KATA
PENGANTAR
Mengapa penulis mencari hadits-Hdits tentang teknologi,
karena selama ini yang dipopulerkan
orang, hadits-hadits tentang bi’ah-bid’ah, sampai menumpuk dua lemari. Sekarang
kekurangan umat Islam adalah penguasaan teknologi, karena itu wajib hukumnya
umat Islam menggali ayat dan hadits tentang teknologi. Hadts –hadits itu asti
ada, cua belum menjadi ferhatian para
ahli hadits.
Ada hadits lain lagi yang ferlu dilacak, yaitu tentang
tehnik mengalahkan Yahudi dalam waktu singkat. Aa metodenya, dan apakah
langkah-langkahnya? Perlu diingat bahwa para Yahudi juga orang yang banyak
menguasai teknologi. Ketika enulis ertma kali kuliah di S3 UIN Suska Riau di
Pekanbaru th 2008, penulis menanyakan kepada Prof.Dr. Ilyas Husti, tentang
hadits berkaitan dengan teknologi,katanya ada, carilah sendiri.
Namun kalau boleh sedikit berkomentar, seharusnya kita tidak boleh terlalu apriori dengan perkembangan ilmu-ilmu keIslaman. Sebab kalau kita mau kembalikan semua ke zaman nabi, tentu semuanya akan menjadi bid'ah. Termasuk pembagian tauhid menjadi tauhid rububiyah, uluhiyah dan asma' wa sifat. Tidak ada satu pun hadits nabi yang menyebutkan ketiga macam tauhid itu.
Dan kalau boleh meminjam logika di atas,
pembagian tauhid menjadi tiga hal itu juga termasuk bid'ah. Sebab nabi SAW
tidak pernah mengajarkannya. Demikian juga para shahabat dan salafusshalih.
Ketiga istilah itu baru
kita kenal sejak Muhammad bin Abdul Wahhab menulis kitab Tauhid. Dan beliau
hidup di masa khalaf abad ke 18 M (1744 M). Apakah kita akan mengatakannya
sebagai bid'ah yang sesat dan membuat siapa saja yang mempelajari tauhid
Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai penghuni neraka? Rasanya kok tidak ya.
Bahkan kalau kita mau
jujur, istilah hadits shahih, hasan dan dhaif pun tidak pernah kita dengar di
masa nabi masih hidup. Istilah itu baru kita kenal ratusan tahun kemudian
setelah beliau SAW meninggal dunia. Para khalifah yang empat orang itu sama
sekali tidak mengenal ilmu hadits dengan semua jenis istilah (musthalah)
yang digunakan.
Lantas, apakah kita
akan mengatakan bahwa ilmu hadits dengan segala musthalahatnya adalah bid'ah?
Apakah Syiekh Al-Albani itu juga sesat dan masuk neraka karena mengajarkan dan
mengembangkan ilmu hadits yang di zaman nabi belum ada?
PENDAHULUAN
Apakah kita akan mengatakan bahwa ilmu
hadits dengan segala musthalahatnya adalah bid'ah? Apakah Syiekh Al-Albani itu
juga sesat dan masuk neraka karena mengajarkan dan mengembangkan ilmu hadits
yang di zaman nabi belum ada, tidak pernah dicontohkan olen Nabi Muhammad SAW.,?
Rasanya juga tidak kan? Dahulu sayyidina Umar radhiyallahu
'anhu pernah meminta
kepada khalifah Abu Bakar radhiyallahu 'anhu untuk menuliskan dan membukukan
Al-Quran, sesuatu tidak pernah Rasulullah SAW perintahkan. Mungkin kalau orang
yang anda ceritakan itu menjadi Abu Bakar, boleh jadi Umar sudah dikatakan ahli
bid'ah.
Seorang Abu Bakar bukan tipe orang yang pendek
akal dan sempit ufuk wawasan. Beliau terbuka dalam banyak hal termasuk untuk
membuat terobosan membukukan Al-Quran. Demikian juga dengan para shahabat
lainnya, mereka punya dasar fiqih yang kuat. Buktinya, ketika Abu Bakar
kemudian benar-benar menjalankan proyek penulisan dan pembukuan Al-Quran, kita
tidak mendengar ada komentar dari satu shahabat yang menuding beliau sebagai
ahli bid'ah.
Rupanya para shahabat di zaman itu
justru jauh lebih luas wawasannya dan bisa membedakan manaajaran Islamyang
asasi dan fundamental yang tidak boleh berubahdan mana yang sifatnya teknis
belaka sehingga menjadi sangat fleksibel. Maka ketika para fuqaha membuat
dasar-dasar (ushul) fiqih serta metode istimbath hukum, dengan segala istilah
dan metodologinya, kita juga tidak mungkin menuduhnya sebagai bid'ah sesat. Dan
ketika kita membagi ajaran Islam menjadi ushul dan furu', juga tidak bisa
disalahkan. Karena kenyataannya memang ada masalah yang fundamental dalam
agama, yaitu wilayah aqidah mendasar. Di mana bila seseorang punya pandangan
ushul yang keliru, bisa dikategorikan sebagai orang sesat.
Sedangkan dalam masalah furu',
perbedaan pendapat sangat dimungkinkan terjadi, lantaran tidak ada dalil yang sharih(eksplisit) dan
disepakat oleh semua ulama. Wilayah itu menjadi wilayah ijtihad dan kebenaran
menjadi tidak mutlak. Kita menyebut wilayah ini adalah wilayah furu', di mana
kesalahan dalam berijtihad di dalamnya tidak akan membawa pelakunya ke dalam
jurang kesesatan atau masuk neraka.
Alangkah tidak adilnya Allah SWT kalau
Dia memasukkan hamba-Nya ke neraka lewat jebakan-jebakan kecil yang tidak jelas
dalilnya. Dan alangkah naifnya seseorang ketika mengklaim bahwa hanya hasil
ijtihad dirinya saja yang paling sesuai dengan kemauan Allah SWT, sementara
hasil ijtihad orang lain selalu dianggap salah, batil dan tidak sesuai dengan
kemauan Allah.
BAB I
HADITS
TENTANG TEKNOLOGI
A.Teknologi Ruang Angkasa
1.Hadits Terhadap Ilmu Falak
Keguanaan mempelajari
hadits tentang ilmu falak ini secara teoritis dimaksudkan
untuk penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga
diharapkan lahir para ilmuan dan astronomi muslim, sementara secara praktis
adalah untuk keperluan yang terkait dengan masalah ibadah, seperti
shalat,kiblat, hisab rukyat serta gerhana. Shalat fardu dalamAl-Qur’an
sudah ditentukan waktunya sebagaimana dalam surat Al-Isra’ dinyatakan bahwa
shalat didirikan sejak matahari tergelincir sampai gelap malam dan waktu shubuh
dan dalam Surah Hud bahwa shalat itu didirikan pada waktu pagi dan petang.
Salah satu syarat sah shalat
adalah menghadap kiblat, hal ini merupakan kesepakatan para ulama dan sebagai
landasannya dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 144.
Dalam Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah Nabi bersabda: apabila kamu hendak mendirikan Shalat maka
sempurnakanlah wudhu lalu menghadap qiblat dan bertakbirlah.
Demikian juga hisab awal bulan, ilmu falak sangat
diperlukan untuk penentuan awal bulan, terutama awal Ramadhan, Syawal, dan Dzul
Hijjah.
Dengan demikian,dengan mengetahui dan memahami ilmu
falak seseorang dapat menentukan arah qiblat suatu tempat, seseorang dapat
mengetahui apakah waktu shalat sudah masuk atau belum dan seseorang dapat
mengetahui kapan ibadah puasa dimulai dan kapan akan berakhir.
Selanjutnya, dengan ilmu falak setiap muslim dapat
memastikan kemana arah kiblat bagi suatu tempat di permukaan bumi yang jauh
dari mekkah. Dengannya pula setiap muslim dapat mengetahui waktu shalat sudah
tiba atau matahari sudah terbenam untuk berbuka puasa. Dengannya juga perukyat
dapat mengarahkan pandangannya ke posisi hilal.dengan demikian ilmu falak atau
ilmu hisab dapat menumbuhkan keyakinan bagi setiap muslim dalam melakukan
ibadah, sehingga ibadahnya lebih khusyu’.
Kaitannya dengan hal tersebut dapat diperhatikan sabda
Rasulullah saw sebagai berikut:
ان خيار
عباداللهالذين يراعون الشمس واقمر لذكراله
“Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang baik adalah
mereka yang selalu memperhatikan matahari dan bulan untuk mengingat
Allah” (HR.At-Tabrani).
Ali bin Abi Thalib berkata:
من اقبس علما من النجوم
من حملة القران ازداد به ايمانا ويقينا
“Barangsiapa mempelajari ilmu pengetahuan tentang bintang-bintang
(benda-benda langit), sedangkan ia dari orang yang sudah memahami Al-Qur’an
niscaya bertambahlah iman dan keyakinannya”.
Syekh al-Akhdlari berkata :
واعلم باءن العلم
باالنجوم علم شريف ليس بلمجذمون
لانه يفيد في
الاوقات كالفجر
والاسحاروالساعات
وهكذا يليق
بالعباد
حين قيامهم الئ الاوراد
“Ketahuilah bahwasanya ilmu nujum (ilmu falak) itu ilmu yang
mulia, bukan ilmu yang tercela. Karena ilmu falak itu berguna untuk penentuan
waktu-waktu fajar, sahur. Begitu pula berguna bagi hamba-hamba Allah, kapan
mereka harus bangun untuk melakukan ibadah”.
Berdasarkan uraian Hadits – hadits diatas tentang
anjuran untuk mempelajari ilmu falak posisi hadits juga dikatakan sebagai
pembentukan hukum Islam, disini penulis berpendapat bahwa hadits sangat urgen
dalam kaitannya dengan ilmu falak. Karena sebagai sumber dan dasar hukum Islam
yang kedua setelah al-Qur’an, hadits sangat berperan dalam menetapkan hukum
tentang penetapan waktu shalat, penentuan arah kiblat dan penentuan awal
Ramadhan atau awal puasa. Seperti contoh hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim yang berbunyi:
”Berpuasalah karena melihat bulan, dan
berbukalah karena melihat bulan”. Disini, posisi hadits adalah sebagai dasar yang dijadikan rujukan oleh
jumhur Ulama untuk menetapkan awal Ramadhan atau awal puasa itu dengan metode
Rukyah. Sehingga dengan contoh ini menjadi jelaslah tentang posisi hadits dalam
pembentukan hukum Islam, khususnya dalam menetapkan hukum yang belum pernah
disinggung di dalam al-Qur’an yaitu tentang masalah rukyah. Selain rukyah, para
ahli hisab juga menggunakan hadits sebagai dalil metode hisab yang mereka
sepakati, yaitu ”Berpuasalah kamu karena melihat bulan, dan berbukalah
kamu karena melihat bulan, jika ternyata bulan tertutup atasmu, maka
kira-kirakanlah.” Jadi, disini
penulis tidak sepakat dengan golongan-golongan yang mengikngkari sunnah, karena
sudah jelas bahwa hadits sangat dibutuhkan bagi umat Islam khususnya dalam
masalah perintah yang berkaitan dengan ibadah mahdlah yaitu awal puasa atau
ramadhan. Meskipun nanti pada penerapan hadits itu ada penafsiran makna yang
berbeda-beda. Misalnya hadits yang dijadikan dalil ahli hisab, kata faqdurulahu
bagi ahli hisab dimaknai dengan kira-kirakanlah dengan perhitungan hisab itu
sendiri, sedangkan untuk ahli rukyah memaknai faqdurulahu dengan menggenapkan
bulan sya’ban menjadi 30 hari. Dengan demikian, jelas sekali anggapan dan
pemahaman cukup hanya dengan al-Qur’an tanpa memerlukan hadits adalah sesat,
batal dan tidak bisa diterima. Hal ini ditegaskan oleh al-Qur’an. al-Qur’an
menyebutkan bahwa Rasulullah adalah penjelas (mubayyin) terhadap apa yang
diturunkan Allah.
G. Nash-nash yang berkaitan dengan Ilmu Falak:
a. Firman Allah dan Hadis Nabi tentang Waktu Shalat
Ada beberapa teks nas baik
yang berasal dari Alqur’an maupun hadis Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan
tentang waktu-waktu shalat. Bila dalam Al-Qu’an penetapan awal waktu shalat
yang lima itu disebutkan secara implicit maka di dalam hadis Nabi penetapannya
disebutkan secara eksplisit. Adapun beberapa teks nash itu sebagai berikut :
¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. ’n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ.$Y?qè%öq¨B
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman.(Q.S An-Nisa:103)
- عن انس بن مالك رضي الله
عنه قال : فرضت على النبي صلعم الصلوات ليلة اسري به خمسين ثم نقصت حتي جعلت خمسا.
ثم نودي : يا محمد انه لا يبدل القول لدي. وان لك بهذها الخمس خمسين (رواه احمد و
النسائ والترمذى وصححه )
“ dari Anas bin Malik ra: difardhukan shalat-shalat itu pada malam
diisrakannya Nabi Muhammad SAW. Lima puluh,kemudian dikurang-kurangkannya
sampai menjadi lima, lalu diseru: “ Hai Muhammad ! Sesungguhnya tidak boleh
diganti ketetapan disisi-Ku itu, dan sesungguhnya bagi engkau denganyanglimaini
akan memperoleh lima puluh pahala.”
- عن طلحة بن عبيدالله رضي
الله عنه قال : ان اعربيا جاء الى رسول الله
صلعم ثائر الرأس فقال : يارسول الله
اخبرني ما فرض الله علي من الصلوة ؟ قال : الصلوات الخمس الا ان تطوع شيئا (متفق
عليه)
‘ dari Thalhah bin Ubaidillah ra: Bahwa seorang Badui telah dating kepada
Rasulullah SAW. Berambut kusut, kemudian dia bertanya : Ya Rasulullah,
ceritakanlah kepadaku apa-apa yang telah Allah fardukan atasku dari pada shalat
? Rasulullah menjawab : Shalat yang lima, kevuali jika engkau berthathawwu’ . “
- عن عبدالله بن عمر ورضي
الله عنه قال : ان النبي صلعم قال : وقت الظهر اذا زالت الشمس وكان ظل الرجل كطوله
مالم يحضر العصر, ووقت العصر مالم تصفر الشمس, ووقت صلاة المغرب مالم يغب الشفتي,
ووقت صلاة العشاء الى نصف اليل الأوسط, ووقت صلاة الصبح من طلوع الفجر مالم تطلع
الشمس (رواه مسلم)
Dari Abdullah bin Amar ra : berkata
: Sesungguhnya Nabi SAW bersabda waktu zuhur apabila tergelincir matahari,
sampai baying-bayang seseorang sama dengan tingginya, yaitu selama belum datang
waktu ashar. Dan waktu ashar selama matahari belum menguning. Dan waktu magrib
selama syafaq belum terbenam ( megah merah ). Dan waktu shalat isya sampai
tengah malam yang pertengahan. Dan waktu shubuh mulai fajar menyingsing sampai
selama matahari belum terbit”.
- عن جابرين عبدالله
رصيالله عنه قال: ان النبي صلعم جاءه جبريل عليه السلام فقال له قم فصله فصلي
الظهر حتي زالت الشمس ثم جاءه العصر فقال قم فصله فصلي العصرحين صار ظل كل
شيئ مثله ثم جاءه المغرب فقال قم فصله فصلي المغرب حين وجبث الشمس ثم جاءه
العشاء فقال: قم فصله فصلي العشاء حين غاب الشفق ثم جاعه الفجر فقال: قم فصله فصلي
الفجرحين برق الفجر او قال سطع الفجر ثم جاءه من الغد للظهر فقال قم فصله فصلي
اللظهر حين صار ظل كل شيئ مثله ثم جاءه العصر فقال: قم فصله فصلي
العصر حين صار ظل كل شيئ مثله ثم جاءه المغرب وقناواحدالم يزل عنه ثم جاءه
العشاء حسن ذهب نسف اليل او قال ثلث اليل فصلي العشاء ثم جااءه حين اسفر جدا فقال
قم فصله الفجر ثم قال ما بين هذين الوقتين وقت ( رواه احمد والنسائ الترمذئ بنحوه
)
“ dari Jabir bin Abdullah ra : berkata: Telah dating kepada Nabi SAW.
Jibril AS. Lalu berkata kepadanya: bangunlah! Lalu shalatlah!, kemudian Nabi
shalat Zuhur dikala matahari tergelincir. Kemudian ia dating lagi kepadanya di
waktu ashar lalu berkata: bangunlah ! lalu shalatlah, kemudian Nabi shalat
Ashar dikala baying-bayang sesuatu sama dengannya.kemudian ia dating lagi kepadanya
di waktu magrib, lalu berkata: bangunlah!lalu shalatlah, kemudian Nabi shalat
magrib, dikala matahari terbenam. Kemudian ia dating lagi kepadanya di waktu
isya lalu berkata:bangunlah! Lalu shalatlah!, kemudian nabi shalat isya di kala
mega merah telah terbenam. Kemudian ia dating lagi kepadanya di waktu fajar
lalu berkata: bangunlah lalu shalatlah! Kemudian Nabi shalat fajar dikala fajar
menyingsing, atau ia berkata di waktu fajar bersinar.
Kemudian ia dating pula keesokan harinya pada waktu Zuhur, kemudian ia
berkata kepadanya: bangunlah lalu shalatlah! Kemudian Nabi shalat Zuhur di kala
baying-bayang sesuatu dengannya. Kemudian ia dating lagi kepadanya di waktu
Ashar dan ia berkata: bangunlah lalu shalatlah! Kemudian nabi shalat Ashar
dikala baying-bayang sesuatu dua kali sesuatu itu. Kemudian ia dating lagi
kepadanya di waktu Magrib dalam waktu yang sama, tidak tergeser dari waktu yang
sudah. Kemudian ia dating lagi kepadanya di waktu Isya dikala telah berlalu
separuh malam, atau ia berkata: telah hilang sepertiga malam, kemudian Nabi
shalat Isya.kemudian ia dating lagi kepadanya dikala telah bercahaya benar dan
ia berkata : bangunlah lalu shalatlah!, kemudian Nabi shalat Fajar.kemudian
Jibril berkata: Saat diantara dua waktu itu adalah waktu shalat.”[3]
Adapun
hadits yang menerangkan waktu-waktu shalat adalah hadits yang diriwayatkan oleh
imam Muslim dan lainnya dari Abu Musa al-Asy’ari dari Nabi saw:
- انه اتاه سائل يساله عن مواقت
الصلاة فلم يرد عليه شيئا، وفـى رواية اخرى قال: اشهد معنا الصلاة، قال:
فاقامالفجر حين انشق الفجر: واناس لا يكاد يعرف بعضهم بعضا، ثم امره فاقام باالظهر
حين زالت الشمس والقائل يقول: قد انتصف النهار وهو كان اعلم منهم، ثم امره فاقام
بالظهر حين زالت الشمس، والقائل يقول: قدانتصف النهأر وهو كان اعلم منهم، ثم امرهم
فاقام بالعصر والشمس مرتفعة، ثم امره فاقام بالمغرب حين وقعت الشمس، ثم امره فأقام
العيشاء حين غاب الشفق.
ثم اخر الفجر من الغد، حتى انصرف منها والقائل: قد
طلعت الشمس او كادت، ثم اخر العصر حتى كان قريبا من وقت العصر بالامس، ثم اخر
العصر حتى العصر حتى انصرف منها والقائل يقول: قداحمرت الشمس، ثم اخر العشاء حتى
كان ثلث اليل الاول، ثم اصبح، فدعا السائل فقال: الوقت بين هذين.
"Bahwa telah datang kepada beliau
seseorang yang menanyakan kepada beliau tentang waktu-waktu shalat. Maka,
beliau tidak menjawabnya sedikitpun. Dan menurut suatu riwayat lain, beliau
bersabda : “ikutilah shalat bersama kami. Kata Abu Musa: Maka Nabi mendirikan
shalat Shubuh ketika terbit fajar, sedang orang-orang hampir tidak mengenali
sesamany. Kemudian Nabi menyuruh orang tadi memperhatikan, lalu beliau
mendirikan shalat Zhuhur ketika matahari telah tergelincir. Sedang
penanya itu berkata : “Sesungguhnya telah tiba pertengahan siang.” Dan Nabi
tentu lebih tahu daripada orang-orang lainnya. Maka, kemudian Nabi
menyuruh mereka memperhatikan, lalu mendirikan shalat ‘Ashar, sedang matahari
masih tinggi. Kemudian, Nabi menyuruh penanya tadi memperhatikan, lalu
mendirikan shalat Maghrib ketika matahari telah terbenam. Kemudian Nabi
menyuruhnya memperhatikan pula, lalu mendirikan shalat ‘Isya ketika megah merah
telah tiada. Kemudian besoknya, Nabi mengakhirkan shalat shubuh, sehingga
beliau usai dari padanya, sedang penanya itu berkata : “ Sesungguhnya matahari
telah atau hampir terbit.” Kemudian, Nabi mengakhiri shalat Zhuhur sampai
mendekati waktu ‘Ashar yang kemarin. Kemudian, beliau mengakhiri shalat ‘Ashar
sampai usai daripadanya, sedang penanya itu mengatakan, “sesungguhnya matahari
telah berwarna merah.” Kemudian beliau mengakhirkan shalat ‘Isya sampai saat
sepertiga malam yang pertama. Kemudian beliau melakukan shalat Shubuh, maka
dipanggilnya penanya tadi, lalu sabda beliau: “waktu shalat adalah diantara
kedua wali tadi".
Dari beberapa teks nas diatas
dijelaskan bahwa sesungguhnya shalat merupakan kewajiban kaum Mu’min yang
ditentukan waktunya ( An-Nisa : 103 . mengenai berapa kali shalatitu mesti
ditunaikan dan kapan waktu pelaksanaanya, Tuhan dalam firmannya hanya
memberikan isyarat-isyarat saja. Misalnya seperti yang termaktub dalam surat
Thaha ayat 130 “ Dan bertsbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari
dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah”. Penjelasan mengenai kedua hal
itu ada dalam Hadis Nabi SAW. Diantaranya Hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim dari Abdullah bin Amar ra, berkata : sesungguhnya Rasulullah SAW
Bersabda: waktu Dzuhur apabila tergelincir matahari sampai baying-bayang
seseorang sama dengan tingginya yaitu selama belum dating Ashar, waktu Ashar
selama matahari belum menguning, waktu shalat Magrib selama syafaq belum
terbenam ( hilang), dan waktu shalat isya sampai tengah malam yang pertengahan
dan waktu shubuh mulai fajar menyingsing sampai selama matahari belum terbit.
Berdasarkan hadis ini maka sudah menjadi ijma di kalangan fuqaha bahwa “ masuk
waktu” merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Berdasarkan bunti teks hadis
itu dapat diketahui bahwa shalat yang diwajibkan itu ada lima waktu. Yaitu
Dzuhur, Ashar, Magrib, Isya dan Shubuh dengan batasan waktu yang didasarkan
pada perjalanan matahari sehari semalam.
Bila kita melakukan shalat
dengan batasan waktu sesuai dengan bunyi teks hadis di atas maka kita akan
mengalami banyak kesulitan, misalnya tiap akan melakukan shalat Ashar maka
setiap itu pula kita membawa tongkat untuk di ukur tinggi baying-bayangnya,
untuk magrib kita harus mengetahui apakah matahari sudah terbenam atau
belum. Demikian pula untuk Isya, shubuh Dzuhur setiap itu pula kita akan
melihat awan, fajar dan matahari.padahal tidak setiap saat sinar matahari dapat
dilihat di setiap tempat. Sementara itu berdasarkan observasi yang dilakukan
para astronom diketahui bahwa perjalanan harian matahari relative tetap, maka
terbit tergelincir dan terbenamnya dengan mudah dapat diperhitungkan termasuk
kapan matahari itu akan membentuk bayangan suatu benda sama panjang dengan
bendanya juga dapat diperhitungkan untuk setiap hari sepanjang tahun.
Untuk kemaslahatan maka hisab
sebagai satu-satunya cara dalam menentukan masuknya waktu shalat tidak
diperselisihkan penggunanaannya.
b. Firman Allah dan Hadis Nabi tentang Arah Kiblat
Oleh karena menghadap kiblat itu berkaitan dengan
ritual ibadah yakni shalat, maka ia baru boleh dilakukan setelah ada ketetapan
atau dalil yang menunjukan bahwa menghadap kiblat itu wajib. Hal ini sesuai
dengan kaidah fiqhiyyah : “ al-ashlu fi al-ibadah al-buthlan hatta yaquuma
al-daliilu ‘ala al-amri[4].
Ada beberapa nash yang memerintahkan kita untuk
menghadap kiblat dalam shalat baik nash al-Qur’an maupun Hadis. Adapun
nash-nash al-Qur’an adalah pada surat Al-Baqarah : 144, 149 dan 150, sementara
hadis Nabi SAW yang secara tegas menyebutkan kewajiban menghadap kiblat pada
saat shalat adalah sebagai berikut :
Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke
langit, Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.[5]
Untuk memperkuat firman Allah diatas pada surat
Al-baqarah ayat 144 ada hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Usama bin Zaid:
- ما دخل النبي صلي االله
عليه وسلم البيت دعا في نواحيه كلها. ولم يصل حتي خرج منه , فلما خرج صلي
ركعتين من قبل الكعبة وقال: هذه لقبلة
Ketika Nabi SAW Masuk ke baitullah ( ka’bah), maka
beliau berdo’a diseluruh penjurunya. Beliau tidak mengerjakan shalat kecuali
setelah keluar daripadanya. Maka ketika telah keluar, beliau mengerjakan shalat
dua rakaat seraya menghadap ka’bah, lalu beliau bersabda:” inilah kiblat”.[6]
Adapun hadis Nabi SAW yang secara tegas menyebutkan
kewajiban menghadap kiblat pada saat shalat adalah :
- عن ابي هريرة رضي الله
عنه قال : قال النبي صلعم : اذا قمت الى الصلاة فاسبغ الوضؤ ثم استقبل القبلة وكبر
“ Dari Abu Hurairah ra. Nabi SAW bersabda : bila
hendak shalat maka sempurnakanlah wudhu, lalu menghadaplah ke kiblat kemudian
takbir”[7]
- عن انس بن مالك رضي الله
عنه قال : ان النبي صلعم كان يصلى نحو اتبيت المقدس فنزلت : قد نرى تقلب وجهك في
السماء فلنولينك قبلت ترضاها فول وجهك شطر المسجد الحرام. فمر رجل من بنـي سلمة
وهم ركوع فى صلاة الفجر وقد صلوا ركعة, فنادى الا انالقبلة قد حولت فمالوا كما هم
نحو القبلة
“ Dari Anas bin Malik ra. Bahwa Rasulullah SAW (pada
suatu hari) sedang shalat menghadap ke Baitul Maqdis, kemudian turunlah ayat “
Sungguh kami melihat mukamu menengadah ke langit ( sering melihat ke langit
berdo’a agar turun wahyu yang memerintahkan berpaling ke baitullah). Sungguh
kami palingkan mukamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu kea rah
mesjidil haram”. Kemudian ada orang dari Bani Salamah sedang melakukan ruku’
pada shalat fajar pada raka’at kedua. Lalu Nabi menyeru “ Ingatlah bahwa kiblat
telah diubah”. Lalu, mereka berpaling kearah kiblat (Baitullah).[8]
Dalam surat al-Baqarah ayat 149-150 Allah berfirman
dengan mengungkapkan kata فول وجهك شطر المسجد sampai tiga kali, menurut Ibnu Abbas itu
sebagai ta’kid, sementara Fakhruddin ar-Razi berpendapat ungkapan itu karena
disesuaikan dengan keadaan, ungkapan yang pertama ditujukan pada orang-orang
yang menyaksikan ka’bah, ungkapan kedua ditunjukkan untuk orang-orang yang di
luar mesjid al-Haram sedangkan ungkapan yang ketiga ditujukan untuk orang-orang
dari negeri-negeri yang jauh.[9]
Bila pada masa Nabi Muhammad saw. Kewajiban menghadap
kiblat yakni Ka’bah itu tidak banyak menimbulkan masalah karena umat islam
masih relative sedikit dan kebanyakan tinggal di seputar Mekkah sehingga mereka
bisa melihat wujud Ka’bah. Berbeda halnya dengan keadaan pasca Nabi SAW. Saat
ini, umat Islam sudah banyak jumlahnya dan tinggal tersebar di berbagai belahan
dunia yang jauh dari Mekkah. Apakah kewajiban menghadap kiblat itu harus pada
fisik ka’bah (‘ain al-ka’bah) atau cukup dengan arahnya saja (Syathrah atau
jihah).
Para ulama sepakat bahwa bagi orang-orang yang melihat
ka’bah wajib menghadap ‘ain ka’bah dengan penuh keyakinan. Sementara itu, bagi
mereka yang tidak bisa melihat ka’bah maka para ulama berbeda pendapat. Pertama, jumhur ulama selain Syafi’iyah berpendapat cukup dengan
menghadap jihah ka’bah. Kedua, Syafi’iyah berpendapat bahwa diwajibkan bagi yang jauh
dari Mekkah untuk mengenai ‘ain ka’bah yakni wajib menghadap ka’bah sebagaimana
yang diwajibkan pada orang-orang yang menyaksikan ‘ain ka’bah[10].
Berkaitan dengan kewajiban menghadap kiblat yang
terilhami dari perintah agama, maka ilmu pengetahuan berupaya untuk
menyelaraskan apa yang dimaui oleh nash itu dengan melihat fenomena alam dalam
hal ini adalah keadaan bumi yang relative bulat. Implikasinya adalah kemanapun
muka kita dihadapkan akan bertemu juga dengan Ka’bah. Persoalannya apakah yang
dimaksudkan dengan arah itu ? menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “arah”
itu mempunyai dua arti, yaitu “menuju” dan “menghadap ke”.kiblat.
Apabila arti arah tersebut digunakan dalam konteks
ini, maka menjadi relatiflah menghadap ke arah ka’bah itu karena dapat
dilakukan dengan menghadap kedua arah yang berlawanan. Oleh karena itu, para ahli
astronomi menggunakan arah dalam pengertian jarak terdekat dari suatu tempat ke
Mekkah.[11] Yang dapat diukur
melalui lingkaran besar. Maka, menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, setelah menafsirkan
“kiblat” pada ayat 144 surat al-Baqarah dengan “arah kiblat”.kaum muslimin
harus mengetahui posisi Baitul Haram dengan cara mempelajari ilmu Bumi dan Ilmu
Falak[12].
Dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ilmu falak atau
astronomi maka menentukan arah kiblat bagi suatu tempat di bumi bukan merupakan
sesuatu yang sulit untuk dilakukan.
Firman Allah dan Hadis Nabi tentang
Hisab dan Rukyat.
Secara garis besar ada dua metode dalam menentukan awal bulan Qamariyah
khususnya pada bulan-bulan yang ada kaitannya dengan ibadah seperti Ramadhan,
Syawwal dan Dzulhijjah, yaitu metode rukyat dan metode hisab. Metode rukyat
inilah yang pertama kali digunakan oleh umat islam sejak masa Nabi Muhammad
SAW. Dalam perkembangannya sekarang rukyat, selain dilakukan dengan mata
telanjang juga dilakukan dengan terpotong. Untuk menunjang keberhasilan rukyat
maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan-perhitungan terhadap ketinggian
hilal dan posisi hilal terhadap matahari dengan berdasarkan pada data-data
astronomi modern. Dengan demikian, akurasi hasil rukyat bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Rukyat ini dilakukan pada
saat matahari terbenam tanggal 29 Sya’ban untuk menentukan 1 Ramadhan, tanggal
29 Ramadhan untuk menentukan 1 Syawwal dan tanggal 29 Dzulqaidah untuk
menentukan 1 Dzulhijjah. Bila pada malam tanggal 29 pada bulan-bulan tersebut rukyat
berhasil -hilal dapat dilihat- maka malam itu dan keesokan harinya
ditetapkan sebagai tanggal baru bulan berikutnya. Akan tetapi, apabila rukyat
tidak berhasil maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal
30 bulan yang sedang berlangsung atau dikenal dengan istilah istikmal.
Adapun dasar digunakannya
rukyat sebagai metode dalam penentuan awal bulan Qamariyah adalah Surat
al-Baqarah ayat 189:
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit
itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah
kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu
ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari
pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.[13]
Dari firman Allah tersebut dapat diketahui bahwa bulan
sabit (hilal) sebagai tanda waktu bagi pelaksanaan ibadah, seperti penentuan
awal bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Kemudian dalam surat al-Baqarah
ayat 185:
Ayat tersebut menjelaskan bahwa cara melaksanakan
puasa adalah dengan mengetahui dirinya menyaksikan hilal atau rukyatul hilal
karena syahida dalam ayat itu bermakna melihat atau menyaksikan. Muhammad Ali
As-Sayis[14] menjelaskan dalam
tafsirnya bahwa term syahida itu mempunyai dua makna yaitu hadir di bulan
Ramadhan dan menyaksikan bulan dengan akalnya dan pengetahuannya. Hadir di sini
dimaknai sebagai mengetahui hadirnya bulan Ramadhan yakni dengan jalan rukyat.
Penggunaan metode rukyat selain
didasarkan pada nash Al-Qur’an, juga didasarkan pada Hadis-hadis Nabi Muhammad
SAW, berikut:
- صوموا لرؤيته وافطروا
لرؤيته فان غبي عليكم فاكملوا عدة شعبان ثلاثين (رواه البخاري)
“ Berpuasalah karena kamu melihat hilal, dan berbukalah karena kamu melihat
hilal. Apabila hilal itu tertutup debu atasmu maka sempurnakanlah bilangan
Syahban tiga puluh”( H.R Bukhari )
- اذا رايتموا الهلال
فصوموا واذا رايتموا فافطروا فان غم عليكم فاقدروا له (رواه مسلم)
“ Bila kamu
melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka berbukalah.
Bila hilal itu tertutup awan maka kira-kirakanlah ia “. ( H.R Muslim ).
Berdasarkan hadis-hadis di atas, penetapan awal-awal bulan Qamariyah khususnya
awal bulan Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah adalah dengan jalan rukyatul hilal
yaitu melihat secara langsung hilal sesaat setelah matahari terbenam pada hari
ke 29 atau dengan jalan istikmal yakni menggenapkan bilangan bulan itu menjadi
30 hari manakala rukyat yang dilakukan itu tidak berhasil.
Sementara itu, digunakannya metode hisab dalam menetapkan awal bulan qamariyah
yang digunakan sebagian umat Islam bukan didasarkan pada pengetahuan akal
semata dengan melepaskan diri dari nash. Akan tetapi, mereka juga menggunakan
nash baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun Hadis Nabi Muhammad SAW.
Pada Surat Yunus ayat 5 :
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak, dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.[15]
Surat Al-Isra ayat 12:
Dan kami jadikan malam dan
siang sebagai dua tanda, lalu kami hapuskan tanda malam dan kami jadikan tanda
siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu
mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu Telah kami
terangkan dengan jelas.
Dalam kitab-kitab tafsir[16] disebutkan bahwa
ayat tersebut menerangkan tentang susunan dan hokum yang berlaku di ruang
angkasa yang juga menunjukkan akan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT dalam
mengatur alam semesta dengan harmonis. Dengan ayat ini pula manusia dapat
memahami manfaat dari sinar matahari dan cahaya bulan, malam untuk beristirahat
dan siang untuk mencari penghidupan ( bekerja ) dan melakukan perjalanan. Juga
ditetapkan pada masing-masing benda langit itu garis edar masing-masing
sehinggan memudahkan manusia dalam menghitung dan mengetahui bilangan
tahun,bulan, hari dan seterusnya yang pada akhirmya manusia dapat membuat
perencanaan-perencanaan bagi diri, keluarga dan masyarakat dalam menjalani
hidup dan kehidupannya sebagai anggota masyarakat dan hamba Allah SWT.
Selanjutnya, dengan ayat ini manusia berdasarkan pada adanya peredaran bulan
dan matahari yang tetap dan harmonis dapat mengetahui perhitungan tahun, bulan
dan hari. Manusia juga dapat melakukan perhitungan terhadap pelaksanaan haji
sehingga kewajiban-kewajiban agama itu dapat dilaksanakan tepat waktu.
Hadis Nabi Muhammad SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim berikut:
- صوموا لرؤيته وافطروا
لرؤيته فان غبي عليكم فاكملوا عدة شعبان ثلاثين (رواه البخاري)
“Berpuasalah karena kamu melihat hilal, dan berbukalah karena kamu melihat
hilal. Apabila hilal itu tertutup debu atasmu maka sempurnakanlah bilangan
Syahban tiga puluh”( H.R Bukhari )
Baik
surat al-Baqarah ayat 185 maupun hadis di atas jelas
menetapkan bahwa mengawali berpuasa dan berhari raya hendaklah dengan rukyat.
Mereka memahami rukyat dalam arti melihat dengan ilmu atau akal ( rukyat bil
ilmi ), pemahaman ini diperkuat oleh hadis
Izinkan Saya Mbah Agus Darma Untuk Memberikan Solusi Terbaik Untuk Anda Yang Sangat Membutuhkan.Ada Berbagai Cara Untuk Membantu Mengatasi Masalah Perekonomian,Dengan Jalan ; 1,Melalui Angka Togel Jitu ; Supranatural 2,Pesugihan Serba Bisa 3,Pesugihan Uang Balik/Bank ghaib 4,Ilmu Pengasihan 5,DLL HANYA DENGAN BERMODALKAN KEPERCAYAAN DAN KEYAKINAN,INSYA ALLAH ITU SEMUANYA AKAN BERHASIL SESUAI DENGAN KEINGINAN ANDA... Dunia yang akan mewujudkan impian anda dalam sekejab dan menuntaskan masalah keuangan anda dalam waktu yang singkat. Mungkin tidak pernah terpikir dalam hidup kita untuk menyentuh hal hal seperti ini. Ketika terpikirkan kekuasaan, uang dalam genggaman, semua bisa dikendalikan sesuai keinginan kita.Semua bisa diselesaikan secara logika.Tapi akankah logika selalu bisa menyelesaikan masalah kita. Pesugihan Mbah Agus Darma memiliki ilmu supranatural yang bisa menghasilkan angka angka putaran togel yang sangat mengagumkan, ini sudah di buktikan member bahkan yang sudah merasakan kemenangan(berhasil), baik di indonesia maupun di luar negeri.. ritual khusus di laksanakan di tempat tertentu, hasil ritual bisa menghasilkan angka 2D,3D,4D,5D.6D. sesuai permintaan pasien.Mbah bisa menembus semua jenis putaran togel. baik itu SGP/HK/Malaysia/Sydnei,Dll maupun putaran lainnya. Mbah Akan Membantu Anda Dengan Angka Ghoib Yang Sangat Mengagumkan "Kunci keberhasilan anda adalah harus optimis karena dengan optimis.. angka hasil ritual pasti berhasil !! BERGABUNGLAH DAN RAIH KEMENANGAN ANDA..! Tapi Ingat Kami Hanya Memberikan Angka Ritual Kami Hanya Kepada Anda Yang Benar-benar dengan sangat Membutuhkan Angka Ritual Kami .. Kunci Kami Anda Harus OPTIMIS Angka Bakal Tembus…Hanya dengan Sebuah Optimis Anda bisa Menang…!!! Apakah anda Termasuk dalam Kategori Ini 1. Di Lilit Hutang 2. Selalu kalah Dalam Bermain Togel 3. Barang berharga Anda Sudah Habis Buat Judi Togel 4. Anda Sudah ke mana-mana tapi tidak menghasilkan Solusi yang tepat Jangan Anda Putus Asa…Selama Mentari Masih Bersinar Masih Ada Harapan Untuk Hari Esok.Kami akan membantu anda semua dengan Angka Ritual Kami..Anda Cukup Mengganti Biaya Ritual Angka Nya Saja… Apabila Anda Ingin Mendapatkan Nomor Jitu 2D 3D 4D 6D Dari Mbah Agus Darma Selama Lima Kali Putaran,Silahkan Bergabung dengan Uang Pendaftaran Paket 2D Sebesar Rp. 500.000 Paket 3D Sebesar Rp. 700.000 Paket 4D Sebesar Rp. 1.000.000 Paket 6D Sebesar Rp. 1.500.000 dikirim Ke Rekening BRI.Atas Nama:No Rekening PENDAFTARAN MEMBER FORMAT PENDAFTARAN KETIK: Nama Anda#Kota Anda#Kabupaten#Togel SGP/HKG#DLL LALU kirim ke no HP : ( 0823-8738-4409 ) SILAHKAN HUBUNGI EYANG GURU:0823-8738-4409
ReplyDelete