KATA PENGANTAR
TULISAN INI berawal dari keterkejutan
penulis ketika kuliah di program S 2 UIN
Suska jurusan PMDI, tahun 2001, karena
dalam kajian sejarah peradaban, ditemukan kisah kekejaman seorang penganut
Tharikat Naqsabandi yang bernama Timur Lenk. Pertanyaan besarnya ialah mengapa
ajaran Tariqat yang begitu lembut tidak bisa membendung kekejaman penganutnya
yang selalu dikelilingi oleh para ulama besar?.Ada apa dengan Timur Lenk.
Timur Lenk penganut, Naqsabandi,
Tariqat paling lembut, para sufi
Mengapa penganutnya, berhati besi.
Sejarah kekejaman, yang abadi.
Keterkejutan itu jadi bahan pemikiran bagi
penulis. Tamerlane atau Timur Lenk yang berarti Timur si Pincang
merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam, dia berhasil mengalahkan Tughluk
Temur dan Ilyas
Khoja, dan kemudian dia juga melawan Amir
Hussain (iparnya sendiri). Dan dia memproklamirkan dirinya sebagai
penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Chagatai
dari keturunan Jengis Khan.
Sang penakluk ini lahir dekat Kesh (sekarang Khakhrisyabz,
kota hijau, Uzbekistan), sebelah
selatan Samarkand di Transoxiana, pada tanggal 8 April 1336 M/25
Sya'ban 736 H, dan meninggal di Otrar
pada tahun 1404 M. Ayahnya bernama Taragai,
kepala Suku
Barlas, keturunan Karachar
Noyan yang menjadi menteri dan kerabat Jagatai,
putera Jengis Khan. Suku Barlas mengikuti Jagatai
mengembara ke arah barat dan menetap di Samarkand. Taragai menjadi gubernur Kesh.
Keluarganya mengaku keturunan Jengis Khan sendiri.
PENDAHULUAN
Timur Lenk, membuat menara tengkorak,
Sebagai koleksi, besarnya kehendak.
Membunuh manusia, bukan Cuma gertak
Saudaranya sendiripun, habis digasak.
Asal mula Dinasti Timuriyah kembali ke konfederasi nomaden
Mongolia yang dikenal sebagai Barlas.
Yang merupakan sisa-sisa tentara Mongol milik Jenghis Khan. Setelah menaklukkan Asia Tengah, Barlas menetap di Turketan
(yang kemudian dikenal sebagai Mogulistan
- Tanah Mongol) dan bercampur dengan Turki dan orang yang berbahasa
lokal disana, sehingga pada pemerintahan Timuriyah Barlas di-Turkisasi kan
dalam hal bahasa dan kebiasaan.
Selain itu, dengan mengadopsi Islam,
Turki Asia Tengah mengadopsi budaya sastra dan tinggi Persia yang
mendominasi Asia Tengah sejak awal
pengaruh Islam. Sastra Persia berpengaruh
dalam asimilasi
elit Timuriyah dengan budaya kesopan-santunan Persia-Islam.
|
Timuriyah adalah dinasti Islam
Sunni di Asia Tengah yang meliputi seluruh Asia Tengah, Iran,
Afganistan dan Pakistan, dan juga sebagian dari India,
Mesopotamia dan Kaukasus. Kekaisaran ini didirikan oleh penakluk
legendaris Tamerlane pada abad ke-14.
1.Ekspansi Dinasti Timuriyah
Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan
keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk
menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu
binatang-binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam
banyak peperangan dan menunjukkan kehebatan dan keberanian yang mengangkat dan
mengharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya
meninggal, sejarah keperkasaannya bermula setelah Jagatai wafat, masing-masing
Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada
Gubernur Transoxiana, Amir
Qazaghan Ketika Qazaghan
meninggal dunia, datang serbuan dari Tughluq
Temur Khan, pemimpin Moghulistan,
yang menjarah dan menduduki Transoxiana. Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan
untuk membela nasib kaumnya yang tertindas. Tughluq Temur Khan setelah melihat
keberanian dan kehebatan Timur, menawarkan kepadanya jabatan gubernur di negeri
kelahirannya. Tawaran itu diterima. Akan tetapi, setahun setelah Timur Lenk
diangkat menjadi gubernur, tahun 1361 M, Tughluq Temur mengangkat puteranya, Ilyas
Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirya. Hal ini
membuat Timur Lenk tidak puas. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan,
Amir
Husain, dan mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur
Khan.
Timur Lenk berhasil mengalahkan Tughluq Temur Khan dan
Ilyas Khoja. Keduanya tewas dalam pertempuran. Ambisi Timur Lenk untuk menjadi
raja besar segera muncul. Karena ambisi itulah ia kemudian berbalik memaklumkan
perang melawan Amir Husain, walaupun iparnya sendiri. Dalam pertempuran antara
keduanya, ia berhasil mengalahkan dan membunuh Amir Husain di Balkh.
Setelah itu pada 10 April 1370 M, ia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa
tunggal di Transoxiana, pelanjut
Jagatai dan keturunan Jengis Khan, . Sepuluh tahun pertama pemerintahannya, ia
berhasil menaklukkan Jata
dan Khawarizm
dengan sembilan ekspedisi
Setelah Jata dan Khawarizm dapat ditaklukkan,
kekuasaannya mulai kokoh. Ketika itulah Timur Lenk mulai menyusun rencana untuk
mewujudkan ambisinya menjadi penguasa besar, dan berusaha menaklukkan daerah-daerah
yang pernah dikuasai oleh Jengis Khan. Ia berkata, Sebagaimana hanya ada
satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada seorang raja.
Pada tahun 1381 M ia menyerang dan berhasil menaklukkan Khurasan[ . Setelah itu serbuan ditujukan ke arah Herat.
Di sini ia juga keluar sebagai pemenang. Ia tidak berhenti sampai di situ,
tetapi terus melakukan serangan ke negeri-negeri lain dan berhasil menduduki
negeri-negeri di Afganistan, Persia, Fars
dan Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya,
ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar,
Afganistan, bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang
dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfa,
ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat-mayat itu
dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia melanjutkan
ekspansinya ke Irak, Syria dan Jazirah Anatolia (Turki).
Pada tahun 1393 M ia menghancurkan dinasti
Muzhaffari[7] di Fars
dan membantai amir-amirnya yang masih hidup. Pada tahun itu pula Baghdad dijarahnya, dan setahun kemudian ia
berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa
Baghdad waktu itu, Sultan Ahmad
Jalair, melarikan diri ke Syria.
Ia kemudian menjadi Vassal
dari Sultan Mesir, Al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa Dinasti
Mamalik yang berpusat di Mesir ini adalah satu-satunya
raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya. Utusan-utusan Timur Lenk
yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan sebagian
lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lenk. Mesir, sebagaimana
pada masa serangan-serangan Hulagu Khan, kembali
selamat dari serang bangsa Mongol. Karena Sultan Barquq
tidak mau mengekstradisi Ahmad
Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk kemudian
melancarkan invasi ke Asia Kecil menjarah kota-kota yaitu, Tikrit, Mardin
dan Amid]. Di Tikrit, kota kelahiran Shalahuddin al-Ayyubi,
ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya.
Pada tahun 1395
M ia menyerbu daerah Qipchak,
kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama
lebih dari setahun] Tiga
tahun kemudian ia menyerang India. Konon alasan
penyerbuannya adalah karena ia menganggap penguasa muslim di daerah ini terlalu toleran terhadap penganut Hindu.
Ia sendiri berpendapat, semestinya penguasa muslim itu memaksakan Islam
kepada penduduknya. Di India ia membantai lebih dari
80.000 tawanan.
Dalam rangka pembangunan masjid di Samarkand, ia membutuhkan
batu-batu besar. Untuk itu, 90 ekor gajah[6] dipekerjakan mengangkat batu-batu besar
itu dari Delhi ke Samarkand. Setelah fondasi
masjid dibangun, tahun 1399 M Timur Lenk berangkat memerangi Sultan Mamalik di Mesir
yang membantu Ahmad
Jalair, penguasa Mongol di Baghdad yang lari ketika ia menduduki kota itu
sebelumnya, dan memerangi Daulah
Bani Ustmani di bawah Sultan
Yildirim Bayazid I Rahimahullah. Dalam perjalanannya itu, ia
menaklukkan Georgia.[6] Di kota Sivas,
Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur hidup-hidup untuk memenuhi
sumpahnya bahwa darah tidak akan tertumpah bila mereka menyerah.
Pada tahun 1401 M ia memasuki daerah Syria
bagian utara. Tiga hari lamanya Aleppo dihancurleburkan.[8] Kepala dari 20.000 penduduk dibuat
piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat
menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid yang berasal dari
zaman Nuruddin
Zanki dan Ayyubi
dihancurkan. Hamah,
Horns
dan Ba'labak
berturut-turut jatuh ketangannya. Pasukan Sultan
Faraj dari Kerajaan Mamalik
dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat sehingga Damaskus jatuh ke tangan pasukan Timur Lenk pada
tahun 1401 M. Akibat peperangan itu masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat tinggal
dinding-dindingnya saja yang masih tegak. Dari Damaskus para seniman ulung dan pekerja atau
tukang yang ahli dibawanya ke Samarkand. Ia memerintahkan
ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan
tindakan-tindakannya itu. Setelah itu serangan dilanjutkan ke Baghdad. Ketika Baghdad berhasil ditaklukkan, ia
melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk sebagai pembalasan
atas pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung kota itu. Di sini,
seperti kebiasaannya, ia kemudian mendirikan 120 buah piramida dari kepala mayat-mayat
sebagai tanda kemenangan.
Daulah Bani Ustmani,
oleh Timur Lenk dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini
menguasai banyak daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sulthan Yildirim
Bayazid I Rahimahullah, penguasa tertinggi kerajaan ini
sebelumnya berhasil meluaskan daerah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah
ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan
kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I.
Di Sivas
terjadi peperangan hebat antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai
pemenang dan putera Bayazid I, Erthugrul,
terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M terjadi peperangan yang
menentukan di Ankara.
Tentara Daulah
Bani Utsmani kembali menderita kekalahan, sementara Sulthan Yildirim
Bayazid I sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri. Sulthan Yildirim
Bayazid I akhirnya meninggal dalam tawanan. Timur Lenk melanjutkan serangannya
ke Bursa, ibu kota lama Turki,
dan Syria. Setelah itu ia kembali ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina.
Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di Otrar,
ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ia meninggal tahun 1404 M,
dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk dimakamkan dengan upacara
kebesaran.
Timur Lenk terkenal sebagai penguasa yang kejam terhadap
para penentangnya. Ia adalah penganut Syi'ah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsyabandiyyah. Dalam
perjalanan-perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama Syi’ah, sastrawan
dan seniman. Ulama Syi’ah dan para ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha
menaklukkan Syria bagian utara, ia menerima dengan hormat
sejarawan terkenal, Syeikh Ibnu Khaldun Rahimahullah
yang diutus Sulthan
Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkand diperkayanya dengan bangunan-bangunan
dan masjid yang megah dan indah. Di masa hidupnya kota Samarkand menjadi pasar
internasional, mengambil alih kedudukan Baghdad dan Tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman
ulung, pekerja-pekerja yang pandai dan perancang-perancang bangunan dari
negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus dan lain-lain. Ia meningkatkan
perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute perdagangan yang
baru antara India dan Persia
Timur. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan angkatan
bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam.
Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang
anaknya, Muhammad
Jehanekir dan Khalil,
berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil
(1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya
menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu saudaranya yang
lain, Syah Rukh
(1405-1447 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Syah Rukh
berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah
lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulug Beg
(1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa
kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya
yang haus kekuasaan, Abdal-Latif
(1449- 1450 M). Raja besar Dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa'id
(1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan
yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki
yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu
(domba putih). Abu Sa'id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan,
penguasa Ak Koyunlu.
Serangan Timur Lenk (Masa Kemunduran)
Timur Lenk merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam, dimana sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat.
Timur Lenk merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam, dimana sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat.
Selasa, 00 0000
Timur
Lenk merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam, dimana sisa-sisa
kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Dia berhasil menaklukkan Tughluk
Temur dan Ilyas Khoja, dan kemudian dia juga melawan Amir Hussain (iparnya
sendiri). Dan dia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di
Transoxiana, pelanjut Jagati dan Turunan Jengis Khan.
Setelah lebih dari satu abad umat
Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa
Mongol di bawah Hulagu Khan, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya datang
kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari
Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah
masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat.
Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, yang berarti Timur si Pincang.
Sang penakluk ini lahir dekat Kesh
(sekarang Khakhrisyabz, "kota hijau", Uzbekistan), sebelah selatan
Samarkand di Transoxiana, pada tanggal 8 April 1336 M/25 Sya'ban 736 H, dan
meninggal di Otrar pada tahun 1404 M. Ayahnya bernama Taragai, kepala suku
Barlas, keturunan Karachar Noyan yang menjadi menteri dan kerabat Jagatai,
putera Jengis Khan. Suku Barlas mengikuti Jagatai mengembara ke arah barat dan
menetap di Samarkand. Taragai menjadi gebernur Kesh. Keluarganya mengaku keturunan
Jengis Khan sendiri.
Sejak usia masih sangat muda,
keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi
tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu
binatang-binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam
banyak peperangan dan menunjukkan kehebatan dan keberanian yang mengangkat dan
mengharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya
meninggal, sejarah keperkasaannya bermula setelah Jagatai wafat, masing-masing
Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada
Gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan Ketika Qazaghan meninggal dunia, datang
serbuan dari Tughluq Temur Khan, pemimpin Moghulistan, yang menjarah dan
menduduki Transoxiana. Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan untuk membela
nasib kaumnya yang tertindas. Tughluq Temur setelah melihat keberanian dan
kehebatan Timur, menawarkan kepadanya jabatan gubernur di negeri kelahirannya.
Tawaran itu diterima. Akan tetapi, setahun setelah Timur Lenk diangkat menjadi
gubernur, tahun 1361 M, Tughluq Temur mengangkat puteranya,Ilyas Khoja menjadi
gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirya. Tentu saja Timur Lenk
menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan, Amir Husain,
mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur.
Timur
Lenk berhasil mengalahkan Tughluq Temur dan Ilyas Khoja. Keduanya dibinasakan
dalam pertempuran. Ambisi Timur Lenk untuk menjadi raja besar segera muncul.
Karena ambisi itulah ia kemudian berbalik memaklumkan perang melawan Amir
Husain, walaupun iparnya sendiri. Dalam pertempuran antara keduanya, ia
berhasil mengalahkan dan membunuh Amir Husain di Balkh. Setelah itu, ia
memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut
Jagatai dan turunan Jengis Khan, pada 10 April 1370 M. Sepuluh tahun pertama
pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Jata dan Khawarizm dengan sembilan
ekspedisi.
Setelah Jata dan Khawarizm dapat
ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh. Ketika itulah Timur Lenk mulai menyusun
rencana untuk mewujudkan ambisinya menjadi penguasa besar, dan berusaha
menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengis Khan. Ia berkata,
"Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya
hanya ada seorang raja".
Pada
tahun 1381 M ia menyerang dan berhasil menaklukkan Khurasan. Setelah itu
serbuan ditujukan ke arah Herat. Di sini ia juga keluar sebagai pemenang. Ia
tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus melakukan serangan ke negeri-negeri
lain dan berhasil menduduki negeri-negeri di Afghanistan, Persia, Fars dan
Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya, ia membantai penduduk yang
melakukan perlawanan. Di Sabzawar, Afghanistan, bahkan ia membangun menara,
disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di
Isfa, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat-mayat
itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia
melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syria dan Anatolia (Turki). Tahun 1393 Mia
menghancurkan dinasti Muzhaffari di Fars dan membantai amir-amirnya yang masih
hidup. Pada tahun itu pula Baghdad dijarahnya, dan setahun kemudian ia berhasil
menduduki Mesopotamia. Penguasa Baghdad itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan
diri ke Syria.
Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir,
Al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa dinasti Mamalik yang berpusat di Mesir ini
adalah satu-satunya raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya.
Utusan-utusan Timur Lenk yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian
dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lenk.
Mesir, sebagaimana pada masa serangan-serangan Hulagu Khan, kembali selamat
dari serang bangsa Mongol. Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad
Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk kemudian melancarkan
invasi ke Asia Kecil menjarah kota-kota, Takrit, Mardin dan Amid. Di Takrit,
kota kelahiran Salahuddin al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari
tengkorak kepala korban-korbannya.
Pada tahun 1395 M ia menyerbu daerah
Qipchak, kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama lebih dari
setahun. Tiga tahun kemudian ia menyerang India. Konon alasan penyerbuannya
adalah karena ia menganggap penguasa muslim di daerah ini terlalu toleran
terhadap penganut Hindu. Ia sendiri berpendapat, semestinya penguasa muslim itu
memaksakan Islam kepada penduduknya. Di India ia membantai lebih dari 80.000
tawanan. Dalam rangka pembangunan masjid di Samarkand, ia membutuhkan batu-batu
besar. Untuk itu, 90 ekor gajah dipekerjakan mengangkat batu-batu besar itu
dari Delhi ke Samarkand.
Setelah fondasi masjid dibangun, tahun
1399 M Timur Lenk berangkat memerangi Sultan Mamalik di Mesir yang membantu
Ahmad Jalair, penguasa Mongol di Baghdad yang lari ketika ia menduduki kota itu
sebelumnya, dan memerangi Kerajaan Usmani di bawah Sultan Bayazid I. Dalam
perjalanannya itu, ia menaklukkan Georgia. Di Sivas, Anatolia sekitar 4000
tentara Armenia dikubur hidup-hidup untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak
akan tertumpah bila mereka menyerah.
Pada
tahun 1401 M ia memasuki daerah Syria bagian utara. Tiga hari lamanya Aleppo
dihancurleburkan. Kepala dari 20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta
dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan
seperti sekolah dan masjid yang berasal dari zaman Nuruddin Zanki dan Ayyubi
dihancurkan. Hamah, Horns dan Ba'labak berturut-turut jatuh ketangannya.
Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran
dahsyat sehingga Damaskus jatuh ke tangan pasukan Timur lenk pada tahun 1401 M.
Akibat peperangan itu masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat tinggal
dinding-dindingnya saja yang masih tegak. Dari Damaskus para seniman ulung dan
pekerja atau tukang yang ahli dibawanya ke Samarkand. Ia memerintahkan ulama
yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan tindakan-tindakannya
itu. Setelah itu serangan dilanjutkan ke Baghdad. Ketika Baghdad berhasil
ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk
sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung
kota itu. Di sini, seperti kebiasaannya, ia kemudian mendirikan 120 buah
piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan.
Kerajaan Usmani, oleh Timur Lenk
dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak
daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sultan Bayazid,
penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah
kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena
itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala
tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat
antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai pemenang dan putera Bayazid
I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M terjadi
peperangan yang menentukan di Ankara. Tentara Usmani kembali menderita
kekalahan, sementara Sultan Bayazid sendiri tertawan ketika hendak melarikan
diri. Bayazid akhirnya meninggal dalam tawanan. Timur Lenk melanjutkan
serangannya ke Broessa, ibu kota lama Turki, dan Syria. Setelah itu ia kembali
ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan,
tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ia
meninggal tahun 1404 M, dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke Samarkand
untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran.
Sekalipun ia terkenal sebagai penguasa
yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya, sebagai seorang muslim
Timur Lenk tetap memperhatikan pengembangan Islam. Bahkan dikatakan, ia seorang
yang saleh. Konon, ia adalah penganut Syi'ah yang taat dan menyukai tasawuf
tarekat Naqsyabandiyyah. Dalam perjalanan-perjalanannya ia selalu membawa serta
ulama-ulama, sastrawan dan seniman. Ulama dan ilmuwan dihormatinya. Ketika
berusaha menaklukkan Syria bagian utara, ia menerima dengan hormat sejarawan
terkenal, Ibnu Khaldun yang diutus Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian.
Kota Samarkand diperkayanya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan
indah. Di masa hidupnya kota Samarkand menjadi pasar internasional, mengambil
alih kedudukan Baghdad dan Tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli,
seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja yang pandai dan perancang-perancang
bangunan dari negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus dan lain-lain. Ia
meningkatkan perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute
perdagangan yang baru antara India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur
administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan
berjuang menyebarkan Islam.
Setelah Timur Lenk meninggal, dua
orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil, berperang memperebutkan
kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup
berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu
saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-144 7 M), merebut kekuasaan dari
tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja
yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey
(1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa
kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya
yang haus kekuasaan, Abdal-Latif (1449- 1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah
yang terakhir adalah Abu Sa'id (1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai
terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki
yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba
putih). Abu Sa'id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan,
penguasa Ak Kdyunlu.
No comments:
Post a Comment