PERANGI KEMALASAN ANAK ANDA
PERANGI RASA MALASNYA,
AGAR KUAT DAYA JUANGNYA.
PERANGI, SIKAP BOROSNYA,
PUNYA PERHITUNGAN YANG BERMAKNA
PERANGI KECANDUANNYA, PADA NARKOBA,
AGAR HIDUPNYA TIDAK MENDERITA
PERANGI, PERGAULAN BEBASNYA
AGAR TERPELIHARA, KESUCIAN FITRAHNYA.
(QS Al-Taghobun : 14)
Anak durhaka
menjadi saksi bisu
pembunuhan Linda Warau oleh anak kandungnya sendiri, Erick Karsoho, tadi pagi.
Dengan luka bacok sekujur tubuhnya, korban meninggal dalam perjalanan menuju
rumah sakit. Pantauan merdeka.com, di rumah berlantai dua itu masih terlihat bercak
darah, seperti di bagian tembok, pintu hingga lantai di bagian teras depan.
Mobil Avanza silver berpelat nomor B 1014 PFF milik korban masih terparkir di
garasi. Saat ini pagar rumah masih terbentang garis polisi. Ayah korban,
Rusma Warsoto masih berada di kantor RW setempat. Menderita sakit stroke, Rusma
dijemput keluarga ke rumah sanak saudaranya tanpa mau menjawab pertanyaan
wartawan.
Asisten rumah tangga
korban, Ningkem (33) mengatakan sejak awal pelaku memang terlihat keras kepala
dalam kesehariannya."Orangnya tuh emang ngeyel, kita sekali ngomong, dia
bisa sepuluh kali ngomong. Sama setiap hari memang masih perawatan obat
terus," ujar Ningkem kepada wartawan di kantor Mapolsek Tanjung Priok,
Jakarta, Jumat (12/4). Ningkem menambahkan, setiap harinya di rumah tersebut hanya ada tiga
anggota keluarga. "Yah di rumah itu cuma bertiga aja, papanya sakit di
kamar, ibu dan Erik. Adiknya kerja dan satu lagi masih kuliah di China,"
ujarnya.
Metrotvnews.com, Jakarta: Seorang pemuda di Jakarta Utara
nekad menghabisi nyawa ibu kandungnya, lantaran tidak diajak liburan ke luar
negeri. Erik Karsoto mengakui perbuatan bidabnya itu dilakukan di depan ayah
kandungnya yang tengah sakit, Jumat (12/4). Erik Karsoto (20) membunuh ibu
kandungnya, Linda, menggunakan pisau daging. Linda sempat dievakuasi ke Rumah
Sakit Mitra Kemayoran dalam keadaan berlumuran darah. Namun sayang, perempuan
50 tahun itu menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalanan ke RS.
Sang anak mengaku nekad membunuh, karena merasa dikucilkan oleh keluarganya. Terutama ibu kandungnya sendiri. Polisi segera mengamankan Erik usai kejadian. Pisau yang digunakan untuk membunuh juga telah diamankan sebagai barang bukti. Polisi kini masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku di Polsek Tanjung Priok, Jakarta Utara. Polisi juga akan memeriksakan kejiwaan Erik, yang mengaku tidak menyesal telah membunuh ibu kandungnya.
JAKARTA, TRIBUNJAMBI.COM — Pasangan
suami-istri, Lo Tirta Karya (54) dan So Indah Rani (51), dibunuh anak angkat
dan temannya, Simon Law dan Deni Sumarsono, Selasa pukul 16.30 WIB. Kedua
korban dibunuh di rumahnya, di Jalan Mandala Barat 2 Nomor 27 RT 4 RW 4,
Tomang, Grogol-Petamburan, Jakarta Barat.Sang anak mengaku nekad membunuh, karena merasa dikucilkan oleh keluarganya. Terutama ibu kandungnya sendiri. Polisi segera mengamankan Erik usai kejadian. Pisau yang digunakan untuk membunuh juga telah diamankan sebagai barang bukti. Polisi kini masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku di Polsek Tanjung Priok, Jakarta Utara. Polisi juga akan memeriksakan kejiwaan Erik, yang mengaku tidak menyesal telah membunuh ibu kandungnya.
Demikian diungkapkan Kasat Reserse Kriminal
Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Ferdy Sambo yang dihubungi
beberapa menit lalu, Selasa (12/4/2011) malam. ”Kedua tersangka sudah kami
tangkap, masih dalam pemeriksaan. Pasangan suami-istri ini diduga dibunuh anak
angkat dan temannya,” ungkap Ferdy. Di lokasi, polisi menemukan dan menyita
pisau, kapak, dan tongkat baseball. ”Kedua korban ditusuk pisau dan
dipukuli,” tambah Ferdy. Kasus itu ditangani Polsek Metro Tanjung Duren,
Jakarta Barat. Editor : ribut Sumber : Kompas.com
Ibu
Upah Anak Angkat Rp 2 Juta Untuk Bunuh Anak Kandung Sendiri ruang hati | Mar
24, 2011 | Comments 6 Kesal dengan perlakuan anaknya, ibu kandung Agnes
Kharisma membayar anak angkatnya Rp 2 juta untuk membunuh anaknya sendiri yang
tiada lain Agnes alias Risma. M, ibu dari Agnes Kharisma menurut Kapolres
Jakarta Selatan Kombes Pol Gatot Edi Pramono, menjelaskan bahwa S yang tiada
lain anak angkat dari M dan temannya U dibayar Rp 2 juta. Agnes Kharisma
dibunuh saudara angkat atas perintah sang Ibu Agnes Kharisma dibunuh saudara
angkat atas perintah sang Ibu “Kedua pelaku S dan U mengaku dibayar Rp 2 juta
untuk melakukan pembunuhan,” kata Gatot di Mapolres Jakarta Selatan, Rabu
(23/3/2011).
Seusai
membunuh Agnes dan membuangnya ke selokan di sekitar Jagakarsa, Jakarta Selatan
pada 10 Februari 2011. Para pelaku langsung melarikan diri. Pelaku S pulang ke
rumahnya di kawasan Bekasi dan U langsung pulang kampung di Jawa Timur. “Mereka
ditangkap di kediamannya kecuali M ditangkap saat pemeriksaan di Polres Jakarta
Selatan,” kata Gatot Edi. M mengakui kepada polisi telah merencanakan
pembunuhan tersebut dengan anak angkatnya S. Ketiga tersangka saat ini dijerat
pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman 20 tahun dan
maksimal hukuman mati. Sempat diwartakan sebelumnya, masyarakat di Jalan Joe,
Jagakarsa, Jakarta Selatan digemparkan dengan penemuan mayat tanpa busana di
sebuah selokan tepat didepan kios ponsel. Saat itu warga menduga kalau mayat
tersebut adalah orang gila yang biasa lewat dilokasi. Namun, setelah dilakukan
penyidikan ternyata mayat tersebut Agnes yang menghilang sejak tiga hari sebelum
ditemukan. Awalnya Agnes diduga dibunuh teman laki-lakinya, tetapi belakangan
Agnes diketahui dibunuh ibu kandungnya bersama dua pelaku lainnya. Sang ibu
mengaku membunuh anaknya lantaran merasa sakit hati dengan perlakuan anaknya
yang tidak memandangnya sebagai ibu bahkan Agnes sempat mengusir dirinya.
(Sumber)
Read more at: http://www.ruanghati.com/2011/03/24/ibu-upah-anak-angkat-rp-2-juta-untuk-bunuh-anak-kandung-sendiri/
Read more at: http://www.ruanghati.com/2011/03/24/ibu-upah-anak-angkat-rp-2-juta-untuk-bunuh-anak-kandung-sendiri/
BAB I
PENYEBAB ANAK DAN MURID HARUS DIPERANGI
A.Sudah berkali-kali diperingatkan
Anak yang terus-menerus melakukan perbuatan yang buruk
padahal sudah sering kali diperingatkan,
agar tidak melakukan perbuatan tersebut
harus dihentikan dengan hukuman. Kalau kebiasaan buruknya tidak segera
dihentikan, anak akan semakin berani
melawan. Tentunya hukuman harus ringan
dan tepat sasaran.
Alasan lain menurut kelompok penantang, bahwa hukuman fisik sama sekali
tidak mendidik, sebab hukuman itu tidak menghilangkan motivasi buruknya.
Memang akan mengurungkan niatnya, karena
perasaan takut, tapi di dalam batinnya keinginan itu tetap ada. Ketika rasa
takut itu, hilang, si anak akan kembali mengulangi perbuatan buruknya. Pukulan
itu mungkin dihadapi oleh si anak dengan pura-pura berjanji akan menghentikan
kebiasaan buruknya. Karena itu patut diingat statmen mereka bahwa hukuman juga
akan melahirkan anak-anak yang asosial, penakut serta pasif.
Pernyataan bahwa hukuman itu tidak menghentikan apa yang
bergetar di dalam batin. Untuk menghentikan kenakalan-kenakalannya, hal ini menurut penulis, harus dipelajari apa
sebetulnya yang menjadi latar belakang kenakalan-kenakalannya dan dicari
solusinya sehingga anak-anak itu tidak mengulangi perbuatan buruknya.[1] Tetapi
jika si anak tetap saja mengulangi perilaku jeleknya, maka tidak ada cara lain
selain memberinya hukuman. Rasa takut akan hukuman itu dapat menghentikan
keinginan atau minimal mengurangi minatnya untuk berbuat buruk. Kalau hukuman
itu diberikan secara proporsional, tidak akan melahirkan hal-hal yang tidak
diharapkan. Memang benar seorang anak harus tumbuh dalam keceriaan dan
kebebasan tapi pada saat yang sama anak-anak juga harus diajari bahwa di dunia
ini tidak semua orang bisa hidup dengan kebebasan mutlak, lebih-lebih lagi
kalau kebebasan itu dapat merugikan orang lain.
1. Pukulan
sebagai instrumen
disiplin sekunder
Hukuman pukulan bagi anak-anak adalah Instrumen sekunder
. Sebagian pakar menerima hukuman
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan, tapi tidak secara mutlak. Hukuman
adalah instrumen sekunder dan diberikan dalam kondisi serta syarat tertentu.
Jadi, menurut penulis, kalau guru atau orang tua masih bisa menangani anak
didiknya dengan nasihat-nasihat atau dengan penjelasan rasional, tidak
perlu memberikan hukuman. Hukuman boleh diberikan setelah nasihat-nasihat
verbal atau apa saja tidak lagi dapat mengusik kesadarannya. [2]
Dalam kaitan ini, Russel menulis, "Saya
sendiri secara pribadi ingin mengatakan bahwa hukuman dalam proses pendidikan
sangat tidak berarti, bahkan mungkin hanya masuk sebagai alternatif
kedua." John Locke menulis, "Benar bahwa hukuman fisik kadang-kadang
diperlukan. Tetapi harus disadari bahwa tujuan sebuah pendidikan adalah
mendidik moral. Yang harus kita lakukan adalah membuat si anak tersebut merasa
malu berbuat nakal dan bukan malah takut akan hukuman. Hukuman yang terlalu
keras melatih anak-anak menjadi patuh secara lahiriahnya saja."[3]
A.L
Gary Gore menulis, "Ada kalanya orang dewasa harus
memberikan hukuman kepada anak-anak. Misalnya jika anak-anak usia sekolah atau
sudah agak dewasa mengganggu ayah dan ibu atau adik mereka. Sebelumnya sudah
diperingatkan tapi tetap meneruskan
kenakalannya, maka anak-anak itu harus diberi hukuman.." Sebaliknya
orangtua selayaknya menggunakan hukuman ini dengan cara dan strategi yang
tepat. Kalau dilaksanakan ketika dalam puncak kemarahan dan tanpa pertimbangan
terhadap kondisi dan psikologi anak-anak, maka bisa-bisa hukuman itu akan
merusakkan hubungan orangtua dan anak. Si anak akan kehilangan kepercayaan dan
juga akan dendam. Hukuman asal-asalan terhadap anak karena tidak mematuhi
keinginan orang tua akan melukai hatinya. Sehingga timbul dalam
diri si anak keinginan untuk membalas rasa sakit hatinya itu. Sebelum
menjatuhkan hukuman terhadap anak-anak sebaiknya pertimbangkanlah secara
baik-baik dan pelajari manfaat dan mudaratnya secara seksama. Hukuman apa dan
dalam kondisi bagaimana hukuman itu patut diberikan dan tidak patut diberikan
terhadap anak-anak.
2.Pukulan ringan
sebagai upaya pembinaan
Pakar
hukum mengatakan bahwa hukuman memang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam membina anak-anak, malahan dalam situasi
tertentu mutlak diperlukan. Tetapi pada saat yang sama ia sama sekali tidak
setuju secara mutlak dengan hukuman fisik. Ia tidak keberatan dengan
hukuman-hukuman non-fisik tapi bukan hukuman non-fisik yang berat. Ia
menambahkan, "Perlu diingat bahwa
jangan sekali-kali memberikan hukuman yang akan merendahkan harga diri anak,
seperti hukuman badan, ancaman dengan siksaan atau apa saja demi menghancurkan
keinginan buruknya. Hindarilah hukuman-hukuman seperti memukul, atau menyekap
anak di ruangan yang gelap dan sempit."[4]
Secara yuridis,
Undang-undang tentang perlindungan guru
telah termuat dalam UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat
jelas pada Bab VII pasal 39 yang menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat,
organisasi profesi, dan atau satuan pendidikan, wajib memberikan perlindungan
terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Hal ini terlihat bahwa eksistensi UU
No.14/2005 telah memuat perlindungan,[5]
terhadap guru atas profesinya. Namun implementasi terhadap undang-undang tersebut
masih belum terlaksana.
3.Sebagai pembertahuan bahwa dirinya berbuat salah
Islam menerima hukuman sebagai bagian dari sistem pendidikan. Ada beberapa kategori
hukuman dalam Islam: Hukuman non-fisik seperti ancaman, peringatan atas
orang-orang yang berdosa dengan siksaan di hari akhirat, denda, dan diat.
Ayat-ayat al-Quran mengilustrasikan dalam berbagai kesempatan tentang kabar
gembira untuk orang-orang yang beriman dan ancaman akhirat untuk orang-orang
yang berdosa. Bahkan nabi sendiri diperkenalkan sebagai pembawa kabar gembira
dan pembawa peringatan. Hukuman jenis
kedua yaitu hukuman fisik yang bersyarat,[6] seperti
hukuman penjara, pengasingan, kisas, pukulan, hukuman aturannya telah ditetapkan oleh syariat.
Dalam pembunuhan yang disengaja si wali yang dibunuh bisa meminta
hukuman kisas terhadap hakim. Dalam pembunuhan yang tidak disengaja si pembunuh
wajib menyerahkan denda (diat) kepada wali yang dibunuh. Perempuan dan
laki-laki yang berzina akan mendapatkan hukuman cambuk sebanyak seratus kali
deraan. Perilaku homo seksualitas (liwâth) yang disengaja dalam kondisi
tertentu akan mendapatkan hukuman mati. Peminum khamar dalam kondisi tertentu
akan mendapatkan hukuman cambuk seratus kali, mencuri dalam kondisi tertentu
akan mendapatkan hukuman potong tangan. Siapa saja yang dengan sengaja
mengakibatkan anggota badan orang lain terpotong akan dikisas oleh hakim
syar'i, yaitu dipotong anggota badan yang sama, tapi kalau secara tidak sengaja
maka ia harus membayar denda dalam jumlah tertentu. Untuk mengetahui lebih
lengkap tentang aturan-aturan hukuman Islam, Anda bisa merujuk kitab-kitab
fikih. Hukuman jenis ketiga yaitu ta'zîr.
Ta'zîr adalah hukuman fisik yang
ketentuannya diatur oleh seorang hakim tetapi tentunya lebih ringan dari
had. Dalam kasus pelanggaran yang hukumannya
tidak ditentukan oleh syariat, sang hakim tidak bisa memberikan hukuman yang
sesuai dengan pelanggaran itu hanya demi kemaslahatan umum, tapi ia bisa
memberikan hukuman yang kurang dari had. Contohnya kalau seorang laki-laki
mencium anak atau perempuan yang bukan istrinya dengan penuh nafsu, sang hakim
syar'i dapat menjatuhkan hukuman ta'zîr .
Laki-laki dan perempuan (bukan muhrim) yang tidur terlentang di
atas ranjang. Secara umum siapa saja yang melakukan dosa besar maka ia bisa
dijatuhi hukuman ta'zîr dari sang hakim. “Islam memberi tempat bagi hukuman
fisik”,[7] dan
non-fisik sebagai bagian dari pendidikan yang penting dan demi memelihara
keadilan dan ketenteraman masyarakat. Islam melegalkan hukuman-hukuman itu
bukan sebagai bentuk balas dendam kepada orang-orang yang berdosa, namun untuk
menjaga stabilitas sosial dan hak-hak manusia. Hukuman dalam jarimah ta’zir
tidak ditentukan ukurannnya oleh Al-quran dan hadits, artinya untuk menentukan
batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa).
Dengan demikian, syari’ah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan
bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah. Abd al- Qadir Awdah membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu :
1) Jarimah hudud dan
qishash diyat yang mengandung unsur
shubhat atau tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai
perbuatan maksiat, seperti pencurian harta (syirkah), pembunuhan
ayah terhadap anaknya, dan percurian yang bukan harta benda.
2) Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas,
tetapi sanksinya oleh syari’ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah
palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji,
menghianati amanah, dan menghina agama.
3) Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara
penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam
hal ini unsur akhlak menjadi perimbangan yang paling utama. Misalnya
pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran
terhadap pemerintah lainnya.[8]
[1]Sudah tidak asing lagi di beberapa pondok,pengurus
atau pihak pondok menetapkan aturan dng cara menta'zir yang salah satunya dng
menarik uang(denda) bagi santri yang melanggar aturan yang telah ditetapkan
pihak pondok. Contoh pada pesantren di Jawa, karena , mereka para kiyai tahu hukum menta'zir dengan uang,
sehingga timbul pertanyaan: 1.
bagaimanakah hukum menta'zir dengan meng-gunakan uang(mendenda).....2. jika
tidak boleh,apakah ada cara lain yang membolehkanya,mungkin dengan hilah(mreka
daya hukum)? 3. hukum helah yang diperbolehkan seperti apa kriteria yang
diperbolehkan menurut syar'i? Ternyata di dalam madzhab Syafi'i menghukum
dengan denda uang itu tidak boleh,tapi menurut pendapat imam malik boleh
menghukum dengan denda uang.....Batas pukulan mendidik yaitu dari pantat ke
bawah,kalau pun organ atas yaitu hanya kuping dengan cara dijewer. Ibnu Qayyim Al Jauziyah
–rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan
shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan
dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina,
mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat
hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”
Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Ibnul
Qayyim,.
[2]Anak
yang menjadi dambaan setiap keluarga adalah rizki sekaligus ujian dari Allah Ta’ala
kepada hamba-hamba-Nya. Bahkan Allah Ta’ala menyebutkan dalam
firman-Nya bahwa anak adalah salah satu kesenangan dan perhiasan dunia, Artinya:
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” (Qs. Al-Kahfi:
46) Kehadiran anak di tengah-tengah keluarga merupakan amanah
yang sangat besar bagi kedua orang tuanya. Oleh karenanya, para orang tua
dituntut untuk senantiasa memperhatikan perkembangan jasmani dan rohani sang
buah hati. Namun, belakangan sering ditemui peristiwa-peristiwa memilukan yang
menimpa anak-anak akibat perbuatan orang tuanya. Lihat Mahjuddin, Masa’il al-Fiqhi , Kasus-Kasus Aktual Dalam
Hukum Islam, (Kalam Mulia Jakarta: 2012), hlm. 71.
[4]Menurut data Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak,
pada 2011 telah terjadi 1.851 pengaduan ABH yang diajukan ke pengadilan. Hampir
89,8 persen kasus ABH berakhir pada pe¬mi¬danaan atau diputus pidana. Data lain
yang dirilis Ke¬men¬terian Hukum dan HAM 2010 menunjukkan bahwa di 16 Lapas di
Indonesia ditemukan 6.505 ABH yang diajukan ke pengadilan dan 4.622 ABH di
antaranya mendekam dipenjara. Jumlah ini mungkin jauh lebih besar karena angka
ini hanya bersumber dari laporan 29 Balai Pemasyarakatan (Bapas), sementara di
Indonesia terdapat 62 Bapas, Rakyat Merdeka, 19 Januari 2012.
[5]Secara
yuridis, Undang-undang tentang perlindungan guru telah termuat dalam UU No.14/2005
tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39 yang
menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan atau satuan
pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru.
[6]Secara
yuridis, Undang-undang tentang perlindungan Guru telah termuat dalam UU
No.14/2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39
yang menyebutkan bahwa pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan atau
satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan
tugas. Hal ini terlihat bahwa eksistensi UU No.14/2005 telah memuat
perlindungan terhadap guru atas profesinya. Namun implementasi terhadap
undang-undang tersebut masih belum terlaksana.Lihat Bunadi Hidayat, Pemidanaan Aanak Di Bawah Umur,(Bandung,
PT.Alumni : 2010), hlm. 115.
[7]Secara tidak
sadar orangtua menghukum anaknya dengan emosi dan cara yang kasar, seperti
langsung memukulnya. Tindakan seperti ini kurang dibenarkan, karena bagaimana
pun didikan orangtua turut menciptakan kondisi anak pada masa
mendatang.Rasulullah SAW mengajarkan tanggapan bagaimana seharusnya orangtua
menghukum anak, yakni orangtua menunjukan kesalahan dengan pengarahan
secara langsung, menunjukan kesalahan dengan isyarat, hardikan
dan pukulan. Hukumsn pukulan adalah jalan
terakhir untuk menghukum anak agar jera, namun pukulan tersebut harus didasari rasa
kasih sayang. Bunadi Hidayat, op.cit, hlm. 183.
[8]Menurut
sbagian madzhab Hanafi boleh menta'zir dengan pakai uang tapi bila sudah
taubat, harus dikembalikan uangnya.fiqh
ala al madzhab al-arba'ah 5/ 401.Yang tidak memperbolehkan silahkan dicek
di kitab tanwir al quluub,hasyiyah al
jamal ala al manhaj dan gyoyah talkhis a-lmurod hamisyi bughyah. “Dan tidak
boleh menta’zir (menghukum) dengan mencukur jenggot atau dengan mengambil
harta”.(Tanwiir al-Quluub , 2001),
hlm. 392.
No comments:
Post a Comment