat dan terhindar dari efek negatif hukuman tersebut. Karena
itu, memahami lebih dalam karakter dan jenis hukuman yang akan kita berikan
serta kondisi kejiwaan terdidik mutlak diperlukan seorang guru.
Referensi
§
M. Athiyah Al Abrayi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan
Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1990
§
Drs. Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Rineka Cipta,
Bandung, 1990
PERBANDINGAN POSITIF
ANTARA AL-QURAN DAN BIBEL TENTANG MEMUKUL ANAK
A.Mengapa kita perlu
menghukum anak kita ?
Amsal 29:17 : " Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu."
Markus 9: 42 : "Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut."
Dua cara orang tua menyesatkan anak-anak mereka:
1. Dengan memberi contoh yang salah.
2. Dengan membiarkan yang salah dilakukan dan tak memberi hukuman.
Menghukum, bila :
1. kata-kata orang tua tak lagi didengar.
2. Anak mengulangi kesalahan yang sama.
3. Cara lain yang lebih halus tidak berhasil.
"Lebih baik menghukum sebelum terlambat"
“Anak-anak yang sudah diajar apa artinya “jangan” dari sejak lahir,lebih mudah dikendalikan.”
“Orang tua wajib mempunyai pendirian yang teguh untuk membentuk tabiat anak. Dengan tenang dan lemah lembut berkata,ya diatas ya dan tidak diatas tidak.”
“Kebanyakan penghuni penjara didunia ini adalah orang yang tidak memiliki sifat penurut.”
Bagaimanakah cara menghukum anak ?
5 Langkah memberi hukuman pada anak :
1.) Harus diterangkan dahulu kesalahannya dan nyatakan betapa terlukanya orang tua atas perlakuannya.
2.) Bimbing sianak mengerti dan mengakui kesalahannya.Untuk yang remaja, ajak anak berdiskusi. Pastikan anak mengerti dengan jelas mengapa mereka dipukul
3.) Berdoalah bersama-sama karena telah mendukakan hati bapak dan ibu maupun Tuhan.
4.) Rotan atau lidi adalah alat yang dianjurkan untuk digunakan,bagi yang remaja hukuman tekanan psykologis,dianjurkan.
5.Setelah dirotan atau dilidi,peluklah sianak dan jangan tinggalkan.
Kay Kuzuma,Ed.D, mengatakan :
“Jika setelah anda memukul anak,lalu anak membanting pintu,mengata-ngatai,menantang anda dengan
sinar mata kebencian,atau berteriak:”Tidak sakit.”,atau melawan dengan sikap yang lain,maka:
1.Ulangi pukulan dengan tenang/Jangan panik.
2.Lakukan pendisiplinan dengan cara lain.
Jangan biarkan anak mendikte anda dan melawan dengan sikap terbuka.
Amsal 23:13,14 : "Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati.
Amsal 29:17 : " Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu."
Markus 9: 42 : "Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut."
Dua cara orang tua menyesatkan anak-anak mereka:
1. Dengan memberi contoh yang salah.
2. Dengan membiarkan yang salah dilakukan dan tak memberi hukuman.
Menghukum, bila :
1. kata-kata orang tua tak lagi didengar.
2. Anak mengulangi kesalahan yang sama.
3. Cara lain yang lebih halus tidak berhasil.
"Lebih baik menghukum sebelum terlambat"
“Anak-anak yang sudah diajar apa artinya “jangan” dari sejak lahir,lebih mudah dikendalikan.”
“Orang tua wajib mempunyai pendirian yang teguh untuk membentuk tabiat anak. Dengan tenang dan lemah lembut berkata,ya diatas ya dan tidak diatas tidak.”
“Kebanyakan penghuni penjara didunia ini adalah orang yang tidak memiliki sifat penurut.”
Bagaimanakah cara menghukum anak ?
5 Langkah memberi hukuman pada anak :
1.) Harus diterangkan dahulu kesalahannya dan nyatakan betapa terlukanya orang tua atas perlakuannya.
2.) Bimbing sianak mengerti dan mengakui kesalahannya.Untuk yang remaja, ajak anak berdiskusi. Pastikan anak mengerti dengan jelas mengapa mereka dipukul
3.) Berdoalah bersama-sama karena telah mendukakan hati bapak dan ibu maupun Tuhan.
4.) Rotan atau lidi adalah alat yang dianjurkan untuk digunakan,bagi yang remaja hukuman tekanan psykologis,dianjurkan.
5.Setelah dirotan atau dilidi,peluklah sianak dan jangan tinggalkan.
Kay Kuzuma,Ed.D, mengatakan :
“Jika setelah anda memukul anak,lalu anak membanting pintu,mengata-ngatai,menantang anda dengan
sinar mata kebencian,atau berteriak:”Tidak sakit.”,atau melawan dengan sikap yang lain,maka:
1.Ulangi pukulan dengan tenang/Jangan panik.
2.Lakukan pendisiplinan dengan cara lain.
Jangan biarkan anak mendikte anda dan melawan dengan sikap terbuka.
Amsal 23:13,14 : "Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati.
Banyak tua {percaya bahwa mereka [Anak]} harus dikoreksi ketika mereka keluar dari garis. anak-anak yang tidak bertindak tepat diberikan pelajaran dan menghadapi konsekuensi. Ini adalah di mana Disiplin masuk Lebih sering daripada tidak, disiplin dipandang sebagai hukuman terutama ketika memukul terlibat.
Kembali pada hari-hari, memukul adalah sebuah kebutuhan dalam
mendisiplinkan anak. Jika anak-anak tidak menaati orang tua mereka, atau
berperilaku buruk di tempat umum, atau bahkan di usia muda mereka ketika mereka
tidak benar-benar tahu apa yang mereka lakukan, orang tua biasanya mengalihkan
ke memukul dalam rangka untuk memiliki perhatian anak-anak mereka. Bahkan saat
ini, memukul masih suatu bentuk adat disiplin anak. Kebanyakan anak memiliki kenangan
dengan jenis disiplin terlepas dari apa yang para ahli telah mengatakan tentang
efek yang berbahaya. Beberapa melihat itu sebagai terlalu banyak bagi seorang
anak untuk menanggung, sebuah praktek biadab sementara yang lain dipeluk
sebagai kebutuhan atau obat heran.
Mengapa Disiplin Anak-anak Anda? Kebanyakan orang tua percaya bahwa
membesarkan anak bukanlah tugas yang mudah dan membimbing mereka ke arah yang
benar tidak selalu berjalan-jalan di taman. Pikiran membesarkan anak dan apa
yang harus teknik yang tepat untuk membesarkan anak sopan akan selalu menjadi
mimpi buruk bagi sebagian orang tua. Lain bahkan melihatnya sebagai tugas
terlalu banyak untuk menangani. Alasan di balik ini adalah bahwa kebanyakan
orang tua menempatkan begitu banyak penekanan pada apa yang orang lain mungkin
berpikir mereka ketika anak mereka nakal. Mereka tidak dapat menerima
kekurangan mereka ketika datang ke gaya mereka sendiri disiplin. Itulah
sebabnya kebanyakan orangtua resor untuk memukul anak-anak mereka berharap itu
akan menempatkan mereka ke arah yang benar. Adalah Memukul Efektif? Dalam dunia
sekarang ini, orang tua berpikir dua kali sebelum memberikan anak-anak mereka
menepuk belakang mereka karena undang-undang yang mengatur lebih ketat aspek
tertentu dari mendisiplinkan anak, yang paling berniat baik untuk melindungi
mereka dari yang disalahgunakan. Sementara selalu ada pengecualian, kebanyakan
orang tua saat ini merasa bahwa memukul masih merupakan cara terbaik untuk
mengajar anak-anak mereka, hanya di bawah situasi yang sangat spesifik ketika
semua cara lain tidak lagi efisien. Namun, orangtua harus menyadari bahwa
metode-metode kedisiplinan orang tua yang dibawa oleh anak-anak dan berlaku
untuk Keluarga mereka sendiri, menjadi suatu siklus jahat.
Teknik Disiplin Lainnya Bila timeout dan
gangguan gagal untuk memodifikasi perilaku anak, banyak orangtua akan resor
untuk memberikan konsekuensi kepada anak-anak mereka, seperti hak dicabut
daripada memukul. Dengan cara ini, orang tua akan memiliki leverage dalam
berurusan dengan keras kepala anak mereka.
Beberapa mengatakan bahwa cara terbaik dan paling efektif untuk
mendisiplinkan anak Anda untuk hidup dengan contoh. Jika Anda tidak ingin
mereka menonton televisi terlalu banyak, maka Anda juga harus membatasi waktu
Anda di televisi. Seorang anak akan belajar lebih cepat dengan mengikuti.
Melakukan mereka tergantung pada bagaimana mereka dibesarkan. Anak-anak tidak
akan pernah memahami alasan mengapa mereka tidak diizinkan untuk melakukan sesuatu
ketika orang-orang mereka dengan melakukannya setiap hari.
Source:
http://WEB-INF.prmob.net/views/ltr/arti
KATA PENGANTAR
Mulai kulia di S3 UIN, penulis
tertarik mebahas tentang memukul anak
secara benar menurut firman Allah dan
menurut Psikologi moderen. Kedudukan
penulis sebagai pelatih guru-guru dan widyaiswara pendidikan di LPMP Riau,
mengharuskan penulis meneliti tentang hukuman disipli dan sanksi fisik dalam
pendidikan formal. Akhirnya penulis menemukan teori bahwa memukul anak itu
tidak berbahaya, jika caranya benar, sesuai dengan al-Quran dan hadits.
Albertina S.C. | Jumat, 19 April 2013 - 17:29:27 WIB
: 429
(Dok/Telegraph)
(Dok/Telegraph)
Memukuli
anak tidak berbahaya, jika anak-anak merasa dicintai, klaim studi.
NEW YORK – Menjadi ibu dan ayah yang tegas bisa baik
untuk anak-anak. Asal, anak-anak tahu bahwa disiplin yang diterima untuk alasan
yang tepat dan mereka merasa dicintai, menurut studi terhadap para remaja yang
dipublikasikan dalam jurnal Parenting: Science and Practice, baru-baru ini.
Meski begitu, kelompok orang tua beberapa lembaga bereaksi keras terhadap temuan ini. Menurut mereka, disiplin fisik hanya akan menyebabkan penderitaan jangka panjang.
Tim dari Albert Einstein College of Medicine di New York, Amerika Serikat, ini menemukan efek menyakitkan dari disiplin keras—semisal—ancaman lisan atau memukul—terhapus ketika anak merasa dicintai. Hukuman, menurut para peneliti, tidak lantas membuat anak berperilaku antisosial, asalkan anak percaya bahwa hukuman itu memang tepat, mengutip Telegraph, Kamis (18/4).
Para peneliti mempelajari sekelompok remaja Meksiko-Amerika. Dari studi ini, peneliti menemukan bahwa punya ibu yang penuh kasih—atau “persepsi kehangatan ibu—memberi perlindungan terhadap perilaku antisosial. Persepsi itu menghasilkan hubungan yang positif antara disiplin keras dan cara mereka untuk mengajarkan anak mereka mengatasi suatu masalah di kemudian hari.
Dr Miguelina Jerman, penulis utama, menjelaskan "teori lampiran"--yang dapat berfungsi sebagai kerangka teori untuk mempelajari hubungan yang signifikan--menyatakan bahwa tanggapan hangat dari orang tua merupakan faktor penting dalam menciptakan kebahagiaan dan rasa aman anak-anak.
Berpegang pada keyakinan bahwa mereka dicintai oleh orang tua mereka, dapat melindungi para remaja dari perasaan ditolak, bahkan ketika mereka disetrap atau mendapat disiplin keras. Dr German mengatakan disiplin tidak secara otomatis menyebabkan perilaku antisosial.
"Hubungan antara keduanya adalah bersyarat dan tunduk pada faktor-faktor lain," kata Dr German yang menekankan bahwa memberikan batasan-batasan ketat atas para siswa juga menjadi norma dalam budaya Latin. "Selalu ada pengaruh lain yang dapat berperan mengurangi potensi-potensi yang berbahaya bagi anak kecil," kata Dr German.
Namun, memukul anak masih menjadi perdebatan seru dan ditemukan berisiko lebih besar membuat anak agresif, nakal, dan hiperaktif. Temuan ini segera memancing kontroversi dan keprihatian para orang tua soal cara terbaik untuk membesarkan anak-anak.
Di Inggris misalnya, orang tua tidak secara eksplisit dilarang memukul anak-anak mereka. Tetapi, hukum yang berlaku sekarang menunjukkan mencederai anak hingga kulitnya memerah adalah ilegal.
Meski begitu, kelompok orang tua beberapa lembaga bereaksi keras terhadap temuan ini. Menurut mereka, disiplin fisik hanya akan menyebabkan penderitaan jangka panjang.
Tim dari Albert Einstein College of Medicine di New York, Amerika Serikat, ini menemukan efek menyakitkan dari disiplin keras—semisal—ancaman lisan atau memukul—terhapus ketika anak merasa dicintai. Hukuman, menurut para peneliti, tidak lantas membuat anak berperilaku antisosial, asalkan anak percaya bahwa hukuman itu memang tepat, mengutip Telegraph, Kamis (18/4).
Para peneliti mempelajari sekelompok remaja Meksiko-Amerika. Dari studi ini, peneliti menemukan bahwa punya ibu yang penuh kasih—atau “persepsi kehangatan ibu—memberi perlindungan terhadap perilaku antisosial. Persepsi itu menghasilkan hubungan yang positif antara disiplin keras dan cara mereka untuk mengajarkan anak mereka mengatasi suatu masalah di kemudian hari.
Dr Miguelina Jerman, penulis utama, menjelaskan "teori lampiran"--yang dapat berfungsi sebagai kerangka teori untuk mempelajari hubungan yang signifikan--menyatakan bahwa tanggapan hangat dari orang tua merupakan faktor penting dalam menciptakan kebahagiaan dan rasa aman anak-anak.
Berpegang pada keyakinan bahwa mereka dicintai oleh orang tua mereka, dapat melindungi para remaja dari perasaan ditolak, bahkan ketika mereka disetrap atau mendapat disiplin keras. Dr German mengatakan disiplin tidak secara otomatis menyebabkan perilaku antisosial.
"Hubungan antara keduanya adalah bersyarat dan tunduk pada faktor-faktor lain," kata Dr German yang menekankan bahwa memberikan batasan-batasan ketat atas para siswa juga menjadi norma dalam budaya Latin. "Selalu ada pengaruh lain yang dapat berperan mengurangi potensi-potensi yang berbahaya bagi anak kecil," kata Dr German.
Namun, memukul anak masih menjadi perdebatan seru dan ditemukan berisiko lebih besar membuat anak agresif, nakal, dan hiperaktif. Temuan ini segera memancing kontroversi dan keprihatian para orang tua soal cara terbaik untuk membesarkan anak-anak.
Di Inggris misalnya, orang tua tidak secara eksplisit dilarang memukul anak-anak mereka. Tetapi, hukum yang berlaku sekarang menunjukkan mencederai anak hingga kulitnya memerah adalah ilegal.
Jeremy Todd, Kepala Eksekutif Family Lives, tegas mengatakan tidak pernah mendukung orang tua memukul anak. Menurut dia, cara terbaik untuk memberi pelajaran adalah dengan berkomunikasi dengan anak.
Menurut dia, orang tua yang menghubungi lembaganya mengatakan “memukul muncul sebagai reaksi” dan terjadi dalam situasi yang tidak terkendali. “Mereka sering menyatakan penyesalan, itu bukan sesuatu yang membuat perasaan mereka nyaman. Kami tidak mendukung penelitian itu.”
Sebagian pihak berpendapat memukul bukan bentuk hukuman yang efektif dan malah dapat merusak kepercayaan antara anak dan pengasuh mereka. Satu hal yang penting, memukul sama saja mengajari anak untuk memukul juga.
Meski begitu, studi sebelumnya menemukan bahwa anak-anak lebih cenderung tumbuh dewasa dan lebih menyesuaikan diri dengan baik, jika orang tua mengasuh mereka dengan disiplin. Pengasuhan tradisional yang “otoriter” dikombinasikan kehangatan dan kepekaan dengan harapan yang tinggi tentang perilaku akan menghasilkan anak-anak yang lebih “kompoten”, menurut studi yang digelar para peneliti London Institute of Education pada 2009.
Justine Roberts dari Mumsnet Founder berpendapat, “Jelas lebih baik memukul “dengan maksud baik” daripada “dengan maksud buruk.”.
Tapi, para pengguna Mumsnet percaya bahwa lebih baik tidak menggunakan kekerasan terhadap anak-anak.
“Rasanya munafik memberitahu anak-anak agar tidak memukul orang lain, namun melakukan hal yang sama pada mererka,” kata Roberts.
Sumber : Telegraph
Abdullah Nashih
Ulwan, terj. Jamaludin Miri,
Tarbiyatul Aulad
fil Islam,
Pustaka Amani, Jakarta, 1999, h.326
Dalam Children's Act 2004 ada batasan-batasan yang diperjelas bagi orangtua jika ingin memukul anaknya, yaitu tidak boleh menimbulkan bekas atau luka, tidak memukul dengan keras dan tidak boleh menyebabkan masalah kesehatan mental dalam jangka waktu panjang.
"Orangtua tidak boleh memukul anaknya dengan sembarangan apalagi jika menggunakan alat," ujar Marjorie Gunnoe, seorang profesor psikologi di Calvin College, Grand Rapids, Michigan, seperti dikutip dari Telegraph, Senin (4/1/2010).
Bagaimana memukul yang diperbolehkan? Gunnoe menjelaskan sebuah tepukan ringan seringkali menjadi cara paling efektif untuk mengajarkannya agar tidak melakukan sesuatu yang berbahaya atau merugikan orang lain. Pukulan ringan itu pun hanya berlaku sampai usianya 6 tahun.
Berdasarkan hasil penelitiannya, anak yang dipukul hingga usia 6 tahun memiliki sifat positif yang lebih baik diantaranya dalam hal akademis dan optimisme, dan tidak memiliki sifat negatif yang buruk. Tapi anak yang masih sering dipukul hingga usia 11 tahun memiliki sifat negatif seperti terlibat dalam perkelahian.
Penelitian itu juga menunjukkan anak yang dipukul ringan oleh orangtuanya hingga usia 6 tahun akan memiliki prestasi sekolah yang lebih baik dan lebih optimis. Anak-anak ini nantinya akan lebih bersemangat dalam hal belajar, mengejar cita-citanya untuk masuk universitas terkemuka serta membantunya lebih optimis dalam hal meraih mimpinya dibandingkan dengan anak yang tidak pernah dipukul sama sekali oleh orangtuanya.
Penelitian ini melibatkan 179 remaja yang ditanya mengenai seberapa sering mereka dipukul saat masih anak-anak dan pada usia berapa terakhir kali orangtua memukulnya. Jawaban yang didapat dibandingkan dengan perilakunya termasuk kelakuan negatif seperti anti sosial, aktivitas seksual yang lebih dini, kekerasan, depresi serta kelakuan positif lainnya.
Hal yang boleh dilakukan oleh orangtua adalah hanya melakukan tepukan ringan, sementara jika lebih dari itu sudah termasuk dalam kekerasan dan merupakan cara mendidik anak yang salah.
Cara mendidik dengan memberikan tepukan ringan jika anak melakukan kesalahan sebaiknya juga diiringi dengan kata-kata positif agar anak tahu apa kesalahannya.
Jika tepukan ringan tersebut dilakukan dengan bijaksana dan penuh kasih sayang, maka anak akan lebih mengerti dan juga membantunya untuk berprestasi disekolah serta lebih optimis.
Tapi orangtua tidak boleh memukul anak di daerah wajah atau dengan menggunakan alat, karena bisa mengembangkan masalah-masalah perilaku atau mental seperti menjadi agresif.
TIAP kali
menjelang UN (Ujian Nasional), selalu muncul sikap-sikap yang sebenarnya tidak
perlu ada. Misalnya munculnya rasa cemas, takut tidak lulus, merasa ada beban
yang berat yang akan berakibat munculnya sikap kurang pede. Bahkan, bisa
memunculkan sikap-sikap yang tidak rasional.
A.Beberapa cara berlogika yang salah
tentang UN
1.Kelulusan siswa hanya ditentukan oleh beberapa
matapelajaran yang dilakukan lewat UN saja. Hal ini sudah diperbaiki bahwa kelulusan juga
ditentukan oleh nilai-nilai ujian sekolah. Tetapi tetap salah andaikan tidak
lulus UN tetapi lulus ujian sekolah dianggap juga tidak lulus.
2.UN sebagai standar kualitas nasional saat sekarang
merupakan kesalahan berlogika. Sebab
berbagai sekolah di Indonesia belum mencapai standar nasional dalam hal
fasilitas dan kualitas SDM-nya. Amerika dulu juga menerapkan UN, tetapi
berdasarkan hasil evaluasi, UN di Amerikapun dibatalkan.
3.UN di Indonesia lebih bersifat proyek bisnis oleh
oknum-oknum pemerintah dan koleganya. Terutama
menyangkut bisnis buku pelajaran, biaya cetak soal dan lain-lain. Celah
korupsinya terbuka lebar.
4.UN sekarang hanya menjadikan siswa sebagai kelinci
percobaan.
B.UN bukan beban tetapi bisa menjadi
beban
Karena
belum adanya standarisasi fasilitas pendidikan dan standarisasi kualitas SDM
secara nasional, maka bisa saja UN menjadi beban tidak hanya bagi siswa, tetapi
juga para pengajar/pendidik dan orang tua siswa.
C.Munculnya hal-hal yang tidak rasional
Karena
hal-hal demikian tersebut di atas, maka muncullah hal-hal yang tidak rasional.
Antara lain meminta bantuan dukun, pergi berziarah bukannya mendoakan almarhum
diampuni dosanya, tetapi justru meminta bantuan almarhum, berpuasa, meminta
pensilnya didoakan paranormal supaya pensilnya bisa menulis jawaban yang benar,
ada sekolah yang menebarkan beras yang sudah diberi doa, ditebarkan di halaman
sekolah, membaca mantera danhal-hal lainnya yang tidak rasional.
D.Tidak cukup berdoa
Berdoa
sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing boleh-boleh saja. Tetapi tidak
boleh ada anggapan bahwa dengan berdoa pasti akan lulus UN. Berdoa sebaiknya
dianggap sebagai sugesti saja. Sebab, Tuhan tidak akan mengubah nasib sebuah
umat kalau umat itu tidak mau mengubah nasibnya sendiri.
E.Cara belajar yang salah
Yaitu
hanya belajar saat satu dua bulan menjelang ujian saja.
F.Kurang pede
Sebenarnya,
semua hal yang dilakukan peserta didik maupun pendidik di luar hal-hal yang
bersifat proses belajar-mengajar, merupakan sikap kurang pede (percaya diri).
Oleh karena itu, cara berlogika yang salah tersebut harus direvisi.
G.Perlunya mengubah mindset
Hal-hal
di atas merupakan mindset (cara berlogika) yang salah. Hal-hal yang di luar
proses belajar-mengajar harus duikembalikan ke proses belajar-mengajar.
H.Hal-hal yang perlu dalam hal
menghadapi UN
1.Belajar
yang optimal. Yaitu belajar tiap hari. Kalau tidak sanggup belajar sendiri,
belajar bersama. Bagi yang mampu, bisa mengambil les. Membentuk kelompok
belajar di mana ada salah satu anggotanya merupakan siswa yang pandai. Jika
menemukan hal-hal yang tidak bisa dijawab, sebaiknya ditanyakan kepada guru
yang bersangkutan atau kepada orang yang mengerti.
2.Mencoba
mengerjakan soal-soal UN tahun-tahun yang lalu.
3.Cara
belajar yang efektif, yaitu hanya membahasa soal-soal yang sulit.
4.Mengantisipasi
soal-soal ujian yang materinya belum diajarkan di sekolah.
5.Bagi
siswa yang merasa IQ-nya rendah atau kemampuan otaknya rendah, perlu belajar
lebih optimal lagi. Harus mencari teman atau orang lain yang bersedia
mengajarinya secara bertahap dan pelan-pelan.
6.Harus
pede. Seorang siswa yang rajin belajar secara efektif, otomatis akan mampu
menimbulkan sikap pede dan optimis.
TIAP kali menjelang UN (Ujian Nasional), selalu
muncul sikap-sikap yang sebenarnya tidak perlu ada. Misalnya munculnya rasa
cemas, takut tidak lulus, merasa ada beban yang berat yang akan berakibat
munculnya sikap kurang pede. Bahkan, bisa memunculkan sikap-sikap yang tidak
rasional.
A.Beberapa
cara berlogika yang salah tentang UN
1.Kelulusan
siswa hanya ditentukan oleh beberapa matapelajaran yang dilakukan lewat UN
saja. Hal ini sudah
diperbaiki bahwa kelulusan juga ditentukan oleh nilai-nilai ujian sekolah.
Tetapi tetap salah andaikan tidak lulus UN tetapi lulus ujian sekolah dianggap
juga tidak lulus.
2.UN sebagai
standar kualitas nasional saat sekarang merupakan kesalahan berlogika. Sebab berbagai sekolah di Indonesia belum
mencapai standar nasional dalam hal fasilitas dan kualitas SDM-nya. Amerika
dulu juga menerapkan UN, tetapi berdasarkan hasil evaluasi, UN di Amerikapun
dibatalkan.
3.UN di
Indonesia lebih bersifat proyek bisnis oleh oknum-oknum pemerintah dan
koleganya. Terutama menyangkut
bisnis buku pelajaran, biaya cetak soal dan lain-lain. Celah korupsinya terbuka
lebar.
4.UN sekarang
hanya menjadikan siswa sebagai kelinci percobaan.
B.UN bukan
beban tetapi bisa menjadi beban
Karena belum adanya
standarisasi fasilitas pendidikan dan standarisasi kualitas SDM secara
nasional, maka bisa saja UN menjadi beban tidak hanya bagi siswa, tetapi juga
para pengajar/pendidik dan orang tua siswa.
C.Munculnya
hal-hal yang tidak rasional
Karena hal-hal
demikian tersebut di atas, maka muncullah hal-hal yang tidak rasional. Antara
lain meminta bantuan dukun, pergi berziarah bukannya mendoakan almarhum
diampuni dosanya, tetapi justru meminta bantuan almarhum, berpuasa, meminta
pensilnya didoakan paranormal supaya pensilnya bisa menulis jawaban yang benar,
ada sekolah yang menebarkan beras yang sudah diberi doa, ditebarkan di halaman
sekolah, membaca mantera danhal-hal lainnya yang tidak rasional.
D.Tidak cukup
berdoa
Berdoa sesuai dengan
agama dan keyakinan masing-masing boleh-boleh saja. Tetapi tidak boleh ada
anggapan bahwa dengan berdoa pasti akan lulus UN. Berdoa sebaiknya dianggap
sebagai sugesti saja. Sebab, Tuhan tidak akan mengubah nasib sebuah umat kalau
umat itu tidak mau mengubah nasibnya sendiri.
E.Cara belajar
yang salah
Yaitu hanya belajar
saat satu dua bulan menjelang ujian saja.
F.Kurang pede
Sebenarnya, semua hal
yang dilakukan peserta didik maupun pendidik di luar hal-hal yang bersifat
proses belajar-mengajar, merupakan sikap kurang pede (percaya diri). Oleh
karena itu, cara berlogika yang salah tersebut harus direvisi.
G.Perlunya
mengubah mindset
Hal-hal di atas
merupakan mindset (cara berlogika) yang salah. Hal-hal yang di luar proses
belajar-mengajar harus duikembalikan ke proses belajar-mengajar.
H.Hal-hal yang
perlu dalam hal menghadapi UN
1.Belajar yang
optimal. Yaitu belajar tiap hari. Kalau tidak sanggup belajar sendiri, belajar
bersama. Bagi yang mampu, bisa mengambil les. Membentuk kelompok belajar di
mana ada salah satu anggotanya merupakan siswa yang pandai. Jika menemukan
hal-hal yang tidak bisa dijawab, sebaiknya ditanyakan kepada guru yang
bersangkutan atau kepada orang yang mengerti.
2.Mencoba mengerjakan
soal-soal UN tahun-tahun yang lalu.
3.Cara belajar yang
efektif, yaitu hanya membahasa soal-soal yang sulit.
4.Mengantisipasi
soal-soal ujian yang materinya belum diajarkan di sekolah.
5.Bagi siswa yang
merasa IQ-nya rendah atau kemampuan otaknya rendah, perlu belajar lebih optimal
lagi. Harus mencari teman atau orang lain yang bersedia mengajarinya secara bertahap
dan pelan-pelan.
6.Harus pede. Seorang
siswa yang rajin belajar secara efektif, otomatis akan mampu menimbulkan sikap
pede dan optimis.
I.Pengalaman
pribadi penulis
Saya (penulis artikel
ini) pernah kuliah di 6 (enam) perguruan tinggi sekaligus. Tiap semester
menghadapi soal ujian sekitar 30 matakuliah. Sebagian besar (95%) lulus. Tanpa
berdoa. Apa rahasianya? Rahasianya yaitu belajar tiap hari baik materi yang
sudah diajarkan maupun materi yang belum diajarkan dan latihan mengerjakan
soal-soal yang sulit saja. Jika saya tidak mengerti, saya akan bertanya
ke mahasiswa lain yang saya anggap lebih pandai daripada saya.
No comments:
Post a Comment