TUHAN TIDAK "ADA" MENURUT VERSI TUKANG CUKUR (Humor)
Tukang cukur: ”Saya tidak percaya Tuhan itu ada.”
Kiwir: “Kenapa?”
Tukang cukur: “Begini, coba Anda perhatikan di
depan sana, di jalanan, untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada. Katakan
kepadaku, jika Tuhan itu ada, adakah yang sakit? Adakah anak terlantar?
Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit atau kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi.”
Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit atau kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi.”
Kiwir diam. Ia berpikir keras. "Bagaimana caranya agar tidak
terjebak dalam debat kusir," pikir
Kiwir. Seusai potong rambut itu, Kiwir pergi meninggalkan 'barber shop'.
Beberapa saat kemudian, di jalan Kiwir
melihat seorang lelaki berambut panjang, tidak beraturan, kribo gimbal dan
kotor. Brewoknya pun semrawut,
seperti habis ditimpa puting beliung. Orang itu terlihat dekil dan tidak
terawat.
Kiwir buru-buru kembali ke tempat tukang
cukur dan berkata, “Kamu tahu, sebenarnya tukang cukur itu tidak ada!”
Tukang cukur tidak terima. Ia protes. ”Kamu kok bisa bilang begitu? Saya
disini dan saya tukang cukur. Dan baru saja saya mencukurmu!,” tandasnya
“Tidak!,” elak Kiwir. “Tukang
cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut
panjang, gondrong, serta brewokan semrawut seperti orang itu,” kata si Kiwir sambil menunjuk ke arah
luar.
“Ah tidak, tapi tukang cukur tetap
ada!,” sanggah tukang cukur. ”Apa
yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke
saya,” jawab si tukang cukur
membela diri.
“Cocok!,” kata Kiwir menyetujui. “Itulah masalahnya. Sama
dengan Tuhan, Dia itu ada! Tapi apa yang terjadi? Orang-orang tidak
mau datang kepada-Nya, dan tidak mau mencari-Nya. Maka, banyak yang sakit
dan tertimpa kesusahan di dunia ini,” katanya.
Tukang cukur itu terdiam seribu bahasa,
sambil menundukkan kepalanya, berpikir sejenak dan lanjut mencukur konsumennya.
Dan, kemungkinan besar ia sudah percaya pada Tuhan. [Mizan.com/Disadur dari syafiqb.com]
*Rubrik "Humor Sufi" akan hadir setiap hari
selama Bulan Ramadhan dengan cerita-cerita baru yang lucu & menarik, namun
penuh hikmah dan keteladanan.
"INGAT
JIKA KITA KEHILANGAN UANG ,MAKA KITA BISA MENCARI LAGI TAPI JIKA KITA
KEHILANGAN ,,WAKTU MUSTAHIL MEMBELINYA KEMBALI,,,"
Yah perbedaan orang Pintar dan orang Bodoh
1) Orang Pintar hanya menjadi Pengamat sejarah sedangkan orang bodoh adalah pelaku sejarah,,
= saking pintarnya diaa ,,hanya sibuk menganalisis gimana ini dengan perkembangan sejarah sedangkan ia tidak berani melangkah ,tapi orang bodoh karena tidak tahu dengan ilmu analisis apalah ..langsung aja melangkah ..tanpa peduli rezikonya ..sehingga ia tercatat namanya sebagai pelaku sejarah.
Yah perbedaan orang Pintar dan orang Bodoh
1) Orang Pintar hanya menjadi Pengamat sejarah sedangkan orang bodoh adalah pelaku sejarah,,
= saking pintarnya diaa ,,hanya sibuk menganalisis gimana ini dengan perkembangan sejarah sedangkan ia tidak berani melangkah ,tapi orang bodoh karena tidak tahu dengan ilmu analisis apalah ..langsung aja melangkah ..tanpa peduli rezikonya ..sehingga ia tercatat namanya sebagai pelaku sejarah.
Tidak punya cita-cita
Tidak punya cita-cita, menjadi penyebab
miskin. Bagi kita anak bangsa indonesia marilah kita mewujudkan cita-cita
negara kita dan bangsa kita dengan cara kita belajar dan janganlah jadi rang
malas karena kemalasan itu dapat membuat kita menjadi bodoh. MARILAH KITA BELAJAR dan BELAJAR UNTUK MASA DEPAN KITA dan
BANGSA,NEGARA KITA.
1.Jangan Malas Dalam Pengembangan Diri
Saya
tidak akan membahas lagi tentang malas karena sudah sering dibahas di blog
Motivasi Islami ini. Silahkan Anda cari melalui form pencarian, Anda akan
menemukan artikel-artikel tentang malas.
Langkah
pertama agar Anda tidak menjadi pemalas ialah jangan malas membaca
artikel-artikel tentang malas. Biasanya orang malas akan malas membaca artikel
tentang malas karena merasa tersindir.
2.Jangan Manja, Peran Anda Yang Utama
Saat
Anda menemukan kesulitan dalam proses pengembangan
diri, jangan manja. Jangan cepat minta tolong atau bertanya. Cobalah
berusaha sendiri, mencoba sendiri, dan mencari jawaban sendiri jika perlu
jawaban. Mungkin ada orang yang mau menolong Anda. Mungkin juga orang merasa
jengkel karena Anda manja, sedikit-sedikit minta tolong atau bertanya. Tetapi
yang lebih penting ialah Anda akan berkembang jika Anda melalui kesulitan
sendiri.
Jika
Anda manja, Anda tidak melalui kesulitan karena di tolong orang, maka pelajaran
hidup yang Anda dapatkan akan sangat sedikit. Anda akan mendapatkan pelajaran
jika Anda berusaha sendiri, mencoba sendiri, dan mencari jawaban sendiri.
Mungkin akan gagal berulang kali, mungkin harus berkorban, atau mungkin akan
menyakitkan. Tetapi semua itu akan terbayar oleh pelajaran hidup (hikmah) yang
sangat berharga. Berproses sama artinya Anda mematangkan diri.
3.Jangan Mencari Jalan Pintas
Orang
yang tidak sabar sering kali ingin mendapatkan jalan pintas. Dia tidak mau
melalui proses, maunya langsung berhasil. Ciri orang seperti ini salah satunya
ialah orang yang menganggap panduan, teknik, strategi, atau tips sebagai mantra
yang menyulap dia menjadi orang hebat secara sekejap.
Padahal,
semuanya untuk Anda pelajari, lakukan, dan coba. Mungkin harus berulang-ulang
dalam belajar, berulang-ulang dalam mencoba, dan mengalami kegagalan. Itu
memang proses dan Anda harus berproses. Tidak ada tongkat ajaib, tidak ada
mantra ajaib, karena semuanya perlu proses.
Namun
perlu dibedakan dengan cara cerdas. Cara cerdas adalah cara yang pernah
dilakukan oleh orang lain, dengan cara yang benar, terbukti berhasil, dan
dengan cara yang cepat. Anda tidak perlu meraba-raba cari baru jika ada yang
sudah terbukti berhasil. Jika Anda mau belajar lebih jauh tentang cara cerdas,
silahkan baca ebook Revolusi Waktu dan Daya Ungkit.
4.Jangan Mencari Musuh
Satu
lagi yang aneh ialah banyak orang yang mau belajar tetapi malah mencari musuh.
Mereka butuh bimbingan tetapi memintanya dengan cara yang tidak baik. Saya
sering menemukan komentar di blog atau forum-forum yang bertanya dengan cara
memaksa dan marah-marah. Padahal mereka butuh bimbingan.
Justru,
jika Anda mencari teman, Anda akan banyak mendapatkan “guru” atau penasehat.
Siapa pun tidak suka dengan orang yang suka marah-marah atau mencari musuh.
Justru, Anda akan dijauhkan.
Para
mentor, master, guru, atau pembimbing pastilah orang sibuk. Tidak ada orang
hebat yang nganggur, sebab mereka dibutuhkan orang. Oleh karena itu, Anda perlu
pendekatan yang baik dan sabar untuk mendapatkan bimbingan dari mereka.
5.Jangan Bermental Gratisan
Jika
Anda menghargai diri sendiri, maka berikan yang terbaik bagi diri Anda. Jangan
bermental gratisan, segalanya mau gratis.
“Tapi,
saya benar-benar tidak punya uang.”
Anda
tetap harus membayar, tidak selamanya dengan uang. Bisa dengan tenaga Anda,
bisa dengan ide Anda, bisa dengan waktu Anda, atau apa pun yang Anda miliki.
Yang penting jangan hanya mau diberi tanpa memberi.
Dia yang mau-nya hanya yang gratis,
memiliki kesempatan kecil untuk menjadi mampu membeli.
Mario Teguh
Mario Teguh
Mungkin
Anda berpikir, saya mengatakan ini supaya Anda membeli produk saya. Saya memang
membuat produk yang saya yakini membantu Anda. Tapi bukan itu intinya, silahkan
Anda membeli produk-produk yang dibuat oleh orang lain. Yang penting adalah
Anda jangan memiliki mental gratisan, karena
kerugian yang akan Anda dapatkan jauh lebih besar dibanding penghematan Anda.
OK,
jadi ada lima hal yang jangan Anda lakukan jika Anda mau sukses dalam
pengembangan diri.
1.Upaya
mencari Tuhan
.
Berdasar pengertian bahwa Tuhan bersatu dengan ciptaan-NYA itu,(wihdatul
wujud) oleh Al-Hallaj dan Ibnu Arabi, ajarannya sampai ke tanah Jawa, maka
orang Jawa pun tergoda untuk mencari dan membuktikan keberadaan Tuhan. Mereka
menggambarkan usaha pencariannya dengan memanfaatkan sistim simbol untuk
memudahkan pemahaman. Sebagai contoh pada sebuah kidung dhandhanggula,
digambarkan sebagai berikut: Ana pandhita akarya wangsit, kaya kombang anggayuh
tawang, susuh angin ngendi nggone, lawan galihing kangkung, watesane langit
jaladri, tapake kuntul nglayang lan gigiring panglu, dst. Di sini jelas bahwa
“sesuatu” yang dicari itu adalah susuh
angin (sarang angin), ati banyu (hati air), galih kangkung (galih kangkung),
Pernahkah tapak kuntul nglayang (bekas burung terbang),
gigir panglu (pinggir dari globe), wates langit (batas cakrawala), yang merupakan
sesuatu yang “tidak tergambarkan” atau “tidak dapat disepertikan” yang dalam
bahasa Jawa ” tan kena kinaya ngapa” yang pengertiannya sama dengan “Acintya”
dalam ajaran Hindu.
.
Dengan pengertian “acintya” atau “sesuatu
yang tak tergambarkan” itu mereka ingin menyatakan bahwa hakekat Tuhan adalah
sebuah “kekosongan”, atau “suwung”, Kekosongan adalah sesuatu yang ada tetapi
tak tergambarkan. Semua yang dicari dalam kidung dhandhanggula di atas adalah
“kekosongan” Susuh angin itu “kosong”, ati banyu pun “kosong”, demikian pula “tapak
kuntul nglayang” dan “batas cakrawala”. Jadi hakekat Tuhan adalah “kekosongan
abadi yang padat energi”, seperti areal hampa udara yang menyelimuti jagad
raya, yang meliputi segalanya secara immanen sekaligus transenden, tak
terbayangkan namun mempunyai energi luar biasa, hingga membuat semua benda di
angkasa berjalan sesuai kodratnya dan tidak saling bertabrakan. Sang “kosong”
atau “suwung” itu meliputi segalanya, “suwung iku anglimputi sakalir kang ana”.
Ia seperti udara yang tanpa batas dan keberadaannya menyelimuti semua yang ada,
baik di luar maupun di dalamnya.
.
Karena pada diri kita ada Atman, yang tak
lain adalah cahaya atau pancaran energi Tuhan, maka hakekat Atman adalah juga
“kekosongan yang padat energi itu”. Dengan demikian apabila dalam diri kita
hanya ada Atman, tanpa ada muatan yang lain, misalnya nafsu dan keinginan, maka
“energi Atman” itu akan berhubungan atau menyatu dengan sang “sumber energi”.
Untuk itu yang diperlukan dalam usaha pencarian adalah mempelajari proses
“penyatuan” antara Atman dengan Brahman itu. Logikanya, apabila hakekat Tuhan
adalah “kekosongan” maka untuk menyatukan diri, maka diri kita pun harus
“kosong”, Sebab hanya “yang kosonglah yang dapat menyatu dengan sang maha
kosong”. Caranya dengan berusaha “mengosongkan diri” atau “membersihkan diri”
dengan “menghilangan muatan-muatan yang membebani Atman” yang berupa berbagai
nafsu dan keinginan. Dengan kata lain berusaha membangkitkan energi Atman agar
tersambung dengan energi Brahman. Dengan uraian di atas maka cara yang harus
ditempuh adalah melaksanakan “samadi”, yang intinya adalah menghentikan segala
aktifitas pikiran beserta semua nafsu dan keinginan yang membebaninya. Sebab
pikiran yang selalu bekerja tak akan pernah menjadikan diri “kosong”. Karena
itu salah satu caranya adalah dengan “Amati Karya”, menghentikan segala
aktifitas kerja.
Apabila “kekosongan” merupakan hakekat Tuhan, apakah Padmasana, yang di bagian atasnya berbentuk “kursi kosong”, dan dianggap sebagai simbol singgasana “Sang Maha Kosong” itu adalah perwujudan dalam bentuk lain dari apa yang dicari orang Jawa lewat kidung-kidung kuna itu? Apa sebabnya di Jawa tidak ada dan baru diwujudkan dalam bentuk bangunan ketika leluhur Jawa berada di Bali? Mungkin saat itu di Jawa memang tidak membutuhkan hal itu, karena masyarakat Jawa lebih mementingkan “pemujaan leluhur“, yang dianggap sebagai “pengejawantahan Tuhan”. Kata-kata Wong tuwa iku Pangeran katon atau Orang tua (leluhur) itu Tuhan yang nampak, adalah bukti adanya kepercayaan tersebut. Itulah sebabnya di Jawa tidak ditemukan Padmasana, tetapi “lingga yoni“. Baru setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, Padmasama mulai ada di Bali. Konon sementara sejarawan berpendapat bahwa Padmasana adalah karya monumental Danghyang Dwijendra, seorang Pandita Hindu yang pindah dari Jawa ke Bali, setelah jatuhnya Kerajaan Majapahit.
.
Sebenarnya tujuan umat Hindu ketika bersembahyang di pura, adalah untuk
menjalani “proses” penyatuan diri dengan Tuhan dengan melaksanakan “yoga”
secara sederhana. Karena itu setiap sembahyang tentu diawali dengan “pranayama”
yang merupakan salah satu cara untuk “mengosongkan diri” dengan “mengatur irama
pernafasan” Hasil minimal yang dicapai adalah “mempertenang diri” ketika
“memuja Tuhan” dengan bersimpuh di hadapan Padmasana, yang diyakini sebagai
tahta “Sang Hyang Widhi“. Ketika memuja itulah mereka berusaha
“mengosongkan diri” dengan berkonsentrasi untuk menyatukan diri dengan “Sang
Maha Kosong”. Dengan demikian mereka berharap dapat menyatu dalam rasa, yaitu
rasa damai sebenarnya. Menurut orang Jawa, apabila tujuan “samadi” itu
berhasil, terdapat tanda-tanda khusus.
Konon, ketika puncak ke “hening”
an tercapai, orang serasa terjun ke suasana “heneng” atau “sunya“,
tenggelam dalam suasana “kedamaian batin sejati, rasa damai yang akut”, yang
dikatakan “manjing jroning sepi”, atau “rasa damai yang tak terkatakan”.
Suasana demikian terjadi hanya sesaat, yang oleh orang Jawa diga
mbarkan secara indah dengan kata-kata
“tarlen saking liyep layaping aluyup, pindha pesating supena sumusup ing rasa
jati” (ketika tiba di ambang batas kesadaran, hanya seperti kilasan mimpi, kita
seolah menyelinap ke dalam rasa sejati). Di sini makna kedamaian adalah
“kekosongan sejati di mana jiwa terbebas dari beban apa pun”, yang diistilahkan
dengan suasana “hening heneng” atau “kedamaian sejati”. Mungkin suasana
demikian itulah yang dalam agama Hindu disebut “sukha tan pawali dukha”.
Kebahagian abadi yang tanpa sedikitpun rasa duka. Terbebas dari hukum rwa bhinneda.
.
Kini masalahnya adalah siapa saja yang terlibat dalam proses penyatuan
tersebut? Pertanyaan ini akan dijawab dengan tegas bahwa Sang Atmanlah diminta
membimbingnya. Atman adalah cahaya Brahman, Ia Maha Energi yang ada pada diri
setiap manusia, karena itu oleh orang Jawa diberi sebutan “Pangeraningsun”
atau “Tuhan yang ada dalam diriku“. Karena itulah ketika kita mengawali
proses “kramaning sembah” dengan pertama-tama menyebut “OM
Atma Tattvatma“, orang Jawa menganggapnya sebagai ganti dari kata-kata
“Duh Pangeraningsun”, yang sebelumnya amat dikenal. Namun sebelum Atman kita
jadikan kawan utama dalam usaha penyatuan itu, terlebih dulu kita harus yakin
bahwa ia adalah energi luar biasa. Kehebatan energi Atman itu secara simbolis
digambarkan sebagai berikut: Gedhene amung sak mrica binubut nanging lamun
ginelar angebegi jagad, artinya: Ia hanya sebesar serbuk merica, namun bila
dikembangkan (triwikrama) seluruh jagad raya akan tergenggam olehnya.
Pengertian energi ini dalam istilah Jawa disebut “geter”. Namun untuk
memanfaatkannya orang harus mengenalnya lebih jauh.
.
Lebih lanjut ajaran ini menyebutkan bahwa pada diri manusia pun terdapat
4 (empat) kekuatan yang selalu menjadi kawan dalam perjalanan hidup, di saat
suka maupun duka, hingga layak disebut “saudara”. Masing-masing ditandai dengan
simbol warna putih, merah, kuning dan hitam (catur sanak). Posisi mereka di
dalam jiwa manusia adalah lekat dengan Atman, membuat cahayanya membentuk warna
“pelangi”. Gradasi warnanya menunjukkan kadar “karma wasana” seseorang. Konon
peranan mereka amat menentukan. Karena itu mereka harus selalu diperhatikan dan
dipelihara, sebab bila ditinggalkan dan tak terurus, akan menjadi pengganggu
yang amat berbahaya. Bandingkan dengan pengertian sa ba ta a i dalam ajaran
Hindu. Dalam setiap “proses” meditasi mereka perlu diberitahu, setidak-tidaknya
disebut namanya agar ikut membantu.
.
Pada dasarnya proses penyatuan (semedi) itu dimaksudkan sebagai usaha
memperpendek jarak antara Manusia dengan Tuhan, antara Sira dengan Ingsun, atau
antara Brahman dengan Atman, yang dalam istilah Jawa disebut ngudi cinaket ing
Widhi, artinya berusaha agar semakin dekat dengan Tuhan (caket=dekat). Di sini
jelas bahwa pemanfaatan energi Atman mutlak perlu, tetapi ternyata sebagian
orang ada yang tidak mengetahui bahwa pada diri kita ada Atman, Sang Maha
Energi itu. Mungkin karena dasar filsafatnya memang berbeda.
Kepada mereka, yang tidak
mempercayai adanya Atman itu, sebuah kidung sengaja diciptakan Apek banyu
pikulane warih, apek geni dedamaran, kodhok ngemuli elenge, tanpa suku lumaku,
tanpa una lan tanpa uni, dst. Artinya terlihat ada orang mencari air, padahal
ia telah memakai air sebagai pikulan, dan ada yang mencari api, padahal telah
membawa lentera, katak menyelimuti liangnya, tanpa kaki ia berjalan, tanpa rasa
dan tanpa suara, dst. Rupanya mereka tidak mengerti bahwa Gusti dan Kawula Tunggal, hingga tidak menyadari
bahwa yang dicari sebenarnya telah ada dalam dirinya sendiri, meski dengan nama
yang berbeda. Mereka tidak tahu bahwa warih adalah air dan damar adalah api,
sama halnya dengan Atman adalah Brahman. Ia immanen sekaligus transenden, ia bisa
berjalan tanpa kaki, dan tanpa suara maupun rasa. Pendapat bahwa Brahman sama
dengan Atman, oleh orang Jawa ditunjukkan dengan perkataan “kana kene padha
bae” artinya “sana dan sini sama saja”. Ketidaktahuanlah yang menyebabkan
orang kebingungan. Sebuah canda sederhana namun menyengat.
Srir Astu Swasti Prhajabyah….Rahayu
Tuhan adalah “Sangkan
Paraning Dumadi“. IA adalah sang Sangkan sekaligus sang Paran, karena itu
juga disebut Sang Hyang Sangkan Paran. Ia hanya satu, tanpa kembaran, dalam
bahasa Jawa dikatakan Pangeran iku mung sajuga, tan kinembari .
Orang Jawa biasa menyebut “Pangeran” artinya raja, sama dengan pengertian “Ida
Ratu” di Bali. Masyarakat tradisional sering mengartikan “Pangeran” dengan
“kirata basa”. Katanya pangeran berasal dari kata “pangengeran”, yang artinya
“tempat bernaung atau berlindung”, yang di Bali disebut “sweca”.
Sedang
wujudNYA tak tergambarkan, karena pikiran tak mampu mencapaiNYA dan kata kata
tak dapat menerangkanNYA. Didefinisikan pun tidak mungkin, sebab kata-kata
hanyalah produk pikiran hingga tak dapat digunakan untuk menggambarkan
kebenaranNYA. Karena itu orang Jawa menyebutnya “tan kena kinaya ngapa” ( tak
dapat disepertikan). Artinya sama dengan sebutan “Acintya” dalam ajaran Hindu.
Terhadap Tuhan, manusia hanya bisa memberikan sebutan sehubungan dengan
perananNYA. Karena itu kepada NYA diberikan banyak sebutan, misalnya: Gusti Kang Karya Jagad (Sang Pembuat Jagad), Gusti
Kang Gawe Urip (Sang Pembuat Kehidupan), Gusti Kang Murbeng Dumadi (Penentu
nasib semua mahluk) , Gusti Kang Maha Agung (Tuhan Yang Maha Besar), dan
lain-lain.Sistem pemberian banyak nama kepada Tuhan sesuai perananNYA ini sama
seperti dalam ajaran Hindu. “Ekam Sat Viprah Bahuda Vadanti” artinya “Tuhan itu
satu tetapi para bijak menyebutNYA dengan banyak nama”.
.
Hubungan
Tuhan dengan Ciptaannya.
Tentang hubungan Tuhan dengan ciptaanNYA, orang Jawa
menyatakan bahwa Tuhan menyatu dengan ciptaanNYA. Persatuan antara Tuhan dan
ciptaannya itu digambarkan sebagai “curiga manjing warangka, warangka manjing
curiga“, seperti keris masuk ke dalam sarungnya, seperti
sarung memasuki kerisnya. Meski
ciptaannya selalu berubah atau “menjadi” (dumadi), Tuhan tidak terpengaruh oleh
perubahan yang terjadi pada ciptaanNYA. Dalam kalimat puitis orang Jawa
mengatakan: Pangeran nganakake geni manggon ing geni nanging ora kobong dening
geni, nganakake banyu manggon ing banyu ora teles dening banyu. Artinya, Tuhan
mengadakan api, berada dalam api, namun tidak terbakar, mencipta air bertempat
di air tetapi tidak basah. Sama dengan pengertian wyapi, wyapaka dan nirwikara
dalam agama Hindu.
Oleh karena itu Tuhan pun disimbolkan sebagai
bunga “teratai” atau “sekar tunjung”, yang tidak pernah basah dan kotor meski
bertempat di air keruh. Ceritera tentang Bima bertemu dengan “Hanoman”, kera
putih lambang kesucian batin, dalam usahanya mencari “tunjung biru” atau
“teratai biru’ adalah sehubungan dengan pencarian Tuhan. Menyatunya Tuhan
dengan ciptaanNYA secara simbolis juga dikatakan “kaya kodhok ngemuli leng,
kaya kodhok kinemulan ing leng”, seperti katak menyelimuti liangnya dan seperti
katak terselimuti liangnya. Pengertiannya sama dengan istilah immanen sekaligus
transenden dalam filsafat modern, yang dalamBhagavad Gita dikatakan “DIA ada padaKU dan AKU ada padaNYA”.
.
Dengan
pengertian demikian maka jarak antara Tuhan dan ciptaannya pun menjadi tak
terukur lagi. Tentang hal ini orang Jawa mengatakan: “adoh tanpa wangenan,
cedhak tanpa senggolan”, artinya jauh tanpa batas, dekat namun tak bersentuhan.
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa pada hakekatnya filsafat Jawa adalah
Hinduisme, yang monotheisme pantheistis. Karena itu pengertian Brahman Atman
Aikyam, atau Tuhan dan Atman Tunggal, juga dinyatakan dengan kata-kata “Gusti lan kawula iku
tunggal“. Di sini pengertian Gusti adalah Tuhan yang juga
disebut Ingsun, sedang Kawula adalah Atman yang juga disebut Sira, hingga
kalimat “Tat Twam Asi” pun secara tepat dijawakan dengan kata kata “Sira Iku Ingsun” atau
“Engkau adalah Aku“, yang artinya sama dengan kata-kata “Atman itu
Brahman”.
Pemahaman
yang demikian itu tentunya memungkinkan terjadinya salah tafsir, karena
menganggap manusia itu sama dengan Tuhan. Untuk menghindari pendapat yang
demikian, orang Jawa dengan bijak menepis dengan kata-kata “ya ngono ning ora ngono“, yang
artinya “ya begitu tetapi tidak seperti itu”. Mungkin sikap demikian inilah
yang menyebabkan sesekali muncul anggapan bahwa pada dasarnya orang Jawa
penganut pantheisme yang polytheistis, sebab pengertian keberadaan Tuhan yang
menyatu dengan ciptaannya ditafsirkan sebagai Tuhan berada di apa saja dan
siapa saja, hingga apa saja dan siapa saja bisa diTuhankan. Anggapan demikian
tentulah salah, sebab Brahman bukan Atman dan Gusti bukan Kawula walau
keberadaan keduanya selalu menyatu. Brahman adalah sumber energi, sedang Atman
cahayanya. Kesatuan antara Krisna dan Arjuna oleh para dalang wayang sering
digambarkan seperti “api dan cahayanya”, yang dalam bahasa Jawa “kaya geni lan urube“
Intisari perenungan ini adalah Qul
Huwallahu Ahad. Allahus Shomad. Lam Yalid Walam Yulad. Walam Yakun Lahu
Kuffuwan Ahad.
“Katakanlah” – Hai Utusan-Ku- “Dia adalah Allah, Maha Esa.” (ayat 1).
Inilah pokok pangkal akidah, puncak dari kepercayaan. Mengakui bahwa yang
dipertuhan itu ALLAH nama-Nya. Dan itu adalah nama dari Satu saja. Tidak ada
Tuhan selain Dia. Dia Maha Esa, mutlak Esa, tunggal, tidak bersekutu yang lain
dengan Dia.
Pengakuan atas Kesatuan, atau
Keesaan, atau tunggal-Nya Tuhan dan nama-Nya ialah Allah, kepercayaan itulah
yang dinamai TAUHID. Berarti menyusun fikiran yang suci murni, tulus ikhlas
bahwa tidak mungkin Tuhan itu lebih dari satu. Sebab Pusat Kepercayaan di dalam
pertimbangan akal yang sihat dan berfikir teratur hanya sampai kepada SATU.
Tidak ada yang menyamai-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak pula
ada teman hidup-Nya. Karena mustahillah kalau Dia lebih dari satu. Karena kalau
Dia berbilang, terbahagilah kekuasaan-Nya. Kekuasaan yang terbagi, artinya
sama-sama kurang berkuasa.
“Allah adalah pergantungan.” (ayat 2). Artinya, bahwa segala sesuatu ini
adalah Dia yang menciptakan, sebab itu maka segala sesuatu itu kepada-Nyalah
bergantung. Ada atas kehendak-Nya.
Kata Abu Hurairah: “Arti Ash-Shamadu ialah
segala sesuatu memerlukan dan berkehendak kepada Allah, berlindung kepada-Nya,
sedang Dia tidaklah berlindung kepada sesuatu jua pun.
Husain bin Fadhal mengartikan: “Dia berbuat apa yang Dia mau dan menetapkan
apa yang Dia kehendaki.”
Muqatil mengartikan: “Yang Maha Sempurna, yang tidak ada cacat-Nya.”
“Tidak Dia beranak, dan tidak Dia diperanakkan.” (ayat 3).
Mustahil Dia beranak. Yang memerlukan anak hanyalah makhluk bernyawa yang
menghendaki keturunan yang akan melanjutkan hidupnya. Seseorang yang hidup di
dunia ini merasa cemas kalau dia tidak mendapat anak keturunan. Karena dengan
keturunan itu berarti hidupnya akan bersambung. Orang yang tidak beranak kalau
mati, selesailah sejarahnya hingga itu. Tetapi seseorang yang hidup, lalu
beranak dan bersambung lagi dengan cucu, besarlah hatinya, karena meskipun dia
mesti mati, dia merasa ada yang menyambung hidupnya.
Oleh sebab itu maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mustahil memerlukan anak.
Sebab Allah hidup terus, tidak akan pernah mati-mati. Dahulunya tidak
berpemulaan dan akhirnya tidak berkesudahan. Dia hidup terus dan kekal terus,
sehingga tidak memerlukan anak yang akan melanjutkan atau menyambung
kekuasaan-Nya sebagai seorang raja yang meninggalkan putera mahkota.
Dan Dia, Allah itu, tidak pula diperanakkan. Tegasnya tidaklah Dia berbapa.
Karena kalau dia berbapa, teranglah bahwa si anak kemudian lahir ke dunia dari
ayahnya, dan kemudian ayah itu pun mati. Si anak menyambung kuasa. Kalau
seperti orang Nasrani yang mengatakan bahwa Allah itu beranak dan anak itu
ialah Nabi Isa Almasih, yang menurut susunan kepercayaan mereka sama dahulu
tidak bepermulaan dan sama akhir yang tidak berkesudahan di antara sang bapa
dengan sang anak, maka bersamaanlah wujud di antara si ayah dengan si anak,
sehingga tidak perlu ada yang bernama bapa dan ada pula yang bernama anak. Dan
kalau anak itu kemudian baru lahir, nyatalah anak itu suatu kekuasaan atau
ketuhanan yang tidak perlu, kalau diakui bahwa si bapa kekal dan tidak
mati-mati, sedang si anak tiba kemudian.
“Dan tidak ada bagi-Nya yang setara, seorang jua pun.” (ayat 4).
Keterangan: Kalau diakui Dia beranak, tandanya Allah Tuhan itu mengenal waktu
tua. Dia memerlukan anak untuk menyilihkan kekuasaan-Nya.
Kalau diakui diperanakkan,
tandanya Allah itu pada mulanya masih muda yaitu sebelum bapa-Nya mati. Kalau
diakui bahwa Dia terbilang, ada bapa ada anak, tetapi kedudukannya sama,
fikiran sihat yang mana jua pun akan mengatakan bahwa “keduanya” akan sama-sama
kurang kekuasaannya. Kalau ada dua yang setara, sekedudukan, sama tinggi
pangkatnya, sama kekuasaannya atas alam, tidak ada fikiran sihat yang akan
dapat menerima kalau dikatakan bahwa keduanya itu berkuasa mutlak. Dan kalau
keduanya sama tarafnya, yang berarti sama-sama kurang kuasa-Nya, yakni
masing-masing mendapat separuh, maka tidaklah ada yang sempurna ketuhanan
keduanya. Artinya bahwa itu bukanlah tuhan. Itu masih alam, itu masih lemah.
Yang Tuhan itu ialah Mutlak
Kuasa-Nya, tiada berbagi, tiada separuh seorang, tiada gandingan, tiada
bandingan dan ada tiada tandingan. Dan tidak pula ada tuhan yang nganggur,
belum bertugas sebab bapanya masih ada!
Itulah yang diterima oleh perasaan yang bersih murni. Itulah yang dirasakan
oleh akal cerdas yang tulus. Kalau tidak demikian, kacaulah dia dan tidak
bersih lagi. Itu sebabnya maka Surat ini dinamai pula Surat Al-Ikhlas, artinya
sesuai dengan jiwa murni manusia, dengan logika, dengan berfikir teratur.
Tersebutlah di dalam beberapa riwayat yang dibawakan oleh ahli tafsir
bahwa asal mula Surat ini turun: “Shif lanaa rabaka” ialah karena pernah
orang musyrikin itu meminta kepada Nabi (Coba jelaskan kepada kami apa macamnya
Tuhanmu itu, emaskah dia atau tembaga atau loyangkah?).
Menurut Hadis yang dirawikan oleh Termidzi dari Ubay bin Ka’ab, memang ada
orang musyrikin meminta kepada Nabi supaya diuraikannya nasab (keturunan atau
sejarah) Tuhannya itu. Maka datanglah Surat yang tegas ini tentang Tuhan.
Abus Su’ud berkata dalam
tafsirnya: “Diulangi nama Allah sampai dua kali (ayat 1 dan ayat 2) dengan kejelasan
bahwa Dia adalah Esa, Tunggal, Dia adalah penggantungan segala makhluk, supaya
jelaslah bahwa yang tidak mempunyai kedua sifat pokok itu bukanlah Tuhan. Di
ayat pertama ditegaskan Keesaan-Nya, untuk menjelaskan bersih-Nya Allah dari
berbilang dan bersusun, dan dengan sifat Kesempurnaan Dia tempat bergantung,
tempat berlindung; bukan Dia yang mencari perlindungan kepada yang lain, Dia
tetap ada dan kekal dalam kesempurnaan-Nya, tidak pernah berkurang. Dengan
penegasan “Tidak beranak”, ditolaklah kepercayaan setengah manusi bahwa
malaikat itu adalah anak Allah atau Isa Almasih adalah anak Allah. Tegasnya
dari Allah itu tidak ada timbul apa yang dinamai anak, karena tidak ada sesuatu
pun yang mendekati jenis Allah itu, untuk jadi jodoh dan “teman hidupnya”, yang
dari pergaulan berdua timbullah anak.” – Sekian Abus Su’ud.
Imam Ghazali menulis di dalam kitabnya “Jawahirul-Qur’an” : “Kepentingan
Al-Qur’an itu ialah untuk ma’rifat terhadap Allah dan ma’rifat terhadap hari
akhirat dan ma’rifat terhadap Ash-Shirathal Mustaqim. Ketiga
ma’rifat inilah yang sangat utama pentingnya. Adapun yang lain adalah
pengiring-pengiring dari yang tiga ini. Maka Surat Al-Ikhlas adalah mengandung
satu daripada ma’rifat yang tiga ini, yaitu Ma’rifatullah, dengan memberishkan-Nya,
mensucikan fikiran terhadap-Nya dengan mentauhidkan-Nya daripada jenis dan
macam. Itulah yang dimaksud bahwa Allah bukanlah pula bapa yang menghendaki
anak, laksana pohon. Dan bukan diperanakkan, laksana dahan yang berasal dari
pohon, dan bukan pula mempunyai tandingan, bandingan dan gandingan.”
Ibnul Qayyim menulis dalam
Zaadul Ma’ad: “Nabi SAW selalu membaca pada sembahyang Sunnat Al-Fajar dan
sembahyang Al-Witir kedua Surat Al-Ikhlas dan Al-Kaafiruun. Karena kedua Surat
itu mengumpulkan Tauhid, Ilmu dan Amal, Tauhid Ma’rifat dan Iradat, Tauhid I’tiqad
dan Tujuan. Surat Al-Ikhlas mengandungi Tauhid I’tiqad dan Ma’rifat dan apa
yang wajib dipandang tetap teguh pada Allah menurut akal murni, yaitu Esa,
Tunggal. Naf’i yang mutlak daripada bersyarikat dan bersekutu, dari segi mana
pun.
Dia adalah Pergantungan yang
tetap, yang pada-Nya terkumpul segala sifat kesempurnaan, tidak pernah
berkekurangan dari segi mana pun. Naf’i daripada beranak dan diperanakkan,
karena kalau keduanya itu ada, Dia tidak jadi pergantungan lagi dan Keesaan-Nya
tidak bersih lagi. Dan Naf’i atau tidaknya kufu’, tandingan, bandingan dan
gandingan adalah menafikan perserupaan, perumpamaan ataupun pandangan lain.
Sebab itu makna Surat ini mengandung segala kesempurnaan bagi Allah dan
menafikan segala kekuarangan. Inilah dia Pokok Tauhid menurut ilmiah dan
menurut akidah, yang melepaskan orang yang berpegang teguh kepadanya daripada
kesesatan dan mempersekutukan.
Itu sebab maka Surat Al-Ikhlas dikatakan oleh Nabi Sepertiga Qur’an. Sebab
Al-Qur’an berisi Berita (Khabar) dan Insyaa. Dan Insyaa mengandung salah satu
tiga pokok: (1) perintah, (2) larangan, (3) boleh atau diizinkan. Dan Khabar
dua pula: (1) Khabar yang datang dari Allah sebagai Pencipta (Khaliq) dengan
nama-nama-Nya dan hukum-hukum-Nya. (2) Khabar dari makhluk-Nya, maka
diikhlaskanlah oleh makhluk di dalam Surat Al-Ikhlas tentang nama-nama-Nya dan
sifat-sifat-Nya, sehingga jadilah isinya itu mengandung Sepertiga Al-Qur’an.
Dan dibersihkannya pula barangsiapa yang membacanya dengan Iman, daripada
mempersekutukan Allah secara ilmiah. Sebagaimana Surat Al-Kaafiruun pun telah
membersihkan dari syirik secara amali, yang timbul dari kehendak dan
kesengajaan.” – Sekian Ibnul Qayyim.
Ibnul Qayyim menyambung lagi: “Menegakkan akidah ialah dengan ilmu.
Persediaan ilmu hendaklah sebelum beramal. Sebab ilmu itu adalah Imam, penunjuk
jalan, dan hakim yang memberikan keputusan di mana
tempatnya dan telah sampai di mana. Maka “Qul Huwallaahu Ahad” adalah puncak
ilmu tentang akidah. Itu seba maka Nabi mengatakannya sepertiga Al-Qur’an.
Hadis-hadis yang mengatakan demikian boleh dikatakan mencapai derajat
mutawatir. Dan “Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruuna” sama nilainya dengan seperempat
Al-Qur’an. Dalam sebuah Hadis dari Termidzi, yang dirawikan dari Ibnu Abbas
dijelaskan: “Idzaa Zulzilatil Ardhu” sama nilainya dengan separuh Al-Qur’an.
“Qul Huwallahu Ahad” sama dengan sepertiga Al-Qur’an dan “Qul Yaa Ayyuhal
Kaafiruuna” sama nilainya dengan seperempat Al-Qur’an.
Al-Hakim merawikan juga Hadis ini dalam
Al-Mustadriknya dan beliau berkata bahwa Isnad Hadis ini shahih.
***
Maka tersebutlah dalam sebuah Hadis yang
dirawikan oleh Bukhari dari Aisyah, – moga-moga Allah meridhainya – bahwa Nabi
SAW pada satu waktu telah mengirim siryah (patroli) ke suatu tempat. Pemimpin
patroli itu tiap-tiap sembahyang yang menjahar menutupnya dengan membaca “Qul
Huwallaahu Ahad.” Setelah mereka kembali pulang, mereka khabarkanlah perbuatan
pimpinan mereka itu kepada Nabi SAW. Lalu Nabi SAW berkata: “Tanyakan kepadanya
apa sebab dia lakukan demikian.” Lalu mereka pun bertanya kepadanya, (mengapa
selalu ditutup dengan membaca “Qul Huwallaahu Ahad”).
Dia menjawab: “Itu adalah sifat dari
Tuhan Yang Bersifat Ar-Rahman, dan saya amat senang membacanya.”
Mendengar keterangan itu bersabdalah
Nabi SAW: “Katakanlah kepadanya bahwa Allah pun senang kepadanya.”
Dan terdapatlah juga beberapa sabda
Rasul yang lain tentang kelebihan Surat Al-Ikhlas ini. Banyak pula Hadis-hadis
menerangkan pahala membacanya. Bahkan ada sebuah Hadis yang diterima dari Ubay
dan Anas bahwa Nabi SAW pernah bersabda:
“Diasaskan tujuh petala langit dan tujuh
petala bumi atas Qul Huwallaahu Ahad.”
Betapa pun derajat Hadis ini, namun
maknanya memang tepat. Al-Imam Az-Zamakhsyari di dalam Tafsirnya memberi arti
Hadis ini: “Yaitu tidaklah semuanya itu dijadikan melainkan untuk menjadi bukti
atas mentauhidkan Allah dan mengetahui sifat-sifat Allah yang disebutkan dalam
Surat ini.”
Diriwayatkan oleh Termidzi dari Abu Hurairah, berkata
dia: “Aku datang bersama Nabi SAW tiba-tiba beliau dengar seseorang membaca
“Qul Huwallaahu Ahad”. Maka berkatalah beliau SAW: “Wajabat” (Wajiblah). Lalu
aku bertanya: “Wajib apa ya Rasul Allah?” Beliau menjawab: “Wajib orang itu
masuk syurga.” Kata Termidzi Hadis itu Hasan (bagus) dan shahih.
DEDICATED TO
ISLAM
Bahasa Dusner
di Papua nyaris punah karena dianggap bahasa setan
Reporter : Mustiana Lestari
Minggu, 5 Mei 2013 11:19:00
Berita
tag terkaitCuma
dikuasai 3 orang, bahasa di Papua ini nyaris punahPeringatan
50 tahun Papua bergabung dengan NKRI
Papua Demo.
©2013 Merdeka.com
114
Banyak hal yang menyebabkan hilangnya suatu bahasa di dalam
masyarakat penuturnya. Kebanyakan akibat pengaruh sosial budaya, yang membuat
bahasa ini sengaja dihilangkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Sebagai contoh dua bahasa di Papua, bahasa Mansin dan Tandia. Dua bahasa ini hilang di tahun 1970an saat itu terjadi perubahan sosial besar-besaran di Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
"Bahasa Mansin hilang sekitar sebelum tahun 1970 akibat perang suku. Bahasa Mansin beralih. Meski ada orang asli suku itu tapi mereka tidak bisa menuturnya," kata Direktur Pusat Penelitian dan Budaya Papua, Andreas J Deda dalam sambungan telepon dengan merdeka.com, Minggu (5/5).
Berbeda dengan bahasa Mansin, bahasa Tandia hilang akibat jarangnya bahasa tersebut digunakan.
"Bahasa Tandia dianggap bahasa tabu dan banyak dilarang karena punya nilai kesakralan tinggi, para orang tua saat itu melarang," ungkapnya lagi.
Kini para peneliti bahasa juga tengah mencoba melestarikan bahasa Dusner yang hanya menyisakan tiga penutur asli. Sejak dulu bahasa ini dilarang karena dianggap sebagai bahasa setan.
"Guru injil di sana melarang masyarakat menggunakan dusner karena bahasa itu termasuk bahasa setan, karena bahasa ini digunakan untuk berbicara dengan arwah nenek moyang. Jika mereka bicara bahasa itu dihukum direndam dia laut atau diikat di pohon kelapa. Dianggap termasuk bahasa kafir," terang Andreas.
Sekurang-kurangnya Andreas dan Universitas Negeri Papua serta tim dari Jerman dan Oxford terus berupaya melestarikan bahasa yang hampir punah di Papua Barat. Sampai saat ini sudah 271 bahasa yang berhasil diteliti oleh tim ini kendati Andreas tetap mengeluhkan minimnya dukungan pemerintah.
"Kenyataan tidak ada aplikasi pemeliharaan bahasa seperti yang tertuang di dalam UU otonomi daerah. Saya sendiri melakukan penelitian kemajuan pembangunan daerah justru bekerja sama dengan Jerman dengan Oxford," tutupnya.
Sebagai contoh dua bahasa di Papua, bahasa Mansin dan Tandia. Dua bahasa ini hilang di tahun 1970an saat itu terjadi perubahan sosial besar-besaran di Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
"Bahasa Mansin hilang sekitar sebelum tahun 1970 akibat perang suku. Bahasa Mansin beralih. Meski ada orang asli suku itu tapi mereka tidak bisa menuturnya," kata Direktur Pusat Penelitian dan Budaya Papua, Andreas J Deda dalam sambungan telepon dengan merdeka.com, Minggu (5/5).
Berbeda dengan bahasa Mansin, bahasa Tandia hilang akibat jarangnya bahasa tersebut digunakan.
"Bahasa Tandia dianggap bahasa tabu dan banyak dilarang karena punya nilai kesakralan tinggi, para orang tua saat itu melarang," ungkapnya lagi.
Kini para peneliti bahasa juga tengah mencoba melestarikan bahasa Dusner yang hanya menyisakan tiga penutur asli. Sejak dulu bahasa ini dilarang karena dianggap sebagai bahasa setan.
"Guru injil di sana melarang masyarakat menggunakan dusner karena bahasa itu termasuk bahasa setan, karena bahasa ini digunakan untuk berbicara dengan arwah nenek moyang. Jika mereka bicara bahasa itu dihukum direndam dia laut atau diikat di pohon kelapa. Dianggap termasuk bahasa kafir," terang Andreas.
Sekurang-kurangnya Andreas dan Universitas Negeri Papua serta tim dari Jerman dan Oxford terus berupaya melestarikan bahasa yang hampir punah di Papua Barat. Sampai saat ini sudah 271 bahasa yang berhasil diteliti oleh tim ini kendati Andreas tetap mengeluhkan minimnya dukungan pemerintah.
"Kenyataan tidak ada aplikasi pemeliharaan bahasa seperti yang tertuang di dalam UU otonomi daerah. Saya sendiri melakukan penelitian kemajuan pembangunan daerah justru bekerja sama dengan Jerman dengan Oxford," tutupnya.
NGATLAH KETIKA TUHANMU BERFIRMAN, AKU AKAN MENCIPTAKAN MANUSIA DIBUMI, MENJADIM KHLAIFAH. (QS AL-BAQARAH: 30)
KATA PENGANTAR
Penulis pernah tujuh tahun sekolah
madrasah semi pesantren, di Airtiris, Kampar, Kabupaten Kampar, Riau daratan.
Tempat sekolah penulis itu bernama MTI.Desa Ranah Aitrtiris. Setiap hari
penulis membaca kitab kuning, bahasa Arab lama. Bagi penulis ilmu kitab kuning
ini sangat diperlukan dunia. Nah setelah penulis kuliah di IAIN Suska, 1980
yang kini bernama UIN Suska sejak 2004. Penulis meneukan buku di pustaka IAIN, buku
yang berjudul : Bibel Qur’an Dan Sains
Modreren, karya Maurice Buchaile. Buku inilah yang telah mengubah pola fikir
penulis dan muncul rasa ingin tahu tenang asal usul kehidupan di bumi menurut
Agama Dan Sains.
Sangat menarik ungkapan Profesor Chandra Wickramasinghe dan rekan-rekannya di University Centre for Astrobiology, telah lama berpendapat pada kasus Panspermia, sebuah teori yang menyatakan bahwa kehidupan dimulai di dalam komet dan kemudian menyebar ke planet-planet didalam galaksi. Sebuah film dokumenter BBC berjudul Horizon telah menelusuri perkembangan dari teori tersebut. Tim mengatakan bahwa dari temuan ruang angkasa telah dikirimkan roket penjelajah untuk menyelidiki komet yang lewat, untuk mengungkap bagaimana organisme pertama dapat terbentuk.
Dalam misi Deep Impact tahun 2005 untuk Komet Tempel 1, ditemukan campuran partikel organik
dan tanah liat di dalam komet. Salah satu teori asal usul kehidupan mengusulkan bahwa partikel tanah liat bertindak sebagai katalisator, mengubah molekul organik
sederhana menjadi struktur yang lebih kompleks. Pada tahun 2004 Stardust Mission untuk komet Wild 2, menemukan berbagai molekul hidrokarbon kompleks, unsur potensial bagian pembentuk kehidupan.
Tim Cardiff berpendapat bahwa unsur-unsur radioaktif dapat menyimpan air dalam bentuk cair di dalam interior komet selama jutaan tahun, membuat mereka berpotensi ideal bagi kehidupan awal. Mereka juga mencatat bahwa miliaran komet dalam tata surya kita dan diseluruh galaksi mengandung tanah liat jauh lebih awal dari bumi. Para peneliti menghitung kemungkinan awal kehidupan di Bumi dimulai daripada di dalam sebuah komet.
Profesor Wickramasinghe mengatakan,"Temuan dari misi komet, banyak yang mengejutkan, memperkuat
argumen bagi Panspermia. Sekarang kami memiliki mekanisme untuk mengatakan bagaimana ini bisa terjadi. Semua elemen yang diperlukan, tanah liat, molekul organik dan air, ada disana. Untuk skala waktu lebih lama dan massa lebih besar dari komet dapat membuatnya sangat lebih mungkin bahwa kehidupan dimulai di ruang
angkasa daripada di bumi.''
Banyak yang menyatakan “Saya Percaya pada Panspermia
dan Alien, Anda?”
Apa Panspermia? Berhubungan dengan
penggorengan (pan)? Tidak! Sperma? Tidak secara langsung tapi ya!
Panspermia berasal dari bahasa Yunani
pas/pan ’semua’, dan sperma ‘benih’. Panspermia adalah teori yang mengatakan
kalau kehidupan ada di seluruh alam semesta yang disebarkan oleh meteoroid,
asteroid, dan planetoid. Dalam kata lain, kemungkinan sebagian (atau mungkin
semua) kehidupan di bumi juga berasal dari sebaran dari luar bumi.
Teori ini menerangkan kalau pada planet
yang telah memiliki kehidupan, ia lalu bertubrukan dengan benda angkasa
lainnya, lalu bakteri yang terdapat pada puing tubrukan yang melayang di
angkasa itu ‘tertidur’ hingga akhirnya ia mendarat di planet baru atau planet
lain yang tak berkehidupan hingga kemudian karena kondisi ideal pada planet
baru tadi ia ‘terbangun’ kembali dan memulai proses evolusinya. Yah, mungkin
juga Bumi sudah memiliki kehidupan sendiri setelah proses pembentukannya dari
debu dan gas dan hujan yang turun terus-menerus bertahun-tahun tanpa adanya
penguapan karena atmosfer masih tertutup gumpalan tebal debu dan gas tadi
hingga menciptakan laut (seperti yang saya baca dalam buku-buku dan komik
Doraemon tentunya), kemudian, kehidupan ‘asing’ itu datang melengkapi.
Kalau begitu apakah saya percaya
kalau ada kehidupan lain di alam semesta ini kecuali di Bumi? Dan jawabnya, Ya!
Saya percaya! Mengapa?
Begini alasan saya,
Jagad raya kita diperkirakan berumur
sekitar 15 miliar tahun. Isi jagad raya yang sudah berhasil diamati, berupa :
1. Materi nampak,
Terdiri dari benda-benda angkasa
yang menghasilkan cahaya atau memantulkan cahaya sehingga keberadaaanya dapat
kita amati. Struktur benda angkasa mulai dari yang kecil hingga yang terbesar
adalah:
- Asteroid, komet, meteor, bulan,
planet, bintang, matahari
- Tata surya
- Galaksi
- Cluster/Super-cluster galaksi
- Tata surya
- Galaksi
- Cluster/Super-cluster galaksi
2. Materi gelap (dark mater)
Terdiri dari benda-benda angkasa
yang supermasif, yang meledak (supernovae) dan runtuh akibat gravitasinya
menjadi sedemikian masifnya, tetapi gaya gravitasinya begitu besarnya sehingga
semua materi tertelan bahkan cahaya pun tak dapat keluar dari tarikannya.
Akibatnya materi itu tidak bisa dilihat keberadaanya, kecuali dari akibat
gravitasinya. Benda itu dinamakan lobang hitam (black holes)
Kita telah mengetahui bahwa benda
angkasa itu melayang (tentunya) di angkasa. Ada yang hanya melayang tanpa arah
dan yang lainnya mengikuti orbit yang tertentukan dari sebuah benda langit
lainnya yang lebih besar, seperti halnya bulan pada bumi, dan bumi pada
matahari. Matahari adalah sebuah bintang yang menjadi pusat dari tata surya
kita. Ia menjadi poros dari planet-planet yang mengelilinginya. Saat ini di
tata surya kita ada delapan planet yang paling kita kenal, Merkurius, Venus,
Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Sejak tanggal 24 Agustus
2006 Pluto terdepak dari sistem tata surya kita karena ia dianggap sebagai
planet kecil yang tidak masuk hitungan. Bintang lain yang terdekat dengan tata
surya kita adalah Proxima Centauri berjarak 4 tahun cahaya.
Kumpulan dari bintang-bintang yang
besar dan kecil itu disebut galaksi. Bumi kita berada di galaksi Bima Sakti
(Milky Way). Besaran galaksi kita ini diperkirakan 100 juta tahun cahaya dari
satu ujung ke ujung lainnya (Tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh
cahaya selama satu tahun. Jadi jika 1 detik jarak yang ditempuh 300.000 km,
maka 1 tahun cahaya sekitar 10 triliun km). Dan dalam satu galaksi diperkirakan
ada sekitar 100 milliar bintang yang kemungkinan besar akan berjumlah lebih
banyak. Sementara di alam semesta ini diperkirakan sedikitnya terdapat 100
milliar galaksi.
Jadi bayangkan ini, jika dalam satu
bintang besar seperti Matahari di sebuah galaksi memiliki katakanlah cuma 3
planet saja yang mengitarinya, maka berapa banyak planet yang ada di ribuan
bintang pada galaksi? Dan berapa banyak planet yang terdapat dalam sebuah
cluster galaksi, berapa banyak yang ada di super-cluster galaksi? Berapa banyak
planet yang terdapat di semesta? Di antara sekian banyak planet itu apakah
tidak ada yang memiliki keadaan (paling tidak sedikit) mirip seperti di bumi
dengan kehidupan di dalamnya. Jika tidak, maka sia-sialah semesta ini dengan
banyak planet yang dimilikinya. Padahal Tuhan tidak menciptakan segala
sesuatunya dengan sia-sia kan? Apalagi kalau mengingat teori astronom dan pencipta
teleskop, Edwin Hubble, bahwa jagad ini tidaklah statis atau steady-state,
melainkan memuai semakin besar dan besar. Yang mengingatkan saya pada konsep
surga yang luasnya ampun-ampunan. Ayolah, ada alien di luar sana!
Sekali lagi, teori Panspermia bukanlah
teori yang menegaskan asal mula kehidupan, karena itu masuk ke teori genesis.
Saya suka sekali kalau berbicara mengenai alam semesta. Adrenalin saya akan
terpacu dan saya sanggup semalaman penuh berhadapan membahas ini dan masih
bersemangat. Namun sudahlah?
Kadang saya berpikir kalau, lucu
juga kiranya dapat bertemu dengan makhluk asing yang berwujud kecil, hijau,
berbulu (atau tidak), berantena seperti mata keong, berjari tiga, dan berwajah
imut lucu. Benarkan?? Yah, asalkan dia tidak membawa senjata yang dapat
mengecilkan atau menghanguskan benda-benda.
catatan fosil jauh dari penelitian lengkap dan masih banyak di daerah ini.
Para zaman Kambrium berakhir sekitar 540 Ma berisi ledakan Kambrium
yang disebut di mana kehidupan mulai diversifikasi pada tingkat yang luar
biasa. Dalam waktu yang relatif singkat geologi, lebih dari sekitar 5 sampai 10
juta tahun seluruh tubuh rencana dari hewan yang kita kenal sekarang
berevolusi. Kita tahu ini karena kami memiliki bukti dari Burgess Shale
menemukan fosil. Deposit ini pertama kali ditemukan oleh Walcott dan menemukan
termasuk binatang seperti Anomalocaris, Marella spledens dan berbagai
trilobita. Kambrium adalah juga era di mana binatang dikupas pertama kali
muncul dalam laut sehingga sangat signifikan.Karakteristik vertebrata.
Vertebrata terdiri dari delapan kelas hewan dan berbagi banyak fitur unik seperti kabel saraf tulang punggung Jointed berongga berkembang menjadi otak dan sumsum tulang belakang Spesialisasi Relatif besar ukuran bagian. Misalnya pembentukan kepala (cephalisation) yang memungkinkan sebagian besar organ tubuh akal untuk ditempatkan di daerah yang datang ke dalam kontak dengan lingkungan pertama kerangka Bilateral simetri internal dari tulang / tulang rawan. Rusuk membantu untuk mendukung dan melindungi organ-organ. Pelengkap sistem tertutup peredaran darah yang telah dimodifikasi menjadi anggota badan, sirip dan sayap Diperkirakan bahwa vertebrata berkembang sebagai ukuran hewan meningkat secara umum dan lebih banyak dukunga
Pandora
Pandora
terlihat melintasi orbitnya, berevolusi
terhadap Polypheus |
Pandora adalah salah satu satelit
alami (dari ketiga belas lainnya), yang berevolusi terhadap planet Gas Raksasa,
yaitu Polyphemus. Ukuran Pandora kurang lebih sama dengan Bumi, namun gravitasi
di Pandora lebih ringan dibanding di bumi. Berbeda dengan planet pusat
orbitalnya yang tak berkehidupan, Pandora berada pada posisi yang tepat sebagai
tempat berkehidupan. Selain berevolusi pada Polyphemus, Pandora ini juga ikut
berputar (bersama Polypheus) pada orbit Alpha Centauri A (Pusat Tata Surya
orbital Polyphemus)
Ilmuwan VS Agamawan
Para ilmuwan dunia berspekulasi,
bahwa alam semesta kita, sampai saat ini terus berkembang. Mengembangkan
dirinya, memperluas dimensi, dan melakukan pembentukan embrio-embrio baru, bagi
kelahiran galaksi-galaksi baru, konstalasi bintang-bintang baru, dan juga
segenap benda-benda angkasa yang melengkapinya. Kemungkinan besar, alam semesta
juga melahirkan kehidupan-kehidupan baru, sebagai pengelola habitat-habitat
baru yang telah terbentuk, dengan sitem yang berkesinambungan.
Namun tak pelak, teori baru
kontoversial ini di sanggah oleh para agamawan konservatif yang notabene
menganggap diri mereka berdiri di dasar yang kuat dan "paling" benar.
Kaum agamawan ini membantah keras pernyataan para ilmuwan tersebut. mereka
bersikukuh pada ajaran agama, yang mengatakan bahwa semesta adalah konsisten
dan tetap pada posisinya, apa adanya dan tidak ada yang berubah, sesuai
ketentuan kalimat-kalimat suci, yang tertuang dalam dokumen-dokumen suci.
Paradigma lama ini, membuat agamawan menjadi kaum yang kolot, dan ortodok yang
tidak mau menerima kemungkinan-kemungkinan baru.
Nampaknya, dewasa ini, sikap
"bersikukuh" tersebut, lama-kelamaan terkikis, dengan ditemukannya
bukti-bukti otentik, berdasarkan kajian riset dan observasi siang-dan malam,
mengenai kenyataan bahwa semesta tetap berkembang. Bukti-bukti yang dipaparkan
para ilmuwan tersebut, tidaklah sesuatu yang ditapsirkan, atau sesuatu akibat
ilham yang tidaklah jelas dasarnya. Bukti yang sanggup untuk dikaji dan diuji,
dan tidak akan gentar menghadapi ujian-ujian oleh karena keotentikan dasar-nya.
"Katak mulai keluar dari tempurungnya"
Zaman ini, banyak manusia yang mencoba keluar dari "keterkungkungan" paradigma lama |
Bukti-bukti inilah, yang kemudian
menjadi suatu aliran deras, yang mengalir kesetiap lini kehidupan umat manusia,
tanpa terkecuali. Hal ini membentuk suatu "gebrakan" yang terulang
kembali, bahwa ilmu pengetahuan datang dengan segala bukti untuk dapat
mendobrak paradigma lama, dan membentuk suatu paradigma baru berdasar, yang
disebut ilmu pengetahuan.
Orang-orang yang dahulu skeptis,
dan bertahan pada posisi lamanya. Semakin lama, menjadi tertarik dan melangkah
keluar dari zona kenyamanan pemikiran mereka. Seakan tergelitik dengan arus
yang deras, yang mengalir kesetiap pemikiran, setiap produk zaman baru, tanpa
terkecuali. Bahkan ada suatu gerakan baru, yang seolah-olah membenarkan secara
"mentah-mentah" (tanpa diuji), menggabungkan setiap ide, menghasilkan
inovasi pemikiran baru, suatu sistem paradigma baru, yang diberi judul SCIENTOLOGY. Ide yang dianggap cukup gila
dengan menggabungkan kepercayaan dan ilmu pengetahuan.
Mentuhankan pengetahuan, ya...
aliran deras itu, merambahi setiap kalangan, dengan tujuan, memberikan
pencerahan baru. Hal itu tampak dalam dunia perfileman Hollywood, dalam Talk
Show interaktif, ataupun buku-buku terbitan para pengarang-pengarang amatiran.
Seperti air bah yang melanda generasi zaman baru, yang haus akan terungkapnya
suatu misteri.
Pengertian yang demikian,
tentunya "melenceng" dari aras tujuan sebenarnya, bukan berarti
salah, namun kurang tepat. Ilmu pengetahuan hanyalah suatu sarana, sama halnya
suatu sistem kepercayaan, keduanya adalah suatu sarana yang sengaja dibuat
untuk suatu tujuan yang sama, yaitu Pengungkapan.
Manusia bumi, dewasa ini,
mengalami suatu krisis yang disebut sebagai krisis "kepercayaan". Hal
itu membuat manusia berusaha memuaskan hasrat keingintahuan mereka, dengan
melakukan segala hal, demi tercapainya kepuasan mereka. Tak pelak,
praktik-praktik yang menamakan diri "Spiritualitas hidup" menjadi
trend baru, untuk mengungkapkan misteri-misteri hidup manusia.
Yang lebih berbahaya adalah,
tidak semua jalan menuju ke satu tempat. Ada juga jalan yang berujung pada
kebuntuan, atau malah kesesatan. Pemikiran manusia ibarat pedang bermata dua,
jika hal itu tidak diatur dengan baik, maka dapat melukai diri kita
sendiri.
"Tidak semua katak yang
keluar dari tempurung, adalah katak yang berhasil. Bisa jadi mereka adalah
katak-katak yang sial, adalah katak yang tidak tahu kemana dia harus
melangkahkan kakinya"
Memang kita harus pandai dan
bijaksana, menyikapi derasnya perkembangan zaman ini. Salah memilih jalan, maka
akan berakibat fatal juga, untuk pemikiran kita. Bukan yang suci, ataupun yang
paling cendikia, yang akan mendapatkan kepuasan nanti, melainkan mereka yang
bijaksana dalam mengatur kehidupan yang akan beroleh kepuasan.
Baik itu kaum Ilmuwan ataupun
Agamawan, mereka bertujuan untuk mengungkapkan (menyingkap), selubung misteri
yang menyelimuti kehidupan manusia, selama berabad-abad. Memang benar, keduanya
berhak atas jalan yang mereka tempuh, dan keduanya sama-sama meyakini, bahwa
apa yang mereka jalani, adalah benar, dan berujung pada suatu kebenaran, yaitu
menguak kebenaran "SANG PENCIPTA"
Pada akhirnya nanti, semua
manusia akan berujung pada ujung yang sama, baik itu ilmuwan, agamawan, dan
kita semua. Akan merasakan hal yang sama, akan menjupai sesuatu yang sama,
tanpa terkecuali. Oleh karena apa?
oleh karena misi kita sudah
berakhir, tugas yang diembankan pada kita sudah tuntas. Saatnya berganti
kepuasan yang akan kita dapatkan.
"Katak
kecil yang dahulu berenang keras mengelilingi luasnya danau, kini bisa
beritirahat santai, penuh kepuasan , dan tidak ada lagi misteri"
Perdebatan yang panjang itupun, kian
lama kian pudar. Berganti menjadi suatu diskusi yang saling melengkapi. Ketika
Ilmuwan dan Agamawan merasa diri belum benar, merasa diri kurang dan masih
banyak yang perlu dikaji dan diuji, sehingga mengambil tindakan saling
melengkapi satu dengan yang lain, saling mengisi dan menguji, sehingga
diperoleh satu titik temu guna mengungkapkan misteri kehidupan.
Semesta tidak menunggu kita,
untuk berpikir.
Semesta tidak pernah memaksakan
kehendak pada kita, apakah kita sedang mencari tahu kebenaran tentang dia, atau
tidak. Yang Semesta ketahui adalah, bagaimana cara dia, tetap setia menjalankan
tugas dan kewajibannya untuk memberikan kehidupan bagi setiap makhluk (termasuk
kita) yang tinggal dan hidup di dalamnya.
Sama halnya dengan semesta, hidup
kita adalah perjalanan, perjalanan yang panjang.
Oleh karena itu, sangatlah baik
jika kita hidup penuh kebijaksanaan.
____ salam keseimbangan antar
ciptaan
No comments:
Post a Comment