Tuesday, May 14, 2013

MELAYU SEJATI TIDAK AKAN MENGEMIS (Pemalu)


KAYU bukan, di mata keris,

       Kalau tumpul boleh di asah,

                     Melayu tak akan jadi pengemis,

                     Walaupun hidup, terlalu susah.



 

KAYU bukan, di mata keris,

       Kalau tumpul boleh di asah,

                     Melayu tak akan jadi pengemis,

                     Walaupun hidup, terlalu susah.

 

Batang jerami diberi madu
Rebung seiris dimakan kuda
Kalau kami diberi malu
Ujung keris menikam dada
 

Tajam bukan di mata keris,

 Kalau tumpul boleh di asah,

           Kata yang pedas boleh menguris,

     Dalam kering badan ku basah

 

Pantang dimalu terbakar hati,
Sebelum menfitnah berfikir dulu;
Jangan diikut marah di hati,
Apapun masalah berbincanglah dahulu.

 

Re: MUI: Haram Beri Uang ke Pengemis di Jalan Raya

Jangan menolak orang yang meminta kepada kamu.

Jika kamu mampu?.

Berikan!.

 

Itu seingat Scor adalah kelas Firman Tuhan.

Cuma yang namanya manusia?.

Susah menjalankan hal itu.

Di level itu, Di mana ada yang meminta?.

Berikan.

?.

 

Apalagi seiring waktu banyak orang yang memanfaatkan peluang dan cara itu.

Meminta bukan karena memerlukan.

Tetapi justru menimbum kekayaan.

Bukan karena memang perlu memerlukannya.

 

Di tingkatan lebih parah?.

Itu di anggap adalah bisnis yang menguntungkan.

Di mana meminta minta adalah tujuan uang semata.

Bukan lagi karena memang keperluan adanya.

 

Tentunya ada hal hal lainnya juga.

 

Tetapi adalah tidak baik membalas suatu yang 'di anggap' kejahatan dengan kejahatan.

?.

 

Pemerintah lah yang harus turun tangan mengenai fakir miskin dan anak anak terlantar di Indonesia.

Jika tidak?.

Bubarkan saja pemerintahan itu!.

Karena tidak sesuai dengan UUD 1945!.

Impeach ke seluruhannya!.

Birokrasi gemuk dan tidak becus?.

Buyaaaar!,,, Ops salah, Bubaaaaar!!!.

MUI: Haram Beri Uang ke Pengemis di Jalan Raya

MUI: Haram Beri Uang ke Pengemis di Jalan Raya


Jumat, 11 Januari 2013 | 12:54



MUI: Memberi uang ke pengemis haram hukumnya. Karikatur Investor Daily 11 Januari 2013 

JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta mengharamkan memberi uang kepada pengemis di perempatan jalan. Sebagai dasar pertimbangan adalah karena peminta-minta itu terkoordinasi dalam suatu jaringan.

“MUI memberi fatwa baik yang meminta dan memberi. Yang memberi dan peminta-minta ini MUI mengharamkan. Di perempatan banyak, apalagi yang sudah dikoordinir, ada bosnya,” jelas Sekjen MUI Samsul Maarif usai bertemu Wagub DKI Basuki T Purnama, di balai kota DKI, Jakarta, Kamis (10/1).

MUI DKI Jakarta bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) bertemu dengan Ahok membahas Peraturan Daerah (Perda) No. 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Kedua lembaga ini menyoroti secara khusus penggunaan fasilitas umum yang dijadikan tempat ibadah. 

Samsul menegaskan, saat bertemu Ahok, dia membahas Perda No 8/2008 tentang ketertiban umum. MUI menilai selama ini pelaksanaan Perda itu tidak maksimal.”Di perempatan masih banyak peminta-peminta. Memberi yang ada di tempat tidak pas itu dilarang oleh agama, merugikan banyak orang, menimbulkan kerawanan,” terang Samsul.



sumber :http://www.investor.co.id/home/mui-h...lan-raya/52271



"Ngemis" Kok Haram, "Nyolong" Tuh yang Haram...
KOMPAS.com/Caroline Damanik
Mis (61), perempuan asal Pamanukan yang mengemis bersama cucunya di jembatan penyeberangan Karet.

JAKARTA, KOMPAS.com — Beberapa waktu lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumenep mengeluarkan fatwa haram terhadap profesi mengemis menyusul makin maraknya jumlah pengemis di kawasan tersebut dan Jawa Timur secara umum. MUI Pusat pun memberi dukungan penuh terhadap fatwa tersebut. Respons para pengemis pun beraneka ragam. Ada yang cuek, ada pula yang resah.
Mis (61) tak habis pikir dengan dikeluarkannya fatwa tersebut. Perempuan tua yang sehari-hari mengemis bersama cucunya itu dengan sederhana mempertanyakan alasan dikeluarkannya fatwa haram tersebut. Ketika diberi tahu mengenai hal tersebut, perempuan asal Pamanukan itu tampak kesal. "Yang bilang haram itu kan enggak ngertihidup saya itu gimana. Kok bilang-bilang haram aja. Orang yang nyolong itu haram, yang makan-makan daging begituan ntu yang haram," tutur Mis kepadaKompas.com di jembatan penyeberangan Karet, Jumat (28/8).
Wajah Mis yang penuh dengan keriput tampak sabar mengipasi cucunya yang masih tertidur di lantai jembatan meski terik matahari membuat jembatan yang didominasi bahan metal itu terasa makin panas. "Kami kan cuma terima yang sukarela. Orang mau ngasih 500 ya makasih, 1.000 juga makasih, enggakngasih juga makasih. Kok haram...," lanjut Mis.
Selanjutnya, perempuan tua yang baru lima tahun menjadi pengemis ini sibuk misuh-misuh dan menggerutu karena seorang pejalan kaki di jembatan ini sempat berhenti dan mengomentari cucunya dengan kata "kasihan".
Beda halnya dengan Suci. Perempuan muda asal Garut ini mendadak resah dua hari belakangan ini karena mendengar kabar fatwa haram itu. Suci yang bersama kedua anaknya biasa beroperasi di Terminal Blok M ini khawatir "gaji"-nya dari mengemis akan turun. "Bukannya juga nanti bakal sering petugas gusur-gusur kami gitu ya, Mbak?" ujar Suci sibuk mengurus bayi yang dibawanya.
Selama ini saja, mentok-mentoknya, Suci mendapatkan Rp 45.000 dari duduk-duduk mengemis. Mis dan Suci pada Ramadhan ini punya harapan baru. Semoga mereka yang sedang puasa tak terpengaruh dengan fatwa haram itu, kata mereka.

sumber : 
http://megapolitan.kompas.com/read/2...tuh.yang.haram...


Inilah Pengemis Terkaya Di Indonesia
Labels: Dunia Kita, Dunia Ekonomi


Pengemis. Mungkin hanya mendengar kata itu saja, sobat langsung membayangkan seseorang yang kurus, kumal, dekil, berpakaian kotor dan compang-camping, bahkan hidup tidak layak. Sebagian bayangan anda memang tidak salah. Namun jika bicara soal penghasilan, sobat harus membaca artikel kami kali ini.Inilah Pengemis Terkaya Di Indonesia yang mau membuka rahasia nya.

Cak To, begitu dia biasa dipanggil. Besar di keluarga pengemis, berkarir sebagai pengemis, dan sekarang jadi bos puluhan pengemis di Surabaya. Dari jalur minta-minta itu, dia sekarang punya dua sepeda motor, sebuah mobil gagah, dan empat rumah. Berikut kisah hidupnya.

Cak To tak mau nama aslinya dipublikasikan. Dia juga tak mau wajahnya terlihat ketika difoto untuk artikel kali ini. Tapi, Cak To mau bercerita cukup banyak tentang hidup dan ''karir''-nya. Dari anak pasangan pengemis yang ikut mengemis, hingga sekarang menjadi bos bagi sekitar 54 pengemis di Surabaya.

Setelah puluhan tahun mengemis, Cak To sekarang memang bisa lebih menikmati hidup. Sejak 2000, dia tak perlu lagi meminta-minta di jalanan atau perumahan. Cukup mengelola 54 anak buahnya, uang mengalir teratur ke kantong.

Sekarang, setiap hari, dia mengaku mendapatkan pemasukan bersih Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Berarti, dalam sebulan, dia punya pendapatan Rp 6 juta hingga Rp 9 juta.

Cak To sekarang juga sudah punya rumah di kawasan Surabaya Barat, yang didirikan di atas tanah seluas 400 meter persegi. Di kampung halamannya di Madura, Cak To sudah membangun dua rumah lagi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk emak dan bapaknya yang sudah renta. Selain itu, ada satu lagi rumah yang dia bangun di Kota Semarang.

Untuk ke mana-mana, Cak To memiliki dua sepeda motor Honda Supra Fit dan sebuah mobil Honda CR-V kinclong keluaran 2004.

Tidak mudah menemui seorang bos pengemis. Ketika menemui redaktur di tempat yang sudah dijanjikan, Cak To datang menggunakan mobil Honda CR-V-nya yang berwarna biru metalik.

Meski punya mobil yang kinclong, penampilan Cak To memang tidak terlihat seperti ''orang mampu''. Badannya kurus, kulitnya hitam, dengan rambut berombak dan terkesan awut-awutan. Dari gaya bicara, orang juga akan menebak bahwa pria kelahiran 1960 itu tak mengenyam pendidikan cukup. Cak To memang tak pernah menamatkan sekolah dasar.


 Dengan bahasa Madura yang sesekali dicampur bahasa Indonesia, pria beranak dua itu mengaku sadar bahwa profesinya akan selalu dicibir orang. Namun, pria asal Bangkalan tersebut tidak peduli. ''Yang penting halal,'' ujarnya mantap.

Cak To bercerita, hampir seluruh hidupnya dia jalani sebagai pengemis. Sulung di antara empat bersaudara itu menjalani dunia tersebut sejak sebelum usia sepuluh tahun. Menurut dia, tidak lama setelah peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI.

Maklum, emak dan bapaknya dulu pengemis di Bangkalan. ''Dulu awalnya saya diajak Emak untuk meminta-minta di perempatan,'' ungkapnya.

Karena mengemis di Bangkalan kurang ''menjanjikan'', awal 1970-an, Cak To diajak orang tua pindah ke Surabaya. Adik-adiknya tidak ikut, dititipkan di rumah nenek di sebuah desa di sekitar Bangkalan. Tempat tinggal mereka yang pertama adalah di emprean sebuah toko di kawasan Jembatan Merah.

Bertahun-tahun lamanya mereka menjadi pengemis di Surabaya. Ketika remaja, ''bakat'' Cak To untuk menjadi bos pengemis mulai terlihat.

Waktu itu, uang yang mereka dapatkan dari meminta-minta sering dirampas preman. Bapak Cak To mulai sakit-sakitan, tak kuasa membela keluarga. Sebagai anak tertua, Cak To-lah yang melawan. ''Saya sering berkelahi untuk mempertahankan uang,'' ungkapnya bangga.

Meski berperawakan kurus dan hanya bertinggi badan 155 cm, Cak To berani melawan siapa pun. Dia bahkan tak segan menyerang musuhnya menggunakan pisau jika uangnya dirampas. Karena keberaniannya itulah, pria berambut ikal tersebut lantas disegani di kalangan pengemis. ''Wis tak nampek. Mon la nyalla sebet (Kalau dia bikin gara-gara, langsung saya sabet, Red),'' tegasnya.

Selain harus menghadapi preman, pengalaman tidak menyenangkan terjadi ketika dia atau keluarga lain terkena razia petugas Satpol PP. ''Kami berpencar kalau mengemis,'' jelasnya.

Kalau ada keluarga yang terkena razia, mau tidak mau mereka harus mengeluarkan uang hingga ratusan ribu untuk membebaskan.

Cak To tergolong pengemis yang mau belajar. Bertahun-tahun mengemis, berbagai ''ilmu'' dia dapatkan untuk terus meningkatkan penghasilan. Mulai cara berdandan, cara berbicara, cara menghadapi aparat, dan sebagainya.

Makin lama, Cak To menjadi makin senior, hingga menjadi mentor bagi pengemis yang lain. Penghasilannya pun terus meningkat. Pada pertengahan 1990, penghasilan Cak To sudah mencapai Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu per hari. ''Pokoknya sudah enak,'' katanya.

Dengan penghasilan yang terus meningkat, Cak To mampu membeli sebuah rumah sederhana di kampungnya. Saat pulang kampung, dia sering membelikan oleh-oleh cukup mewah. ''Saya pernah beli oleh-oleh sebuah tape recorder dan TV 14 inci,'' kenangnya.

Saat itulah, Cak To mulai meniti langkah menjadi seorang bos pengemis. Dia mulai mengumpulkan anak buah.

Cerita tentang ''keberhasilan'' Cak To menyebar cepat di kampungnya. Empat teman seumuran mengikutinya ke Surabaya. ''Kasihan, panen mereka gagal. Ya sudah, saya ajak saja,'' ujarnya enteng.

Sebelum ke Surabaya, Cak To mengajari mereka cara menjadi pengemis yang baik. Pelajaran itu terus dia lanjutkan ketika mereka tinggal di rumah kontrakan di kawasan Surabaya Barat. ''Kali pertama, teman-teman mengaku malu. Tapi, saya meyakinkan bahwa dengan pekerjaan ini, mereka bisa membantu saudara di kampung,'' tegasnya.

karena sudah mengemis sebagai kelompok, mereka pun bagi-bagi wilayah kerja. Ada yang ke perumahan di kawasan Surabaya Selatan, ada yang ke Surabaya Timur.

Agar tidak mencolok, ketika berangkat, mereka berpakaian rapi. Ketika sampai di ''pos khusus'', Cak To dan empat rekannya itu lantas mengganti penampilan. Tampil compang-camping untuk menarik iba dan uang recehan.

Hanya setahun mengemis, kehidupan empat rekan tersebut menunjukkan perbaikan. Mereka tak lagi menumpang di rumah Cak To. Sudah punya kontrakan sendiri-sendiri.

Pada 1996 itu pula, pada usia ke-36, Cak To mengakhiri masa lajang. Dia menyunting seorang gadis di kampungnya. Sejak menikah, kehidupan Cak To terus menunjukkan peningkatan.

Setiap tahun, jumlah anak buah Cak To terus bertambah. Semakin banyak anak buah, semakin banyak pula setoran yang mereka berikan kepada Cak To. Makanya, sejak 2000, dia sudah tidak mengemis setiap hari.

Sebenarnya, Cak To tak mau mengungkapkan jumlah setoran yang dia dapatkan setiap hari. Setelah didesak, dia akhirnya mau buka mulut. Yaitu, Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per hari, yang berarti Rp 6 juta hingga Rp 9 juta per bulan.

Menurut Cak To, dia tidak memasang target untuk anak buahnya. Dia hanya minta setoran sukarela. Ada yang setor setiap hari, seminggu sekali, atau sebulan sekali. ''Ya alhamdulillah, anak buah saya masih loyal kepada saya,'' ucapnya.


Dari penghasilannya itu, Cak To bahkan mampu memberikan sebagian nafkah kepada masjid dan musala di mana dia singgah. Dia juga tercatat sebagai donatur tetap di sebuah masjid di Gresik. ''Amal itu kan ibadah. Mumpung kita masih hidup, banyaklah beramal,'' katanya.

Sekarang, dengan hidup yang sudah tergolong enak itu, Cak To mengaku tinggal mengejar satu hal saja. ''Saya ingin naik haji,'' ungkapnya. Bila segalanya lancar, Cak To akan mewujudkan itu pada tahun 2013 ini.

Irwin Corey Pengemis Terkaya di dunia rumahnya 34 M


       Irwin Corey si pengemis unik dan beda tapi ia bisa jadi tercatat sebagai pengemis terkaya di dunia. Sebelumnya tidak ada yang menyangka kalau pengemis terkaya di dunia ini pernah dikenal sebagai seorang Profesor, Komedian, Aktor bahkan politikus dari partai sayap kiri di Amerika. Setiap hari selama hampir 17 tahun, sang profesor, Irwin Corey berjalan terpincang-pincang di sela-sela mobil di sepanjang Jalan East 35th Kota Manhattan, memohon sejumlah uang sambil memberi surat kabar gratis sebagai gantinya.
       Bedanya profesor Corey dengan kebanyakan pengemis pada umumnya karena ia sebenarnya tidak membutuhkan uang untuk kehidupannya sehari-hari. Bahkan dia bukanlah seorang tunawisma, meskipun ia kurus dan penampilannya berantakan. Irvin Corey memiliki sebuah apartemen di daerah elite di New York yang ia percaya bernilai $ 3.5million atau hampir setara Rp. 34 Milyar.
      Rumah Mewah: Irvin Corey 97-tahun dalam kehidupan sebenarnya tidak tunawisma tetapi tinggal di apartemen besar di daerah Manhattan. Apartemen ini diyakini bernilai $ 3.5million. Selain untuk membantu orang lain, ia menyamar sebagai seorang tunawisma sebagai cara untuk mengalahkan kesepian setelah ditinggal istrinya yang meninggal di bulan Mei.
       Hebatnya, Irwin Corey yang kini berusia lebih dari 97-tahun menyumbangkan semua uang yang dia peroleh untuk sebuah badan amal yang membeli pasokan medis untuk anak-anak di Kuba. Jumlahnya kadang sampai $ 250 atau 2,5 juta per hari. WoW!

Mr Corey mengumpulkan sekitar $ 100 per hari dari para pengemudi mobil dengan ganti surat kabar gratis, lalu menyumbangkan semuanya ke Kuba untuk persediaan medis anak-anak.
Dan selama menyamar sebagai pengemis, Mr Corey dikenal santun kepada orang-orang yang memberinya uang di jalan, ia selalu mengungkapkan rasa terima kasih dan mengatakan kepada mereka: “Sampai nanti, buaya . ”
Nah, cukup sekian dulu info unik kali ini sobat semua dan tak lupa kami ucapkan “Sampai nanti, buaya . ” :D


pengemis ini bawa Rp 54 juta & 75 gram emas
Reporter : Muhammad Hasits
Jumat, 10 Mei 2013 17:06:56
KategoriPeristiwa

Siapa sangka, sepasang suami istri bernama Acin dan Aisyah yang sehari-hari mengemis di wilayah Kota Banjarmasin mempunyai pendapatan cukup besar. Hal itu terungkap saat Satpol PP Kota Banjarmasin menangkap keduanya.


Seperti dilansir dari Antara, Jumat (10/5), Acin dan istrinya tertangkap saat mengemis di jalanan. Saat dilakukan penggeledahan di dalam tasnya, ternyata keduanya membawa uang sebanyak Rp 54 juta dan 75 gram emas.


Cerita soal pengemis kaya ini diungkapkan oleh Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana I Wayan Windia. Ia mendapatkan cerita itu dari Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Banjarmasin Ichwan Noor Chalik. 


Chalik menduga, Acin adalah koordinator lapangan (korlap) dari para pengemis jalanan di Kota Banjarmasin. Dan uang setoran itu diperkirakan akan diserahkan kepada bos-besarnya. Untung saja mereka dapat digaruk, dan kedoknya dapat sedikit diungkap.

Uang puluhan juta dalam pecahan Rp 100 ribu, Rp 50 ribu dan recehan uang kecil sebesar Rp 1 juta. Sedangkan emasnya terdiri dari gelang ,kalung liontin, anting dan cincin.
Baca juga:
[has]

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook