Telunjuk Lurus
Kelingking Berkait
Ini merupakan
salah satu peribahasa yang cukup dalam maknanya. Istilah yang paling mudah
ialah hipokrit atau berpura-pura. Banyak lagi peribahasa yang membawa maksud
yang lebih kurang sama contohnya talam dua muka , pepat di luar runcing di
dalam dan musang berbulu ayam.
Dalam Islam,
terdapat istilah 'munafik' iaitu orang yang memiliki sifat nifaq (bermaksud apa
yang dizahirkan tidak serupa dengan apa yang ada pada batinnya). Ia dianggap
satu penyakit hati yang berbahaya dan berdosa besar.Dengan lain perkataan,
seseorang itu menonjolkan lahiriah sebagai seorang Muslim padahal di hatinya ia
menyembunyikan kekafiran.
Dalam surah
At-Taubah ayat 101, Allah berfirman yang maksudnya:
'Antara
orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan
(juga) di antara penduduk Madinah. Mereka melampau dalam kemunafikannya. Kamu
(Muhammad) tidak mengetahui mereka tetapi Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti
mereka akan Kami seksa dua kali, kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab
yang besar.'
Rasulullah saw
telah menyebut bahawa antara sifat-sifat munafik:
'Sesiapa yang
mempunyai tiga perkara ini, maka dia adalah seorang munafik walaupun dia
berpuasa, bersolat, menunaikan haji, umrah, mengatakan dirinya seorang
Muslim.'Para sahabat bertanya: 'Apakah tiga perkara ini?' Jawab Baginda: 'Iaitu
apabila bercakap dia berbohong, apabila berjanji dia tidak menepatinya, dan
apabila diberi amanah dia mengkhianatinya.' (Riwayat Muslim)
Dalam sebuah
hadis Bukhari, ada diterangkan petanda orang-orang munafik.
'Ada empat
sifat; sesiapa yang bersifat dengannya bererti dia seorang munafik yang nyata,
dan sesiapa yang mempunyai salah satu daripada sifat-sifat itu bererti dia
mempunyai satu sifat munafik sehinggalah dia meninggalkannya.'Sifat-sifat
tersebut ialah apabila bertutur dia berdusta, apabila berjanji dia memungkiri
janjinya, apabila diberi amanah dia mengkhianatinya dan apabila dia berbalah
(bertengkar) dia melampaui batas.'
Sekarang,
marilah kita merenung sejenak dan melihat apa yang berlaku dalam masyarakat
kita sekarang. Muhasabah semula diri sendiri sama ada kita juga memiliki
ciri-ciri ini....
Pada zahirnya
kita semua bersembahyang, berpuasa dan membuat pelbagai amal ibadat. Namun pada
masa yang sama, kita menganggap pembohongan itu sebagai sesuatu yang lumrah
dalam kehidupan. Janji yang dikata tidak pernah terniat untuk dikota. Amanah
yang diberikan tidak dianggap sebagai tanggungjawab sebaliknya disalah gunakan
untuk kepentingan peribadi dan keluarga sendiri.
Lihatlah pula
kepada para pemimpin kita. Benarkah mereka juga memiliki ciri-ciri yang sama?
Jika ya, kenapa pula kita terus mengagung-agungkan mereka?Pemimpin di zaman ini
ramai (bukan semua...) yang lebih mementingkan pangkat dan jawatan. Bukan
kerana keinginan untuk berbakti kepada masyarakat tetapi dek kerana ia
menjanjikan kemewahan dan pelbagai kekuasaan. Janji kepada rakyat untuk
berbakti bila sudah mendapat undi hilang begitu sahaja kerana telah dikaburi
dengan kesenangan dan wang yang berguni-guni....
Tidak kira di
mana tempat mereka. Di peringkat tertinggi mahupun dekat dengan akar umbi,
sifat begini cukup berleluasa. Prinsip perjuangan rela dibuang kerana
memikirkan peluang yang akan mendatang. Pemimpin yang dusta masih disayang
kerana mereka masih mempunyai wang.
Siapa yang
menjadi mangsanya kalau bukan orang kita. Rata-rata masih ramai orang Melayu
yang masih merempat dan mengemis di bumi sendiri. Kepentingan orang lain
diagung-agungkan, hak dan kepentingan bangsa sendiri terus diketepikan. Tidak
ubah seperti kera di hutan disusukan, anak di rumah dibiarkan mati
kelaparan....
PANTUN DAN
SYAIR TENTANG JAGUNG
Kalau mengenang, Raja yang agung,
Jadi hiburan, rakyat banyak.
Sindiran tentang, tahinya jagung,
Dimakannya juga, karena tamak.
Di zaman dahulu kala, ada seorang
nenek, punya ladang jagung yang sangat luas. Tapi tidak mau besedekah kepada
orang lain. Lebih-lebih lagi di musim
kemarau, ketika jagung semua orang habis, si Nenek tetap banyak jagungnya.
Saking kikirnya si Nenek ini, ketika makan jagung rebus, tidak dikunyahnya,
hanya ditlen saja. Esok paginya ketika ia buang air ke sungai , jagung itu
masih utuh, dicucinya lagi bersih-bersih dan dimakannya lagi. Kisah ini menyebar ke seluruh kerajaan di Sumatra tengah waktu itu (Zaman penjajahan
Belanda). Karena saking mengejutkan
kejadian ini, dengan heboh yang luar biasa, tidak ada seorangpun yang dapat
melupakannya. Akibatnya jika ada agak pelit, kikir dibandingkan yang lain, akan
diejek orang dengan istilah
“KALAU TAHINYA
JAGUNG, DIMAKANNYA JUGA.”
Dalam logat
Sumatra tengah waktu itu, “ W’ang jaguang tantu iyo”. (Kamau pelit tentu lah
begitu. Nah jagung yang tidak dikunyah
itu, keluar lagi. Kalau sudah
dibersihkan , direndang, dapat juga disebut CIRIK BARANDANG”. Tapi ramuan kuno ini, di zaman moderen ini
hanya tinggal dalam legenda. Apa lagi di kalangan orang yang taat beragama,
benda yang seperti merupakan najis haram mutlak. Itulah kisah ratusan tahun
yang lau.
Mereka
menggunakan Cirik Barandang;
Membuat
si gadis mabuk kepayang.
Tidak
ada gunanya, puasa sembahyang,
Perbuatan
syirik, masih dipegang.
Cirik
Barandang sarana pelet,
Dipakai oleh orang kepepet,
Biar
terkuras isi dompet,
Asalkan pujaannya, menjadi lengket.
Inilah
ramuan berusia sangat tua,
bahkan mungkin sangat langka.
Digemari,
yang muda-muda,
Di
zaaman moderen, masih tersedia.
Kendati demikian, bukan berarti pemegang
ramuan super ampuh ini sepenuhnya punah. Diperkirakan, ada orang-orang tua atau
sepuh yang tinggal di pedesaan yang masih menguasai petunjuk pembuatan ramuan
pelet ini.
B'nai Jacob (MInagkabau), The lost Jews Tribe from West
Sumatera??/ B'nai Jacob (Minangkabau), Suku Yahudi yang hilang dari Sumatera
Barat??
Hampir semua orang Minang percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari dataran tinggi di Sumatera yang dipimpin oleh Raja Alexander Agung atau Izkandar Zulkarnain.. Menurut Sejarah Kristen, raja tersebut hidup dari zaman 356 SM sampai 323 SM. Dia juga dikenal sebagai Raja Alexander III dari Macedonia, seorang pemimpin militer yang paling berhasil sepanjang zaman dan dianggap tidak bisa dikalahkan dalam setiap pertempuran. Di zamannya, dia sudah menguasai kebanyakan daerah yang sudah dikenal.
Ayahnya adalah Philip II yang menyatukan kebanyakan kota2 di dataran utama Yunani dalam kepemerintahan Macedonian dalam sebuah Negara federasi yang disebut Persatuan Corinth (League of Corinth) Raja Alexander menguasai daerah2 termasuk Anatolia,Syria,Phoenicia,Judea ,Gaza,Mesir, Bactria,Mesopotamia (Irak),dan dia memperluas batas2 imperiumnya sejauh Punjab,India.
Menurut
AlQuran, Zulkarnain juga sempat mengunjungi China dan membantu membangun Tembok
Besar China. Alexander menyatukan banyak suku2 asing ke dalam kesatuan
tentaranya, yang akhirnya membuat para cendikiawan menganggap dia sebagai
seorang Bapak Penyatuan. Dia juga Mendorong pernikahan antara tentaranya dengan
suku2 asing tersebut,dan dia sendiri juga menikahi 2 putri dari suku2 asing
tersebut
Daerah paling terpopular yang pernah ia kuasai adalah Alexandria (Mesir) atau dalam bahasa arab Iskandariyah,dinamai sesuai namanya. Al Quran menyebutkan Raja Alexander dalam beberapa ayat antara lain Al Kahfi 83-89. Diantara tentaranya, ada beberapa suku Yahudi yang ikut yang dikenal sebagai B’nai Jacob (Anak dari Nabi Yakub)
Hari ini,para keturunannya menyebut dirinya sebagai orang Minangkabau, yang didapat dari kata2 generasi mereka sebelumnya “Bainang Ka Yakubu” atau aslinya B’nai Yakub (sesuai lidah generasi pertama). Selama kunjungan Alexander ke Asia Timur,Pernikahan besar2an antara tentara Alexander dan suku asli Asia timur terjadi sesuai perintah Alexander,karena China adalah tempat yang sangat damai untuk beristirahat,dan tentu saja,karena raja tidak membawa wanita di dalam tim tentaranya.
Daerah paling terpopular yang pernah ia kuasai adalah Alexandria (Mesir) atau dalam bahasa arab Iskandariyah,dinamai sesuai namanya. Al Quran menyebutkan Raja Alexander dalam beberapa ayat antara lain Al Kahfi 83-89. Diantara tentaranya, ada beberapa suku Yahudi yang ikut yang dikenal sebagai B’nai Jacob (Anak dari Nabi Yakub)
Hari ini,para keturunannya menyebut dirinya sebagai orang Minangkabau, yang didapat dari kata2 generasi mereka sebelumnya “Bainang Ka Yakubu” atau aslinya B’nai Yakub (sesuai lidah generasi pertama). Selama kunjungan Alexander ke Asia Timur,Pernikahan besar2an antara tentara Alexander dan suku asli Asia timur terjadi sesuai perintah Alexander,karena China adalah tempat yang sangat damai untuk beristirahat,dan tentu saja,karena raja tidak membawa wanita di dalam tim tentaranya.
Dan hasilnya, pria dari suku Yahudi B’nai Yakub menikah dengan wanita2 dari suku di China dan membawa kebudayaan dari masing2 adat. Dari Cina, Raja melanjutkan berlayar ke Laut Cina Selatan dan memutari Selat Malaka menuju pantai barat Sumatera
Beberapa keluarga percampuran Yahudi-China tersebut memutuskan untuk menetap, yang lain mengambil rute lain ke India dari jalur Nepal. Ketika mereka sampai diantara pulau Siberut dan dataran utma Sumatera mereka dapat Melihat puncak Gunung Merapi.
Jika anda pergi naik Speedboat dari Pelabuhan Ikan Padang,Muara dan pergi ke Pulau Siberut, sekitar 2 jam setelah meninggalkan pulau utama, dengan cuaca yang baik,anda akan bisa melihat Gunung merapi nun jauh disana. Kelihatan mistik. Sekitar 4 jam dengan boat dari Padang ke Pulau Siberut. Merapi adalah sebutan sekarang, kata ini diturunkan dari kata “Marave”, bahasa Aram yang berarti “tempat yang paling tinggi” (ada lagu daerah yang terkenal yang diambil dari cerita kuno yang mengatakan “Sajak
Gunuang Marapi sagadang talua itiak.” Yang berarti “sejak Gunung Merapi sebesar telur itik). Bahasa Aram adalah bahasa Ibu dari Bahasa Arab dan Ibrani.Bahasa ini dipercaya sebagai bahasa yang dipakai Nabi Ibrahim A.S dan dan tidak diragukan lagi begitu juga dipakai Raja Alexander juga.
B'nai
Jacob (MInagkabau), The lost Jews Tribe from West Sumatera??/ B'nai Jacob
(Minangkabau), Suku Yahudi yang hilang dari Sumatera Barat??
Hampir
semua orang Minang percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari dataran
tinggi di Sumatera yang dipimpin oleh Raja Alexander Agung atau Izkandar
Zulkarnain.. Menurut Sejarah Kristen, raja tersebut hidup dari zaman 356 SM
sampai 323 SM
Dia
juga dikenal sebagai Raja Alexander III dari Macedonia, seorang pemimpin
militer yang paling berhasil sepanjang zaman dan dianggap tidak bisa dikalahkan
dalam setiap pertempuran. Di zamannya, dia sudah menguasai kebanyakan daerah
yang sudah dikenal.
Ayahnya
adalah Philip II yang menyatukan kebanyakan kota2 di dataran utama Yunani dalam
kepemerintahan Macedonian dalam sebuah Negara federasi yang disebut Persatuan
Corinth (League of Corinth) Raja Alexander menguasai daerah2 termasuk
Anatolia,Syria,Phoenicia,Judea ,Gaza,Mesir, Bactria,Mesopotamia (Irak),dan dia
memperluas batas2 imperiumnya sejauh Punjab,India.
Menurut
AlQuran, Zulkarnain juga sempat mengunjungi China dan membantu membangun Tembok
Besar China. Alexander menyatukan banyak suku2 asing ke dalam kesatuan
tentaranya, yang akhirnya membuat para cendikiawan menganggap dia sebagai
seorang Bapak Penyatuan. Dia juga Mendorong pernikahan antara tentaranya dengan
suku2 asing tersebut,dan dia sendiri juga menikahi 2 putri dari suku2 asing
tersebut
Daerah
paling terpopular yang pernah ia kuasai adalah Alexandria (Mesir) atau dalam
bahasa arab Iskandariyah,dinamai sesuai namanya. Al Quran menyebutkan Raja
Alexander dalam beberapa ayat antara lain Al Kahfi 83-89. Diantara tentaranya,
ada beberapa suku Yahudi yang ikut yang dikenal sebagai B’nai Jacob (Anak dari
Nabi Yakub)
Hari
ini,para keturunannya menyebut dirinya sebagai orang Minangkabau, yang didapat
dari kata2 generasi mereka sebelumnya “Bainang Ka Yakubu” atau aslinya B’nai
Yakub (sesuai lidah generasi pertama). Selama kunjungan Alexander ke Asia
Timur,Pernikahan besar2an antara tentara Alexander dan suku asli Asia timur
terjadi sesuai perintah Alexander,karena China adalah tempat yang sangat damai
untuk beristirahat,dan tentu saja,karena raja tidak membawa wanita di dalam tim
tentaranya.
Dan
hasilnya, pria dari suku Yahudi B’nai Yakub menikah dengan wanita2 dari suku di
China dan membawa kebudayaan dari masing2 adat. Dari Cina, Raja melanjutkan
berlayar ke Laut Cina Selatan dan memutari Selat Malaka menuju pantai barat
Sumatera
Beberapa
keluarga percampuran Yahudi-China tersebut memutuskan untuk menetap, yang lain
mengambil rute lain ke India dari jalur Nepal. Ketika mereka sampai diantara
pulau Siberut dan dataran utma Sumatera mereka dapat Melihat puncak Gunung
Merapi.
Jika
anda pergi naik Speedboat dari Pelabuhan Ikan Padang,Muara dan pergi ke Pulau
Siberut, sekitar 2 jam setelah meninggalkan pulau utama, dengan cuaca yang
baik,anda akan bisa melihat Gunung merapi nun jauh disana. Kelihatan mistik.
Sekitar 4 jam dengan boat dari Padang ke Pulau Siberut. Merapi adalah sebutan
sekarang, kata ini diturunkan dari kata “Marave”, bahasa Aram yang berarti
“tempat yang paling tinggi”
(ada
lagu daerah yang terkenal yang diambil dari cerita kuno yang mengatakan “Sajak
Gunuang
Marapi sagadang talua itiak.” Yang berarti “sejak Gunung Merapi sebesar telur
itik). Bahasa Aram adalah bahasa Ibu dari Bahasa Arab dan Ibrani.Bahasa ini
dipercaya sebagai bahasa yang dipakai Nabi Ibrahim A.S dan dan tidak diragukan
lagi begitu juga dipakai Raja Alexander juga.
Jakarta
30 February 2009
Ko
salah megutip, Di dalam Al-Qur'an tak disebutkan nama tembok yang dibangun dan
tembok itu digunakan untuk mengurung Ya'Juj dan Ma'juj....
Jelas
yang membuat data ini orang Melayu Malon yang dengki akan kejayaan Minangkabau,
ada beberapa kerancuan dan ketimpangan yang tidak disadari Malon dalam data tu:
1.
Harap dicatat, dalam Tambo Minangkabau,
orang Minang itu disebutkan sebagai keturunan Iskandar Dzulkarnain, BUKAN
Alexander the Great. Harus diingat, Iskandar Dzulkarnain TIDAK SAMA dengan
Alexander the Great. Iskandar Dzulkarnain yang tercatat dalam al-Quran
diperkirakan hidup sezaman dengan Nabi Musa dan Nabi Khidir, berarti kira-kira
1500 SM, sedangkan Alexander the Great lahir tahun 356 SM, sebuah jarak waktu
yang sangat jauh. Selain itu, Iskandar Dzulkarnain adalah seorang mukmin
penganut agama tauhid yang sangat taat kepada Allah, sedangkan Alexander
seorang kafir penganut paganisme Yunani yang menyekutukan Allah. Iskandar
Dzulkarnain seorang laki-laki yang normal, sedangkan sejarah mencatat bahwa
Alexander the Great adalah seorang gay (homosex).
2. Di
mana-mana referensi, orang Yahudi biasa disebut sebagai Bani Israel bukan Bani
Yakub, walaupun Nabi Yakub itu dijuluki Israel. Istilah Bani Yakub tidak lazim
digunakan, bahkan oleh orang Yahudi sekalipun, jelas istilah itu hanya
dikarang-karang sahaja oleh penulis data ini.
3.
Tidak ada dalam sejarah Alexander the Great pernah membuat dinding penghalang
bagi kaum Ya'juj dan Ma'juj, sedangkan dalam al-Quran diceritakan bahwa
Iskandar Dzulkarnain pernah membangun sebuah tembok tinggi untuk menghalangi
kaum Ya'juj dan Ma'juj dari umat lain
Dzulqarnain
berkata:‘Apa yang telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku terhadapnya adalah
lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar
aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan
besi.’ Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung
itu, berkatalah Dzulqarnain:‘Tiuplah (api itu).’ Hingga apabila besi itu sudah
menjadi (merah seperti) api, diapun berkata:‘Berilah aku tembaga (yang mendidih)
agar kutuangkan ke atas besi panas itu.’ Maka mereka tidak bisa mendakinya dan
mereka tidak bisa (pula) melubanginya. Dzulqarnain berkata:‘Ini (dinding)
adalah rahmat dari Rabbku, maka apabila telah datang janji Rabbku Dia akan
menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabbku itu adalah benar’.”
(Q.S.
al-Kahfi : 95 - 98).
Jadi
kesimpulannya jelas orang Minangkabau BUKAN keturunan Yahudi. Orang Minangkabau
adalah keturunan Iskandar Dzulkarnain, bukan keturunan Alexander the Great!
Dasar
Melayu Malon bodoh, mengambil referensi tidak teliti dan sembarangan, tidak
guna otak untuk menganalisa kebenaran. Pantaslah Melayu Malon tu jadi bangsa
rendah dan hina sepanjang masa..
NASEHAT NENEK MAMAK
“tak tahu di rundiang kato putuih
tak tahu di kieh kato sampai”
(tak tahu pada rundingan kata putus
tak tahu pada kiasan kata sampai).[1]
Hancurnya moral lebih banyak
disebabkan kehancuran penegak moral itu. Bila kita melihat salah satu bimbingan
syarak, maka moralitas satu kaum atau bangsa dipegang utamanya oleh kaum ibu.
Di Minangkabau kaum ibu disebut bundo kanduang. Pesan Agama
menjelaskan bahwa “kaum perempuan adalah tiang sebuah negeri, bila dia baik
akan baik pula negeri itu dan bila mereka telah rusak, akan binasalah negeri
itu”.
Maka tidak salah manakala orang
Minangkabau menghormati kaum perempuan. Wisram Hadi, menyebutkan Minangkabau
“Negeri kaum Perempuan”, tidaklah berlebihan. Karena itu menjaga muruah
(marwah) sebagai perempuan dan juga lelaki yang akan melindungi perempuan
itu, menjadi amat penting dalam kato di Minangkabau, seperti yang diungkapkan
dengan:
“Arang lah
tacoreang di muko,
aiklah
sakuliliang badan
Lah cabiak
baju di dado
Tak ka
tatutuik jo tapak tangan”
(Arang sudah tergores di muka,
Aib telah sekeliling tubuh,
Telah robek baju di dada
Tak akan tertutup dengan telapak tangan). [2]
Menambah yang telah ada merupakan
bakti kepada ibu sebagai imbalan dari kasih sayangnya yang tidak mungkin
terbalas itu, sehingga seorang ibu menasehati jejakanya yang baru menikah:
“Kok indak
ka manambah
jan dicinto
mangurangi
Kok tak ado
pitih balanjo,
elok usaho
dipabanyak,
kok tak ado
pulo usaho,
tolonglah
urang jo bicaro,
panjangkan
aka jo budi”
(Kalau tidak akan menambah
jangan dicita mengurangi
kalau tak ada uang belanja
baiklah usaha diperbanyak
kalau tak ada pula usaha
tolonglah orang dengan bicara
panjangkan akal dengan budi).[3]
Demikianlah seorang laki-laki harus
menjaga ketentraman rumah, kendati pun pada suatu waktu ia akan menjadi sumando
(semenda) orang lain. Di rumah isterinya itu, janganlah pula sampai
menyusahkan. Di sini pun laki-laki sebagai suami menjadi pagar baja bagi
keluarga istrinya. Dia harus menjadi “sumando niniak mamak” (semenda ninik mamak), yang tahu
akan tugas dan kewajibannya di rumah istrinya. Andaikata para jejaka yang
meninggalkan rumah ibundanya gagal dalam memenuhi bebannya, maka kesalahan
tumbuh karena kelalaian diri seorang jua adanya.
“Bukan salah bungo limbayuang
Salah dek
banda mangulito
Buka salah bundo manganduang
Salah dek
badan nan buruak pinto
(Bukan salah bunga lembayung
salahnya bamban manggelita
bukan salah bunda mengandung
salahnya badan yang buruk pinta)[4]
Kesalahan diri karena tidak hendak
memperbaiki akan berujung kepada penyesalan sepanjang hayat. Tidak dapat tidak
akan membawa badan larat melarat, berrurai air mata. Kesalahan diri lazimnya
datang karena tidak mau menuruti nasehat dan petuah orang tua jua adanya.
“Lieklah mande dadak mande
Habih dikaih
ayam sajo
Lieklah
mande anak mande
Makan bakuah
aia mato”
(Lihatlah bunda dedak bunda
habis dikais ayam saja
Lihatlah bunda anak bunda
Makan berkuah air mata).
Petaruh kepada seorang lelaki
jejaka yang beranjak meninggalkan rumah, dengan teguh dilakukan oleh ayah
bunda. Pesan pertama yang mesti diikuti dan dipegang dalam tata pergaulan
adalah menghormati ibu. Di manapun kita berada ada keharusan mencari ibu atau mandeh, sebelum mencari yang lainnya.
Senyatanya ini adalah ajaran syara’
atau agama Islam yang hakiki, bahwa sorga dan kebahagiaan ada pada kerelaan
seorang ibu. Ridha
Allah akan diperdapat karena ridhanya ayah bunda. Kemudian dilanjutkan bahwa sorga
terletak di bawah telapak ibu. Di
sinilah pertanda hidupnya akal budi dengan menghormati ayah dan ibu.
Kok buyuang
pai ka pakan
Iyu bali
balanak bali
Ikan panjang
bali dahulu
Kok iyo
buyuang ka bajalan
Ibu — mande
— cari dunsanak cari
Induak samang cari dahulu
(Kalau anak pergi ke pekan
yu beli belanak beli
ikan panjang beli dahuu
kalau bujang pergi berjalan
ibu cari dunsanak cari
induk semang cari dahulu).[5]
Sinar dari garis ibu itulah
hakikinya turunan manusia. Ibu yang mengandung sembilan bulan sepuluh hari
dengan derita di atas derita. Garis ibu pulalah garis turunan manusia pertama
kali. Tidaklah manusia akan hadir kebumi, beranak pinak jika yang ada hanya
kaum Adam belaka. Dari pada Adam yang ditempa dari tanah ibarat tembikar itu,
dengan kekuasaan Allah ditiupkan ruh kedalam jasadnya yang telah berupa dan
berbentuk.
Adam pun diberi kemulian dengan
ilmu. Dihiasi pula hidupnya dengan kehendak, nafsu dan keinginan yang
dikendalikan oleh akal fikiran sehat , dan dikunci oleh akal budi. Konon,
dari batang tubuh Adam ini diambil sebilah tulang rusuknya oleh Allah Azza
Wajalla untuk menciptakan nenek kita Siti Hawa. Sesungguhnya, peristiwa ini ibrah atau ibarat sangat dalam bahwa lelaki dan perempuan
adalah batang tubuh yang satu Maka ada kewajiban, bahwa antara satu dan
lainnya, antara kaum lelaki dan kaum perempuan, mesti saling menjaga harkat
kemuliaan.
Dari batang tubuh yang satu itu
pula kemudian dilahirkan laki-laki dan perempuan yang banyak, beranak pinak,
bercucu bercicit, hingga kegenerasi kini dan esok, sampai hari kiamat nanti.
Maka nasehat dan petuah tidak semata datang dari ayah. Tetapi bermula dari ibu,
melalui jujai dan menjujai.
Di sini kita melihat kearifan
budaya adat Minangkabau yang meletakkan penghormatan kepada mande hingga memakai sistim matrilineal,yang bukan matriarchaat, sebab kekuasaan ayah masih
dominan dalam nasab. Karena itu, orang Minangkabau bernasab ke
ayah, bersuku ke ibu dan bersako ke mamak, dengan artian bermartabat gelar dari mamaknya.
Maka nasehat mande adalah symbol
garis turunan ibu. Ketika nasehat mande tidak dihiraukan, bencana akan dating
timpa bertimpa, dan malapetaka mengintai dimana-mana.
Ijuk akan
sama di hamparan,
berbandar ke
Limau purut,
esok akan
sama dirasakan,
nasehat
bunda tidak diturut.
(ijuk akan sama di hamparan,
Berbandar ke Limau Purut,
Esok akan sama dirasakan,
Bila nasehat bunda tidak dituruti.
Walaupun bahaya itu dirasakan juga
bersama-sama kelak kemudian hari di yaumil mahsyar (isuak kan samo dirasokan). Namun ucapan katodari ibu itu bukan berarti penyesalan, akan tetapi
hanyalah karena hendak berbagai sedih saja. Hakekat nasehat dari mande dalam
garis keturunan ibu, jika selalu diperpegangi akan menjadi sesuatu yang baik.
Siriah naiak
junjuangan naiak
Bari
bajanjang kayu laban
Sansai baiak
binaso baiak
Badan ang
juo manangguangkan
(sirih naik junjungan naik
beri berjenjang kayu laban
sengsara baik binasa baik
badanmu juga menanggungkan)
Ibu yang memberikan pedoman dan nasehat itu
tidak akan apa-apa, anak laki-laki yang akan menanggungkan (merasakan), bila
menyimpang dari ketentuan pesan tersebut. Seorang laki-laki secara fitrah
banyak menentukan sesuatu perbuatan dengan alamnya. Andaikata dalam sesuatu
pencapaian harapan, di alami benturan-benturan kehidupan, maka kembalilah
harapan itu ditumpahkan kepada ibu (bukan ayah), sebagaimana harapan Malin Deman kepada Mande (ibu) Rubiah yang melakoni peranan ibu Minangkabau
dalam Kaba Malin Deman:
“Anak todak
dikulik lokan
Disemba dek
buruang alang
Dibao tabang
ka sasaran
Hinggok di
rantiang kayu landak
Jikok indak
mande katokan
Nyao putuih
badanlah hilang
Tasirah
tanah pakuburan
Kasiah
sayang bacarai indak”
(anak todak di kulit lokan
disambar oleh burung elang
dibawa terbang ke sasaran
hinggap di ranting kayu landak
jika tidak bunda katakan
nyawa putus badanlah hilang
termerah tanah pekuburan
kasih sayang bercerai tidak).[6]
Dalam sikap hidup bermasyarakat dijelaskan
dalam fatwa adat:
“Kaluak paku kacang balimbiang
pucuaknyo
lenggang-lenggangkan
dibao urang
ka Saruaso
Anak
dipangku kamanakan dibimbiang
Urang
kampuang dipatenggangkan
Dijago nagari
jan binaso.
(keluk paku kacang belimbing
pucuknya lenggang-lenggangkan
dibawa orang ke Saruaso
Anak dipangku kemenakan dibimbing
Orang kampung dipertenggangkan
Dijaga nagari jangan binasa).[7]
Dalam pepatah adat, akan
digambarkan sebagai obyek penelaahan akan tetapi juga harus dijadikan suri
tauladan sebagai guru, sebagaimana disebutkan dalam ungkapan berikut:
“Panakiak
pisau sirauik
Ambiak galah
batang lintabuang
Salodang
ambik ka nyiru
Nan satitiak
jadikan lauik
Nan sakapa
jadikan gunuang
Alam
takambang jadikan guru”
(Penakik pisau seraut
ambil galah batang lintabung
salodang jadikan niru
yang setitik jadikan laut
yang sekepal jadikan gunung
alam terkembang jadikan guru).[8]
Di sini ternyata lagi, betapa besar
pengaruh monisme yang mengakibatkan aspek emosional bahasa itu. Coba kita
perhatikan pepatah adat Minangkabau berikut:
“Kalau
dibalun sabalun kuku
Kalau dibantang
saleba alam
Walau
sagadang bijo labu
Bumi jo
langik ado didalam”
(Kalau digumpal sekecil kuku
kalau dibentang selebar alam
Walau sebesar biji labu
Bumi dan langit ada di dalam).
“Kalimaia
ditimpo batin
Mati ditimpo
galo-galo
Dalam laia
ado babatin
Dalam batin
bakulimaik pulo
(Kelemayar ditimpa batin
mati ditimpa gala-gala
dalam lahir ada berbatin
dalam batin berkelipit pula).
Emosi yang kuat dapat meraba isi
ungkapan paradok di atas.
Begitupun “dalam laia ado
babatin” merupakan alihan dari “dalam
tersurat ada tersirat“. Oleh sebab itu
pula pepatah-pepatah seperti dibahas tidak kita pandang sebagai sikap
pesimistis, sebab selamanya harus dicari pada daerah jangkauan emosi.
Perhatikanlah pula pepatah yang berikut ini ;
“kok
mandi di hilia-hilia
kok manyauak
di bawah-bawah
kok bakato
marandah-randah
kok anak
bapisau tajam
kok bapak
badagiang taba
sapandai-pandai
mancancang
tungkahan
juo nan kalusuah
sapandai-pandai
batenggang
sipangka juo
nan ka luluah”
(kalau mandi di hilir-hilir
kalau menyauk di bawah-bawah
kalau berkata merendah-rendah
jika anak berpisau tajam
kalau ayah berdaging tebal
sepandai-pandai mencencang
landasan juga yang akan lusuh
sepandai-pandai bertenggang
sipangkal juga yang akan luluh).[9]
Penghargaan terhadap alam mengajak
emosi untuk menempuh jalan belakang, atau dari seluruh penjuru (atau yang
tersirat) untuk memperoleh hakekat yang dikandung oleh pepatah tersebut. Nanti
jika emosi sudah sanggup meraba, barulah pikiran kita menampak kebenarannya.
Demikian terang, betapa aspek emosional itu selalu bergandengan dengan logika
dalam bahasa Minangkabau yang berfungsi sebagai pendalam pengertian dan menjaga
keindahan bahasa. Namun aspek ini tidaklah mengarah kepada ungkapan “Bila emosi telah berbicara, pupuslah
(habislah) semua pertimbangan akal“. Maka dalam bertutur bahasa
Minangkabau, emosi mengendalikan akal pikiran, dan dalam semasa pikiran juga
memandu emosi. Di sini terlihat besarnya hikmah yang dianugerahkan Allah SWT
kepada manusia.
Allah SWT berfirman, “man yu’ta al hikmata faqd
utiya khairan katsiran”, maknanya, siapa
yang diberi hikmah tentulah dia telah mendapatkan anugerah yang sangat besar.
Hikmah diperdapat melalui ajaran agama (syarak mangato), dan melalui
pembelajaran, pendalaman dan pemahaman dari ilmu pengetahuan. Di samping itu,
yang paling menentukan pula di dalam pembentukan watak anak manusia adalah,
pembiasaan terus menerus dari kebiasaan (‘urf) luhur, yang telah tumbuh dan berekembang baik sejak
anak-anak turunan berusia dini. Pendidikan watak itu, dimulai dari pembiasaan
berbahasa yang santun, elok dan indah dari lingkungan keluarga, rumah tangga
dan pergaulan keseharian. Dari sini dimulai langkah PAUD (Pendidikan Anak Usia
Dini) itu.
Kedua unsur di antara “rasa dan
periksa” itu, akan selalu isi mengisi. Di sini pula terlihat keharusan materi
pendidikan untuk sebisanya dapat mempertimbangkan aspek rasa dan aspek
logika dalam masyarakat.
Bagi orang tua-tua di Minangkabau
hal ini disadari sebagai tanggung jawab mereka. Tanggung jawab untuk mewariskan
kepada generasi pelanjut yang akan datang. Agar tata berbahasa di dalam
mengungkapkan maksud dan tujuan yang akan di utarakan jelas serta tidak
menghadirkan konflik, baik bagi yang mengungkapkan, apalagi bagi yang akan
menerima.
Kehati-hatian dengan perilaku seseorang
sangat penting, oleh karena akibatnya tidak ditanggung sendirian saja.
Moral ini digagaskan oleh pepatah:
“ingek-ingek
nan mamanjek
nan di bawah
jaan jatuah
ingek
dahan nan ka maimpok
rantiang
kok nan kamalato”
(ingat-ingat yang memanjat
yang di bawah jangan jatuh
ingat dahan yang akan menimpa
ranting yang akan melata).
Selanjutnya konsep tentang hidup bersama dapat
dilihat dalam fatwa berikut:
“dikaba
baik baimbauan
dikaba
buruak ba ambauan
jauah cinto
mancinto
dakek jalang
manjalang”,
(jika ada kabar baik diimbaukan
jika ada kabar buruk berdatangan
jika jauh ingat mengingat
bila dekat jelang menjelang).
Konsep mengenai perimbangan
pertentangan, sebagaimana keharusan sifat manusia yang tidak mungkin baik
selalu atau jahat selalu Sebagaimana dipahami dalam kehidupan bahwa “inna az zaman qad
istadara”, artinya “zaman
selalu berubah dan musim senantiasa berganti,
maka tidak mungkin manusia dan satu keadaan tetap adanya. Yang selalu ada
adalah berubah selalu. Perubahan, bagaimanapun deras ataupun tenangnya hanya
mungkin diarahkan kepada satu jurusan yang dikehendaki dengan pertolongan
pengaruh luar
Dalam hal penggunaan bahasa
ungkapan di Minangkabau, juga diterapkan dengan bahasa dan sastra yang
indah. Seperti ;
“sayang di
anak dilacuk-I,
sayang di
kampuang ditinggakan”
(sayang pada anak dilecuti,
sayang pada kampung ditinggalkan).
Penggunaan ungkapan ini memberi
arti dalam kehidupan berkeluarga. Peringatan dan pendidikan tetap dilakukan
dengan kasih sayang. Namun, di dalam pelaksanaan, atau realitas masih terbuka
kemungkinan, ketika bersua pembangkangan. Kedua orang tua yang memiliki
wewenang mendidik dan membentuk watak generasi pelanjutnya, masih mempunyai
jalan terbuka. Penerapan aturan yang tegas, untuk melaksanakan hukuman atas
pembangkangan, dan dilakukan semata karena kasih sayang jua adanya. Sekali
bukan karena balas dendam tanpa kendali.
Di sinilah kekuatan sastra lisan
Minangkabau, yang tidak hanya kuat dalam ungkapan tetapi juga teguh dalam
konsep. Di dalam sikap bergaul, konsep keseimbangan ini tetap dijalankan.
Sebagai dijelaskan oleh pepatah kehidupan sebagai berikut ;
“jikok
tagang bajelo-jelo
jikok kandua
badantiang-dantiang
dari pai
suruik nan labiah
samuik
tapijak indak mati
alu
tataruang patah tigo”
(jika tegang berjela-jela
jika kendur berdenting-denting
dari pergi surut yang banyak
semut terpijak tidak mati
alu tertarung patah tiga).[10]
Hendaklah dimaklumi, bahwa perimbangan
pertentangan itu terlihat juga dalam menentukan serta melaksanakan berbuat,
seperti dilukiskan dengan indah penuh makna di dalam ungkapan berikut:
“mancancang indak mamutuihkan
manikam indak manabuak-i
mangauik indak mangameh-an
mangaruak indak mahabih-i”
(mencencang tidak memutuskan
menikam tidak menembus
meraup tidak mengemasi
mengeruk tidak menghabisi).
Konsep hidup bergaul dengan mengedepankan
keseimbangan, menjadi kekuatan besar di dalam berhadapan dengan lawan.
Taktik yang tepat dan tidak semata lihai
tidak dapat tidak harus dipakai. Semacam penerjemahan langsung dari
bimbingan syarak “fabima
rahmatin min Allah, lintalahum …” , artinya dengan rahmat Allah dan
kelembutan menghadapi cara-cara lawan, dan dengan keteguhan prinsip beradat yang
dipunyai generasi Minangkabau, niscaya akan lintuh hati lawan itu.
Prinsip perimbangan dan pertentangan juga dapat terasa di dalam sastra pepatah
Minangkabau, sebagai berikut:
“kok taimpik
nan di ateh
kok
takuruang nan di lua
angguak anggak
geleang amuah
unjuak nan
indak babarikan”
(jika terhimpit yang di atas
jika terkurung yang di luar
angguk enggak geleng mau
unjuk yang tidak diberikan).
Ada satu kesalahan
dalam pemakaian istilah sastra pepatah yang satu ini. Sering diganti kata nan (artinya yang) dengan kata-kata nak(artinya hendak). Makna dan maksudnya akan jauh berbeda.
Hal yang diungkapkan pepatah ini dilakukan
ketika berhadapan dengan musuh. Atau ketika melakukan kegiatan diplomasi.
Sebab, dalam perkara tersebut dalam realitas amat diperlukan berpandai-pandai bersilat lidah, untuk menampik argumentasi lawan
berbicara.
Sebuah contoh lagi tentang penerapan konsep
bahasa, yaitu konsep mengenai kriteria masyarakat yang digambarkan dengan
predikat“kato” (kata). Ada
delapan golongan yang digambarkan dengan “kato” dimaksud, yaitu:
“kato
pangulu kato manyalasai
kato ulama
kato hakikaik
kato rang
tuo kato nan bana
kato rang
mudo kato bamanih
kati
rajo kato malimpah
kato padusi
kato marandah
kato rang
banyak kato bagalau
kato
anak-anak kato mangadu”
(kata penghulu kata menyelesaikan
kata ulama kata hakekat
kata orang tua kata yang benar
kata orang muda kata bermanis
kata raja kata melimpah
kata wanita kata merendah
kata orang banyak kata bergalau
kata anak-anak kata mengadu).[11]
Selain dari pada delapan kata itu,
maka konsep
kato yang mesti dipakai oleh generasi
muda di dalam meningkatkan pergaulan hidup, antara lain ;
“kok
pai anak marantau
mandilah di
bawah-bawah
manyauk di
ilia-ilia
tapi kok
dipakok urang banda sawah
dialiah
urang latak pasupadan.
Busuangkan
dado buyuang padek-padek
Paliekkan
tando wa ang laki-laki
Jaan takuik
tanah tasirah
Aso
ilang duo tabilang
Sabalun aja
bapantang mati
Namun di
dalam kabanaran
Bia
dipancuang lihia putuih
Satapak nan
jaan namuah suruik”
(kalau pergi anak merantau
mandilah di bawah-bawah
menyauklah di hilir-hilir (jangan membangga diri)
tapi kalau ditutup orang bandar sawah
digeser orang letak batas tanah
busungkan dadamu buyung, teguh-tegap,
perlihatkan tandamu laki-laki
jangan takut tanah akan merah
esa hilang dua terbilang
sebelum ajal berpantang mati
namun di dalam kebenaran
biar putus leher dipancung
setapak jangan mau mundur).[12]
Selanjutnya konsep yang mengandung
nilai pendidikan (paedagogis) dalam setiap erbuatan, tidak boleh berlaku
kesewenangan. Baik dalam ungkapan, arti ataupun tindakan. Semua ungkapan
haruslah mempunyai maksud (tujuan) yang terang:
“kok balaia
manuju pulau,
bajalan
manuju bateh,
malantiang
manuju tampuak,
bakato
manuju bana”
(bila berlayar menuju pulau,
berjalan menuju batas,
melenting menuju tampuk,
berkata menuju benar).[13]
Sedangkan sikap yang
setengah-setengah atau tanggung-tanggung di dalam berfikir atau berbuat menjadi
satu yang amat disesali.
Konsep kehidupan mendua sangat
dicela. Hilangnya keteguhan mesti dijauhi. Fatwa adat telah menjelaskan sebagai
berikut ;
“kapalang
tukang binaso kayu
kapalang
cadiak binaso adaik
kapalang
alim rusak agamo
kapalang
paham kacau nagari”
(alang tukang terbuang kayu
alang cerdik binasa adat,
alang alim rusak agama
alang paham kacau nagari).
Kehidupan beradat adalah kehidupan berbudaya
yang dituntun oleh akhlak agama, atau sejalan dengan ajaran syarak (syari’at)
Islam.
Masyarakat yang hidup dalam
pergaulan tanpa mempunyai akhlak mulia sesuai tuntunan agama Islam, akan meraih
kehidupan yang sengsara. Fatwa adat menyebutkan sebagai berikut:
“dek ribuik
kancang ilalang
katayo
panjalin lantai
iduik nan
jaan mangapalang
kok tak kayo
barani pakai”
(karena ribut goncang hilalang
ketaya penjalin lantai
hidup jangan alang kepalang
bila tak kaya berani pakai).
“Sutan
tumangguang manjua padi
duduak
basukek di ateh dadak
bujang
tangguang gadang tak jadi
apo ka namo
badan awak”
(sutan temenggung menjual padi
duduk bersukat di atas dedak
bujang tanggung besar tak jadi
apa akan nama badan diri).[14]
Di dalam bertutur kata dan
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dalam pergaulan hidup bermasyarakat,
perlu diperpegangi bimbingan pepatah adat di bawah ini, yaitu:
“kok bakato
paliharokan lidah
kok maliek
paliharo mato,
mandanga
paliharokan talingo
malenggang
paliharokan tangan
bajalan
paliharokan kaki
ingek
rantiang nan ka malato
dahan nan ka
manimpo”
(jika berkata peliharakan lidah
bila melihat pelihara mata,
mendengar pelihara telinga
melenggang pelihara tangan
ingat ranting yang akan melata
dahan yang akan menimpa)[15]
Sebagian dari “kato pusako” itu, telah
tertuangkan dalam sastra lisan anak nagari di Minangkabau, menjadi ungkapan
tutur sehari-hari, menjadi panduan dalam berhubungan kata satu dan lainnya.
Kata petuah adat menyebutkan sebagai berikut:
“nan babarih
babalabeh
nan baukua
nan bajangko
tantang
takuak tibo tabang
tantang ukua
tibo kabuang
tantang
barih tibo paek
tantang
sakik lakek ubek
jalan pasa
nan ditampuah
sumua elok
nan ditimbo
aia janiah
nan disauak”
(yang bergaris berbelebas
yang berukur yang berjangka
tentang tekuk tiba tebang
tentang ukur tiba kabung
tentang garis tiba pahat
tentang sakit lekat obat
jalan pasar yang ditempuh
sumur elok yang ditimba
air jernih yang disauk).
Bagaimanapun situasi dan tempatnya,
hasrat untuk berbasa basi dalam masyarakat beradat di Minangkabau sangat
menonjol sekali.
Hal ini terlihat nyata dalam satu
realitas Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) orang Minangkabau, terutama
ketika telah berhadapan dengan tamu. Kendatipun pada hakekatnya, tidak
sesuatupun yang mungkin dapat disuguhkan kepada tamunya secara materi, namun
basa basi tetap mengemuka. Fatwa di bawah telah ikut menjelaskan hal seperti
itu:
“Indak nan
sirah dari sago
indak nan
kuriak dari kundi
indak nan
indah dari baso
indak nan
baiak dari budi”
(tidak yang merah dari saga
tidak yang kurik dari kundi
tidak yang indah dari basa
tidak yang baik dari budi).
Fatwa diatas diperjelas kedudukannya
dalam suatu anjuran, untuk selalu berupaya melenyapkan akibat yang tidak baik
yang hendaklah dilakukan:
“Pucuak
pauah tangah tajelo
panjuluak
bungo galundi
nak jauah
silang sangketo
paaluih baso
jo basi”
(pucuk pauh tengah terjela
penjuluk bunga galundi
agar jauh silang sengketa
perhalus basa dan basi).
Dasar Melayu Malon bodoh, mengambil referensi tidak teliti dan sembarangan, tidak guna otak untuk menganalisa kebenaran. Pantaslah Melayu Malon tu jadi bangsa rendah dan hina sepanjang masa.
ReplyDelete-------------------------------------------------------
Apa maksud kau njing, pakai menghina orang melayu, dari pada kau tulis macam ini baik kau kumpulkan minang anjing kau tu bawak merenung massal, pikir diri kau baik baik, kau cuma numpang disini jangan lah ribut.
Kalau kau turunan Iskandar Zulkarnain aku tak peduli kami melayu pun tak peduli, juga tak tahu karena kami banyak tak berpendidikan, mengapa tak kau tanya orang jawa yang umumnya lebih banyak sekolah dari pada kami orang melayu, orang tu mungkin lebih paham sejarah, kau tak berani karena kau penakut orang tu lah banyak jadi penguasa, kau ni cuma tersinggung dengan pepatah Telunjuk lurus kelingking berkait, yang memang pas dengan kau.
Zaman aku kecil aku tak percaya cerita pakcik aku soal orang minang yang macam bangsat, tapi sampai aku dipekan ni aku baru tau kalau bangsa kau memang macam bangsat, munafik, penipu, suai lah macam kau dah pakai toga tapi dari mulut kau masih keluar kata-kata kotor.
aku nak cerite sikit sama kau, sekarang aku kerja dipercetakan di sukajadi, ada 2 melayu aku sama kawan aku anak siak, ada satu minang kerjanya ngelas, gaji kami dah sama tapi masih juga iri karena kami kerja pakai komputer, apa nak buat lagi cuma tamat SD tak mungkin lah jadi operator pulak, tiap hari banyak cakap fitnah dari pada kerja, pandai cakap agama tapi dah dua kali mencuri, untung bos nya juga minang anjing macam kau, aku tambah lagi contoh buat kau : januari kemarin ada anak PKL dari payakumbuh baru sebulan dah berani mencuri, apalah ubahnya macam kau jugak bawak-bawak ayat, hadist, tapi munafik, begitulah walau dah kacau percetakan tu masih jalan dengan keiklasan hati kami yang mau dibayar murah cuma 1500.000 njing, bawah UMR
Sekarang apa kau nak bela bangsa kau yang memang dah bangsat dari lahir, bangsa penghianat, tengok aja sultan abdullah dari kampar yang jadi budak portugis bekhianat dengan bapa mertuanya sultan mahmud dari melaka, berapa banyak orang demak mati tenggelam diselat malaka karena penghianatan bangsa kau waktu itu, bangsa kau pun bangsa penjilat tanah kau negeri 9 dimalaysia tu aja hasil dari moyang kau yang menjilat sultan siak, mentang-mentang dah tolong raja kecik lari kepagaruyung.
Aku tak bilang orang melayu orang baik, ada juga yang buruk, aku juga dah ketemu orang jawa, bugis, batak, tapi tak ada yang telewat bangsat macam orang minang, Pepatah diatas dah pas untuk kau, instropeksi diri sendiri dulu njing baru hujat orang lain.
2005 aku kepekan ni, kau tahu apa yang tak ada dipekan ni tapi ada direngat : sopan santun dan halus bahasa njing, jangan lah kau ngaku dah berbudaya baru tesenggol sikit dah memaki, Aku dah tengok Biodata anas ma'mun dia sekolah di Sumbar ye, pantas lah macam Setan bisa-bisanya bilang pantek didepan umum, disini aku memaki kau karena kau memang pantas dimaki.
Pekanbaru ni bukan tanah nenek moyang kau, kalau iya apa sumbangan kau disini, sebelum orang kami jadi gubernur apa yang kau buat, ada kah kau tarik investor ke Riau ni macam Rusli Zainal buat, sebelum Otonomi daerah di desak ke pusat, jangankan jalan layang, Mall pun tak sanggup kau bangun.