ADA PENCOPET JADI SARJANA
NENEK
SIHIR, MENYAPU HALAMAN
PUTUS
KARETA, TALI CELANA
HATI-HATI,
DALAM BERTEMAN,
ADA
PENCOPET, JADI SARJANA
MENCARI BENALU, KE SIALANG,
TEMPAT ORANG, MENCARI ROTAN.
RASA
MALU, JIKA HILANG,
PERSISI SEPERTI BABI HUTAN
MENGAPA
ORANG, NAIK OPLET
KARENA
JALAN, SUNYI SENYAP
BAGAIMANA
ORANG, TIDAK MENCOPET,
RASA
MALUNYA, SUDAH LENYAP
Awas! Teror Copet
Penulis sejak 1980, penulis kuliah di IAIN Suska, Fakultas Tarbiyah, tinggal kota Peknbaru Riau daratan. Kini Pekanbaru termasuk kota besar. Tinggal di kota besar jadi daya
tarik yang sulit ditolak bagi setiap orang. Terutama mereka yang ingin mengejar
dan meraih kesuksesan dalam bentuk apapun. Surabaya, Jawa Timur, dikenal
sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, juga jadi serbuan para pemimpi alias
tough dreamer. Buat memenuhi kebutuhan hidup yang terus bertambah, semua orang
berlomba mencari nafkah. Tak sulit tentunya bagi mereka yang bermodal
pendidikan memadai dan ketrampilan. Atau mereka yang mendapat sedikit
keberuntungan. Tapi bagi yang tak mampu bersaing, kota besar ibarat mimpi
buruk.
Kerasnya persaingan di kota
besar, membuat sebagian orang menempuh cara-cara tak halal. Mencopet salah
satunya. Kejahatan jalanan yang satu ini, termasuk yang paling banyak
menyumbang angka kriminalitas di kota besar. Target mereka biasanya terminal,
stasiun, dan sejumlah tempat keramaian lain. Para pencopet, memanfaatkan
kelengahan penumpang. Dalam angkutan umum misalnya, barang berharga maupun uang
berpindah tangan dalam sekejap.
Karena itu untuk menekan angka
kejahatan, sepekan silam digelar operasi tertutup di Jakarta. Sebanyak 259
orang terjaring dari berbagai tempat. Satu di antaranya pelaku kejahatan di
angkutan umum seperti pencopet dan pejambret. Petugas menyita tas wanita,
dompet juga ratusan telepon genggam para korban. Operasi atau razia aparat
kepolisian saat ini, cukup gencar. Tapi kejahatan jalanan berusia tua seperti
copet tak hilang begitu saja. Ibarat ditekan di satu sisi, timbul di sisi lain.
Tak mudah memang menyusup ke
dalam sindikat pencopet. Namun dari hasil penelusuran yang berhasil dilakukan,
saat mengikuti aksi pencopet di tengah keramaian, sungguh sangat mendebarkan.
Butuh mental baja menjalankan aksi ini, tak sekedar bermodal keberanian dan
kelihaian tangan. Risiko tertangkap atau lebih parah dihakimi massa berada di
depan mata. Dalam beraksi kawanan pencopet hampir mirip sebuah pasukan khusus.
Berkelompok empat hingga delapan orang, baik di keramaian atau di jalanan.
Kelompok copet ini lalu berpencar menjadi kelompok satuan yang lebih kecil
paling banyak tiga hingga empat orang.
Kelompok kecil pertama bertugas
mengintai mangsa. Sementara kelompok kedua menggarap sasaran dengan cekatan.
Korban yang lengah jadi favorit para pencopet. Perihal keberanian, komplotan
copet ternyata ada alasannya. Mereka berstrategi dengan cara berkawan akrab
dengan pemilik otoritas keamanan. Kedekatan ini terbilang saling menguntungkan.
Dengan kekuasaannya, oknum ini
akan membuat sandiwara penyelamatan jika pencopet tertangkap. Maksudnya jelas pelaku
copet yang ditangkap bebas merdeka. "Soal beking, hasil dijual kemana,
aksi secara berkelompok," kata Jono, seorang pencopet.
Saat beraksi, ada sejumlah
isyarat yang berlaku. Kode-kode tertentu seperti kerlingan mata di antara kedua
copet, tanda mereka mendapatkan mangsa sasaran pencopetan. Setelah menentukan
sasaran, seorang anggota copet yang beraksi ikut membuntuti korban.
Eksekutor copet, tak langsung
ikut teman yang membawa hasil copetan. Dia berpura-pura membeli sesuatu di
pasar. Mereka menuju ke tempat yang ditentukan untuk bagi hasil.
Modus pencopetan yang kerap
dipraktikkan komplotan pencopet antara lain berpura-pura muntah, menghalangi
jalan atau dikenal dengan ngerem. Bahkan yang paling ekstrim menggunakan silet
atau cutter untuk merobek kantung celana atau tas korban.
Nah teknik ini ternyata bisa
dipelajari. Karena memang ada yang spesialisasi mengajar copet. Bisa dibilang,
sebagai sekolah tak resmi copet diperuntukkan bagi mereka pendatang baru di
bidang ini.
Tim SIGI kali ini menelusuri
keberadaan sekolah pencopet. Menuju ke lokasi menempuh jalan yang cukup
berliku, apalagi sifatnya sembunyi-sembunyi. Perihal ajaran yang diberikan,
seorang alumni sekolah copet, Joko pengalaman belajarnya. Antara lain teknik
copet, lama belajar, tempat operasi, korban kelompok, dan prosesnya.
Ini memang cukup mengejutkan.
Kurangnya kontrol aparat penegak hukum, menjadi salah satu penyebab mata rantai
kejahatan dan hasil perbuatan kriminal terus berlangsung.
Suka · Komentari
tak kan ada yang menyangkal bahwa persahabatan
itu sangat indah. Betapa tidak, sungguh menyenangkan sekali mempunyai seseorang
untuk melewatkan hari-hari, berbagi cerita, serta merasakan suka dan duka
bersama-sama. Begitu hebatnya persahabatan ini, hingga seseorang bisa
menganggap sahabatnya seperti saudara kandung sendiri, bahkan juga dapat
melebihi. Sepertinya memang benar apa yang dikatakan sebagian orang bahwa keindahan
hidup ini belumlah lengkap tanpa kehadiran sahabat.
Tetapi kadangkala…
Persahabatan bisa saja tidak sesuai dengan apa yang diharapkan karena sang sahabat melakukan hal-hal yang tidak kita suka. Kadang kita merasa, sang soulmate mulai menjauh dan lebih memilih berteman akrab dengan orang lain entah karena alasan apa. Kecewa, marah, dan perasaan merasa diabaikan bercampur aduk menjadi satu. Pepatah “habis manis sepah dibuang” tiba-tiba saja dirasa sesuai dengan keadaan kita.
Kenangan lama tentang sang sahabat tak jarang datang kembali ke benak ini. Akan tetapi yang muncul hanyalah ingatan tentang sisi buruknya saja. Kebencian lalu menuntun kita untuk meneliti kekurangannya satu persatu. Kesalahannya di masa lampau mulai menari-nari di panggung pikiran. Berbagai prasangka yang tak beralasan pun perlahan-lahan menyeruak dan membelenggu akal sehat.
Begitulah. Sahabat yang pada awalnya kita sayangi berubah menjadi orang yang paling ingin kita hindari. Kita menjadi malas berbicara dengannya. Tak ada lagi keinginan untuk menelponnya barang beberapa menit saja. Kita pun tak berkehendak menyapanya lewat sms atau e-mail. Ya, dengan ungkapan lain, kita menjadi alergi dengan keberadaannya, dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya.
Astaghfirullahal ‘azhim…
Jangan biarkan kebencian kita bertahta, wahai kawan!
Memang, kita hanyalah manusia biasa. Adalah hal yang wajar jika kebencian terbit ketika kita mendapat perlakuan yang tidak sesuai kehendak hati. Tapi ingatlah, tak sedikitpun kita diperintahkan untuk memelihara kebencian. Tidak oleh Allah, tidak oleh para nabi dan rasul-Nya, tidak juga oleh para pecinta-Nya yang sejati. Tak ada satupun. Kebencian adalah bagian dari amarah. Dan bukankah Rasulullah telah berulangkali mewasiatkan supaya ummatnya tidak marah?
Berpikir jernihlah, wahai saudara!
Manusia diciptakan tak hanya dengan kelebihan, tapi juga kekurangan dan kelemahan. Sangatlah tidak mungkin kita menemukan orang yang segala perilakunya sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Maka janganlah membencinya apalagi memutuskan hubungan silaturahim dengannya.
Untuk mengusir rasa benci, mengapa kita tidak mengingat sisi yang baik saja darinya? Mungkin saja, di antara sahabat-sahabatmu yang lain, hanya dia yang amanah. Mungkin saja, di antara sahabat-sahabatmu yang lain, hanya dia yang selalu menepati janji. Mungkin saja, di antara sahabat-sahabatmu yang lain, hanya dia yang selalu berkata jujur. Mungkin saja, di antara sahabat-sahabatmu yang lain, hanya dialah pendengar yang baik. Mungkin saja, dia mempunyai kebaikan yang tidak ditemukan pada sahabat kita yang lain… Sekarang, kita hanya perlu membimbing pikiran kita untuk mencari kebaikan-kebaikannya itu.
Masih ada noktah hitam yang menodai hati?
Janganlah biarkan pikiran buruk yang berkuasa. Ingat saja kenangan indah yang lain. Ketika kita merenda hari-hari bersamanya. Ketika kita melakukan banyak hal yang menggembirakan dengannya. Sungguh tiada guna mengingat kenangan yang kurang menyenangkan karena bisa saja timbul prasangka dan pikiran buruk terhadapnya. Dikarenakan itu, Rasulullah SAW bersabda,
Hati-hatilah dengan prasangka karena prasangka adalah yang terburuk dari kabar palsu, jangan mencari-cari dan mematai-matai kesalahan orang lain, jangan saling mencemburui (iri) satu sama lain, dan jangan memutuskan hubungan satu sama lain, dan jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara” (HR Bukhari, diriwayatkan oleh Abu Hurairah)
Masih ada berkas-berkas kebencian yang menyusup di relung hati?
Ayolah, coba ingat yang baik-baik dari dirinya. Tentu ada! Jikalau dia memang bersalah, serahkan saja pada yang Maha Adil. Apa keuntungan yang kita peroleh dengan membencinya? Bukankah kebencian hanya akan menyuburkan amarah dan perlahan-lahan akan mengotori jiwa? Maka dengarkanlah firman Allah,
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS Asy Syams [91] : 9 – 10)
Dan mengapa kita mesti terpaku dengan “karena nilai setitik, rusaklah susu sebelanga”? Bukankah kita bisa memindahkannya ke belanga yang lebih besar lalu menambahkan lebih banyak susu untuk memperkecil kadar nila dalam campuran itu?
Kemudian, tak ada ruginya untuk menengok sejenak apa yang ada dalam hati kita sekarang. Apa yang menjadi pendorong sewaktu kita menjalin persahabatan dengan orang lain? Adakah kita yakin bahwa kita mengharapkan pujian, penghormatan, ataupun semacam bentuk balasan dari sahabat itu? Sekali lagi, astaghfirullahal ‘azhim…
Jangan. Buanglah jauh-jauh niat-niat seperti itu. Percayalah, kekecewaan itu muncul karena kita menghadirkan tujuan-tujuan selain-Nya. Sejatinya, tidak ada balasan yang lebih baik selain yang diberikan-Nya. Dan betapa rendahnya kita jika mengharap balasan selain dari-Nya. Maka bersahabatlah karena Allah. Jalinlah hubungan persahabatan jika itu membuat kita makin dekat dengan-Nya. Seandainya kelakuan sang sahabat tidak sesuai dengan harapan, kita akan bisa mengerti bahwa dia hanya seorang ciptaan Allah yang pasti jauh dari kesempurnaan.
Teman, masih ada kebencian yang sedang bersemai?
Tidak usah merusak kebahagiaan kita dengan hal-hal yang buruk. Pikirkan saja sesuatu yang membuat iman kita tidak luntur dan suasana hati menjadi lebih tenang. Dengan begitu, insyaAllah kita akan tetap berada dalam kondisi emosi yang stabil. Maka Alfred Adler, seorang psikiater pun berkata,
“Di antara keistimewaan yang paling indah pada manusia adalah
kemampuannya mengubah negatif menjadi positif.”
Lalu, mengapa kita tidak mencoba?
No comments:
Post a Comment