Saturday, April 20, 2013

DENGAN KAEDAH KEPEMIMPINAN MELAWAN KEPALA






KATA PENGANTAR

        Tulisan ini dibuat ketika LPMP Riau mendapatkan pemimpin baru. Ada beberapa pegawai honorer, Satpam yang melawan kebijakan sang kepala. Pada bulan Maret 2013 penulis melihat banyak wartawan datang. Ada apa kiranya, ternyata maslah tuntutan pegawai honorer yang tidak setuju out  shorsing . Kemudian widyaiswara menjadi penengah antara yang menuntut dan yang duntut.Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Riau adalah Unit Pelaksana teknis Depdiknas yang dipimpin oleh seorang Kepala dan bertanggung jawab kepada Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) 
LPMP  Riau  memiliki fungsi : 
  1. Pemetaan mutu pendidikan dasar dan menengah termasuk TK, RA atau bentuk lain yang sederajat 
  2. Pengembangan dan pengelolaan sistem informjasi mutu pendidikan dasar dan menengah termasuk TK, RA atau bentuk lain yang sederajat 
  3. Supervisi satuan pendidikan dasar dan menengah termasuk TK, RA atau bentuk lain yang sederajat dalam pencapaian standar mutu pendidikan nasional 
  4. Fasilitasi sumberdaya pendidikan terhadap satuan pendidikan dasar dan menengah termasuk TK, RA atau bentuk lain yang sederajat dalam penjaminan mutu pendidikan 
  5. Pelaksanaan urusan administrasi LPMP 
          Tugas Dari LPMP Riau adalah sebagai berikut : 
Melaksanakan penjaminan mutu pendidikan dasar dan pendidikan menengah termasuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat di provinsi berdasarkan Kebijakan Mendiknas 
          Penulis peribadi sebagai widyaiswara, mencoba melihat sisi lain dari mutu pendidikan, yang dikemas dalam sebuah pantun:
KALAU TUAN MENCARI KUTU
      JANGAN DISURUH, ORANG BUTA
                   KALAU INGIN, PENDIDIKAN BERMUTU
                 TANAMKAN PRINSIP, BERWIRASWASTA

WALAUPUN LANCANGKUNING, BERLAYAR MALAM
TALINYA TETAP, BERPILIN TIGA
WALAUPUN PENATARAN, BERMACAM-MACAM
MENGAJARNYA GURU, BEGITU0BEGITU JUGA


         BAGAIMANA MAKAN, PAKAI KEJU
ADA VIRUS,  DI DALAM  ROTI
                  BAGAIMANA PENDIDIKAN, BISA MAJU
                            KURIKULUMNYA TERUS, BERGANTI-GANTI


JARUM LAMA, DI ATAS PETI
JARUM BARU, DI ATAS PEMATANG
KURIKULUM LAMA, BELUM DIKUASAI,
KURUKULUM  BARU, SUDAH DATANG
                                                                             



PENDAHULUAN

    Memang Setiap orang hakikatnya merupakan pemimpin, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw: Kullukum ro’in wa kullukum mas’ulun an ro’iyyatihi. Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggung jawaban dari kepemimpinannya itu.Namun untuk menjadi pemimpin yang baik diperlukan kiat-kiat tertentu, sehingga akhirnya dapat menjadi pemimpin yang matang dan bijak dalam mengemban tugasnya.
Adapun kiat-kiat menjadi pemimpin yang bijak antara lain:
                                                        
       Tidak Emosional Hal ini berarti orang yang temperamental, mudah marah, meledak-ledak, gampang tersinggung, sulit menjadi pemimpin bijak, jadi orang yang bijak adalah orang yang terampil mengendalikan diri. Berhati-hatilah jika kita termasuk orang yang mudah marah maka jika bertindak biasanya cenderung tergesa-gesa. Orang-orang yang emosional tersinggung sedikit oleh bawahannya akan sibuk membela diri dan membalas menyerang, ini tidak bijaksana karena yang dicari adalah kemenangan pribadi bukan kebenaran itu sendiri.


Tidak Egois

          Orang yang egois jelas tidak akan dapat menjadi pemimpin bijak, karena bijak itu pada dasarnya ingin kemaslahatan bersama, orang yang egois biasanya hanya menginginkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Orang yang bijak adalah orang yang mau berkorban untuk orang lain bukan mengorbankan orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri.
Suka, Cinta dan Rindu pada Nasihat Akan sangat bodoh jika kita masuk hutan tanpa bertanya kepada orang yang tahu mengenai hutan. Jika kita di beri nasihat seharusnya kita berterima kasih. Jika kita tersinggung karena di sebut bodoh maka seharusnya kita tersinggung jika disebut pintar karena itu tidak benar. Jika kita alergi terhadap kritik, saran, nasehat atau koreksi maka kita tidak akan bisa menjadi pemimpin yang bijak. Jika seorang pemimpin alergi terhadap saran atau nasehat, bahkan memusuhi orang atau bawahannya yang mengkritik, maka dia tidak akan pernah bisa menjadi pemimpin yang baik dan bijak.

Memiliki Kasih Sayang Terhadap Sesama

           Rasa sayang yang ada diharapkan tetap berpijak pada rambu-rambu yang ada seperti ketegasan. Diriwayatkan bahwa orang yang dinasehati oleh Rasulullah secara bijak berbalik menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Orang-orang yang bijak akan sayang terhadap sesama. Berbeda dengan orang-orang yang hidup penuh dengan kebencian, dimana kepuasan batinnya adalah menghancurkan orang lain. Pemimpin sebaiknya memiliki kasih sayang yang berlimpah tidak hanya pada waktu di tempat tugas saja. Tetapi kasih sayangnya juga tidak hanya untuk satu pihak atau kelompok melainkan merata untuk semua golongan.

Selalu Berupaya Membangun

         Orang yang bijak tidak hanyut oleh masa lalu yang membuat lumpuh tetapi selalu menatap ke depan untuk memperbaiki segalanya. Pemimpin yang bijak akan membangkitkan semangat bawahannya yang lemah, menerangi sesuatu yang gelap. Jika melihat orang yang berdosa, maka ia akan bersemangat untuk mengajak orang tersebut untuk bertaubat. Pemimpin yang bijak ingin membuat orang maju dan sangat tidak menyukai kehancuran dan kelumpuhan kecuali bagi kebatilan. Semangat pemimpin yang bijak adalah semangat untuk maju tidak hanya untuk dirinya tetapi juga bagi bawahannya dan orang lain disekitarnya.

         Jadi yang dibutuhkan seorang pemimpin bijak adalah pribadi yang tidak emosional, tidak egois, penuh kasih sayang, cinta akan nasihat dan memiliki semangat terus menerus untuk membangun dirinya, bawahannya atau yang dipimpinnya, ummat serta bangsa ini, dia tidak akan peduli walaupun dibalik kebangkitan yang ada dia mungkin akan tenggelam. Pemimpin yang bijak tidak peduli akan popularitas dan tidak peduli dengan adanya pujian manusia karena kuncinya adalah ketulusan hati, adalah tidak akan bisa bijak jika kita selalu mengharapkan sesuatu dari apa yang kita lakukan. Kita hanya akan menikmati sikap bijak jika kita bisa memberikan sesuatu dari rizki kita, bukannya mengharapkan sesuatu dari yang kita kerjakan.






BAB      I

MELAWAN DENGAN KAEDAH KEPEMIMPINAN

A.Kaedah kepemimpinan

Di bawah ini beberapa kaidah fikih di bidang fikih siyasah yang dianggap penting untuk diketahui:

1.تَصَرُّفُ الاِمَامِ عَلَى الرَّعِيَةِ مَنُوطٌ بِالمَصْلَحَةِ
 Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya bergantung kepada kemaslahatan”

       Kaidah ini memberikan pengertian, bahwa  setiap tindakan atau suatu kebijaksanaan para pemimpin yang menyangkut dan mengenai hak-hak rakyat dikaitkan dengan kemaslahatan rakyat banyak dan ditujukan untuk mendatangkan suatu kebaikan. Sebab pemimpin adalah pengemban amanah penderitaan rakyat (umat) dan untuk itulah ia ditunjuk sebagai pemimpin serta harus pula memperhatikan kemaslahatan rakyat.[i][3]

      Selain itu berdasarkan kaidah ini pula, seorang pemimpin dalam mengambil kebijaksanaan-kebijaksanaan terhadap sesuatu yang berhubungan dengan rakyat, tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip syari’at Islam, sehingga andaikata penguasa menetapkan seorang yang fasiq untuk menjadi imam shalat pun, menurut hukum tidak dibenarkan.[ii][4]

Banyak contoh yang berhubungan dengan kaidah tersebut yaitu setiap kebijakan yang mashlahah dan bermanfaat bagi rakyat maka itulah yang harus direncanakan, dilaksanakan, diorganisasikan, dan dinilai/dievaluasi kemajuannya. Sebaliknya, kebijakan yang mendatangkan mafsadah dan memudaratkan terhadap rakyat, itulah yang harus disingkirkan dan dijauhi.[iii][5] 

Secara umum sesungguhnya kaidah ini sudah termasuk dalam kandungan hadis Nabi: “Masing-masing dari kamu adalah pengembala (pemimpin), dan tiap-tiap pengembala (pemimpindimintai pertanggung jawaban atas pengembalaanya(kepemimpinannya)”[iv][6]

Contohnya: Seorang RT apabila membuat peraturan di wilayah kerjanya, haruslah yang membawa kemaslahatan bagi warganya bukan sebaliknya. Misalnya; pembuatan pos keamanan.

2.اَلْخِيَانَةُ لاَتَتَجَزَّأُ
“Khiyanah itu tidak dapat dibagi-bagi”[v][7]

Apabila seseorang tidak melaksanakan atau khianat terhadap satu amanah yang dibebankan kepadanya, maka ia  harus dipecat dari keseluruhan amanah yang dibebankan kepadanya.[vi][8] Contohnya: Seorang pejabat memiliki banyak amanah yang dibebankan kepadanya. Apabila ia melakukan kesalahan misalnya korupsi, maka ia dipecat dari jabatannya dan semua amanah yang dibebankan kepadanya lepas. Sebab melanggar salah satu dari amanat yang dibebankan yang berarti melanggar keseluruhan amanah.

3.اِنَّ الاِمَامَ أَنْ يَخْطَئَ فِي العَفْوِ خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَخْطَئَ فِي العُقُوبَةُ
“Seorang pemimpin itu, salah memberi maaf lebih baik dari pada salah dalam menghukum”

Maksud dari kaidah tersebut di atas menegaskan bahwa kehati-hatian dalam mengambil keputusan sangatlah penting. Jangan sampai akibat dari keputusan pemimpin mengakibatkan kemudharatan kepada rakyat dan bawahannya. Apabila seorang pemimpin masih ragu karena belum ada bukti yang meyakinkan antara memberi maaf atau menjatuhkan hukuman, maka yang terbaik adalah memberi maaf. Tetapi apabila sudah jelas dan meyakinkan bukti-buktinya maka seorang pemimpin harus berani dan tegas mengambil keputusan.[vii][9] Contohnya: Seorang hakim membebaskan seorang terdakwa yang belum ada bukti bahwa dia bersalah. Dari pada menjatuhkan hukuman dengan keraguan.

4.الوِلاَيَةُ الخَاصَّةُ أَقْوَى مِنَ الوِلاَيَةِ العَامَّةِ
“Kekuasaan yang khusus lebih kuat (kedudukannya) dari pada kekuasaan yang umum”

Dalam fikih siyasah, ada pembagian kekuasaan sejak zaman ke khalifahan. Pembagian kekuasaan itu terus berkembang, maka muncul berbagai lembaga kekuasaan dalam suatu Negara. Maksud kaidah di atas adalah bahwa kekuasaan lembaga-lembaga yang khusus lebih kuat kekuasaannya dari pada lembaga umum.[viii][10]

Contohnya: Ketua RT lebih kuat kekuasaannya dalam wilayahnya dari pada kepala desa, wali kelas lebih kuat kekuasaannya dalam kelasnya dari pada kepala sekolah atau wali nasab lebih kuat kekuasaannya terhadap anaknya dari pada wali hakim (dalam masalah pernikahan).

5.لاَيُقْبَلُ فِي دَارِ الإِسْلَامِ العُذْرُ بِجَهْلِ الأَحْكَامِ
“Tidak diterima di negeri muslim, pernyataan tidak tahu hukum”

Sudah barang tentu yang dimaksud tidak tahu hukum di sini adalah hukum yang bersifat umum karena masyarakat semestinya mengetahui, seperti hukum mentaati ulil amri adalah wajib, zakat itu wajib, dan lain sebagainya.[ix][11] Contohnya: Tidak ada alasan bagi para pengendara sepeda motor tidak mempunyai SIM dengan alasan tidak mengetahui kewajiban memilikinya, karena kewajiban memiliki SIM adalah hal yang pasti diketahui secara umum. 

6.الأَصْلُ فِي العَلاَقَةِ السِّلْمُ
“Hukum asal dalam hubungan antar negara adalah perdamaian”

Ajaran Islam baik dalam hubungan antar manusia, maupun antar negara adalah perdamaian. Perang hanya dilakukan untuk mempertahankan diri dari aggressor. Perang bersifat temporer dan dilakukan ketika satu-satunya penyelesaiannya adalah perang. Perang itu dalam keadaan darurat. Oleh karena itu, harus memenuhi persyaratan darurat. Apabila terpaksa terjadi perang, harus diupayakan untuk kembali kepada perdamaian baik dengan cara penghentian sementara, perjanjian, atau dengan melalui lembaga arbitrase.[x][12]
Contohnya: Apabila terjadi perselisihan antara pemimpin, maka alangkah baiknya ambil jalan damai dengan dibicarakan baik-baik.

7.كُلُّ مُبِيْعٍ لَمْ يَصِحُّ فِي دَارِالإِسْلَامِ لَمْ يَصِحُّ فِي دَارِ الحَرْبِ
“Setiap barang yang tidak sah dijualbelikan di negeri Islam maka tidak sah pula dilakukan di negeri harbi”

Negeri harbi adalah negara yang sedang berperang dengan negara Islam. Kaidah ini dipegang oleh mazhab Maliki dan Syafi’i. Kaidah ini berkaitan dengan teori Nasionalitas. Artinya, di mana pun berada, barang-barang haram tetap haram hukumnya.
Contonya: Dimana pun seorang muslim berada, yang namanya berjualan babi haram hukumnya untuk diperjualbelikan.

8.العَقْدُ يُرْعَى مَعَ الكَافِرِ كَمَا يُرْعَى مَعَ المُسْلِمِ
“Setiap perjanjian dengan orang nonmuslim harus dihormati seperti dihormatinya perjanjian sesama muslim”

Kaidah ini berlaku dalam akad, perjanjian, atau transaksi antara individu muslim dan nonmuslim dan antara negeri muslim dan negeri nonmuslim secara bilateral atau unilateral.[xi][13]
Contohnya: Apabiala seorang muslim berjanji kepada yang nonmuslim, maka ia wajib menepati janjinya, meskipun dia nonmuslim. Karena janji adalah hutang.

9.الجِبَايَةُ بِالحِمَايَةِ
“Pungutan harus disertai dengan perlindungan”

Kaidah ini menegaskan bahwa setiap pungutan berupa harta dari rakyat, baik berupa zakat, fee, rikaz, ma’dun, kharaj (pajak tanah bagi nonmuslim), wajib disertai dengan perlindungan dari pemerintah kepada warga yang sudah mengeluarkan apa yang dipungut tadi. Pemerintah tidak punya hak untuk memungut tanpa melindungi rakyatnya. Apabila tidak ada perlindungan dari pemerintah terhadap rakyatnya, maka pemerintah tidak berhak memungut apa pun dari rakyatnya. Yang dimaksud dengan perlindungan disini adalah rakyat harus dilindungi hartanya, darahnya, dan kehormatannya, termasuk didalamnya menciptakan kondisi keamanan yang menyeluruh agar bisa berusaha, bekerja dalam lapangan kerja yang halal, serta membangun sarana dan prasarana untuk kesejahteraan rakyatnya.[xii][14] 

Contonya: Di suatu komplek perumahan membayar seorang penjaga keamanan untuk menjaga komplek tersebut, maka penjaga keamanan itu wajib menjalankan tugasnya untuk menjaga komplek tersebut, karena itu sebuah amanah dari warga komplek.

10.الخُرُوجُ مِنَ الخِلَافِ مُسْتَحَبٌ
“Keluar dari perbedaan pendapat adalah disenangi”

Dalam kehidupan bersama sering terjadi perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat ini penting dalam memberi alternatif pemecahan masalah. Tetapi, berupaya untuk mencari jalan agar dapat diperoleh kesepakatan adalah disenangi yang awalnya terjadi perbedaan pendapat. Hal ini tidak lain adalah agar kehidupan masyarakat menjadi tenang kembali.[xiii][15]
 
Kaidah ini berdasarkan Sabda Nabi saw:[xiv][16]“Maka barang siapa menjaga diri dari syubhat (seperti perbedaan pendapat misalnya), maka ia telah mencari kebersihan untuk agama dan kehormatannya” (Muttafaq alaih)

Contohnya: Dalam suatu permusyawarahan terdapat perbedaan pendapat, maka alangkah bagusnya berupaya untuk menemukan kesamaan sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat.

11.مَا لاَيُدْرَكُ كُلُّهُ لاَيُتْرَكُ كُلُّهُ
“Apa yang tidak bisa dilaksanakan seluruhnya, jangan ditinggalkan seluruhnya”

Kaidah ini menyatakan bahwa apabila suatu keputusan yang baik sudah diambil, tetapi dalam pelaksanaannya banyak hambatan, maka tidak berarti harus meninggalkan seluruhnya. Akan tetapi, apa yang dapat dilaksanakan itulah yang dikerjakan sesuai dengan kesempatan dan kemampuan yang ada.[xv][17]
 
Contohnya: Pemberantasan tindak pidana pencurian oleh aparat kepolisian, tentu saja kepolisian, tidak bisa memberantas pencurian semuanya, namun kepolisian harus tetap menjalankan tugasnya semaksimal mungkin.

12.لَهُمْ مَالَنَا وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَيْنَا
“Bagi mereka ada hak seperti hak-hak yang ada pada kita dan terhadap mereka dibebani kewajiban seperti beban kewajiban terhadap kita”

Kaidah di atas menegaskan adanya persamaan hak dan kewajiban di antara sesama warga Negara yang dilandasi oleh moral ukhuwah wathaniyah (cinta tanah air), meskipun mereka berbeda warna kulit, bahasa, dan budaya serta kekayaannya. Ulama menggunakan kaidah di atas dalam konteks hubungan antar warga Negara muslim  dan dzimmi (kafir dzimmi). Mereka berkedudukan sama di hadapan penguasa dan hukum.[xvi][18]
 
Contohnya: Mau dia kaya, miskin, atau pun pejabat yang bertempat tinggal di Indonesia apabila dia melakukan pencurian atau pembunuhan maka dia dikenai hukuman yang berlaku.

Penutup

Dari pembahasan di atas tentang kaidah-kaidah yang berhubungan dengan siyasah/politik/kekuasaan (pemerintahan) maka penulis mengambil kesimpulan bahwa seorang pemimpin yang baik harus mengetahui keadaan warganya, dan membuat peraturan-peraturan yang bisa mengangkat martabat warganya sehingga menjadi lebih baik lagi. Apabila tidak bisa melakukan sesuatu, maka jaganlah ditinggalkan semuanya dan tetap melakukan untuk kebaikan rakyat secara semaksimal mungkin.


Daftar Pustaka

Buku

Djazuli .A, Kaidah-Kaidah Fikih Islam (kaidah-kaidah hukum islam dalam menyelesaikan maslah-masalah yang praktis), Jakarta: Kencana, 2007;
Musbikin Imam, Qawa’id Al-Fikihiyah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001
Suyuthi Pulungan (Fiqh Siyasah) Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994
Usman Muchlis. MA, Kaidah-Kaidah Istinbath Hukum Islam (kaidah-kaidah ushuliyah dan fikihiyah), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2002
Internet

http://loncubapeugetblog.blogspot.com/2011/06/kaidah-kaidah-hukum-islam-tentang.html (diunduh pada tanggal 27 mei 2012 jam 16.30)
http://diyaasaviella.blogspot.com/2012/02/pengertian-siyasah-hukum-islam.html (diunduh pada tanggal 27 mei 2012 mei 2012 jam 20.35)


[xvii][1]Suyuthi Pulungan (Fiqh Siyasah) Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994, hlm 22-23. Lihat juga dalam  http://diyaasaviella.blogspot.com/2012/02/pengertian-siyasah-hukum-islam.html
[xviii][2]A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih Islam (kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah yang praktis), Jakarta: Kencana, 2007,hal.147



[i][3]Imam Musbikin, Qawa’id Al-Fiqhiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001,hal.124

















1 comment:

Komentar Facebook