KATA PENGANTAR
Penulis adalah orang Melayu Riau ,
kata orang etnis Melayu agak pemalas dibandingkan etnis lain. Tapi dalam
penelitian antar bangsa, menyatakan bahwa yang pemalas itu bukan etnis Melayu
saja, bahkan seluruh etnis bangsa Indonesia, secara umum apabila dibandingkan
dengan bangsa Jepang, Cina, apalagi Korea. Nah pada
kesempatan kali ini saya akan memberikan postingan yang intinya mengenai Budaya
Kerja / Etos Kerja. Yang di dalamnya akan dibahas juga beberapa hal mengenai
budaya kerja. Seperti: apa pengertian budaya kerja dan etos kerja serta
tujuannya untuk apa, lalu budaya kerja dalam suatu perusahaan, budaya kerja
dalam Rumah Sakit, budaya kerja dalam organisasi, pengertian pendapatan
perkapita, dan perbedaan budaya kerja / etos kerja bangsa Jepang dengan bangsa
kita sendiri Indonesia. Semoga postingan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca,
dan apabila ada kata-kata yang salah harap di maklumi. Ok,, langsung ajah deh
masuk ke pembahasannya. Kemudian sebagai seorang pendidik penulis melihat ada
keterkaitannya langsung dengan masalah kurikulum pendidikan.
PENDAHULUAN
Kurikulum yang berbudaya kerja adalah suatu kurikulum yang menganut falsafah dengan
didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat kerja keras ,
kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan
tercermin dalam sikap tidak tinggal
diam, menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang
terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno,
LLM )
MINUMAN ELANG, DI DAUN TALAS,
AYAM
KURUS, DIKEJARNYA
AGAR HILANG, RASA MALAS,
SEKOLAH HARUS,
MENYINGKIRKANNYA.
1. Tujuan Atau Manfaat kurikulum Yang
Budaya Kerja
Budaya kerja memiliki tujuan untuk
mengubah sikap murid dan juga perilaku
SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi
berbagai tantangan di masa yang akan datang.
Manfaat dari penerapan Budaya Kerja
yang baik :
1. meningkatkan jiwa gotong royong
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. meningkatkan rasa kekeluargaan
6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.
1. meningkatkan jiwa gotong royong
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. meningkatkan rasa kekeluargaan
6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.
Keberhasilan pelaksanaan program
budaya kerja antara lain dapat dilihat dari peningkatan tanggung jawab,
peningkatan kedisiplinan dan kepatuhan pada norma/aturan, terjalinnya
komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan semua tingkatan,peningkatan partisipasi
dan kepedulian, peningkatan kesempatan untuk pemecahan masalah serta
berkurangnya tingkat kemangkiran dan keluhan.
BAB I
ETOS
KERJA DALAM PEMBELAJARAN
A. Pengertian etos kerja
JIKA TUAN MENCARI KUTU
JANGAN MEMAKAI, BESI BAJA
JIKA INGIN, PENDIDIKAN BERMUTU.
TANAMKANLAH, ETOS KERJA.
Etos berasal dari bahasa Yunani yang
memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas
sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok
bahkan masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah
semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesuatu
kelompok.
Secara terminologis kata etos, yang
mengalami perubahan makna yang meluas. Digunakan dalam tiga pengertian berbeda
yaitu:
- Suatu aturan umum atau cara hidup.
- Suatu tatanan aturan perilaku.
- Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku.
Dalam pengertian lain, etos dapat
diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau berkemauan yang disertai
semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita cita yang positif.
Dari keterangan diatas penulis dapat
menyimpulkan bahwa kata etos berarti watak atau karakter seorang individu atau
kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan yang disertai dengan
semangat yang tinggi, guna mewujudkan sesuatu cita-cita.
Jadi kesimpulannya Etos kerja adalah
refleksi dari sikap hidup yang mendasar maka etos kerja pada dasarnya juga
merupakan cerminan dari pandangan hidup yang berorientasi pada nilai-nilai yang
berdimensi transenden.
B. Fungsi dan tujuan etos kerja
Secara umum, etos kerja berfungsi
sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu. Menurut A.
Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah :
- Pendorong timbulnya perbuatan.
- Penggairah dalam aktivitas.
- Penggerak.
BUDAYA KERJA DALAM SUATU PERUSAHAAN
Budaya adalah satu set nilai,
penuntun, kepercayaan, pengertian, norma, falsafah, etika, dan cara berpikir.
Budaya yang ada di suatu lingkungan, sangat besar pengaruhnya terhadap
pembentukan pribadi yang berada di dalam lingkungan tersebut.
Setiap lingkungan tempat tinggal
memiliki budaya yang dibuat oleh nenek moyang dan diturunkan secara turun
temurun dari generasi ke generasi untuk dianut dan dilestarikan bersama.
Perusahaan adalah sebuah lembaga yang terdiri dari banyak karyawan yang
merupakan individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu lingkungan,
agama, pendidikan, dll. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan
terdiri dari individu dengan kultur bawaan yang berbeda-beda.
Pertanyaannya sekarang adalah,
mampukah mereka yang beragam tadi bersama mencapai satu tujuan perusahaan
dengan cara saling memahami, membantu, dan mengerti satu sama lain?
Perusahaan seperti juga halnya
lingkungan tempat tinggal pasti memiliki budaya yang dirumuskan oleh para
pendiri dan top management perusahaan dan dianut oleh setiap komponen
perusahaan. Keahlian, kreativitas, kecerdasan
maupun motivasi yang tinggi dari karyawan memang merupakan unsur kredibilitas
yang harus dimiliki oleh karyawan agar perusahaan dapat mencapai sukses. Namun
unsur-unsur tadi menjadi belum maksimal manfaatnya bila setiap karyawan belum
memiliki satu budaya yang sama. Satu budaya yang sama maksudnya adalah sebuah
pola pikir yang membuat mereka memiliki persepsi yang sama tentang nilai, dan
kepercayaan yang dapat membantu mereka untuk memahami tentang bagaimana
seharusnya berperilaku kerja pada perusahaan dimana mereka bekerja sekarang.
Budaya perusahaan dapat membantu
perusahaan mencapai sukses. Untuk dapat memanfaatkan budaya perusahaan dengan
maksimal, maka perusahaan perlu menanamkan nilai-nilai yang sama pada setiap
karyawannya. Kebersamaan dalam menganut budaya atau nilai-nilai yang sama
menciptakan rasa kesatuan dan percaya dari masing-masing karyawan. Bila hal ini
telah terjadi, maka akan tercipta lingkungan kerja yang baik dan sehat.
Lingkungan seperti ini dapat membangun kreativitas dan komitmen yang tinggi
dari para karyawan sehingga pada akhirnya mereka mampu mengakomodasi perubahan
dalam perusahaan ke arah yang positif.
Pada umumnya perusahaan-perusahaan
dunia yang sukses adalah perusahaan yang memiliki budaya kerja yang kuat. Terlepas
dari nilai-nilai positif dan luhur yang terkandung dalam budaya yang berlaku,
maksud budaya kerja yang kuat adalah seluruh komponen perusahaan mengamalkan
nilai atau norma yang telah ditetapkan bersama sebagai sebuah budaya dengan
komitmen yang tinggi, tanpa terkecuali.
Namun ketiadaan kata atau kalimat
yang menegaskan mengenai budaya yang dianut perusahaan, menyulitkan para
karyawan memahami budaya perusahaan. Untuk itu perlu adanya sebuah pernyataan
yang merupakan manifestasi dari budaya perusahaan yang mengungkapkan secara
garis besar dalam pengertian spesifik mengenai tujuan perusahaan, dan cara-cara
yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Pengungkapan budaya perusahaan ke
dalam sebuah pernyataan dapat dilakukan melalui perumusan pernyataan visi dan
misi. Hanya dengan kalimat singkat, pernyataan visi dan misi dapat menyiratkan
nilai, etika, prinsip, tujuan, dan strategi perusahaan. Menuliskan pernyataan
visi dan misi perusahaan adalah cara yang paling efektif untuk memastikan bahwa
semua karyawan dapat memahami budaya perusahaan dan mengimplementasikannya ke
dalam usaha-usaha pencapaian tujuan perusahaan.
Menurut penelitian yang telah
dilakukan oleh pakar Harvard Business School, yaitu Prof. DR. John Kottler dan
Prof. DR. Janes Heskett, ternyata terdapat korelasi positif di antara penerapan
budaya perusahaan dengan prestasi bisnis yang dicapai oleh perusahaan dalam
jangka waktu yang cukup panjang.
Hal ini menunjukkan bahwa budaya
perusahaan memiliki peranan penting dalam membangun prestasi dan produktivitas
kerja para karyawan sehingga mengarahkan perusahaan kepada keberhasilan. Jadi
sudah saatnya Anda menetapkan komitmen terhadap penerapan budaya perusahaan.
BAB II
BADAYA
ETOS KERJA YANG BERKELANJUTAN
BUDAYA
berasal dari kata buddhayah (bahasa Sansekerta), yang berarti budi dan
akal. Bangsa yang berbudaya dapat dilihat dari tingginya tingkat budi dan akal
serta keanekaragaman hasil budayanya. Contohnya bangsa Jepang, India, Arab,
Cina, juga Indonesia. Dalam hal organisasi, misalnya rumah sakit,
tinggi-rendahnya budaya organisasi dapat dilihat dari tingkat komitmen anggota
rumah sakit terhadap nilai-nilai dan keyakinan, sejak pimpinan hingga ke semua
lapisan karyawannya.
Faktor nilai-nilai dan keyakinan
dasar tersebut sangat berperan dalam membentuk etika, sikap, perilaku anggota
organisasi dan membentuk cara pandang mereka terhadap masalah, baik internal
maupun eksternal yang dihadapi dalam kehidupan berorganisasi.
Di beberapa rumah sakit, suatu
rencana strategik (renstra) yang telah berhasil disusun oleh suatu tim khusus
dan disahkan oleh pimpinan tidak berjalan mulus dalam penerapannya.
Sebab hal itu terjadi karena
ternyata tidak didukung oleh komitmen karyawan terhadap nilai-nilai dan
keyakinan dasar. Untuk membangun komitmen tinggi itulah diperlukan dukungan
suatu kultur atau budaya organisasi rumah sakit yang positif.
Budaya adalah suatu dampak dari
proses yang berkesinambungan. Proses terjadinya suatu budaya dimulai dari
tindakan misalnya bekerja hati-hati yang terjadi berulang-ulang menjadi
kebiasaan, yang apabila terus berlangsung lama menjadi tabiat berhati-hati
individu. Apabila suatu kelompok individu
mempunyai kesamaan tabiat berhati-hati maka dapat disebut bahwa budaya kerja
kelompok tersebut adalah budaya berhati-hati. Jadi budaya kerja organisasi
adalah bentuk etika, sikap, perilaku dan cara pandang bersama dari kelompok
yang tergabung dalam organisasi tersebut terhadap setiap masalah atau perubahan
lingkungan yang bervariasi.
Ada empat macam fungsi budaya kerja
yang sangat penting dalam membawa organisasi menuju sukses.
- identitas organisasi (simbol dan harapan), sehingga anggota organisasi merasa bangga terhadap organisasinya dan pihak eksternal menaruh respek.
- kestabilan organisasi sehingga secara internal seluruh karyawan merasa tenang dan yakin, demikian pula pihak eksternal yang berkepentingan.
- alat pendorong organisasi, sehingga mampu menjadi dasar dan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi.
- komitmen organisasi sehingga mampu sebagai katalisator dalam membentuk komitmen untuk pelaksanaan berbagai ide atau suatu rencana strategis.
Budaya Melayani
Bagaimana mengembangkan budaya kerja
positif di rumah sakit?
Memahami arti dan fungsi budaya
kerja, maka di lingkungan rumah sakit perlu dikembangkan suatu budaya kerja ke
arah positif, maksudnya budaya kerja yang mendukung pencapaian visi, misi dan
tujuan. Sementara budaya organisasi timbul dari budaya kelompok individu yang
tergabung dalam organisasi tersebut.
Adanya perubahan positif, baik etika,
sikap, perilaku maupun cara pandang individu, yang berkembang menjadi tabiat
kelompok individu (dari atasan hingga bawahan), maka akan membentuk perubahan
budaya kerja baru yang positif pula.
Sesuai dengan perkembangan baru
dalam paradigma pelayanan, budaya kerja rumah sakit yang positif adalah budaya
kerja melayani. Caranya adalah dengan contoh membiasakan arah orientasi
tindakan dan sikap serta perilaku kepada kepentingan orang lain yang dilayani,
bukan kepentingan diri sendiri.
Namun, apabila orientasi tindakan ke
arah kepentingan diri sendiri akan bertentangan dengan “budaya kerja melayani”
tersebut di atas. Contoh tindakan yang negatif adalah karyawan rumah sakit yang
suka membolos atau terlambat datang. Kemudian perawat yang kurang perhatian terhadap
pasien orang miskin, dan dokter menyuruh pasien membeli obat atau alat di
apotik tertentu.
Apabila tindakan yang positif dari
setiap individu dapat dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus akan
menghasilkan tabiat positif. Pada akhirnya secara kelompok akan menghasilkan
budaya kerja positif.
Jadi budaya kerja positif apapun
yang akan kita kembangkan, yang penting pelaksanaannya harus secara konsisten,
mulai dari pimpinan dan terus menerus. Menurut Rochmanadji Widajat, seorang
dokter di RSU Dr. Kariadi Semarang
Nilai-Nilai Budaya Kerja dalam
organisasi
Budaya perusahaan merupakan nilai
dan falsafah yang telah disepakati dan diyakini oleh seluruh insan Bank
DKI sebagai landasan dan acuan bagi Bank DKI untuk mencapai tujuan. Bank
DKI mendefinisikan budaya perusahaan dalam tujuh nilai yang meresap ke dalam
segenap karyawan Bank DKI.
1.
Komitmen
Menjunjung tinggi nilai-nilai yang
disepakati dan bertanggung jawab dengan sepenuh hati.
Panduan Perilaku:
- Memegang teguh dan berupaya keras untuk mencapai target
- Melaksanakan pekerjaan dengan penuh tanggung-jawab
- Dapat dipercaya dalam mengemban setiap pekerjaan dengan benar
- Menjalankan tugas mengikuti aturan yang berlaku
- Menindaklanjuti setiap masalah yang menjadi tanggung-jawab saya dan memastikan penyelesaiannya hingga tuntas
2.
Teamwork
Kerjasama yang dilandasi semangat
saling menghargai dan menghormati untuk mencapai hasil yang terbaik.
Panduan Perilaku:
- Bersedia mendengar dan menghargai pendapat orang lain
- Tidak memaksakan kehendak atau pendapat pribadi
- Aktif memberi saran, pendapat untuk keberhasilan tim
- Berpikir positif
- Bersedia bekerja dengan penuh keikhlasan, tanggung jawab dan dedikasi
professional
Menjalankan tugas sesuai dengan
keahlian, keterampilan dan pengetahuan di bidangnya untuk mencapai kinerja
terbaik dengan tetap menjunjung tinggi kode etik bankir.
Panduan Perilaku:
- Bekerja efektif dan efisien
- Inovatif dan kreatif
- Selalu belajar untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan keahliannya
- Positif thinking
- Berwawasan luas dan pandangan jauh ke depan
- Bekerja berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudent)
Pelayanan
Memberikan layanan terbaik kepada
seluruh nasabah dengan sikap ramah, sopan, tulus dan rendah hati sehingga dapat
memberikan kepuasan.
Panduan Perilaku:
- Senyum Salam Sapa
- Mendengarkan dengan sepenuh hati untuk memahami kebutuhan nasabah
- Memberikan layanan dengan sigap, cepat dan akurat
- Siap menerima kritik dan saran untuk perbaikan layanan
Disiplin
Melaksanakan tugas secara tepat
waktu, tepat guna, dan tepat manfaat.
Panduan Perilaku:
- Tepat waktu
- Bertindak sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang berlaku dengan penuh tanggung jawab
- Melaksanakan rencana yang telah ditetapkan
- Menggunakan sarana dan prasarana kantor sebagaimana mestinya
Kerja Keras
Melaksanakan tugas dengan segala
upaya untuk mencapai hasil yang terbaik.
Panduan Perilaku:
- Pantang menyerah untuk mencari solusi yang lebih baik
- Menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas yang terbaik
- Selalu bersemangat untuk memberikan hasil yang lebih baik
- Tidak cepat puas atas hasil yang dicapai
- Rela mengorbankan kepentingan pribadi demi tercapainya kepentingan perusahaan
Integritas
Membangun kepercayaan dengan
kejujuran, tanggung jawab, moral, serta satu kata dengan perbuatan
Panduan Perilaku:
- Berani menyatakan fakta apa adanya secara transparan dan jujur dengan tetap menjaga rahasia bank dan perusahaan
- Menjunjung tinggi kebenaran sesuai dengan kode etik bankir
- Melaksanakan tugas dengan ikhlas
- Bersikap terbuka dalam mengungkap gagasan dan pendapat
- Mencintai pekerjaan dan menjaga citra bank
DIAGNOSIS KINERJA BERMASALAH
Pada kasuistis diagnosis kinerja bermasalah ini, ternyata
ditemukan 5 (lima) faktor penyebabnya yaitu :
a. Etos Kerja Menurun
Kenapa seorang pegawai etos kerjanya
menurun ? hal ini bisa disebabkan dua hal yaitu
Pengaruh Lingkungan
Fisik dan Pengaruh Lingkungan Sosial Ekonomi.
1) Pengaruh Lingkungan Fisik,
Faktor lingkungan fisik juga sangat
dominan mempengaruhi etos kerja seorang pegawai, sebagai suatu contoh
lingkungan fisik adalah Ruang kerja, coba kita bayangkan bagaimana seandainya
seorang pegawai bekerja disuatu tempat dengan lingkungan fisik yang
sempit, dan tidak memadai, saranakurang, misalnya almari meja dan kursi berdesakan
dan berkas tidak tertata dengan rapi karena semuasudah penuh dengan
berkas-berkas yang bertumpuk dimana-mana, computer, mesin ketik sering
rusak,dan listrik sering mati, karena kurang daya, sedangkan fisik ekternal
misalnya tempat kerja kita berdekatan dengan fungsi yang tidak sesuai
dengan peruntukannya misalnya jika bidang pekerjaan kitamembutuhkan suasana
yang tenang, yaitu bidang administrasi dan pembukuan, tetapi gedung
kita berdekatan dengan bengkel yang ramai dan bising, maka seorang pegawai
tidak akan bisa bekerjadengan hasil maksimal, karena merasa terganggu, begitu
juga sebaliknya jika bidang pekerjaan kita itu membutuhkan kebebasan untuk
mengeluarkan suara suara yang berisik tapi berdekatan dengan rumahsakit, atau
tempat bersalin maka seorang pegawai tidak akan bisa bebas melakukan
pekerjaannya karena takut ditegur oleh pihak rumah sakit dan di tuduh menggangu
ketertiban dan kepentinganumum.
2) Faktor Lingkungan Sosial ekonomi.
Faktor lingkungan sosial ekonomi
bisa dari dua komponen internal dan eksternal :
- Komponen ekternal
yaiitu lingkungan sosial ekonomi
keluarga (Pegawai). Komponen lingkungan sosial ekonomi keluarga bisa
mempengaruhi etos kerja menurun, seperti kebutuhan rumah tangga yang semakin
besar, keperluan pendidikan anak-anak, membangun rumah, serta masalah keluarga,
rumah tangga hubungan suami istri, kenakalan anak anak yang sudah semakin
beranjak dewasa, sehingga menyita pikiran dan tenaga di dalam jam kerja
pegawai. Disisi lain insentif dari kantor tidak ada, gaji sudah tidak mencukupi.
- Komponen Internal
lingkungan sosial ekonomi di tempat
kerja seorang pegawai akan menurunkan etos kerja jika dari lingkungan kerja
tidak ada kepastian keberlangsungan kedepan, hubungan dengan teman sekerja ada
masalah persaingan tidak sehat, saling menjatuhkan dan memfitnah,
struktur organisasi, tupoksi, serta promosi jabatan tidak jelas, dan tidak
tertib administrasi.
b. Disiplin Kerja Terganggu
Disiplin kerja akan terganggu jika
dimana suatu kondisi seorang pemimpin tidak bisa mengendalikan pegawainya,
sorang pegawai tidak bisa dikendalikan jika kondisi di suatu perusahaan atau di
suatu lingkungan kerja tidak jelas aturan aturan yang dibuat, termasuk hak dan
kewajiban para pegawai.Pegawai hanya dituntut kewajibannya saja tanpa
diperhatikan hak-haknya, serta insentif dan jaminan kesejahteraan, jaminan
promosi bagi mereka yang berprestasi dan hukuman atau sanksi bagi mereka yang
mangkir atau melanggar dan melakukan kecerobohan-kecerobohan.Sehingga disini
jelaslah bahwa kenapa disiplin kerja terganggu ?. Seperti yang telah tersebut
dalam fenomena diatas, tentunya hal ini disebabkan karena pada awalnya
kesadaran seorang pegawai atas tidak terpenuhinya suatu kebutuhan ( hak-haknya
sebagai seorang pegawai ) sehingga seorang pegawai mengambil suatu keputusan
untuk menentukan sikap sebagai suatu ungkapan terhadap
ketidak puasan akan kebutuhannya, hal ini tentunya akan semakin
menurunkan etos kerjanya, dengan sering melakukan kecerobohan-kecerobohan,
tidak mentaati peraturan yang telah disepakati bersama
c. Syarat-syarat pekerjaan tidak
dipenuhi
Syarat pekerjaan tidak terpenuhi
sangat erat hubungannya dengan etos kerja yang menurun, sehinggafaktor-faktor
yang mempengaruhi syarat pekerjaan tidak terpenuhi yaitu:
1)
Faktor internal, dimana pengaruh lingkungan fisik dan lingkungan sosial ekonomi
2) Faktor Ekternal,
Sumberdaya manusia yang kurang, sehingga perlu beberapa pelatihan-pelatihan
khusus serta pemilihanatau seleksi pegawai yang mampu di bidangnya. Serta
memiliki sumberdaya manusia yang handal dibidangnya sehingga syarat pekerjaan
bisa terpenuhi.
Pengertian Pendapatan Perkapita, apa
sih?
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu
negara, yang diperoleh dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara
dengan jumlah penduduk negara tersebut. Biasanya, pendapatan perkapita sering
disebut dengan PDB (produk domestik bruto) perkapita.
Pendapatan perkapita sering
digunakan untuk mengukur kemakmuran sebuah negara. Semakin besar
pendapatan perkapita, negara tersebut akan dinilai semakin makmur.
Bagi Indonesia, pendapatan
perkapita sebesar US$3.716 pada akhir tahun 2011, merujuk pengumuman Program
Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), mencerminkan tingkat
pendapatan yang mencapai Rp3 juta lebih sebulan bagi setiap penduduk Indonesia.
Laporan UNDP tersebut menggunakan
kombinasi data dari Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia,
dan Divisi Statistik PBB (UNSD). Perhitungan yang dipakai, pendapatan
nasional bruto (GNI) Indonesia naik dari US$1.318 pada 1980 menjadi US$2.007
pada 1990, kemudian US$2.478 pada 2000, dan US$3.544 pada 2010.
Namun Indonesia masih tertinggal
dari Malaysia, karena negara itu pada 1980 telah memiliki GNI US$4.722,
sehingga saat ini pendapatan per kapitanya mencapai US$13.685. Thailand
kini memiliki pendapatan per kapita US$7.694. Di Asia Tenggara, Indonesia masih
lebih baik dari Filipina dan Vietnam yang masing- masing memiliki
pendapatan perkapita US$3.478 dan US$2.805. Indonesia kalah dengan Malaysia dan
Thailand karena jumlah penduduk Indonesia jauh lebih besar dari kedua negara
tetangga tersebut.
SUMBER: Laporan UNDP dan sumber lain.
Perbedaan Etos Kerja Bangsa Jepang
dengan Indonesia
untuk mengetahui seberapa jauh
perbedaan etos kerja Negara kita yaitu Indonesia dengan Negara jepang yang
terkenal dengan etos kerjanya yang sangat bagus terbukti negaranya kini menjadi
Negara yang sangat maju. Ok, langsung ajah di baca deh penjelasannya.
- Etos kerja bangsa Jepang
Jepang selama ini kita kenal sebagai
salah satu negara didunia yang memiliki etos kerja yang hebat. Etos kerja yang
baik ini menimbulkan suatu dampak kemajuan teknologi dan penguasaan
teknologi,serta mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara jepang itu sendiri.
Semangat dan pantang menyerah
merupakan ciri orang jepang, dari semboyan samurai yang menyatakan “Lebih baik
mati dari pada berkalang malu”, ada juga istilah MAKOTO yang artinya bekerja
dengan giat semangat,jujur serta ketulusan.belum lagi semangat dan semboyan
serta falsafah yang lain yang dapat memacu kerja dan membentuk etos kerja para
pekerja diluar negara jepang.
Sedangkan bila dilihat dari segi
kebudayaannya, kepemimpinan Jepang dikenal memiliki etos kerja yang sangat baik
dalam memajukan negara atau organisasi yang berada di dalamnya. Diambil dari
sumber yang ditulis oleh Ahmad Kurnia dari buku karya ANN WAN SENG, “RAHASIA
BISNIS ORANG JEPANG (Langkah Raksasa Sang Nippon Menguasai Dunia)” diceritakan
setelah bom atom Amerika menghunjam Hiroshima dan Nagasaki yang merupakan
jantung kota Jepang tahun 1945, semua pakar ekonomi saat itu memastikan Jepang
akan segera mengalami kebangkrutan. Namun, dalam kurun waktu kurang dari 20
tahun, Jepang ternyata mampu bangkit dan bahkan menyaingi perekonomian negara
yang menyerangnya. Terbukti, pendapatan tahunan negara Jepang bersaing ketat di
belakang Amerika Serikat. Apalagi di bidang perteknologian, Jepang menjelma
menjadi raksasa di atas negaranegara besar dan berkuasa lainnya. Dengan segala
kekurangan secara fisik, tidak fasih berbahasa Inggris, kekurangan sumber
tenaga kerja, dan selalu terancam bencana alam rupanya tidak menghalangi mereka
menjadi bangsa yang dihormati dunia.
Orang Jepang sanggup berkorban
dengan bekerja lembur tanpa mengharap bayaran. Mereka merasa lebih dihargai
jika diberikan tugas pekerjaan yang berat dan menantang. Bagi mereka, jika
hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, secara
otomatis mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal. Dalam pikiran dan jiwa
mereka, hanya ada keinginan untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin dan
mencurahkan seluruh komitmen pada pekerjaan. Pada tahun 1960, rata-rata jam
kerja pekerja Jepang adalah 2.450 jam/tahun. Pada tahun 1992 jumlah itu menurun
menjadi 2.017 jam/tahun. Namun, jam kerja itu masih lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata jam kerja di negara lain, misalnya Amerika (1.957 jam/tahun),
Inggris (1.911 jam/tahun), Jerman (1.870 jam/tahun), dan Prancis (1.680
jam/tahun). Ukuran nilai dan status orang Jepang didasarkan pada disiplin kerja
dan jumlah waktu yang dihabiskannya di tempat kerja (hlm.70). Keadaan ini tentu
sangat berbeda dengan budaya kerja orang Indonesia yang biasanya selalu ingin
pulang lebih cepat. Di Jepang, orang yang pulang kerja lebih cepat selalu
diberi berbagai stigma negatif, dianggap sebagai pekerja yang tidak penting,
malas dan tidak produktif.
Sikap patriotisme bangsa Jepang juga
menjadi salah satu faktor yang membantu keberhasilan ekonomi negaranya.
Bangsa
Jepang bangga dengan produk buatan negeri sendiri. Mereka juga menjadi pengguna
utama produk lokal dan pada saat yang sama juga mencoba mempromosikan produk
made in Japan ke seluruh dunia dari makanan, teknologi sampai tradisi dan
budaya. Dimana saja mereka berada bangsa Jepang selalu mempertahankan identitas
dan jatidiri mereka.Minat dan kecintaan bangsa Jepang terhadap ilmu membuat
mereka merendahkan diri untuk belajar dan memanfaatkan apa yang telah mereka
pelajari. Mereka menggunakan ilmu yang diperoleh untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan produk Barat demi memenuhi kepentingan pasar dan konsumen.
Bangsa Jepang memang pintar meniru tetapi mereka memiliki daya inovasi yang
tinggi. Pihak Barat memakai proses logika, rasional dan kajian empiris untuk
menghasilkan sebuah inovasi. Namun bangsa Jepang melibatkan aspek emosi dan
intuisi untuk menghasilkan inovasi yang sesuai dengan selera pasar.
Ciri-ciri etos kerja dan budaya
kerja orang Jepang adalah,
- Bekerja untuk kesenangan, bukan untuk gaji saja. Tentu saja orang Jepang juga tidak bekerja tanpa gaji atau dengan gaji yang rendah. Tetapi kalau gajinya lumayan, orang Jepang bekerja untuk kesenangan. Jika ditanya “Seandainya anda menjadi milyuner dan tidak usah bekerja, anda berhenti bekerja ?”, kebanyakan orang Jepang menjawab, “Saya tidak berhenti, terus bekerja.” Bagi orang Jepang kerja itu seperti permainan yang bermain bersama dengan kawan yang akrab. Biasanya di Jepang kerja dilakukan oleh satu tim. Dia ingin berhasil dalam permainan ini, dan ingin menaikkan kemampuan diri sendiri. Dan bagi dia kawan kawan yang saling mempercayai sangat penting. Karena permainan terlalu menarik, dia kadang-kadang lupa pulang ke rumah. Fenomena ini disebut “work holic” oleh orang asing.
- Mendewakan langganan. Memang melanggar ajaran Islam, etos kerja orang Jepang mendewakan client/langganan sebagai Tuhan. “Okyaku sama ha kamisama desu.” (Langganan adalah Tuhan.) Kata itu dikenal semua orang Jepang. Kata ini sudah motto bisinis Jepang. Perusahaan Jepang berusaha mewujudkan permintaan dari langganan sedapat mungkin, dan berusaha berkembangkan hubungan erat dan panjang dengan langganan.
- Bisnis adalah perang. Orang Jepang yang di dunia bisnis menganggap bisnis sebagai perang yang melawan dengan perusahaan lain. Untuk menang perang, perlu strategis dan pandangan jangka panjang. Budaya bisinis Jepang lebih mementingkan keuntungan jangka panjang. Supaya menang perang seharusnya diadakan persiapan lengkap untuk bertempur setenaga kuat. Semua orang Jepang tahu pribahasa “Hara ga hette ha ikusa ha dekinu.” (Kalau lapar tidak bisa bertempur.) Oleh karena itu orang Jepang tidak akan pernah menerima kebiasaan puasa. Bagi orang Jepang, untuk bekerja harus makan dan mempersiapkan kondisi lengkap.
Untuk melancarkan urusan
pekerjaanya, orang Jepang memegang teguh prinsip tepat waktu dengan tertib dan
disiplin, khususnya dalam sektor perindustrian dan perdagangan.
Untuk itu, tidak ada alasan bagi
Indonesia tidak bisa menjadi seperti Jepang. Indonesia memiliki sumber alam
melimpah dari pada Jepang, tenaga manusia murah, infrastruktur yang baik, dan
kedudukan geografis yang strategis. Tergantung kemauan, komitmen dan langkah
pasti pemerintah serta masyarakatnya dalam mengaplikasikan formula ekonomi yang
ampuh tersebut. Jika bangsa Jepang bisa melakukannya, maka tidak ada alasan
untuk kita gagal melaksanakannya. Kekuasaan ada ditangan kita dan bukan
terletak pada negara.
- Etos kerja bangsa Indonesia
Insititute for Management of
Development, Swiss, World Competitiveness Book (2007), memberitakan bahwa pada
tahun 2005, peringkat produktivitas kerja Indonesia berada pada posisi 59 dari
60 negara yang disurvei. Atau semakin turun ketimbang tahun 2001 yang mencapai
urutan 46. Sementara itu negara-negara Asia lainnya berada di atas Indonesia
seperti Singapura (peringkat 1), Thailand (27), Malaysia (28), Korea (29), Cina
(31), India (39), dan Filipina (49). Urutan peringkat ini berkaitan juga dengan
kinerja pada dimensi lainnya yakni pada Economic Performance pada tahun 2005
berada pada urutan buncit yakni ke 60, Business Efficiency (59), dan Government
Efficiency (55). Lagi-lagi diduga kuat bahwa semuanya itu karena mutu
sumberdaya manusia Indonesia yang tidak mampu bersaing. Juga mungkin karena
faktor budaya kerja yang juga masih lemah dan tidak merata. Bisa dibayangkan
dengan kondisi krisis finansial global belakangan ini bisa-bisa posisi
Indonesia akan bertahan kalau tidak ada remedi yang tepat.
Produktivitas kerja jangan dipandang
dari ukuran fisik saja. Dalam pemahaman tentang produktifitas dan produktif
disitu terkandung aspek sistem nilai. Manusia produktif menilai produktivitas
dan produktif adalah sikap mental. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin;
hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jadi kalau seseorang bekerja, dia
akan selalu berorientasi pada produktivitas kerja di atas atau minimal sama
dengan standar kerja dari waktu ke waktu. Bekerja produktif sudah sebagai
panggilan jiwa dan kental dengan amanah. Dengan kata lain sikap tersebut sudah
terinternalisasi. Tanpa diinstruksikan dia akan bertindak produktif. Itulah
yang disebut budaya kerja positif (produktif). Sementara itu budaya bekerja
produktif mengandung komponen-komponen: (1) pemahaman substansi dasar tentang
bekerja. (2) sikap terhadap karyawanan. (3) perilaku ketika bekerja. (4) etos
kerja. (5) sikap terhadap waktu. Pertanyaannya apakah semua kita sudah
berbudaya kerja produktif?
Budaya kerja produktif di Indonesia,
belum merata. Bekerja masih dianggap sebagai sesuatu yang rutin. Bahkan di
sebagian karyawan, bisa jadi bekerja dianggap sebagai beban dan paksaan
terutama bagi orang yang malas. Pemahaman karyawan tentang budaya kerja positif
masih lemah. Budaya organisasi atau budaya perusahaan masih belum banyak
dijumpai. Hal ini pulalah juga agaknya yang kurang mendukung terciptanya budaya
produktif. Perusahaan belum mengganggap sikap produktif sebagai suatu sistem
nilai. Seolah-olah karyawan tidak memiliki sistem nilai apa yang harus dipegang
dan dilaksanakan. Karena itu tidak jarang prusahaan yang mengabaikan
kesejahteraan karyawan termasuk upah minimunya. Ditambah dengan rata-rata
pendidikan karyawan yang relatif masih rendah maka produktivitas pun rendah.
Karena itu tidak heran produktivitas kerja di Indonesia termasuk terendah
dibanding dengan negara-negara lain di Asia. Mengapa bisa seperti itu?
Hal demikian bisa dijelaskan lewat
formula matematika sederhana. Produktivitas kerja merupakan rasio dari
keluaran/output dengan inputnya. Bentuk output dapat berupa barang dan jasa.
Sementara input berupa jumlah waktu kerja, kondisi mutu dan fisik karyawan,
tingkat upah dan gaji, teknologi yang dipakai dsb. Jadi output yang dihasilkan
sangat dipengaruhi oleh faktor input yang digunakan. Dengan demikian
produktivitas kerja di Indonesia relatif rendah karena memang rendahnya
faktor-faktor kualitas fisik, tingkat pendidikan, etos kerja, dan tingkat upah
dari karyawan. Hal ini ditunjukkan pula oleh angka indeks pembangunan manusia
di Indonesia (gizi, pendidikan, kesehatan) yang relatif lebih rendah dibanding
di negara-negara tetangga.
Seharusnya faktor-faktor tersebut
perlu dikuasai secara seimbang agar para karyawan mampu mencapai produktivitas
yang standar. Pendidikan dan pelatihan perlu terus dikembangkan disamping
penyediaan akses teknologi. Kompetensi (pengetahuan, sikap dan ketrampilan)
karyawan menjadi tuntutan pasar kerja yang semakin mendesak. Dengan kata lain
suasana proses pembelajaran plus dukungan kesejahteraan karyawan perlu terus
dikembangkan. Etos kerja orang Indonesia adalah :
- Munafik atau hipokrit. Suka berpura-pura, lain di mulut lain di hati.
- Enggan bertanggung jawab. Suka mencari kambing hitam.
- Berjiwa feodal. Gemar upacara, suka dihormati daripada menghormati dan lebih mementingkan status daripada prestasi.
- Percaya takhyul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib.
- Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan, dan gampang terintimidasi. Dari kesemuanya, hanya ada satu yang positif, yaitu
- Artistik; dekat dengan alam. Dengan melihat keadaan saat ini, ini merupakan kenyataan pahit, yang memang tidak bisa kita pungkiri, dan memang begitu adanya.
Namun lanjutnya, dari 220 juta jiwa
rakyat Indonesia, tidak semua memiliki etos kerja buruk seperti disebutkan
diatas. Masih ada organisasi yang peduli dan mau mengubah etos kerja yang
disematkan ke bangsa Indonesia saat ini.
Kita harapkan etos kerja yang
diterapkan tersebut bisa diimplementasikan dalam kerja nyata dan akan lebih
baik lagi jika hal positif tersebut menyebar kepada semua Organisasi kerja
diseluruh Indonesia.
Lebih lanjut lagi beliau mengatakan,
bangsa Indonesia adalah negara yang kaya dan merupakan bangsa yang besar.
Indonesia dikarunia sumber daya alam yang melimpah ruah dan jumlah penduduk
yang besar. Dan itu merupakan modal untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan
sejahtera. Namun pada Kenyataannya rakyat miskin bertambah banyak, pengangguran
semakin meningkat, dan banyak anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk
bersekolah. Data Penduduk miskin sampai pada tahun 2009.
Salah satu faktor rendahnya etos
kerja yang dimiliki oleh Indonesia yaitu negatifnya keteladanan yang
ditunjukkan oleh para pemimpin. Mereka merupakan model bagi masyarakat yang
bukan hanya memiliki kekuasaan formal, namun juga kekuasaan nonformal yang
justru sering disalahgunakan.
Bukan bermaksud untuk membandingkan
Negara kita dengan Negara Jepang, tetapi saya berharap Dengan adanya
perbandingan ini diharapkan kita dapat mengambil kebaikan didalamnya. Agar
Negara kita bisa menjadi Negara yang memiliki etos kerja yang lebih baik lagi
dari sebelumnya. Dan bisa membuat Negara kita menjadi Negara yang maju sama
seperti Negara Jepang tersebut. Tentunya itu semua akan terjadi apabila kita
memiliki kesadaran dari diri kita masing-masing.
Cara Mengatasi dan Menghilangkan
Rasa Malas – Rajin pangkal kaya, malas pangkal
bodoh, mungkin itulah salah satu pribahasa yang paling cocok untuk seorang
pemalas. Karena memang rata-rata orang pemalas itu identik dengan orang
bodoh lalu identik juga dengan orang yang miskin.
Dari sejerah juga telah membuktikan, bahwa bangsa yang memiliki etos kerja tinggi dan tidak bermalas-malasan bisa menjadi kekuatan dunia. Contoh saja jepang yang sangat terkenal dengan etos kerjanya yang sangat “WOW”, bahkan orang Jepang merasa malu jika harus pulang kerja terlalu cepat. Salah satu contoh lagi adalah Korea yang terkenal dengan budaya kerja mereka yang cepat.
Nah, kadangkala rasa malas pasti mengghingapi anda walaupun anda sedang menyadarinya. Bagaimana cara menghilangkannya? Kali ini kita akan membahas hal tersebut, jadi simak baik-baik tips berikut ini:
1.Lakukan Yang Anda Senangi
Rasa bosan atau malas bisa datang karena anda tak menyukai kegiatan anda sendiri. Sebelum anda memutuskan bekerja pada suatu tempat, pikirkan bahwa anda menyukai pekerjaan tersebut. Jikapun anda sudah berkerja, buatlah diri anda menyenangi pekerjaan tersebut. Bagi pelajar, buatlah pembelajaran kamu menjadi menyenangkan seperti bermain sambil belajar.
2.Buatlah Anda Nyaman
Salah satu yang membuat rasa malas adalah karena kurangnya kenyamanan dan membuat anda cepat bosan. Caranya, jika anda malas untuk bekerja maka buatlah tempat kerja / kantor anda seperti yang anda inginkan seprti menghiasnya. Jika anda malas belajar, buatlah ruang belajar / kelas anda senyaman mungkin sesuai dengan selera anda.
3.Jangan Tunda Aktivitas
Jika anda sering menunda-nunda pekerjaan anda, ini akan membuat anda semakin bosan karena terlalu banyak yang harus anda kerjakan. Yang paling sering dan biasa anda lakukan adalah menunda-nunda untuk bangun tidur padahal anda sudah terjaga. Hal lain yang sering dialami oleh pelajar adalah menunda-nunda membuat PR. Coba biasakan diri anda untuk tak melakukan hal tersebut dengan memberi sugesti positif bahwa jika anda lebih cepat melakukannya maka anda akan lebih cepat mendapatkannya.
4.Ganti Posisi Duduk
Ketika rasa malas sedang kumat, cobalah mengganti / mengubah posisi duduk anda. Ini dapat membuat anda merasa baru karena didepan anda sudah berbeda dari sebelumnya.
5.Hirup Udara Segar
Cobalah menghirup udara segar, caranya berdirilah terlebih dahulu lalu lakukan kegiatan senam kecil seperti menggerakkan tangan. Kemudian, tarik nafas anda selama 5 detik, tahan 5 detik dan lepaskan selama 5 detik. Ulangi hal tersebut beberapa kali.
6.Yakinkan Diri Anda
Ini sangat anda butuhkan dari dalam diri anda, buatlah sugesti-sugesti positif dalam pikiran anda. Seperti, “Pekerjaan ini pasti akan membuat saya sukses,, saya harus melakukannya” atau “Saya harus belajar, dan saya yakin akan menjadi orang sukses nantinya”.
Diskusikanlah
Jika anda masih belum bisa lepas dari rasa malas anda, cobalah berdiskusi dengan orang yang anda anggap lebih professional atau orang yang lebih sukses dari anda. Tanyakan bagaimana mereka dulunya, mereka pasti akan menjawab dari usaha dan kerja keras mereka selama ini. Dan dan anda harus yakin bahwa anda dapat mencapai kesuksesan seperti mereka dengan cara menghilangkan sifat malas anda tersebut.
Begitulah beberapa cara ampuh untuk menghilangkan atau mengatasi rasa malas anda. Setelah anda membacanya yang paling penting adalah melakukannya, jangan sampai lupa ya...
No comments:
Post a Comment