Sunday, May 19, 2013

TUHAN TIDAK "ADA" MENURUT VERSI TUKANG CUKUR (Humor)


TUHAN TIDAK "ADA" MENURUT VERSI TUKANG CUKUR (Humor)

Tukang cukur: ”Saya tidak percaya Tuhan itu ada.”
Kiwir: “Kenapa?”
Tukang cukur: “Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, di jalanan, untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada. Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, adakah yang sakit? Adakah anak terlantar?
Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit atau kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi.”
Kiwir diam. Ia berpikir keras. "Bagaimana caranya agar tidak terjebak dalam debat kusir," pikir Kiwir. Seusai potong rambut itu, Kiwir pergi meninggalkan 'barber shop'.
Beberapa saat kemudian, di jalan Kiwir melihat seorang lelaki berambut panjang, tidak beraturan, kribo gimbal dan kotor. Brewoknya pun semrawut, seperti habis ditimpa puting beliung. Orang itu terlihat dekil dan tidak terawat.
Kiwir buru-buru kembali ke tempat tukang cukur dan berkata, “Kamu tahu, sebenarnya tukang cukur itu tidak ada!”
Tukang cukur tidak terima. Ia protes. ”Kamu kok bisa bilang begitu? Saya disini dan saya tukang cukur. Dan baru saja saya mencukurmu!,” tandasnya
“Tidak!,” elak Kiwir. “Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang, gondrong, serta brewokan semrawut seperti orang itu,” kata si Kiwir sambil menunjuk ke arah luar.
“Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!,” sanggah tukang cukur. ”Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke saya,” jawab si tukang cukur membela diri.
 “Cocok!,” kata Kiwir menyetujui. “Itulah masalahnya. Sama dengan Tuhan, Dia  itu ada! Tapi apa yang terjadi? Orang-orang tidak mau datang kepada-Nya, dan tidak mau mencari-Nya. Maka, banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini,” katanya.
Tukang cukur itu terdiam seribu bahasa, sambil menundukkan kepalanya, berpikir sejenak dan lanjut mencukur konsumennya. Dan, kemungkinan besar ia sudah percaya pada Tuhan. [Mizan.com/Disadur dari syafiqb.com]
*Rubrik "Humor Sufi" akan hadir setiap hari selama Bulan Ramadhan dengan cerita-cerita baru yang lucu & menarik, namun penuh hikmah dan keteladanan.



"INGAT JIKA KITA KEHILANGAN UANG ,MAKA KITA BISA MENCARI LAGI TAPI JIKA KITA KEHILANGAN ,,WAKTU MUSTAHIL MEMBELINYA KEMBALI,,,"

Yah perbedaan orang Pintar dan orang Bodoh
1) Orang Pintar hanya menjadi Pengamat sejarah sedangkan orang bodoh adalah pelaku sejarah,,
= saking pintarnya diaa ,,hanya sibuk menganalisis gimana ini dengan perkembangan sejarah sedangkan ia tidak berani melangkah ,tapi orang bodoh karena tidak tahu dengan ilmu analisis apalah ..langsung aja melangkah ..tanpa peduli rezikonya ..sehingga ia tercatat namanya sebagai pelaku sejarah.


Tidak punya cita-cita



Tidak punya cita-cita, menjadi penyebab miskin. Bagi kita anak bangsa indonesia marilah kita mewujudkan cita-cita negara kita dan bangsa kita dengan cara kita belajar dan janganlah jadi rang malas karena kemalasan itu dapat membuat kita menjadi bodoh. MARILAH KITA BELAJAR dan BELAJAR UNTUK MASA DEPAN KITA dan BANGSA,NEGARA KITA.


1.Jangan Malas Dalam Pengembangan Diri

Saya tidak akan membahas lagi tentang malas karena sudah sering dibahas di blog Motivasi Islami ini. Silahkan Anda cari melalui form pencarian, Anda akan menemukan artikel-artikel tentang malas.
Langkah pertama agar Anda tidak menjadi pemalas ialah jangan malas membaca artikel-artikel tentang malas. Biasanya orang malas akan malas membaca artikel tentang malas karena merasa tersindir.

2.Jangan Manja, Peran Anda Yang Utama

Saat Anda menemukan kesulitan dalam proses pengembangan diri, jangan manja. Jangan cepat minta tolong atau bertanya. Cobalah berusaha sendiri, mencoba sendiri, dan mencari jawaban sendiri jika perlu jawaban. Mungkin ada orang yang mau menolong Anda. Mungkin juga orang merasa jengkel karena Anda manja, sedikit-sedikit minta tolong atau bertanya. Tetapi yang lebih penting ialah Anda akan berkembang jika Anda melalui kesulitan sendiri.
Jika Anda manja, Anda tidak melalui kesulitan karena di tolong orang, maka pelajaran hidup yang Anda dapatkan akan sangat sedikit. Anda akan mendapatkan pelajaran jika Anda berusaha sendiri, mencoba sendiri, dan mencari jawaban sendiri. Mungkin akan gagal berulang kali, mungkin harus berkorban, atau mungkin akan menyakitkan. Tetapi semua itu akan terbayar oleh pelajaran hidup (hikmah) yang sangat berharga. Berproses sama artinya Anda mematangkan diri.

3.Jangan Mencari Jalan Pintas

Orang yang tidak sabar sering kali ingin mendapatkan jalan pintas. Dia tidak mau melalui proses, maunya langsung berhasil. Ciri orang seperti ini salah satunya ialah orang yang menganggap panduan, teknik, strategi, atau tips sebagai mantra yang menyulap dia menjadi orang hebat secara sekejap.
Padahal, semuanya untuk Anda pelajari, lakukan, dan coba. Mungkin harus berulang-ulang dalam belajar, berulang-ulang dalam mencoba, dan mengalami kegagalan. Itu memang proses dan Anda harus berproses. Tidak ada tongkat ajaib, tidak ada mantra ajaib, karena semuanya perlu proses.
Namun perlu dibedakan dengan cara cerdas. Cara cerdas adalah cara yang pernah dilakukan oleh orang lain, dengan cara yang benar, terbukti berhasil, dan dengan cara yang cepat. Anda tidak perlu meraba-raba cari baru jika ada yang sudah terbukti berhasil. Jika Anda mau belajar lebih jauh tentang cara cerdas, silahkan baca ebook Revolusi Waktu dan Daya Ungkit.

4.Jangan Mencari Musuh

Satu lagi yang aneh ialah banyak orang yang mau belajar tetapi malah mencari musuh. Mereka butuh bimbingan tetapi memintanya dengan cara yang tidak baik. Saya sering menemukan komentar di blog atau forum-forum yang bertanya dengan cara memaksa dan marah-marah. Padahal mereka butuh bimbingan.
Justru, jika Anda mencari teman, Anda akan banyak mendapatkan “guru” atau penasehat. Siapa pun tidak suka dengan orang yang suka marah-marah atau mencari musuh. Justru, Anda akan dijauhkan.
Para mentor, master, guru, atau pembimbing pastilah orang sibuk. Tidak ada orang hebat yang nganggur, sebab mereka dibutuhkan orang. Oleh karena itu, Anda perlu pendekatan yang baik dan  sabar untuk mendapatkan bimbingan dari mereka.

5.Jangan Bermental Gratisan

Jika Anda menghargai diri sendiri, maka berikan yang terbaik bagi diri Anda. Jangan bermental gratisan, segalanya mau gratis.
“Tapi, saya benar-benar tidak punya uang.”
Anda tetap harus membayar, tidak selamanya dengan uang. Bisa dengan tenaga Anda, bisa dengan ide Anda, bisa dengan waktu Anda, atau apa pun yang Anda miliki. Yang penting jangan hanya mau diberi tanpa memberi.
Dia yang mau-nya hanya yang gratis, memiliki kesempatan kecil untuk menjadi mampu membeli.
Mario Teguh
Mungkin Anda berpikir, saya mengatakan ini supaya Anda membeli produk saya. Saya memang membuat produk yang saya yakini membantu Anda. Tapi bukan itu intinya, silahkan Anda membeli produk-produk yang dibuat oleh orang lain. Yang penting adalah Anda jangan memiliki mental gratisan, karena kerugian yang akan Anda dapatkan jauh lebih besar dibanding penghematan Anda.
OK, jadi ada lima hal yang jangan Anda lakukan jika Anda mau sukses dalam pengembangan diri.



1.Upaya mencari Tuhan
.
         Berdasar pengertian bahwa Tuhan bersatu dengan ciptaan-NYA itu,(wihdatul wujud) oleh Al-Hallaj dan Ibnu Arabi, ajarannya sampai ke tanah Jawa, maka orang Jawa pun tergoda untuk mencari dan membuktikan keberadaan Tuhan. Mereka menggambarkan usaha pencariannya dengan memanfaatkan sistim simbol untuk memudahkan pemahaman. Sebagai contoh pada sebuah kidung dhandhanggula, digambarkan sebagai berikut: Ana pandhita akarya wangsit, kaya kombang anggayuh tawang, susuh angin ngendi nggone, lawan galihing kangkung, watesane langit jaladri, tapake kuntul nglayang lan gigiring panglu, dst. Di sini jelas bahwa “sesuatu” yang dicari itu adalah susuh angin (sarang angin), ati banyu (hati air), galih kangkung (galih kangkung),


Pernahkah tapak kuntul nglayang (bekas burung terbang),

gigir panglu (pinggir dari globe), wates langit (batas cakrawala), yang merupakan sesuatu yang “tidak tergambarkan” atau “tidak dapat disepertikan” yang dalam bahasa Jawa ” tan kena kinaya ngapa” yang pengertiannya sama dengan “Acintya” dalam ajaran Hindu.
.
Dengan pengertian “acintya” atau “sesuatu yang tak tergambarkan” itu mereka ingin menyatakan bahwa hakekat Tuhan adalah sebuah “kekosongan”, atau “suwung”, Kekosongan adalah sesuatu yang ada tetapi tak tergambarkan. Semua yang dicari dalam kidung dhandhanggula di atas adalah “kekosongan” Susuh angin itu “kosong”, ati banyu pun “kosong”, demikian pula “tapak kuntul nglayang” dan “batas cakrawala”. Jadi hakekat Tuhan adalah “kekosongan abadi yang padat energi”, seperti areal hampa udara yang menyelimuti jagad raya, yang meliputi segalanya secara immanen sekaligus transenden, tak terbayangkan namun mempunyai energi luar biasa, hingga membuat semua benda di angkasa berjalan sesuai kodratnya dan tidak saling bertabrakan. Sang “kosong” atau “suwung” itu meliputi segalanya, “suwung iku anglimputi sakalir kang ana”. Ia seperti udara yang tanpa batas dan keberadaannya menyelimuti semua yang ada, baik di luar maupun di dalamnya.
.
Karena pada diri kita ada Atman, yang tak lain adalah cahaya atau pancaran energi Tuhan, maka hakekat Atman adalah juga “kekosongan yang padat energi itu”. Dengan demikian apabila dalam diri kita hanya ada Atman, tanpa ada muatan yang lain, misalnya nafsu dan keinginan, maka “energi Atman” itu akan berhubungan atau menyatu dengan sang “sumber energi”. Untuk itu yang diperlukan dalam usaha pencarian adalah mempelajari proses “penyatuan” antara Atman dengan Brahman itu. Logikanya, apabila hakekat Tuhan adalah “kekosongan” maka untuk menyatukan diri, maka diri kita pun harus “kosong”, Sebab hanya “yang kosonglah yang dapat menyatu dengan sang maha kosong”. Caranya dengan berusaha “mengosongkan diri” atau “membersihkan diri” dengan “menghilangan muatan-muatan yang membebani Atman” yang berupa berbagai nafsu dan keinginan. Dengan kata lain berusaha membangkitkan energi Atman agar tersambung dengan energi Brahman. Dengan uraian di atas maka cara yang harus ditempuh adalah melaksanakan “samadi”, yang intinya adalah menghentikan segala aktifitas pikiran beserta semua nafsu dan keinginan yang membebaninya. Sebab pikiran yang selalu bekerja tak akan pernah menjadikan diri “kosong”. Karena itu salah satu caranya adalah dengan “Amati Karya”, menghentikan segala aktifitas kerja.

       Apabila “kekosongan” merupakan hakekat Tuhan, apakah Padmasana, yang di bagian atasnya berbentuk “kursi kosong”, dan dianggap sebagai simbol singgasana “Sang Maha Kosong” itu adalah perwujudan dalam bentuk lain dari apa yang dicari orang Jawa lewat kidung-kidung kuna itu? Apa sebabnya di Jawa tidak ada dan baru diwujudkan dalam bentuk bangunan ketika leluhur Jawa berada di Bali? Mungkin saat itu di Jawa memang tidak membutuhkan hal itu, karena masyarakat Jawa lebih mementingkan “pemujaan leluhur“, yang dianggap sebagai “pengejawantahan Tuhan”. Kata-kata Wong tuwa iku Pangeran katon atau Orang tua (leluhur) itu Tuhan yang nampak, adalah bukti adanya kepercayaan tersebut. Itulah sebabnya di Jawa tidak ditemukan Padmasana, tetapi “lingga yoni“. Baru setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, Padmasama mulai ada di Bali. Konon sementara sejarawan berpendapat bahwa Padmasana adalah karya monumental Danghyang Dwijendra, seorang Pandita Hindu yang pindah dari Jawa ke Bali, setelah jatuhnya Kerajaan Majapahit.
.
       Sebenarnya tujuan umat Hindu ketika bersembahyang di pura, adalah untuk menjalani “proses” penyatuan diri dengan Tuhan dengan melaksanakan “yoga” secara sederhana. Karena itu setiap sembahyang tentu diawali dengan “pranayama” yang merupakan salah satu cara untuk “mengosongkan diri” dengan “mengatur irama pernafasan” Hasil minimal yang dicapai adalah “mempertenang diri” ketika “memuja Tuhan” dengan bersimpuh di hadapan Padmasana, yang diyakini sebagai tahta “Sang Hyang Widhi“. Ketika memuja itulah mereka berusaha “mengosongkan diri” dengan berkonsentrasi untuk menyatukan diri dengan “Sang Maha Kosong”. Dengan demikian mereka berharap dapat menyatu dalam rasa, yaitu rasa damai sebenarnya. Menurut orang Jawa, apabila tujuan “samadi” itu berhasil, terdapat tanda-tanda khusus.

        Konon, ketika puncak ke “hening” an tercapai, orang serasa terjun ke suasana “heneng” atau “sunya“, tenggelam dalam suasana “kedamaian batin sejati, rasa damai yang akut”, yang dikatakan “manjing jroning sepi”, atau “rasa damai yang tak terkatakan”. Suasana demikian terjadi hanya sesaat, yang oleh orang Jawa diga
mbarkan secara indah dengan kata-kata “tarlen saking liyep layaping aluyup, pindha pesating supena sumusup ing rasa jati” (ketika tiba di ambang batas kesadaran, hanya seperti kilasan mimpi, kita seolah menyelinap ke dalam rasa sejati). Di sini makna kedamaian adalah “kekosongan sejati di mana jiwa terbebas dari beban apa pun”, yang diistilahkan dengan suasana “hening heneng” atau “kedamaian sejati”. Mungkin suasana demikian itulah yang dalam agama Hindu disebut “sukha tan pawali dukha”. Kebahagian abadi yang tanpa sedikitpun rasa duka. Terbebas dari hukum rwa bhinneda.
.
       Kini masalahnya adalah siapa saja yang terlibat dalam proses penyatuan tersebut? Pertanyaan ini akan dijawab dengan tegas bahwa Sang Atmanlah diminta membimbingnya. Atman adalah cahaya Brahman, Ia Maha Energi yang ada pada diri setiap manusia, karena itu oleh orang Jawa diberi sebutan “Pangeraningsun” atau “Tuhan yang ada dalam diriku“. Karena itulah ketika kita mengawali proses “kramaning sembah” dengan pertama-tama menyebut “OM Atma Tattvatma“, orang Jawa menganggapnya sebagai ganti dari kata-kata “Duh Pangeraningsun”, yang sebelumnya amat dikenal. Namun sebelum Atman kita jadikan kawan utama dalam usaha penyatuan itu, terlebih dulu kita harus yakin bahwa ia adalah energi luar biasa. Kehebatan energi Atman itu secara simbolis digambarkan sebagai berikut: Gedhene amung sak mrica binubut nanging lamun ginelar angebegi jagad, artinya: Ia hanya sebesar serbuk merica, namun bila dikembangkan (triwikrama) seluruh jagad raya akan tergenggam olehnya. Pengertian energi ini dalam istilah Jawa disebut “geter”. Namun untuk memanfaatkannya orang harus mengenalnya lebih jauh.
.
       Lebih lanjut ajaran ini menyebutkan bahwa pada diri manusia pun terdapat 4 (empat) kekuatan yang selalu menjadi kawan dalam perjalanan hidup, di saat suka maupun duka, hingga layak disebut “saudara”. Masing-masing ditandai dengan simbol warna putih, merah, kuning dan hitam (catur sanak). Posisi mereka di dalam jiwa manusia adalah lekat dengan Atman, membuat cahayanya membentuk warna “pelangi”. Gradasi warnanya menunjukkan kadar “karma wasana” seseorang. Konon peranan mereka amat menentukan. Karena itu mereka harus selalu diperhatikan dan dipelihara, sebab bila ditinggalkan dan tak terurus, akan menjadi pengganggu yang amat berbahaya. Bandingkan dengan pengertian sa ba ta a i dalam ajaran Hindu. Dalam setiap “proses” meditasi mereka perlu diberitahu, setidak-tidaknya disebut namanya agar ikut membantu.
.
       Pada dasarnya proses penyatuan (semedi) itu dimaksudkan sebagai usaha memperpendek jarak antara Manusia dengan Tuhan, antara Sira dengan Ingsun, atau antara Brahman dengan Atman, yang dalam istilah Jawa disebut ngudi cinaket ing Widhi, artinya berusaha agar semakin dekat dengan Tuhan (caket=dekat). Di sini jelas bahwa pemanfaatan energi Atman mutlak perlu, tetapi ternyata sebagian orang ada yang tidak mengetahui bahwa pada diri kita ada Atman, Sang Maha Energi itu. Mungkin karena dasar filsafatnya memang berbeda.

        Kepada mereka, yang tidak mempercayai adanya Atman itu, sebuah kidung sengaja diciptakan Apek banyu pikulane warih, apek geni dedamaran, kodhok ngemuli elenge, tanpa suku lumaku, tanpa una lan tanpa uni, dst. Artinya terlihat ada orang mencari air, padahal ia telah memakai air sebagai pikulan, dan ada yang mencari api, padahal telah membawa lentera, katak menyelimuti liangnya, tanpa kaki ia berjalan, tanpa rasa dan tanpa suara, dst. Rupanya mereka tidak mengerti bahwa Gusti dan        Kawula Tunggal, hingga tidak menyadari bahwa yang dicari sebenarnya telah ada dalam dirinya sendiri, meski dengan nama yang berbeda. Mereka tidak tahu bahwa warih adalah air dan damar adalah api, sama halnya dengan Atman adalah Brahman. Ia immanen sekaligus transenden, ia bisa berjalan tanpa kaki, dan tanpa suara maupun rasa. Pendapat bahwa Brahman sama dengan Atman, oleh orang Jawa ditunjukkan dengan perkataan “kana kene padha bae” artinya “sana dan sini sama saja”. Ketidaktahuanlah yang menyebabkan orang kebingungan. Sebuah canda sederhana namun menyengat.
Srir Astu Swasti Prhajabyah….Rahayu

       Tuhan adalah “Sangkan Paraning Dumadi“. IA adalah sang Sangkan sekaligus sang Paran, karena itu juga disebut Sang Hyang Sangkan Paran. Ia hanya satu, tanpa kembaran, dalam bahasa Jawa dikatakan Pangeran iku mung sajuga, tan kinembari . Orang Jawa biasa menyebut “Pangeran” artinya raja, sama dengan pengertian “Ida Ratu” di Bali. Masyarakat tradisional sering mengartikan “Pangeran” dengan “kirata basa”. Katanya pangeran berasal dari kata “pangengeran”, yang artinya “tempat bernaung atau berlindung”, yang di Bali disebut “sweca”.
 
       Sedang wujudNYA tak tergambarkan, karena pikiran tak mampu mencapaiNYA dan kata kata tak dapat menerangkanNYA. Didefinisikan pun tidak mungkin, sebab kata-kata hanyalah produk pikiran hingga tak dapat digunakan untuk menggambarkan kebenaranNYA. Karena itu orang Jawa menyebutnya “tan kena kinaya ngapa” ( tak dapat disepertikan). Artinya sama dengan sebutan “Acintya” dalam ajaran Hindu. Terhadap Tuhan, manusia hanya bisa memberikan sebutan sehubungan dengan perananNYA. Karena itu kepada NYA diberikan banyak sebutan, misalnya: Gusti Kang Karya Jagad (Sang Pembuat Jagad), Gusti Kang Gawe Urip (Sang Pembuat Kehidupan), Gusti Kang Murbeng Dumadi (Penentu nasib semua mahluk) , Gusti Kang Maha Agung (Tuhan Yang Maha Besar), dan lain-lain.Sistem pemberian banyak nama kepada Tuhan sesuai perananNYA ini sama seperti dalam ajaran Hindu. “Ekam Sat Viprah Bahuda Vadanti” artinya “Tuhan itu satu tetapi para bijak menyebutNYA dengan banyak nama”.
.
       Hubungan Tuhan dengan Ciptaannya.
Tentang hubungan Tuhan dengan ciptaanNYA, orang Jawa menyatakan bahwa Tuhan menyatu dengan ciptaanNYA. Persatuan antara Tuhan dan ciptaannya itu digambarkan sebagai “curiga manjing warangka, warangka manjing curiga“, seperti keris masuk ke dalam sarungnya, seperti sarung memasuki kerisnya. Meski ciptaannya selalu berubah atau “menjadi” (dumadi), Tuhan tidak terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada ciptaanNYA. Dalam kalimat puitis orang Jawa mengatakan: Pangeran nganakake geni manggon ing geni nanging ora kobong dening geni, nganakake banyu manggon ing banyu ora teles dening banyu. Artinya, Tuhan mengadakan api, berada dalam api, namun tidak terbakar, mencipta air bertempat di air tetapi tidak basah. Sama dengan pengertian wyapi, wyapaka dan nirwikara dalam agama Hindu.

          Oleh karena itu Tuhan pun disimbolkan sebagai bunga “teratai” atau “sekar tunjung”, yang tidak pernah basah dan kotor meski bertempat di air keruh. Ceritera tentang Bima bertemu dengan “Hanoman”, kera putih lambang kesucian batin, dalam usahanya mencari “tunjung biru” atau “teratai biru’ adalah sehubungan dengan pencarian Tuhan. Menyatunya Tuhan dengan ciptaanNYA secara simbolis juga dikatakan “kaya kodhok ngemuli leng, kaya kodhok kinemulan ing leng”, seperti katak menyelimuti liangnya dan seperti katak terselimuti liangnya. Pengertiannya sama dengan istilah immanen sekaligus transenden dalam filsafat modern, yang dalamBhagavad Gita dikatakan “DIA ada padaKU dan AKU ada padaNYA”.
.
         Dengan pengertian demikian maka jarak antara Tuhan dan ciptaannya pun menjadi tak terukur lagi. Tentang hal ini orang Jawa mengatakan: “adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan”, artinya jauh tanpa batas, dekat namun tak bersentuhan. Dari keterangan di atas jelaslah bahwa pada hakekatnya filsafat Jawa adalah Hinduisme, yang monotheisme pantheistis. Karena itu pengertian Brahman Atman Aikyam, atau Tuhan dan Atman Tunggal, juga dinyatakan dengan kata-kata “Gusti lan kawula iku tunggal“. Di sini pengertian Gusti adalah Tuhan yang juga disebut Ingsun, sedang Kawula adalah Atman yang juga disebut Sira, hingga kalimat “Tat Twam Asi” pun secara tepat dijawakan dengan kata kata “Sira Iku Ingsun” atau “Engkau adalah Aku“, yang artinya sama dengan kata-kata “Atman itu Brahman”.

         Pemahaman yang demikian itu tentunya memungkinkan terjadinya salah tafsir, karena menganggap manusia itu sama dengan Tuhan. Untuk menghindari pendapat yang demikian, orang Jawa dengan bijak menepis dengan kata-kata “ya ngono ning ora ngono“, yang artinya “ya begitu tetapi tidak seperti itu”. Mungkin sikap demikian inilah yang menyebabkan sesekali muncul anggapan bahwa pada dasarnya orang Jawa penganut pantheisme yang polytheistis, sebab pengertian keberadaan Tuhan yang menyatu dengan ciptaannya ditafsirkan sebagai Tuhan berada di apa saja dan siapa saja, hingga apa saja dan siapa saja bisa diTuhankan. Anggapan demikian tentulah salah, sebab Brahman bukan Atman dan Gusti bukan Kawula walau keberadaan keduanya selalu menyatu. Brahman adalah sumber energi, sedang Atman cahayanya. Kesatuan antara Krisna dan Arjuna oleh para dalang wayang sering digambarkan seperti “api dan cahayanya”, yang dalam bahasa Jawa “kaya geni lan urube

        Intisari perenungan ini adalah  Qul Huwallahu Ahad. Allahus Shomad. Lam Yalid Walam Yulad. Walam Yakun Lahu Kuffuwan Ahad.


“Katakanlah” – Hai Utusan-Ku- “Dia adalah Allah, Maha Esa.” (ayat 1). Inilah pokok pangkal akidah, puncak dari kepercayaan. Mengakui bahwa yang dipertuhan itu ALLAH nama-Nya. Dan itu adalah nama dari Satu saja. Tidak ada Tuhan selain Dia. Dia Maha Esa, mutlak Esa, tunggal, tidak bersekutu yang lain dengan Dia.
      Pengakuan atas Kesatuan, atau Keesaan, atau tunggal-Nya Tuhan dan nama-Nya ialah Allah, kepercayaan itulah yang dinamai TAUHID. Berarti menyusun fikiran yang suci murni, tulus ikhlas bahwa tidak mungkin Tuhan itu lebih dari satu. Sebab Pusat Kepercayaan di dalam pertimbangan akal yang sihat dan berfikir teratur hanya sampai kepada SATU.
Tidak ada yang menyamai-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak pula ada teman hidup-Nya. Karena mustahillah kalau Dia lebih dari satu. Karena kalau Dia berbilang, terbahagilah kekuasaan-Nya. Kekuasaan yang terbagi, artinya sama-sama kurang berkuasa.
“Allah adalah pergantungan.” (ayat 2). Artinya, bahwa segala sesuatu ini adalah Dia yang menciptakan, sebab itu maka segala sesuatu itu kepada-Nyalah bergantung. Ada atas kehendak-Nya.
Kata Abu Hurairah: “Arti Ash-Shamadu ialah segala sesuatu memerlukan dan berkehendak kepada Allah, berlindung kepada-Nya, sedang Dia tidaklah berlindung kepada sesuatu jua pun.
Husain bin Fadhal mengartikan: “Dia berbuat apa yang Dia mau dan menetapkan apa yang Dia kehendaki.”
Muqatil mengartikan: “Yang Maha Sempurna, yang tidak ada cacat-Nya.”
“Tidak Dia beranak, dan tidak Dia diperanakkan.” (ayat 3).
Mustahil Dia beranak. Yang memerlukan anak hanyalah makhluk bernyawa yang menghendaki keturunan yang akan melanjutkan hidupnya. Seseorang yang hidup di dunia ini merasa cemas kalau dia tidak mendapat anak keturunan. Karena dengan keturunan itu berarti hidupnya akan bersambung. Orang yang tidak beranak kalau mati, selesailah sejarahnya hingga itu. Tetapi seseorang yang hidup, lalu beranak dan bersambung lagi dengan cucu, besarlah hatinya, karena meskipun dia mesti mati, dia merasa ada yang menyambung hidupnya.
Oleh sebab itu maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mustahil memerlukan anak. Sebab Allah hidup terus, tidak akan pernah mati-mati. Dahulunya tidak berpemulaan dan akhirnya tidak berkesudahan. Dia hidup terus dan kekal terus, sehingga tidak memerlukan anak yang akan melanjutkan atau menyambung kekuasaan-Nya sebagai seorang raja yang meninggalkan putera mahkota.
Dan Dia, Allah itu, tidak pula diperanakkan. Tegasnya tidaklah Dia berbapa. Karena kalau dia berbapa, teranglah bahwa si anak kemudian lahir ke dunia dari ayahnya, dan kemudian ayah itu pun mati. Si anak menyambung kuasa. Kalau seperti orang Nasrani yang mengatakan bahwa Allah itu beranak dan anak itu ialah Nabi Isa Almasih, yang menurut susunan kepercayaan mereka sama dahulu tidak bepermulaan dan sama akhir yang tidak berkesudahan di antara sang bapa dengan sang anak, maka bersamaanlah wujud di antara si ayah dengan si anak, sehingga tidak perlu ada yang bernama bapa dan ada pula yang bernama anak. Dan kalau anak itu kemudian baru lahir, nyatalah anak itu suatu kekuasaan atau ketuhanan yang tidak perlu, kalau diakui bahwa si bapa kekal dan tidak mati-mati, sedang si anak tiba kemudian.
“Dan tidak ada bagi-Nya yang setara, seorang jua pun.” (ayat 4). Keterangan: Kalau diakui Dia beranak, tandanya Allah Tuhan itu mengenal waktu tua. Dia memerlukan anak untuk menyilihkan kekuasaan-Nya.
       Kalau diakui diperanakkan, tandanya Allah itu pada mulanya masih muda yaitu sebelum bapa-Nya mati. Kalau diakui bahwa Dia terbilang, ada bapa ada anak, tetapi kedudukannya sama, fikiran sihat yang mana jua pun akan mengatakan bahwa “keduanya” akan sama-sama kurang kekuasaannya. Kalau ada dua yang setara, sekedudukan, sama tinggi pangkatnya, sama kekuasaannya atas alam, tidak ada fikiran sihat yang akan dapat menerima kalau dikatakan bahwa keduanya itu berkuasa mutlak. Dan kalau keduanya sama tarafnya, yang berarti sama-sama kurang kuasa-Nya, yakni masing-masing mendapat separuh, maka tidaklah ada yang sempurna ketuhanan keduanya. Artinya bahwa itu bukanlah tuhan. Itu masih alam, itu masih lemah.
      Yang Tuhan itu ialah Mutlak Kuasa-Nya, tiada berbagi, tiada separuh seorang, tiada gandingan, tiada bandingan dan ada tiada tandingan. Dan tidak pula ada tuhan yang nganggur, belum bertugas sebab bapanya masih ada!
Itulah yang diterima oleh perasaan yang bersih murni. Itulah yang dirasakan oleh akal cerdas yang tulus. Kalau tidak demikian, kacaulah dia dan tidak bersih lagi. Itu sebabnya maka Surat ini dinamai pula Surat Al-Ikhlas, artinya sesuai dengan jiwa murni manusia, dengan logika, dengan berfikir teratur.
        Tersebutlah di dalam beberapa riwayat yang dibawakan oleh ahli tafsir bahwa asal mula Surat ini turun: “Shif lanaa rabaka” ialah karena pernah orang musyrikin itu meminta kepada Nabi (Coba jelaskan kepada kami apa macamnya Tuhanmu itu, emaskah dia atau tembaga atau loyangkah?).
Menurut Hadis yang dirawikan oleh Termidzi dari Ubay bin Ka’ab, memang ada orang musyrikin meminta kepada Nabi supaya diuraikannya nasab (keturunan atau sejarah) Tuhannya itu. Maka datanglah Surat yang tegas ini tentang Tuhan.
        Abus Su’ud berkata dalam tafsirnya: “Diulangi nama Allah sampai dua kali (ayat 1 dan ayat 2) dengan kejelasan bahwa Dia adalah Esa, Tunggal, Dia adalah penggantungan segala makhluk, supaya jelaslah bahwa yang tidak mempunyai kedua sifat pokok itu bukanlah Tuhan. Di ayat pertama ditegaskan Keesaan-Nya, untuk menjelaskan bersih-Nya Allah dari berbilang dan bersusun, dan dengan sifat Kesempurnaan Dia tempat bergantung, tempat berlindung; bukan Dia yang mencari perlindungan kepada yang lain, Dia tetap ada dan kekal dalam kesempurnaan-Nya, tidak pernah berkurang. Dengan penegasan “Tidak beranak”, ditolaklah kepercayaan setengah manusi bahwa malaikat itu adalah anak Allah atau Isa Almasih adalah anak Allah. Tegasnya dari Allah itu tidak ada timbul apa yang dinamai anak, karena tidak ada sesuatu pun yang mendekati jenis Allah itu, untuk jadi jodoh dan “teman hidupnya”, yang dari pergaulan berdua timbullah anak.” – Sekian Abus Su’ud.
        Imam Ghazali menulis di dalam kitabnya “Jawahirul-Qur’an” : “Kepentingan Al-Qur’an itu ialah untuk ma’rifat terhadap Allah dan ma’rifat terhadap hari akhirat dan ma’rifat terhadap Ash-Shirathal Mustaqim. Ketiga ma’rifat inilah yang sangat utama pentingnya. Adapun yang lain adalah pengiring-pengiring dari yang tiga ini. Maka Surat Al-Ikhlas adalah mengandung satu daripada ma’rifat yang tiga ini, yaitu Ma’rifatullah, dengan memberishkan-Nya, mensucikan fikiran terhadap-Nya dengan mentauhidkan-Nya daripada jenis dan macam. Itulah yang dimaksud bahwa Allah bukanlah pula bapa yang menghendaki anak, laksana pohon. Dan bukan diperanakkan, laksana dahan yang berasal dari pohon, dan bukan pula mempunyai tandingan, bandingan dan gandingan.”

       Ibnul Qayyim menulis dalam Zaadul Ma’ad: “Nabi SAW selalu membaca pada sembahyang Sunnat Al-Fajar dan sembahyang Al-Witir kedua Surat Al-Ikhlas dan Al-Kaafiruun. Karena kedua Surat itu mengumpulkan Tauhid, Ilmu dan Amal, Tauhid Ma’rifat dan Iradat, Tauhid I’tiqad dan Tujuan. Surat Al-Ikhlas mengandungi Tauhid I’tiqad dan Ma’rifat dan apa yang wajib dipandang tetap teguh pada Allah menurut akal murni, yaitu Esa, Tunggal. Naf’i yang mutlak daripada bersyarikat dan bersekutu, dari segi mana pun.
         Dia adalah Pergantungan yang tetap, yang pada-Nya terkumpul segala sifat kesempurnaan, tidak pernah berkekurangan dari segi mana pun. Naf’i daripada beranak dan diperanakkan, karena kalau keduanya itu ada, Dia tidak jadi pergantungan lagi dan Keesaan-Nya tidak bersih lagi. Dan Naf’i atau tidaknya kufu’, tandingan, bandingan dan gandingan adalah menafikan perserupaan, perumpamaan ataupun pandangan lain. Sebab itu makna Surat ini mengandung segala kesempurnaan bagi Allah dan menafikan segala kekuarangan. Inilah dia Pokok Tauhid menurut ilmiah dan menurut akidah, yang melepaskan orang yang berpegang teguh kepadanya daripada kesesatan dan mempersekutukan.
Itu sebab maka Surat Al-Ikhlas dikatakan oleh Nabi Sepertiga Qur’an. Sebab Al-Qur’an berisi Berita (Khabar) dan Insyaa. Dan Insyaa mengandung salah satu tiga pokok: (1) perintah, (2) larangan, (3) boleh atau diizinkan. Dan Khabar dua pula: (1) Khabar yang datang dari Allah sebagai Pencipta (Khaliq) dengan nama-nama-Nya dan hukum-hukum-Nya. (2) Khabar dari makhluk-Nya, maka diikhlaskanlah oleh makhluk di dalam Surat Al-Ikhlas tentang nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, sehingga jadilah isinya itu mengandung Sepertiga Al-Qur’an. Dan dibersihkannya pula barangsiapa yang membacanya dengan Iman, daripada mempersekutukan Allah secara ilmiah. Sebagaimana Surat Al-Kaafiruun pun telah membersihkan dari syirik secara amali, yang timbul dari kehendak dan kesengajaan.” – Sekian Ibnul Qayyim.
Ibnul Qayyim menyambung lagi: “Menegakkan akidah ialah dengan ilmu. Persediaan ilmu hendaklah sebelum beramal. Sebab ilmu itu adalah Imam, penunjuk jalan, dan hakim yang memberikan keputusan di mana tempatnya dan telah sampai di mana. Maka “Qul Huwallaahu Ahad” adalah puncak ilmu tentang akidah. Itu seba maka Nabi mengatakannya sepertiga Al-Qur’an. Hadis-hadis yang mengatakan demikian boleh dikatakan mencapai derajat mutawatir. Dan “Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruuna” sama nilainya dengan seperempat Al-Qur’an. Dalam sebuah Hadis dari Termidzi, yang dirawikan dari Ibnu Abbas dijelaskan: “Idzaa Zulzilatil Ardhu” sama nilainya dengan separuh Al-Qur’an. “Qul Huwallahu Ahad” sama dengan sepertiga Al-Qur’an dan “Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruuna” sama nilainya dengan seperempat Al-Qur’an.
Al-Hakim merawikan juga Hadis ini dalam Al-Mustadriknya dan beliau berkata bahwa Isnad Hadis ini shahih.
***
Maka tersebutlah dalam sebuah Hadis yang dirawikan oleh Bukhari dari Aisyah, – moga-moga Allah meridhainya – bahwa Nabi SAW pada satu waktu telah mengirim siryah (patroli) ke suatu tempat. Pemimpin patroli itu tiap-tiap sembahyang yang menjahar menutupnya dengan membaca “Qul Huwallaahu Ahad.” Setelah mereka kembali pulang, mereka khabarkanlah perbuatan pimpinan mereka itu kepada Nabi SAW. Lalu Nabi SAW berkata: “Tanyakan kepadanya apa sebab dia lakukan demikian.” Lalu mereka pun bertanya kepadanya, (mengapa selalu ditutup dengan membaca “Qul Huwallaahu Ahad”).
Dia menjawab: “Itu adalah sifat dari Tuhan Yang Bersifat Ar-Rahman, dan saya amat senang membacanya.”
Mendengar keterangan itu bersabdalah Nabi SAW: “Katakanlah kepadanya bahwa Allah pun senang kepadanya.”
Dan terdapatlah juga beberapa sabda Rasul yang lain tentang kelebihan Surat Al-Ikhlas ini. Banyak pula Hadis-hadis menerangkan pahala membacanya. Bahkan ada sebuah Hadis yang diterima dari Ubay dan Anas bahwa Nabi SAW pernah bersabda:
“Diasaskan tujuh petala langit dan tujuh petala bumi atas Qul Huwallaahu Ahad.”
Betapa pun derajat Hadis ini, namun maknanya memang tepat. Al-Imam Az-Zamakhsyari di dalam Tafsirnya memberi arti Hadis ini: “Yaitu tidaklah semuanya itu dijadikan melainkan untuk menjadi bukti atas mentauhidkan Allah dan mengetahui sifat-sifat Allah yang disebutkan dalam Surat ini.”
Diriwayatkan oleh Termidzi dari Abu Hurairah, berkata dia: “Aku datang bersama Nabi SAW tiba-tiba beliau dengar seseorang membaca “Qul Huwallaahu Ahad”. Maka berkatalah beliau SAW: “Wajabat” (Wajiblah). Lalu aku bertanya: “Wajib apa ya Rasul Allah?” Beliau menjawab: “Wajib orang itu masuk syurga.” Kata Termidzi Hadis itu Hasan (bagus) dan shahih.
DEDICATED TO ISLAM

Bahasa Dusner di Papua nyaris punah karena dianggap bahasa setan

Reporter : Mustiana Lestari
Minggu, 5 Mei 2013 11:19:00
KategoriPeristiwa

Papua Demo. ©2013 Merdeka.com
114



Banyak hal yang menyebabkan hilangnya suatu bahasa di dalam masyarakat penuturnya. Kebanyakan akibat pengaruh sosial budaya, yang membuat bahasa ini sengaja dihilangkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu.

Sebagai contoh dua bahasa di Papua, bahasa Mansin dan Tandia. Dua bahasa ini hilang di tahun 1970an saat itu terjadi perubahan sosial besar-besaran di Kabupaten Manokwari, Papua Barat.

"Bahasa Mansin hilang sekitar sebelum tahun 1970 akibat perang suku. Bahasa Mansin beralih. Meski ada orang asli suku itu tapi mereka tidak bisa menuturnya," kata Direktur Pusat Penelitian dan Budaya Papua, Andreas J Deda dalam sambungan telepon dengan merdeka.com, Minggu (5/5).

Berbeda dengan bahasa Mansin, bahasa Tandia hilang akibat jarangnya bahasa tersebut digunakan.

"Bahasa Tandia dianggap bahasa tabu dan banyak dilarang karena punya nilai kesakralan tinggi, para orang tua saat itu melarang," ungkapnya lagi.

Kini para peneliti bahasa juga tengah mencoba melestarikan bahasa Dusner yang hanya menyisakan tiga penutur asli. Sejak dulu bahasa ini dilarang karena dianggap sebagai bahasa setan.

"Guru injil di sana melarang masyarakat menggunakan dusner karena bahasa itu termasuk bahasa setan, karena bahasa ini digunakan untuk berbicara dengan arwah nenek moyang. Jika mereka bicara bahasa itu dihukum direndam dia laut atau diikat di pohon kelapa. Dianggap termasuk bahasa kafir," terang Andreas.

Sekurang-kurangnya Andreas dan Universitas Negeri Papua serta tim dari Jerman dan Oxford terus berupaya melestarikan bahasa yang hampir punah di Papua Barat. Sampai saat ini sudah 271 bahasa yang berhasil diteliti oleh tim ini kendati Andreas tetap mengeluhkan minimnya dukungan pemerintah.

"Kenyataan tidak ada aplikasi pemeliharaan bahasa seperti yang tertuang di dalam UU otonomi daerah. Saya sendiri melakukan penelitian kemajuan pembangunan daerah justru bekerja sama dengan Jerman dengan Oxford," tutupnya.




NGATLAH KETIKA TUHANMU BERFIRMAN, AKU AKAN MENCIPTAKAN MANUSIA DIBUMI, MENJADIM KHLAIFAH. (QS AL-BAQARAH: 30)
KATA PENGANTAR
      Penulis pernah tujuh tahun sekolah madrasah semi pesantren, di Airtiris, Kampar, Kabupaten Kampar, Riau daratan. Tempat sekolah penulis itu bernama MTI.Desa Ranah Aitrtiris. Setiap hari penulis membaca kitab kuning, bahasa Arab lama. Bagi penulis ilmu kitab kuning ini sangat diperlukan dunia. Nah setelah penulis kuliah di IAIN Suska, 1980 yang kini bernama UIN Suska sejak 2004. Penulis meneukan buku di pustaka IAIN, buku yang berjudul : Bibel Qur’an Dan Sains Modreren, karya Maurice Buchaile. Buku inilah yang telah mengubah pola fikir penulis dan muncul rasa ingin tahu tenang asal usul kehidupan di bumi menurut Agama Dan Sains.


          Sangat menarik ungkapan Profesor Chandra Wickramasinghe dan rekan-rekannya di University Centre for Astrobiology, telah lama berpendapat pada kasus Panspermia, sebuah teori yang menyatakan bahwa kehidupan dimulai di dalam komet dan kemudian menyebar ke planet-planet didalam galaksi. Sebuah film dokumenter BBC berjudul Horizon telah menelusuri perkembangan dari teori tersebut. Tim mengatakan bahwa dari temuan ruang angkasa telah dikirimkan roket penjelajah untuk menyelidiki komet yang lewat, untuk mengungkap bagaimana organisme pertama dapat terbentuk.


      Dalam misi Deep Impact tahun 2005 untuk Komet Tempel 1, ditemukan campuran partikel organik
dan tanah liat di dalam komet. Salah satu teori asal usul kehidupan mengusulkan bahwa partikel tanah liat bertindak sebagai katalisator, mengubah molekul organik
sederhana menjadi struktur yang lebih kompleks. Pada tahun 2004 Stardust Mission untuk komet Wild 2, menemukan berbagai molekul hidrokarbon kompleks, unsur potensial bagian pembentuk kehidupan.

      Tim Cardiff berpendapat bahwa unsur-unsur radioaktif  dapat menyimpan air dalam bentuk cair di dalam interior komet selama jutaan tahun, membuat mereka berpotensi ideal bagi kehidupan awal. Mereka juga mencatat bahwa miliaran komet dalam tata surya kita dan diseluruh galaksi mengandung tanah liat jauh lebih awal dari bumi. Para peneliti menghitung kemungkinan awal kehidupan di Bumi dimulai daripada di dalam sebuah komet.


          Profesor Wickramasinghe mengatakan,"Temuan dari misi komet, banyak yang mengejutkan, memperkuat
argumen bagi Panspermia. Sekarang kami memiliki mekanisme untuk mengatakan bagaimana ini bisa terjadi. Semua elemen yang diperlukan, tanah liat, molekul organik dan air, ada disana. Untuk skala waktu lebih lama dan massa lebih besar dari komet dapat membuatnya sangat lebih mungkin bahwa kehidupan dimulai di ruang
angkasa daripada di bumi.''
Banyak yang menyatakan “Saya Percaya pada Panspermia dan Alien, Anda?”
       Apa Panspermia? Berhubungan dengan penggorengan (pan)? Tidak! Sperma? Tidak secara langsung tapi ya!
        Panspermia berasal dari bahasa Yunani pas/pan ’semua’, dan sperma ‘benih’. Panspermia adalah teori yang mengatakan kalau kehidupan ada di seluruh alam semesta yang disebarkan oleh meteoroid, asteroid, dan planetoid. Dalam kata lain, kemungkinan sebagian (atau mungkin semua) kehidupan di bumi juga berasal dari sebaran dari luar bumi.
        Teori ini menerangkan kalau pada planet yang telah memiliki kehidupan, ia lalu bertubrukan dengan benda angkasa lainnya, lalu bakteri yang terdapat pada puing tubrukan yang melayang di angkasa itu ‘tertidur’ hingga akhirnya ia mendarat di planet baru atau planet lain yang tak berkehidupan hingga kemudian karena kondisi ideal pada planet baru tadi ia ‘terbangun’ kembali dan memulai proses evolusinya. Yah, mungkin juga Bumi sudah memiliki kehidupan sendiri setelah proses pembentukannya dari debu dan gas dan hujan yang turun terus-menerus bertahun-tahun tanpa adanya penguapan karena atmosfer masih tertutup gumpalan tebal debu dan gas tadi hingga menciptakan laut (seperti yang saya baca dalam buku-buku dan komik Doraemon tentunya), kemudian, kehidupan ‘asing’ itu datang melengkapi.
Kalau begitu apakah saya percaya kalau ada kehidupan lain di alam semesta ini kecuali di Bumi? Dan jawabnya, Ya! Saya percaya! Mengapa?
Begini alasan saya,
Jagad raya kita diperkirakan berumur sekitar 15 miliar tahun. Isi jagad raya yang sudah berhasil diamati, berupa :
1. Materi nampak,
Terdiri dari benda-benda angkasa yang menghasilkan cahaya atau memantulkan cahaya sehingga keberadaaanya dapat kita amati. Struktur benda angkasa mulai dari yang kecil hingga yang terbesar adalah:
- Asteroid, komet, meteor, bulan, planet, bintang, matahari
- Tata surya
- Galaksi
- Cluster/Super-cluster galaksi
2. Materi gelap (dark mater)
Terdiri dari benda-benda angkasa yang supermasif, yang meledak (supernovae) dan runtuh akibat gravitasinya menjadi sedemikian masifnya, tetapi gaya gravitasinya begitu besarnya sehingga semua materi tertelan bahkan cahaya pun tak dapat keluar dari tarikannya. Akibatnya materi itu tidak bisa dilihat keberadaanya, kecuali dari akibat gravitasinya. Benda itu dinamakan lobang hitam (black holes)
Kita telah mengetahui bahwa benda angkasa itu melayang (tentunya) di angkasa. Ada yang hanya melayang tanpa arah dan yang lainnya mengikuti orbit yang tertentukan dari sebuah benda langit lainnya yang lebih besar, seperti halnya bulan pada bumi, dan bumi pada matahari. Matahari adalah sebuah bintang yang menjadi pusat dari tata surya kita. Ia menjadi poros dari planet-planet yang mengelilinginya. Saat ini di tata surya kita ada delapan planet yang paling kita kenal, Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Sejak tanggal 24 Agustus 2006 Pluto terdepak dari sistem tata surya kita karena ia dianggap sebagai planet kecil yang tidak masuk hitungan. Bintang lain yang terdekat dengan tata surya kita adalah Proxima Centauri berjarak 4 tahun cahaya.
Kumpulan dari bintang-bintang yang besar dan kecil itu disebut galaksi. Bumi kita berada di galaksi Bima Sakti (Milky Way). Besaran galaksi kita ini diperkirakan 100 juta tahun cahaya dari satu ujung ke ujung lainnya (Tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya selama satu tahun. Jadi jika 1 detik jarak yang ditempuh 300.000 km, maka 1 tahun cahaya sekitar 10 triliun km). Dan dalam satu galaksi diperkirakan ada sekitar 100 milliar bintang yang kemungkinan besar akan berjumlah lebih banyak. Sementara di alam semesta ini diperkirakan sedikitnya terdapat 100 milliar galaksi.
Jadi bayangkan ini, jika dalam satu bintang besar seperti Matahari di sebuah galaksi memiliki katakanlah cuma 3 planet saja yang mengitarinya, maka berapa banyak planet yang ada di ribuan bintang pada galaksi? Dan berapa banyak planet yang terdapat dalam sebuah cluster galaksi, berapa banyak yang ada di super-cluster galaksi? Berapa banyak planet yang terdapat di semesta? Di antara sekian banyak planet itu apakah tidak ada yang memiliki keadaan (paling tidak sedikit) mirip seperti di bumi dengan kehidupan di dalamnya. Jika tidak, maka sia-sialah semesta ini dengan banyak planet yang dimilikinya. Padahal Tuhan tidak menciptakan segala sesuatunya dengan sia-sia kan? Apalagi kalau mengingat teori astronom dan pencipta teleskop, Edwin Hubble, bahwa jagad ini tidaklah statis atau steady-state, melainkan memuai semakin besar dan besar. Yang mengingatkan saya pada konsep surga yang luasnya ampun-ampunan. Ayolah, ada alien di luar sana!
Sekali lagi, teori Panspermia bukanlah teori yang menegaskan asal mula kehidupan, karena itu masuk ke teori genesis. Saya suka sekali kalau berbicara mengenai alam semesta. Adrenalin saya akan terpacu dan saya sanggup semalaman penuh berhadapan membahas ini dan masih bersemangat. Namun sudahlah?
Kadang saya berpikir kalau, lucu juga kiranya dapat bertemu dengan makhluk asing yang berwujud kecil, hijau, berbulu (atau tidak), berantena seperti mata keong, berjari tiga, dan berwajah imut lucu. Benarkan?? Yah, asalkan dia tidak membawa senjata yang dapat mengecilkan atau menghanguskan benda-benda.
catatan fosil jauh dari penelitian lengkap dan masih banyak di daerah ini. Para zaman Kambrium berakhir sekitar 540 Ma berisi ledakan Kambrium yang disebut di mana kehidupan mulai diversifikasi pada tingkat yang luar biasa. Dalam waktu yang relatif singkat geologi, lebih dari sekitar 5 sampai 10 juta tahun seluruh tubuh rencana dari hewan yang kita kenal sekarang berevolusi. Kita tahu ini karena kami memiliki bukti dari Burgess Shale menemukan fosil. Deposit ini pertama kali ditemukan oleh Walcott dan menemukan termasuk binatang seperti Anomalocaris, Marella spledens dan berbagai trilobita. Kambrium adalah juga era di mana binatang dikupas pertama kali muncul dalam laut sehingga sangat signifikan.
Karakteristik vertebrata.
Vertebrata terdiri dari delapan kelas hewan dan berbagi banyak fitur unik seperti kabel saraf tulang punggung Jointed berongga berkembang menjadi otak dan sumsum tulang belakang Spesialisasi Relatif besar ukuran bagian. Misalnya pembentukan kepala (cephalisation) yang memungkinkan sebagian besar organ tubuh akal untuk ditempatkan di daerah yang datang ke dalam kontak dengan lingkungan pertama kerangka Bilateral simetri internal dari tulang / tulang rawan. Rusuk membantu untuk mendukung dan melindungi organ-organ. Pelengkap sistem tertutup peredaran darah yang telah dimodifikasi menjadi anggota badan, sirip dan sayap Diperkirakan bahwa vertebrata berkembang sebagai ukuran hewan meningkat secara umum dan lebih banyak dukunga
Pandora
Pandora terlihat melintasi orbitnya, berevolusi
terhadap Polypheus
Pandora adalah salah satu satelit alami (dari ketiga belas lainnya), yang berevolusi terhadap planet Gas Raksasa, yaitu Polyphemus. Ukuran Pandora kurang lebih sama dengan Bumi, namun gravitasi di Pandora lebih ringan dibanding di bumi. Berbeda dengan planet pusat orbitalnya yang tak berkehidupan, Pandora berada pada posisi yang tepat sebagai tempat berkehidupan. Selain berevolusi pada Polyphemus, Pandora ini juga ikut berputar (bersama Polypheus) pada orbit Alpha Centauri A (Pusat Tata Surya orbital Polyphemus)

Ilmuwan VS Agamawan



Para ilmuwan dunia berspekulasi, bahwa alam semesta kita, sampai saat ini terus berkembang. Mengembangkan dirinya, memperluas dimensi, dan melakukan pembentukan embrio-embrio baru, bagi kelahiran galaksi-galaksi baru, konstalasi bintang-bintang baru, dan juga segenap benda-benda angkasa yang melengkapinya. Kemungkinan besar, alam semesta juga melahirkan kehidupan-kehidupan baru, sebagai pengelola habitat-habitat baru yang telah terbentuk, dengan sitem yang berkesinambungan.

Namun tak pelak, teori baru kontoversial ini di sanggah oleh para agamawan konservatif yang notabene menganggap diri mereka berdiri di dasar yang kuat dan "paling" benar. Kaum agamawan ini membantah keras pernyataan para ilmuwan tersebut. mereka bersikukuh pada ajaran agama, yang mengatakan bahwa semesta adalah konsisten dan tetap pada posisinya, apa adanya dan tidak ada yang berubah, sesuai ketentuan kalimat-kalimat suci, yang tertuang dalam dokumen-dokumen suci. Paradigma lama ini, membuat agamawan menjadi kaum yang kolot, dan ortodok yang tidak mau menerima kemungkinan-kemungkinan baru.

Nampaknya, dewasa ini, sikap "bersikukuh" tersebut, lama-kelamaan terkikis, dengan ditemukannya bukti-bukti otentik, berdasarkan kajian riset dan observasi siang-dan malam, mengenai kenyataan bahwa semesta tetap berkembang. Bukti-bukti yang dipaparkan para ilmuwan tersebut, tidaklah sesuatu yang ditapsirkan, atau sesuatu akibat ilham yang tidaklah jelas dasarnya. Bukti yang sanggup untuk dikaji dan diuji, dan tidak akan gentar menghadapi ujian-ujian oleh karena keotentikan dasar-nya.


"Katak mulai keluar dari tempurungnya"
Zaman ini, banyak manusia yang mencoba
keluar dari "keterkungkungan" paradigma lama
Bukti-bukti inilah, yang kemudian menjadi suatu aliran deras, yang mengalir kesetiap lini kehidupan umat manusia, tanpa terkecuali. Hal ini membentuk suatu "gebrakan" yang terulang kembali, bahwa ilmu pengetahuan datang dengan segala bukti untuk dapat mendobrak paradigma lama, dan membentuk suatu paradigma baru berdasar, yang disebut ilmu pengetahuan.

Orang-orang yang dahulu skeptis, dan bertahan pada posisi lamanya. Semakin lama, menjadi tertarik dan melangkah keluar dari zona kenyamanan pemikiran mereka. Seakan tergelitik dengan arus yang deras, yang mengalir kesetiap pemikiran, setiap produk zaman baru, tanpa terkecuali. Bahkan ada suatu gerakan baru, yang seolah-olah membenarkan secara "mentah-mentah" (tanpa diuji), menggabungkan setiap ide, menghasilkan inovasi pemikiran baru, suatu sistem paradigma baru, yang diberi judul SCIENTOLOGY. Ide yang dianggap cukup gila dengan menggabungkan kepercayaan dan ilmu pengetahuan. 

Mentuhankan pengetahuan, ya... aliran deras itu, merambahi setiap kalangan, dengan tujuan, memberikan pencerahan baru. Hal itu tampak dalam dunia perfileman Hollywood, dalam Talk Show interaktif, ataupun buku-buku terbitan para pengarang-pengarang amatiran. Seperti air bah yang melanda generasi zaman baru, yang haus akan terungkapnya suatu misteri.

Pengertian yang demikian, tentunya "melenceng" dari aras tujuan sebenarnya, bukan berarti salah, namun kurang tepat. Ilmu pengetahuan hanyalah suatu sarana, sama halnya suatu sistem kepercayaan, keduanya adalah suatu sarana yang sengaja dibuat untuk suatu tujuan yang sama, yaitu Pengungkapan.

Manusia bumi, dewasa ini, mengalami suatu krisis yang disebut sebagai krisis "kepercayaan". Hal itu membuat manusia berusaha memuaskan hasrat keingintahuan mereka, dengan melakukan segala hal, demi tercapainya kepuasan mereka. Tak pelak, praktik-praktik yang menamakan diri "Spiritualitas hidup" menjadi trend baru, untuk mengungkapkan misteri-misteri hidup manusia.

Yang lebih berbahaya adalah, tidak semua jalan menuju ke satu tempat. Ada juga jalan yang berujung pada kebuntuan, atau malah kesesatan. Pemikiran manusia ibarat pedang bermata dua, jika hal itu tidak diatur dengan baik, maka dapat melukai diri kita sendiri. 

"Tidak semua katak yang keluar dari tempurung, adalah katak yang berhasil. Bisa jadi mereka adalah katak-katak yang sial, adalah katak yang tidak tahu kemana dia harus melangkahkan kakinya"

Memang kita harus pandai dan bijaksana, menyikapi derasnya perkembangan zaman ini. Salah memilih jalan, maka akan berakibat fatal juga, untuk pemikiran kita. Bukan yang suci, ataupun yang paling cendikia, yang akan mendapatkan kepuasan nanti, melainkan mereka yang bijaksana dalam mengatur kehidupan yang akan beroleh kepuasan. 

Baik itu kaum Ilmuwan ataupun Agamawan, mereka bertujuan untuk mengungkapkan (menyingkap), selubung misteri yang menyelimuti kehidupan manusia, selama berabad-abad. Memang benar, keduanya berhak atas jalan yang mereka tempuh, dan keduanya sama-sama meyakini, bahwa apa yang mereka jalani, adalah benar, dan berujung pada suatu kebenaran, yaitu menguak kebenaran "SANG PENCIPTA"


Pada akhirnya nanti, semua manusia akan berujung pada ujung yang sama, baik itu ilmuwan, agamawan, dan kita semua. Akan merasakan hal yang sama, akan menjupai sesuatu yang sama, tanpa terkecuali. Oleh karena apa?

oleh karena misi kita sudah berakhir, tugas yang diembankan pada kita sudah tuntas. Saatnya berganti kepuasan yang akan kita dapatkan.

"Katak kecil yang dahulu berenang keras mengelilingi luasnya danau, kini bisa beritirahat santai, penuh kepuasan , dan tidak ada lagi misteri"
        Perdebatan yang panjang itupun, kian lama kian pudar. Berganti menjadi suatu diskusi yang saling melengkapi. Ketika Ilmuwan dan Agamawan merasa diri belum benar, merasa diri kurang dan masih banyak yang perlu dikaji dan diuji, sehingga mengambil tindakan saling melengkapi satu dengan yang lain, saling mengisi dan menguji, sehingga diperoleh satu titik temu guna mengungkapkan misteri kehidupan.
Semesta tidak menunggu kita, untuk berpikir.
Semesta tidak pernah memaksakan kehendak pada kita, apakah kita sedang mencari tahu kebenaran tentang dia, atau tidak. Yang Semesta ketahui adalah, bagaimana cara dia, tetap setia menjalankan tugas dan kewajibannya untuk memberikan kehidupan bagi setiap makhluk (termasuk kita) yang tinggal dan hidup di dalamnya.
Sama halnya dengan semesta, hidup kita adalah perjalanan, perjalanan yang panjang.
Oleh karena itu, sangatlah baik jika kita hidup penuh kebijaksanaan.
____ salam keseimbangan antar ciptaan

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook