KAJIAN FATWA WAHABI “ NIKAH MISYAR “
BAB I
VARIASI
DARI KAWIN KONTRAK
A.Bin Baaz Vs Al- Bani
Nikah kontrak bukan misyar yang juga dikenali sebagai ‘nikah
musafir’ adalah adalah
praktek pernikahan yang
meniadakan kewajiban bagi
suami untuk
memberi nafkah. Praktek
ini lazim dilakukan di
Arab Saudi melalui fatwa
dariAbdul ‘AzIz ibn
Abdullaah ibn Baaz.
Dalam prakteknya nikah misyar
seringkali berbeda dengan tujuan penciptaannya. Lelaki kaya dari Kuwait dan Saudi Arabia seringkali
menjalankan nikah misyar ketika berlibur. Praktek ini memberi mereka izin untuk
berhubungan seks dengan seorang wanita tanpa jatuh dalam dosa berzinah. Mereka berkunjung ke negara-negara miskin, misalnya
Mesir atau Syria, dan bertemu dengan perantara yang mengatur pernikahan bagi
mereka. Ada juga lelaki yang mengatur nikah misyar lewat internet. Perantara
itu akan membawa beberapa gadis, dan mereka memilih mana yang mereka paling
suka. Lelaki-lelaki ini lalu membayar keluarga si gadis.
Kaum Lelaki-lelaki Mesir yang bekerja di negara-negara Teluk lebih suka menikah misyar daripada hidup sendiri bertahun-tahun. Banyak di antara mereka yang sebenarnya sudah menikah dan punya anak istri di kampung halaman, tetapi tidak mampu membawa mereka ke sana.
Seorang reporter di Jeddah melaporkan bahwa beberapa penyelenggara perkawinan mengatakan tujuh dari sepuluh perkawinan yang mereka selenggarakan adalah nikah misyar, dan dalam beberapa kasus mereka diminta merekomendasikan (memperkenalkan) si calon. Kebanyakan wanita yang memilih nikah misyar adalah janda cerai, janda yang ditinggal mati suami atau yang sudah melewati usia perkawinan biasa (terlalu tua). Kebanyakan wanita yang memilih pernikahan ini sudah berkeluarga.
"Semua nikah misyar yang saya selenggarakan adalah antara lelaki dan wanita yang sudah pernah kawin sebelumnnya," kata Abu Fawaz, yang sudah menjadi penyelenggara perkawinan selama empat tahun. “Dalam nikah misyar, yang anda perlukan hanyalah saksi-saksi, mas kawin dan persetujuan kedua belah pihak. Biasanya wanitanya punya tempat tinggal sendiri atau tinggal bersama keluarganya. Biasanya keluarga si wanita tahu tentang pernikahan itu, tetapi keluarga si lelaki baik istri pertamanya atau anggota keluarga lain tidak tahu.”
Arab News mensurvei 30 lelaki dan perempuan Saudi berumur antara 20-40 tahun tentang nikah misyar. Lebih dari 60 persen lelaki yang disurvei, kebanyakan berumur 20an, mengatakan akan mempertimbangkan nikah misyar bagi diri mereka sendiri. Orang-orang yang tidak mau mempertimbangkannya bagi diri sendiri jugat tidak akan mengizinkannya bagi sanak keluarganya sendiri, baik itu saudara perempuan, saudara lelaki, anak lelaki atau anak perempuan. Namun di antara lelaki-lelaki yang mau mempertimbangkannya bagi diri sendiri, hanya dua orang yang menganggap nikah misyar ini pantas bagi kerabat perempuannya.
”Jika saya mengizinkan diri sendiri menikahi secara misyar saudara perempuan atau anak perempuan orang lain, maka selayaknya lah saya mesti menerimanya juga bagi kerabat perempuan saya, “ kata Muhammad H. “Namanya standar ganda kalau seorang lelaki hanya mau menerimanya bagi diri sendiri dan lelaki lain, tetapi tak mengizinkan bagi perempuan. Lagipula, kalau kita semua berpikiran begitu, siapa yang akan kita nikahi? Diri sendiri?”
Keluarga-keluarga menyetujui nikah misyar karena uang, dan harapan bahwa anak perempuan mereka akan hidup senang dan bisa mengunjungi tempat-tempat yang hanya dapat dimimpikannya (misalnya hotel mewah dan restoran). Mereka juga mengharapkan hadiah-hadiah dan pada akhir liburannya si “suami” kaya akan memberi dia uang dan menceraikannya (walaupun perceraian bukanlah bagian dari fatwa yang menciptakan nikah Misyar). Kadang-kadang si suami tetap menyimpan istrinya itu untuk liburan berikutnya dan sekali-sekali mengirimi dia uang. Banyak istri nikah Misyar yang berharap dapat memenangkan cinta suami mereka supaya dapat hidup bersama selamanya. Karena si istri tahu kemungkinan besar dia akan diceraikan, walaupun dia tidak tahu kapan itu akan terjadi, kebanyakan dari mereka berhati-hati supaya tidak hamil.
Meskipun sekilas hampir sama tapi ada
perbedaan mendasar antara nikah misyar dan
nikah mut’ah. Dalam nikah mut’ah tetap ada
kewajiban nafkah & dibatasi waktu, sementara
nikah misyar selain meniadakan kewajiban
nafkah tapi menghalalkan hubungan suami istri
juga tidak dibatasi waktu tertentu seperti nikah
mut’ah..
Hal ini sesuai apa yang telah di katakan oleh Abu
Malik Kamal bin Sayyid Salim mendefinisikan
nikah mis-yaar dalam Kitab Shahih Fiqhis-
Sunnah, 3/158
ﻋﻘﺪ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺯﻭﺍﺟﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻋﻘﺪﺍ ﺷﺮﻋﻴﺎ ﻣﺴﺘﻮﻓﻲ
ﺷﺮﻭﻃﻪ ﻭﺃﺭﻛﺎﻧﻪ ، ﺇﻻ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺗﺘﻨﺎﺯﻝ ﻓﻴﻪ - ﺑﺮﺿﺎﻫﺎ - ﻋﻦ
ﺑﻌﺾ ﺣﻘﻮﻗﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﻛﺎﻟﺴﻜﻦ ﻭﺍﻟﻨﻔﻘﺔ ﻭﺍﻟﻤﺒﻴﺖ ﻋﻨﺪﻫﺎ
ﻭﺍﻟﻘﺴﻢ ﻟﻬﺎ ﻣﻊ ﺍﻟﺰﻭﺟﺎﺕ ﻭﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ
“ Satu pernikahan dimana seorang laki-laki
melakukan akad pernikahan terhadap seorang
wanita dengan akad syar’iy yang memenuhi
syarat-syarat dan rukun-rukunnya; namun si
wanita mengugurkan sebagian haknya dengan
kerelaannya seperti tempat tinggal, nafkah,
giliran bermalam bersamanya, dan pembagian
hak yang setara dengan istri-istri suaminya yang
. ”lain
Abdul ‘AzIz ibn Abdullaah ibn Baaz
Dalam Fatawa ‘Ulama Balad Al Haram, 450-451
atau
http://www.msyaronline.com/
articles_desc.php?id=17
ﻓﺘﻮﻯ ﻓﻀﻴﻠﺔ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻋﺒﺪﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﺑﺎﺯ - ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ - ﻓﺤﻴﻦ
ﺳﺌﻞ ﻋﻦ ﺯﻭﺍﺝ ﺍﻟﻤﺴﻴﺎﺭ ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻓﻴﻪ ﻳﺘﺰﻭﺝ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺑﺎﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﺍﻭ
ﺍﻟﺮﺍﺑﻌﺔ، ﻭﺗﺒﻘﻰ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻋﻨﺪ ﻭﺍﻟﺪﻳﻬﺎ، ﻭﻳﺬﻫﺐ ﺍﻟﻴﻬﺎ ﺯﻭﺟﻬﺎﻓﻲ
ﺍﻭﻗﺎﺕ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ﺗﺨﻀﻊ ﻟﻈﺮﻭﻑ ﻛﻞ ﻣﻨﻬﻤﺎ.
Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya
mengenai hukum nikah misyar, yaitu seorang pria
menikah lagi dengan istri kedua, ketiga atau
keempat, dan ia katakan pada istri tersebut untuk
tetap tinggal di rumah orang tuanya, lantas si pria
pergi ke rumah si istri ini pada waktu yang
berbeda dari istri lainnya. Apa hukum dari nikah
semacam ini?
Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya
mengenai hukum nikah misyar, yaitu seorang pria
menikah lagi dengan istri kedua, ketiga atau
keempat, dan ia katakan pada istri tersebut untuk
tetap tinggal di rumah orang tuanya, lantas si pria
pergi ke rumah si istri ini pada waktu yang
berbeda dari istri lainnya. Apa hukum dari nikah
semacam ini?
ﺍﺟﺎﺏ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ: »ﻻ ﺣﺮﺝ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺍﺫﺍ ﺍﺳﺘﻮﻓﻰ ﺍﻟﻌﻘﺪ
ﺍﻟﺸﺮﻭﻁ ﺍﻟﻤﻌﺘﺒﺮﺓ ﺷﺮﻋﺎ، ﻭﻫﻲ ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻟﻮﻟﻲ ﻭﺭﺿﺎ
ﺍﻟﺰﻭﺟﻴﻦ، ﻭﺣﻀﻮﺭ ﺷﺎﻫﺪﻳﻦ ﻋﺪﻟﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﺟﺮﺍﺀ ﺍﻟﻌﻘﺪ
ﻭﺳﻼﻣﺔ ﺍﻟﺰﻭﺟﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻮﺍﻧﻊ، ﻟﻌﻤﻮﻡ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: »ﺍﺣﻖ ﻣﺎ ﺍﻭﻓﻴﺘﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺮﻭﻁ ﺍﻥ ﺗﻮﻓﻮﺍ ﺑﻪ ﻣﺎ
ﺍﺳﺘﺤﻠﻠﺘﻢ ﺑﻪ ﺍﻟﻔﺮﻭﺝ« )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ.( ﻭﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: »ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻭﻃﻬﻢ.« ﻓﺈﻥ ﺍﺗﻔﻖ
ﺍﻟﺰﻭﺟﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺗﺒﻘﻰ ﻋﻨﺪ ﺍﻫﻠﻬﺎ ﺍﻭ ﻋﻠﻰ ﺍﻥ ﺍﻟﻘﺴﻢ
ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻬﺎ ﻧﻬﺎﺭﺍ ﻻ ﻟﻴﻼ ﺍﻭ ﻓﻲ ﺍﻳﺎﻡ ﻣﻌﻴﻨﺔ ﺍﻭ ﻟﻴﺎﻝ ﻣﻌﻴﻨﺔ، ﻓﻼ
ﺑﺄﺱ ﺑﺬﻟﻚ ﺑﺸﺮﻁ ﺇﻋﻼﻥ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻭﻋﺪﻡ ﺇﺧﻔﺎﺋﻪ.«
Beliau rahimahullah menjawab, “Nikah misyar
semacam ini tidaklah masalah asalkan terpenuhi
syarat-syarat nikah, yaitu harus adanya wali
ketika nikah dan ridho keduany pasangan, serta
hadirnya saksi yang adil ketika akad berlangsung.
Juga tidak adanya yang cacat yang membuat
nikahnya tidak sah. Dalil akan bolehnya bentuk
nikah semacam ini adalah keumuman dalil
ﺃﺣﻖ ﺍﻟﺸﺮﻭﻁ ﺃﻥ ﺗﻮﻓﻮﺍ ﺑﻪ ﻣﺎ ﺍﺳﺘﺤﻠﻠﺘﻢ ﺑﻪ ﺍﻟﻔﺮﻭﺝ
Syarat yang paling berhak untuk ditunaikan
adalah persyaratan yang dengannya kalian
menghalalkan kemaluan (para wanita)" (HR.
Bukhari no 2721 dan Muslim no 1418(
Begitu pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam
ﻭﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻭﻃﻬﻢ
Dan kaum muslimin tetap berada diatas
persyaratan mereka (tidak menyelishinya-
pen)." (HR. Tirmidzi no. 1352 dan Abu Daud no.
(3596
Jika kedua pasangan sepakat jika si istri tetap di
rumah bapaknya, atau si suami hanya bisa
melayani istri di siang hari saja atau pada hari
tertentu, atau pada malam tertentu, maka nikah
semacam ini tidak bermasalah. Namun dengan
syarat nikah ini dilakukan terang-terangan
(diumumkan ke khalayak ramai), bukan
sembunyi-sembunyi
VS________________________
Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Kitab Ahkaamut-Ta’addud fii Dlauil-Kitaab was-
Sunnah oleh Ihsaan Al-‘Utaibi, hal. 28-29
ﺛﻢ ﺍﻟﺘﻘﻴﺖ ﺑﺸﻴﺨﻨﺎ ﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ 17
ﻣﺤﺮﻡ 1418/ﻫـ ﻓﻲ ﺑﻴﺘﻪ ﻭﻃﺮﺣﺖ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺴﺎﺋﻞ ﻣﻦ
ﻫﺬﺍ ﻟﻜﺘﺎﺏ ، ﻭﻣﻨﻬﺎ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ، ﻓﺄﻓﺘﻰ ﺑﺤﺮﻣﺔ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ
ﻟﺴﺒﺒﻴﻦ :
Syaikh Ihsaan bin Muhammad bin ‘Ayisy
Al-‘Utaibi pernah berkunjung ke rumah Syaikh Al-
Albani pada tanggal 17 Muharram 1418 dan
bertanya tentang nikah mis-yaar yang dilakukan
oleh banyak orang dewasa ini. Maka beliau
rahimahullah memfatwakan keHARAMan Nikah
Misyar dengan dua sebab :
.1 ﺃﻥ ﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻫﻮ " ﺍﻟﺴﻜﻦ " ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ
ﺗﻌﺎﻟﻰ :
) ﻭﻣﻦ ﺁﻳﺎﺗﻪ ﺃﻥ ﺧﻠﻖ ﻟﻜﻢ ﻣﻦ ﺃﻧﻔﺴﻜﻢ ﺃﺯﻭﺍﺟﺎ ﻟﺘﺴﻜﻨﻮﺍ ﺇﻟﻴﻬﺎ
ﻭﺟﻌﻞ ﺑﻴﻨﻜﻢ ﻣﻮﺩﺓ ﻭﺭﺣﻤﺔ ﺇﻥ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻟﺂﻳﺎﺕ ﻟﻘﻮﻡ
ﻳﺘﻔﻜﺮﻭﻥ ( ﺍﻟﺮﻭﻡ21/ ، ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻭﺍﺝ ﻻ ﻳﺘﺤﻘﻖ ﻓﻴﻪ ﻫﺬﺍ ﺍﻷﻣﺮ
Maksud dari pernikahan adalah tercapainya
ketentraman sebagaimana yang difirmankan
Allah ta’ala : “Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang” (QS. Ar-Ruum : 21). Sedangkan
pernikahan semacam ini tidak mewujudkan
.demikian
. ﺃﻧﻪ ﻗﺪ ﻳﻘﺪﺭ ﻟﻠﺰﻭﺝ ﺃﻭﻻﺩ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ، ﻭﺑﺴﺒﺐ ﺍﻟﺒﻌﺪ
ﻋﻨﻬﺎ ﻭﻗﻠﺔ ﻣﺠﻴﺌﻪ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺳﻴﻨﻌﻜﺲ ﺫﻟﻚ ﺳﻠﺒﺎ ﻋﻠﻰ ﺃﻭﻻﺩﻩ ﻓﻲ
ﺗﺮﺑﻴﺘﻬﻢ ﻭﺧﻠﻘﻬﻢ
“ Boleh jadi Allah ta’ala mentaqdirkan si suami
mendapatkan anak dari istrinya sebagai hasil dari
pernikahan ini, lalu dengan sebab jauh dan
jarangnya bertemu, maka akan menyebabkan
dampak buruk bagi anak-anaknya di dalam
urusan pendidikan dan akhlaq
BAB II
KISAH PILU 'FITRIASIH'
GADIS 18 TAHUN, KAWIN KONTRAK 11 KALI
.Ada
praktek ini rujukannya bukan pada nash tapi praktek budaya jahiliyah
Arab pra Islam…
Penggerebekan dan
penangkapan Polisi Bogor terhadap belasan turis-turis Arab Saudi yang sedang
melakukan nikah misyar di Cisarua Puncak menghiasi berita di harian-harian
nasional beberapa waktu lalu. Praktek ini sebenarnya bukanlah hal yang baru
terjadi tapi sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan mencapai puncaknya
pada saat krisis moneter menerpa Indonesia. Puncak kedatangan turis-turis Arab
itu biasanya terjadi pada masa musim haji yang menjadi masa liburan panjang di
negri mereka.
Nikah
misyar (المسيار) adalah praktek pernikahan yang meniadakan kewajiban bagi
suami untuk memberi nafkah. Praktek ini lazim dilakukan di Arab Saudi melalui
fatwa dari Sheikh Abdul ‘Azeez ibn Abdullaah ibn Baaz . Walaupun sekilas hampir
sama tapi ada perbedaan mendasar antara nikah misyar dan nikah mut’ah. Dalam
nikah mut’ah tetap ada kewajiban nafkah & dibatasi waktu, sementara nikah
misyar selain meniadakan kewajiban nafkah tapi menghalalkan hubungan suami
istri juga tidak dibatasi waktu tertentu seperti nikah mut’ah.
Kalangan
Ikhwanul Muslimin juga melegalkan pernikahan model ini yang tercermin dari
fatwa Syaikh Dr Yusuf Qardhawi. Di Indonesia kedua kelompok radikal ini juga
memiliki pengikut yang cukup besar yang diwakili oleh Jama’ah Salafy/Wahabi yang
mengikuti paham bin Baz dan Jama’ah Tarbiyah yang secara politik menjelma
menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengidolakan Yusuf Qardhawi
sehingga praktek ini ditengarai juga marak dilakukan oleh pengikut kelompok ini
di Indonesia utamanya di kalangan mahasiswa/i nya.
Kepada publik dan
pengikutnya kelompok ini selalu mengklaim merujuk
ajarannya secara langsung kepada Al Qur’an dan As Sunnah, tapi dalam kasus ini kita bisa baca semua ayat dalam
Al Qur’an maupun kitab-kitab hadis dimana jangankan yang
shahih bahkan yang dha’if dan maudhu pun praktek pernikahan macam ini tidak
akan ditemukan. Juga kalau dirunut
sampai generasi sahabat, para tabi’in dst praktek semacam ini juga sama sekali
tidak pernah terjadi. Di kitab-kitab fiqh klasik yang utama pun praktek ini
tidak pernah dikenal.
Ini karena praktek ini
rujukannya bukan pada nash tapi praktek budaya jahiliyah
Arab pra Islam. Pada masa jahiliyah
posisi perempuan dianggap sebagai barang dimana seorang istri bisa ditukarkan,
dipinjamkan bahkan diwariskan, dan di masa perang mereka dianggap bagian dari
pampasan perang. Para gadis/janda pun tidak punya hak sama sekali untuk memilih
pasangannya. Karena istri maupun anak gadis dianggap sebagai hak milik ayah
atau suaminya. Dan parktek nikah misyar yang melandasi pernikahan hanya atas
dasar mencari kesenangan seksual mendapatkan landasannya di masa ini.
Ketika ajaran Islam datang perempuan
kembali memperoleh hak-haknya. Semua praktek pernikahan ala jahiliyah
dihapuskan. Pernikahan dianggap sebagai bentuk perjanjian yang kuat (An Nisa’:
21) atas nama Allah sehingga diperlukan kerelaan dan persetujuan kedua belah
pihak dari steril dari tekanan dari pihak manapun termasuk orang tua/wali
nasab. Karena itu sebelum menikah kedua pasangan wajib ditanyai persetujuannya
dimana persetujuan dari laki-laki atau janda harus dengan lisan sementara gadis
diamnya dianggap setuju. Dan bila pasangan yang hendak menikah mendapat
tentangan dari wali nasabnya, maka negara bisa mengambil-alih menjadi wali
karena bila duapasangan saling mencinta ingin menikah maka siapapun tidak boleh
menentangnya kecuali atas dasar yang syar’i.
Dan sebagai bentuk perjanjian yang
kuat atas nama Allah maka pernikahan dianggap sebagai bentuk penunaian hak dan
kewajiban suami istri sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Dan salah
satu bentuk kewajiban itu adalah kewajiban memberi nafkah sebagaimana yang
difirmankan Allah di surah Al Baqarah 233.
Jadi dari mana dasar
Qardhawi maupun bin Baz dan ulama-ulama radikal lainnya mengambil dasar untuk
menghapus ketentuan Allah ini bahkan merendahkan makna sebuah pernikahan hanya
sekedar sebagai sarana melampiaskan nafsu syahwat hewani saja.
Dan perrilaku turis-turis
Arab yang membanjiri Puncak, Cianjur, Sukabumi dll untuk melakukan wisata seks
memperlihatkan bahwa praktek nikah misyar pada dasarnya hanya untuk melegalkan
praktek prostitusi dan menghindarkan pelakunya dari hukum hudud.
Dan bentuk pernikahan
yang mengabaikan ketentuan-ketentuan Allah dianggap bukanlah pernikahan.
Apalagi pernikahan yang hanya bertujuan melampiaskan nafsu syahwat belaka. Jadi
praktek nikah misyar pada dasarnya bisa digolongkan sebagai bentuk praktek
perzinahan apalagi pelaku nikah misyar ini kebanyakan melakukan untuk melakukan
hubungan sex bebas atau prostitusi.
Inilah yang mengherankan dari kaum
harokah , di satu sisi mereka berteriak untuk menegakkan syari’at Islam
termasuk memberantas perzinahan dan praktek seks bebas dan prostitusi. Tapi di
sisi lain berakrobat dengan dalil dalil agama untuk melegalkannya. Jadi benarkah
mereka pengikut kaum salaf sholeh atau justru pengikut Dajjal yang dalam
hadis-hadis dikatakan akan muncul di Najd..!??
–Fatwa Ulama Wahabi–
Berikut FATWA SYEKH BIN
BAZ “NIKAH DENGAN NIAT TALAK” yang dikutip dari buku “Majmuk Fatawa”-nya Syekh
Abdul Aziz bin Abdullah, Jilid 4 hal 29-30 cetakan Riyadh – Saudi Arabia, Tahun
1411/1990.
-NIKAH DENGAN NIAT (AKAN)
DI TALAQ-
Pertanyaan: Saya mendengar bahwa anda berfatwa kepada salah
seorang polisi bahwa diperbolehkan nikah di negeri rantau (negeri tempat merantau),
dimana dia bermaksud untuk mentalak istrinya setelah masa tertentu bila habis
masa tugasnya. Apa perbedaan nikah semacam ini dengan nikah mut’ah? Dan
bagaimana kalau si wanita melahirkan anak? Apakah anak yang dilahirkan
dibiarkan bersama ibunya yang sudah ditalak di negara itu? Saya mohon
penjelasanya.
Jawab: benar… Telah keluar fatwa dari “Lajnah Daimah”, di
mana saya adalah ketuanya, bahwa dibenarkan nikah dengan niat (akan) talak
sebagai urusan hati antara hamba dan Tuhannya. Jika seseorang menikah di negara
lain (di rantau) dan niat bahwa kapan saja selesai dari masa belajar atau tugas
kerja, atau lainnya, maka hal itu dibenarkan menurut jumhur para ulama. Dan niat talak semacam
ini adalah urusan antara dia dan Tuhannya, dan bukan merupakan syarat dari
sahnya nikah.
Dan perbedaan antara nikah ini dan
nikah mut’ah adalah dalam nikah mut’ah disyaratkan masa tertentu, seperti satu
bulan, dua bulan, dan semisalnya. Jika masa tersebut habis, nikah tersebut
gugur dengan sendirinya. Inilah nikah mut’ah yang batil itu. Tetapi jika
seseorang menikah, di mana dalam hatinya berniat untuk mentalak istrinya bila
tugasnya berakhir di negara lain, maka hal ini tidak merusak akad nikah. Niat
itu bisa berubah-ubah, tidak pasti, dan bukan merupakan syarat sahnya nikah.
Niat semacam ini hanyalah urusan dia dan Tuhannya. Dan cara ini merupakan salah
satu sebab terhindarnya dia dari perbuatan zina dan kemungkaran. Inilah
pendapat para pakar (ahl al-ilm), yang dikutip oleh penulis Al-Mughni
Muwaffaquddin bin Qudamah rahimahullah.
–Ulasan–
Menggarisbawahi pernyataan bin baz “Jumhur Ulama”, padahal pendapat itu
adalah hanya sebagian kecil ulama hambali aja. Jadi kebolehan nikah misyar itu
dasarnya bukan karena menikah dengan niat cerai dari pendapat kitab al Mughni
tetapi karena berdasar suatu hadits : “Umul mukminin saudah binti zam’ah dalam
sebuah riwayat yang shahih memberikan giliran harinya kepada madunya ,Aisyah RA
. Ketika ia sudah lanjut usia, sehingga “Rasulullah SAW pun memberikan bagian
dua hari untuk Aisah RA ; giliran sendiri dan giliran saudah .”260 [Hadits
Shahih,ditakhrij oleh Al Bukhari (5212) dan Muslim(1463]. Hadits inilah yang
dijadikan dasar kebolehan menggugurkan kewajiban memberikan nafkah dan
tempat tinggal bagi sang laki2 menurut ulama yang membolehkan nikah misyar.
Sedangkan Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) & Majlis Ulama Indonesia (MUI) dengan tegas menyatakan bahwa
kawin kontrak dalam hukum Islam haram dilakukan karena diindikasikan sebagai
pelacuran atau perdagangan manusia terselubung yang mencari pembenaran.
“Itu kan kawin
berdasarkan iming-iming uang, itu sama saja dengan pelacuran,” kata pengurus
Syuriah PBNU, Kyai Ma`ruf Amin di sela Halaqah Ulama, Upaya Pencegahan dan
Perlindungan Korban Trafficking Bagi Masyarakat di yang digelar di Jakarta,
Senin (14/8/2006).
Dalam kajian PBNU,
katanya, kawin kontrak dikategorikan sebagai bagian dari perdagangan manusia
atau pelacuran terselubung dan istilah kawin kontrak digunakan hanya bertujuan
agar tidak dianggap asusila.
Simak di: http://www.sarkub.com/2011/kumpul-kebo-ala-wahabi/#ixzz2SnC97EwT
Salam Aswaja by Tim Menyan United
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook
Ironis,
itu kalimat yang tepat bagi gadis berusia delapan belas tahun asal Cijantung
Jakarta Timur ini. Betapa tidak, di usianya yang masih muda, ia sudah melakukan
kawin kontrak dengan pria Timur Tengah sebanyak 11 kali. Pengakuan Fitriasih,
18, membuat Camat Cisarua, Drs Teddy Pembang mengelus dada. Teddy seakan tidak
percaya, jika Fitriasih yang pada bulan Juli mendatang baru genap berusia 18
tahun, telah menjalani profesi kawin kontrak hingga belasan kali. Yang lebih
mengejutkan lagi, semua kegiatan kawin kontrak dilakukan melalui ijab kabul.
Sulung dari tiga bersaudara ini menuturkan, orangtuanya yag tidak punya
pekerjaan tetap serta adiknya yang butuh biaya sekolah, memaksa dirinya
menjalani pekerjaan menjul diri ke turis Timur Tengah.
Demi adik, saya rela keluar dari sekolah saat masih duduk dibangku SMP. Orangtua saya ngga tahu pekerjaan saya begini. Yag jelas, saya dapat uang, saya bayar sekolah adik dan keperluan rumah tangga, katanya polos. Menurutnya, dirinya baru tiga hari berada diPuncak. Perkenalan dengan pria Arab melalui pembantu sang turis yang ia kenal sebelumnya. Fitriasih juga mengaku, pernah menikah saat usianya menginjak 17 tahun. Selama delapan bulan saya menjalani profesi ini, sudah 11 laki-laki Arab saya nikahi. Usia kawin kontrak saya dengan mereka paling pendek 3 minggu dan paling lama 1 bulan.
Selama kawin kontrak, saya diberi nafkah Rp 5 juta seminggunya. Tinggal hitung aja, kalau dikontrak satu bulan. Uang bayaran, 30 persennya dipotong mami, papar Fitriasih. Camat Teddy didsampingi kepolisian, Koramil, unsur masyarakat dan agama menuturkan, kegiatan kawin kontrak sangat bertentangan dengan agama apapun.
Maka dari itu, dirinya sangat mengutuk perbuatan tersebut. Mami yang mempekerjakan waita muda ini demi kepuasan napsu sesaat pria Timur Tengah, benar-benar tidak punya nurani. Keterangan para korban, akan saya minta kepolisian menyelidiki keberadaan sang mami. Dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Ini terakhir wilayah saya dijadikan maksiat. Jika tertangkap lagi kala operasi, saya akan kirim mereka ke Jawa Tengah atau Pasar Rebo Jakarta Timur, papar Teddy.
No comments:
Post a Comment