DALAM SETIAP KEGALAUAN
ADA SETITIK KETENANGAN
DALAM KEBUSUKAN
ADA SETITIK KEHARUMAN
PANDAI-PANDAILAH MENYIKAPINYA
BERBAIK SANGKALAH
KEPADA TUHAN
Muhammad Rakib Jamari
PENDAHULUAN
Ibarat Durian Yang Busuk
Sebagai dosen ilmu perbandingan Agama, penulis mengajak pembaca membuka
al-Qur'an dan Injil
Ayat bacaan: 2 Korintus 2:16
========================
"Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan. "
========================
"Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan. "
QS Al-Baqarah : 216
Bolehjadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu. Bisa saja kamu sangat mencintai sesuatu, tapi ia tidak baik bagimu.Umar bin Khattab awalnya sngat membenci Muhammad SAW., tapi akhirnya malah beliau yang paling membela Muhammad SAW.
INI SEKEDAR ILUSTRASI
Buah durian bagaikan buah surga yang dibawa alien dari luar angkasa. Sebagian besar mengatakan bahwa durian memiliki bau seperti bawang putih, entah dari mana mereka bisa mengatakan mirip. Rasanya menjijikkan, ada yang sampai hampir muntah sebelum mencoba dan sebagainya. Ada yang mengatakan, baunya seperti kaus kaki, tapi rasanya lezat seperti piza. Lucu sekali rasanya melihat pola dan tingkah laku orang Bule mereka ketika mencoba durian. Jangankan mencoba, membelahnya saja sudah salah. Anda termasuk penggemar atau pembenci durian? Begitu unik dan kontroversialnya buah durian ini, bagi yang suka akan rela mengeluarkan kocek berapapun untuk bisa mendapatkan durian, sementara bagi sebagian lainnya buah ini dianggap menjijikkan. Bahkan di beberapa negara buah durian dinyatakan sebagai buah terlarang untuk masuk ke negaranya. Durian itu harum dan lezat bagi sebagian orang, tapi busuk dan menjijikkan bagi sebagian lainnya.
Seperti apa "bau" kita bagi orang lain? Paulus pernah pada suatu kali menggambarkan hal ini. "Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana." (2 Korintus 2:14). Keharuman pengenalan akan Kristus seharusnya tercermin lewat sikap, perbuatan dan tingkah laku kita, duta-dutaNya di dunia ini. Hidup kita seharusnya memancarkan keharuman Kristus dengan menjadi terang dan garam di mata dunia. Berbagai kesaksian-kesaksian dalam hidup kita seharusnya bisa menyebarkan keharuman akan Kristus kemanapun kita pergi. Tapi seperti durian tadi, bau dari diri kita bisa saja dinilai berbeda. Bagi sebagian orang kita bisa dipandang sebagai suatu keharuman. Mereka akan suka berada di dekat kita, merasa sukacita dan damai ketika kita ada bersama mereka. Namun sebaliknya bagi yang menolak. Mereka akan menganggap kita bagaikan sampah yang berbau busuk, menjijikkan, dan harus dihindari atau ada pula yang lebih ekstrim lagi hingga ingin menghancurkan. Dan itulah yang kita hadapi sebagai pengikut Kristus. Akan ada saja orang-orang yang membenci kita karena kita menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Paulus mengatakannya demikian "Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan." (ay 16). Ayat ini hadir mengikuti ayat sebelumnya yang berbunyi: "Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa." (ay 15). Jadi yang dimaksud Paulus dengan "yang terakhir" itu adalah bagi yang binasa, sedangkan "yang pertama" merupakan orang-orang yang diselamatkan.Seperti apapun orang mengira bau yang kita pancarkan, apakah itu keharuman atau kebusukan dalam pandangan orang-orang disekitar kita, jika kita melakukan tepat seperti apa yang diinginkan Tuhan, maka itu tetaplah berbau harum bagi Tuhan. Itu yang dinyatakan Paulus dalam ayat 15 di atas.
Dalam prakteknya, manusia seringkali lebih mementingkan status di hadapan manusia dibandingkan di hadapan Allah. Mereka akan terus berkompromi untuk mengikuti apa yang salah agar tidak dikucilkan, tidak jarang pula mereka akan merasa malu menjadi pengikut Yesus dan menyangkal iman mereka agar mereka tidak dimusuhi. Dan ini sudah terjadi sejak jaman ketika Yesus hadir di tengah-tengah manusia. "Namun banyak juga di antara pemimpin yang percaya kepada-Nya, tetapi oleh karena orang-orang Farisi mereka tidak mengakuinya berterus terang, supaya mereka jangan dikucilkan." (Yohanes 12:42). Mengapa harus demikian? Inilah jawabannya:"Sebab mereka lebih suka akan kehormatan manusia dari pada kehormatan Allah." (ay 43). Ini jelas salah. Berhati-hatilah agar kita tidak terjebak dalam perilaku seperti ini, karena menyangkal Kristus akan membuahkan sesuatu yang fatal akibatnya. "Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 10:32-33). Dan kita tahu apa konsekuensinya ketika Yesus tidak mengakui kita di hadapan Bapa. Jurang kebinasaan kekal penuh siksaan pun akan segera menanti kita. Itulah sebabnya Paulus mengatakan bahwa kita harus terus "berbicara sebagaimana mestinya dengan maksud-maksud murni atas perintah Allah dan di hadapan-Nya." (2 Korintus 2:17). Tidak perlu malu atau takut untuk mengakui iman kita. Apakah itu akan dianggap harum atau busuk di hadapan orang, di mata Tuhan itu akan selalu dianggap sebagai keharuman.
Bagaimana bau yang kita pancarkan hari ini? Apakah kita sudah menyebarkan aroma keharuman Kristus lewat hidup dan kesaksian kita? Apakah orang bisa mencium aroma Kristus melalui pekerjaan, keluarga, sikap, tingkah laku, gaya hidup, perkataan dan perbuatan kita? Apakah itu yang kita lakukan, atau justru sebaliknya menyingkirkan keharuman itu karena takut dikenali orang sebagai pengikut Kristus? Tampillah sebagai orang-orang yang berani berbicara sebagaimana mestinya. Banggalah sebagai pengikut Kristus karena sesungguhnya Dia telah menganugerahkan keselamatan bagi kita semua yang percaya kepadaNya. Apakah itu dianggap harum atau busuk di mata manusia bukanlah soal. Apa yang penting adalah bagaimana bau kita di hadapan Tuhan.
MUTIARA KAEDAH USULIYAH HUKUM KEHIDUPAN
I. Latar Belakang
Masalah
Qawaidul Ushuliyah
(kaidah-kaidah Ushul) adalah suatu kebutuhan bagi kita semua khususnya orang yang cinta ilmu, calon mujtahid yang akan meneruskan perjuangan
pendahulu-pendahulu kita dalam membela dan menegakkan kebenaran dimanapun berada.
Banyak dari kita yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti sama
sekali apa itu Qawaidul ushuliyah. Maka dari itu, kami selaku penyusun mencoba
untuk menerangkan tentang kaidah-kaidah ushul, mulai dari pengertian,
perkembangan, sumber-sumbernya, dan beberapa urgensi dari kaidah-kaidah ushul.
II. Rumusan Masalah
Mengerti dan memahami
pengertian kaidah ushul.
Menyebutkan
sumber-sumber pengambilan kaidah-kaidah ushul.
Menyebutkan rukun serta
syarat-syarat kaidah-kaidah ushul.
Mengerti persamaan
serta perbedaan antara kaidah ushul dan kaidah fiqh?
Mengeerti hubungan
antara kaidah-kaidah ushul dengan ushul fiqh itu sendiri?
Mengetahui faedah serta
kedudukan kaidah-kaidah ushul.
Mengetahui buku-buku
yang di karang ulama tentang kaidah-kaidah ushul.
III. Tujuan Pembahasan
Makalah ini disusun
bertujuan agar kita mengetahui, memahami dan mengerti tentang hal-hal yang
berhubungan dengan kaidah-kaidah ushul, mulai dari definisi, sumber-sumber,
rukun, syarat, perbedaannya dengan kaidah-kaidah fiqh, hubungannya dengan ilmu
ushul fiqh dan buku-buku yang menjadi subernya.
BAB II
PENGERTIAN
Sebagai studi PERBANDINGAN ilmu
agama pada umumnya, kajian ilmu tentang kaidah-kaidah ushul diawali dengan
definisi. Defenisi ilmu tertentu diawali dengan pendekatan kebahasaan. Dalam
studi ilmu kaidah ushul fiqh, kita kita akan mencoba menjelaskan beberapa
permasalahan mulai dari defenisi kaidah secara bahasa dan istilah, defenisi
ushul fiqh secara bahasa dan istilah, defenisi kaidah-kaidah ushuliyyah secara
bersamaan. Didalam seluruh defenisi tadi terdapat perbedaan pendapat dalam
kalangan ulama, penyusun akan mencoba menulis beberapa defenisi dari kalangan
ulama atau hanya sekedar menulis defenisi yang menurut penyusun lebih rajih
atau lebih kuat.
Defenisi kaidah
Qawaid merupakan bentuk
jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia disebut dengan istilah
kaidah yang berarti aturan atau patokan. Dalam bahasa arab, kaidah memilik
banyak arti diataranya: al-asas (dasar atau pondasi), al-Qanun (peraturan dan kaidah
dasar), al-Mabda’ (prinsip), dan al-nasaq (metode atau cara). Al Qi’dah (cara
duduk, yang baik atau yang buruk), Qo’id ar rojul (Istrinya), Dzul Qo’dah (nama
salah satu bulan qomariyah yang mana orang orab tidak mengadakan perjalanan
didalamnya) dan lain sebagainya.
Dari seluruh arti tadi
dapat kita simpulkan bahwa kaidah secara bahasa artinya tidak akan keluar dari
dasar atau pondasi dan tempat sesuatu.
Adapun secara istilah
banyak sekali defenisi yang di buat oleh para ulama, tetapi yang paling lengkap
dan paling baik menurut penyusun adalah:
”Suatu perkara kulli
(kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian-bagiannya.“
Defenisi Ushul Fiqh
Untuk defenisi ushul
fiqh sengaja penyusun tidak sebutkan karena sudah ada yang membahasnya..
Defenisi kaidah-kaidah
ushuliyah
Dr. Jailany
mendefinisikan sebagai:” hukum kulli (berifat umum) yang berdiri diatasnya
furu’ fiqhiyah yang di bentuk dengan bentuk umum dan akurat”.
Defenisi ini belum
maani’ karena kaidah-kaidah fiqh masih masuk didalamnya.
Prof. Dr. Muhammad
Syabir mendefinisikan sebagai:” ”Suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang
dengannya bisa sampai pada pengambilan kesimpulan hukum syar’iyyah al far’iyyah
dari dalil-dalilnya yang terperinci”.
Defenisi yang menurut
penyusun lebih akurat adalah:” Hukum kulli (umum) yang dibentuk dengan bentuk
yang akurat yang menjadi perantara dalam pengambilan kesimpulan fiqh dari
dalil-dalil, dan cara penggunaan dalil serta kondisi pengguna dalil”.
BAB III
SUMBER-SUMBER
PENGAMBILAN KAIDAH-KAIDAH USHUL
Secara global,
kaidah-kaidah ushul fiqh bersumber dari naql (Al-Qur’an dan Sunnah), ‘Akal
(prinsip-prinsip dan nilai-nilai), bahasa (Ushul at tahlil al lughawi), yang
secara terperinci kita jelaskan dibawah ini.
Pertama: Al Qur’an.
Al Qur’an merupakan
firman Allah SAW yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, untuk membebaskan
manusia dari kegelapan. Kitab ini adalah kitab undang-undang yang mengatur
seluruh kehidupan manusia, firman Allah yang Maha mengetahui apa yang
bermanfaat bagi manusia dan apa yang berbahaya, dan merupakan obat bagi ummat
dari segalah penyakitnya. Allah berfirman :
“dan Kami turunkan dari
Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian”. (QS. AL Isra: 82)
Dan firman Allah:
“dan Kami turunkan
kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (QS An
Nahl: 89)
Ini adalah kedudukan al
Qur’an. Penyusun yakin semua orang tahu itu, maka tidak perlu di perpanjang di
sini.
Diantara kaidah-kaidah
ushul yang di hasilkan dari Al Qur’an adalah:
1. Sunnah adalah sumber
hukum yang di akui, dengan dalil
وما ينطق عن الهوي إن هو إلا وحي يوحي
2. Al Qur’an bisa
difahami dari uslub-uslub bahasa arab, dengan dalil
إنا أنزلناه قرآنا عربيا
لعلكم تعقلون
3. Adat atau kebiasaan
di akui sebagai hukum pada permasalahan yang tidak memiliki dalil, dengan dalil
حذ العفو وأمر بالعرف وأعرض
عن الجاهلين
Kedua: As Sunnah
Allah memberikan
kemuliaan kepada nabi Muhammad SAW dengan mengutusnya sebagai nabi dan rasul
terakhir untuk umat manusia dengan tujuan menyampaikan pesan-pesan ilahi kepada
umat. Maka nilai kemuliaan Rasulullah bukan dari dirinya sendiri tetapi dari
Sang Pengutus yaitu Allah SWT, karena siapapun yang menjadi utusan pasti lebih
rendah tingkatannya dari yang mengutus. Allah Berfirman yang artinya:” Muhammad
tidak lain hanyalah seorang rasul”. (QS. Ali Imran: 144).
Jika seluruh perintah
Allah telah disampaian oleh Rasulullah kepada umat, selesailah tugasnya dan
wajib bagi umat untuk memperhatikan risalah yang di sampaikan oleh rasulullah.
Allah berfirman yang artinya:
“Muhammad itu tidak
lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang
rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada
orang-orang yang bersyukur”. (QS. Ali Imran: 144)
Banyak sekali ayat Al
Qur’an yang menjelaskan bahwa sunnah Rasulullah adalah merupakan salah satu
sumber agama islam, diantaranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat:
53,132,144, 172 juga didalam surat An
Nisa ayat: 42, 59, 61, 64, 65, dan masih banyak lagi. Bahkan didalam surat Al
Hasyr Allah berfirman:
“apa yang diberikan
Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya.“
Diantara kaidah-kaidah
ushul yang di ambil dari hadits adalah:
Perintah yang mutlak
hukumnya wajib (الأمر المطلق يفيد الوجوب)
Ijma’ merupakah hujjah
yang di akui secara syar’I (الإجماع حجة معتبرة شرعا)
Jika berkumpul perintah
dan larangan maka larangan di dahulukan (إذا اجتمع الآمر والمحرم قدم المحرم)
Qiyas merupakan hujjah
yang di akui secara syar’I (القياس حجة معتبرة شرعا)
Ketiga: Ijma’
Diantara kaidah-kaidah
ushul yang di ambil dari ijma adalah:
Ijma’ Sahabat bahwa
“hukum yang di hasilkan dari hadits ahad dapat di terima”.
Ijma’ Sahabat bahwa
“hukum terbagi menjadi 5 macam”.
Ijma’ Sahabat bahwa
“syariat nabi Muhammad menghapus seluruh syariat yang sebelumnya”.
Keempat: Akal
Akal memiki kedudukan
yang tinggi didalam syariat islam, karena kita tidak akan faham islam tanpa
akal. Sebagai contoh, Apa dalil yang menunjukkan bahwa Allah itu ada? Jika
dijawab Al Qur’an, Apa dalil yang menunjukkan bahwa Al Qur’an benar-benar dari
Allah? Jika dijawab I’jaz, apa dalil yang menunjukkan bahwa I’jazul quran
sebagai dalil bahwa alqur’an bersumber dari Allah SWT? Dan seterusnya. Dengan
demikian dapat kita fahami bahwa islam tidak akan kita fahami tanpa akal, oleh
karena itulah akal merupakan syarat taklif dalam islam.
Meskipun demikian, ada
satu hal yang harus di perhatikan dengan seksama, bahwa akal tidak bisa
berkerja sendiri tanpa syar’I. Akal hanyalah sarana untuk mengetahui
hukum-hukum Allah melalui dalil-dalil al quran dan hadits. Allah lah yang
menjadi hakim, dan akal merupakan sarana untuk memahami hukum-hukum Allah
tersebut.
Diantara kaidah-kaidah
ushul yang di hasilkan dari akal adalah:
Al Qur’an merupakan
dalil yang di akui.
Baik dan buruk hanya di
ketahui melalui syar’I bukan akal.
Yang lebih kuat
didahulukan dari yang lemah.
Kelima: Perkataan
Sahabat
Diantara kaidah-kaidah
ushul yang diambil dari perkataan-perkataan sahabat Rasulullah adalah:
Hadits-hadits Ahad
zonniyah
Qiyas adalah hujjah
Hukum yang terakhir
menghapus hukum yang terdahulu (naskh)
Orang awam boleh taqlid
Nash lebih di utamakan
dari qiyas maupun ijma’
Diantara kaidah-kaidah
ushul yang di ambil dari ilmu-ilmu islam
Ilmu Ushuluddin
Baik dan buruk dapat
diketahui dengan syar’I bukan dengan akal
Rasulullah tidak
menetapkan ijtihad yang salah
Tidak ada yang ma’sum
kecuali nabi
Syari’at islam
menghapus syari’at sebelumnya
Domir goib
kadang-kadang kembali pada kalimat yang tidak tertulis, dan itu bisa di ketahui
melalui siyaaq kalimat.
Kalimat Aina (أين)
menunjukkan tempat (syarat ataupun istifham) dan ( متي و أيان) menunjukkan waktu (syarat atupun
istifham)
Fi’il madi jika menjadi
fiil syarat, ia berubah menjadi kaliamat insyaa menurut kesepakatan ahli nahwu.
(إلي) menunjukkan akhir
sesuatu (waktu maupun tempat)
Dan sebagainya.
Kaidah سد الذرائع
Kaidah adat dan
kebiasaan merupakan dalil yang di akui
Kaidah المصالح المرسلة
2. Ilmu Bahasa Arab
Domir goib
kadang-kadang kembali pada kalimat yang tidak tertulis, dan itu bisa di ketahui
melalui siyaaq kalimat.
Kalimat Aina (أين)
menunjukkan tempat (syarat ataupun istifham) dan ( متي و أيان) menunjukkan waktu (syarat atupun
istifham)
Fi’il madi jika menjadi
fiil syarat, ia berubah menjadi kaliamat insyaa menurut kesepakatan ahli nahwu.
(إلي) menunjukkan akhir
sesuatu (waktu maupun tempat)
Dan sebagainya.
3. Ilmu Fiqih
Kaidah سد الذرائع
Kaidah adat dan
kebiasaan merupakan dalil yang di akui
Kaidah المصالح المرسلة
BAB IV
RUKUN DAN SYARAT
KAIDAH-KAIDAH USHUL
Rukun-rukun kaidah
Ushuliyyah
Ketika kita melihat
sebuah kaidah ushul, النهي للكرار (larangan menunjukkan pengulangan) umpamanya
kita akan menemukan 4 rukun didalamnya:
Pertama : Maudu’ (tema) yaitu النهي
Kedua : Mahmuul yaitu التكرار
Ketiga : Penisbatan antara keduanya yaitu
kebergantungan rukun kedua dengan rukun pertama
Keempat : Terjadi atau tidaknya rukun ketiga pada
keduanya.. (Apakah perintah menunjukkan pengulangan benar-benar terjadi atau
tidak?)
Jika keempat-empatnya
adalah tasowwurot dimanakah hukumnya atau at tasdiq ??
Ahli mantiq ketika
berusaha menyelesaikan permasalahan ini berbeda pada 2 pendapat:
1. Al Falasifah
mengatakan bahwa at tasdiq adalah rukun ke empat saja, dengan kata lain menurut
falasifah, kaidah-kaidah ushul cukup dengan satu rukun saja yaitu rukun yang
keempat.
2. Imam Ar Razi
mengatakan bahwa at tasdiq tidak cukup dengan rukun ke empat saja tetapi
gabungan dari keempat rukun tersebut.
Syarat-syarat kaidah
Ushuliyyah
Harus dalam bentuk yang
singkat
Merupakan perkara yang
sempurna
Maudu’nya (temanya)
harus kulli bukan juz’I (umum)
Kaidah-kaidah ushul
tersebut tidak bertentangan dengan syari’at dan maqosid syari’ah
Tidak bertentangan
dengan kaidah lain (baik itu kaidah ushul ataupun kaidah fiqh) yang sebanding
dengannya atau lebih kuat darinya.
Kaidah-kadiah ushul
tersebut harus tegas dan tidak ragu-ragu
HUBUNGAN ANTARA
KAIDAH-KAIDAH USHUL DENGAN USHUL FIQH
Ketika kita melihat
defenis dari ushul fiqh dan kaidah-kaidah ushul, akan jelas sekali perbedaan
atara keduanya. Tetapi meskipun demikian, keduanya tidak akan bisa dipisahkan
karena ilmu kaidah-kaidah ushul merupakan bagian dari ilmu ushul fiqh. Hubungan
antara keduanya adalah hubungan atara umum dan khusus (ilmu ushul fiqh lebih
umum dari ilmu kaidah-kaidah ushul).
Adapun perbedaan atara
keduanya adalah sebagai berikut:
Mayoritas kaidah-kaidah
ushul adalah nilai yang di ambil dari ushul fiqh (ushul fiqh jauh lebih luas
pembahasannya daripada kaidah-kaidah ushul).
Perbedaan dalam segi
maudu’ (tema). Tema kaidah-kaidah ushul adalah ushul fiqh itu sendiri adapun
tema ushul fiqh adalah al- adillah al ijmaliayah min hautsu dobthi al fiqh.
Dari segi Tujuan.
Tujuan dari kaidah-kaidah ushul adalah menyempurnakan ushul fiqh dengan cara
menyempurnakan nilai-nilai ushul dengal lafaz yang singkat, dan mengembalikan
nilai-nilai tersebut kepada nilai yang lebih umum yang menjadi kaidah buat
kaidah tersebut. Dengan demikian tujuan
ilmu kaidah-kaidah ushul adalah ingin memberikan bentuk lain untuk ushul fiqh
dalam bentuk kaidah yang lebih singkat dan sistematis. Adapun tujuan ushul fiqh
adalah pencapaian nilai-nilai yang dapat menyempurnakan ijtihad dalam fiqh.
Dari segi histories
(Apakah ushul fiqh muncul terlebih dahulu atau kaidah-kaidah ushul?)
Sahabat-sahabat
Rasulullah, tabi’in dan yang mengikuti mereka sejak dahulu telah berijithad dengan
memakai kaidah-kaidah ushul. Kemudian
pembahasan semakin luas hingga muncullah ilmu ushul fiqh. Demikian juga ilmu
ushul fiqh semakin luas hingga di butuhkan kaidah-kaidah singkat yang dapat
dengan mudah diterapkan oleh seorang mujtahid, dan inilah yang menjadi tonggak
munculnya ilmu kaidah-kaidah ushul. Dengan demikian kaidah-kaidah ushul lebih
dahulu muncul dari ilmu ushul fiqh, dah ilmu ushul fiqh muncul sebelum
munculnya ilmu kaidah-kaidah ushul.
PERBEDAAN ANTARA
KAIDAH-KAIDAH USHULIYYAH DENGAK KAIDAH-KAIDAH FIQHIYYAH
Persamaan antara kaidah
ushul dan kaidah fiqh terletak pada kesaaman sebagai wasilah pengambilan hukum.
Keduanya merupakan prinsip umum yang mencakup masalah-masalah dalam kajian
syari’ah. Oleh karena itu, dalam perspetif ini kaidah ushul sangatlah mirip
dengan kaidah fiqih.
Namun, kita pun bisa
melihat perbedaan yang signifikan dari kedua kaidah tersebut, secara ringkas
perbedaan kedua kaidah tersebut adalah sebagai berikut :
Kaidah ushul pada
hakikatnya adalah qa’idah istidlaliyah yang menjadi wasilah para mujtahid dalam
istinbath (pengambilan) sebuah hukum syar’iyah amaliah. Kaidah ini menjadi alat
yang membantu para mujtahid dalam menentukan suatu hukum. Dengan kata lain, kita
bisa memahami, bahwa kaidah ushul bukanlah suatu hukum, ia hanyalah sebuah alat
atau wasilah kepada kesimpulan suatu hukum syar’i. Sedangkan, kaidah fiqih
adalah suatu susunan lafadz yang mengandung makna hukum syar’iyyah aghlabiyyah
yang mencakup di bawahnya banyak furu’. Sehingga kita bisa memahami bahwa
kaidah fiqih adalah hukum syar’i. Dan kaidah ini digunakan sebagai istihdhar
(menghadirkan) hukum bukan istinbath (mengambil) hukum (layaknya kaidah ushul).
Misalnya, kaidah ushul “al-aslu fil amri lil wujub” bahwa asal dalam perintah
menunjukan wajib. Kaidah ini tidaklah mengandung suatu hukum syar’i. Tetapi
dari kaidah ini kita bisa mengambil hukum, bahwa setiap dalil (baik Qur’an
maupun Hadits) yang bermakna perintah menunjukan wajib. Berbeda dengan kaidah
fiqih “al-dharar yuzal” bahwa kemudharatan mesti dihilangkan. Dalam kaidah ini
mengandung hukum syar’i, bahwa kemudharatan wajib dihilangkan.
Kaidah ushul dalam
teksnya tidak mengandung asrarus syar’i (rahasia-rahasia syar’i) tidak pula
mengandung hikmah syar’i. Sedangkan kaidah fiqih dari teksnya terkandung kedua
hal tersebut.
Kaidah ushul kaidah
yang menyeluruh (kaidah kulliyah) dan mencakup seluruh furu’ di bawahnya.
Sehingga istitsna’iyyah (pengecualian) hanya ada sedikit sekali atau bahkan
tidak ada sama sekali. Berbeda dengan kaidah fiqih yang banyak terdapat
istitsna’iyyah, karena itu kaidahnya kaidah aghlabiyyah (kaidah umum).
Perbedaan antara kaidah
ushul dan kaidah fiqih pun bisa dilihat dari maudhu’nya (objek). Jika Kaidah
ushul maudhu’nya dalil-dalil sam’iyyah. Sedangkan kaidah fiqih maudhu’nya
perbuatan mukallaf, baik itu pekerjaan atau perkataan. Seperti sholat, zakat
dan lain-lain
Kaidah-kaidah ushul
jauh lebih sedikit dari kaidah-kaidah fiqh.
Kaidah-kaidah ushul
lebih kuat dari kaidah-kaidah fiqh. Seluruh ulama sepakat bahwa kaidah-kaidah
ushul adalah hujjah dan mayoritas dibangun diatas dalil yang qot’I. Adapun
kaidah-kaidah fiqh ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan bahwa
kaidah-kaidah fiqh bukan hujjah secara mutlaq, sebagian mengatakan hujjah bagi
mujtahid ‘alim dan bukank hujjah bagi selainnya, sebagian yang lain mengatakan
bahwa kaidah-kaidah tersebut hujjah secara mutlak.
Kaidah-kaidah ushul
lebih umum dari kaidah-kaidah fiqh
FAEDAH KAIDAH-KAIDAH
USHUL FIQH
DAN KEDUDUKANNYA
DIANTARA ILMU-ILMU SYARA’
1. Faedah Kaidah-Kaidah
Ushul Fiqh
Manfaat sesuatu bisa
dilihat dari buah atau nilai yang di hasilkannya, begitu juga dengan
kaidah-kaidah ushul. Jika kita ingin mengetahui manfaat serta kedudukannya maka
hendaklah kita melihat kepada nilai atau buah yang dihasilkan oleh
kaidah-kaidah ushul fiqh itu sendiri.. Setiap manusia berbuat sesuai dengan
kemaslahatannya, jika tidak ada maslahat (minimal dalam pandangannya), ia tidak
akan melaksanakannya. Maslahat dibagi dua, dunia dan akhirat. Sebagai muslim
tentu berkeyakinan bahwa maslahat dunia adalah sarana untuk mencapat
kebahagiaan utama di akhirat nanti.
Setelah ilmu aqidah,
ilmu yang membahas tentang hukum-hukum praktis merupakan ilmu yang paling
penting dan harus dikuasai. Hukum-hukum ini bisa di ketahui, baik dengan cara
taqlid atau ijtihad. Beribadah atas dasar taqlid tidak sama derajatnya jika
dibandingkan dengan beribadah atas dasar ijitihad. Imam Ghazali berkata:”
Sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang menggabungkan antara akal dan as-sam’
(Al-Qur’an dan Sunnah) dan yang menyertakan pendapat dan syara’”.
Abu Bakar Al-Qoffal
As-Syasyi berkata dalam bukunya “al-ushul”:” Ketahuilah bahwa Nash yang
mencakup segala kejadian tidak ada, dan hukum-hukum memiliki ushul dan furu’ ,
dan furu’ tidak bisa diketahui kecuali dengan ushul, dan nilai-nilai itu tidak
dapat di ketahui kecuali dengan ilmu fiqh dan ushul fiqh. Ilmu ini diambil dari
syara’ dan akal yang suci secara bersamaan. Ia tidak menolak syara’ tidak pula
menolak akal. Karena keutamaan ilmu ini lah, banyak orang yang mempelajarinya.
Ulama yang faham ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya adalah ulama yang tinggi
derajatnya, tinggi wibawanya ,memiliki banyak pengikut dan murid. Maka
hendaklah memulai dengan ushul untuk mengetahui hukum-hukum furu“.
Diantara faedah
kaidah-kaidah ushul fiqh adalah:
Dapat mengangkat
derajat seseorang dari taqlid menjadi yaqin. Allah berfirman yang artinya:”
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan“. (QS. Al-Mujadalah: 11)
Kaidah-kaidah ushul
merupakan asas dan pondasi seluruh ilmu-ilmu islam lainnya. Maka ilmu fiqh,
tafsir, hadits dan ilmu kalam tidak akan sempurna tanpanya. Kaidah-kaidah ushul
menjadikan pemahaman terhadap al-quran dan sunnah dan sumber-sumber islam
lainnya menjadi akurat.
Dengan memahami
kaidah-kaidah ushul, seseorang dapat dengan mudah mengambil
kesimpulan-kesimpulan hukum syari’ah al-far’iyyah dari dalil-dalilnya langsung
dan terus melaksanakannya. Karena kaidah-kaidah ushul merupakan sarana yang
menghantarkan seseorang pada hukum-hukum fiqh.
kaidah-kaidah ushul
berusaha membentuk kembali ilmu ushul fiqh dalam bentuk yang baru, lebih
singkat dan akurat yang dapat membantu seorang mujtahid dalam pengambilan
hukum.
Seorang yang faham
ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya akan dapat dengan mudah mengcounter
pemikiran-pemikiran yang berusaha menyerang hukum-hukum islam yang telah mapan
seperti wajibnya rajam, hudud dan lain sebagainya.
Tujuan akhir adalah
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Kedudukan
Kaidah-Kaidah Ushul Fiqh
Kedudukan dan keutamaan
sebuah ilmu tidak lepas dari tema, objek, tujuan, apa yang di bahas, besar
kebutuhan, kekuatan dalilnya serta maslahat yang dihasilkannya. Semakin besar
faedahnya semakin tinggi pula kedudukannya. Kaidah-kaidah ushul memiliki kedudukan
tinggi, yaitu berada pada urutan pertama setelah ilmu akidah.
Penjelasannya:
Dari segi faedah dan
buah yang di hasilkan oleh kaidah-kaidah ushul, penyusun telah jelaskan pada
penjelasan faedah-faedah ushul fiqh diatas.
Dari segi objeknya,
penyusun telah jelaskan bahwa objek kaidah-kaidah ushul adalah ushul fiqh itu
sendiri dari segi keakuratannya. Juga membahas nilai-nilai ushul fiqh untuk di
undang-undangkan. Jika ilmu ushul fiqh memiliki kedudukan tinggi dalam islam,
bagaimanakah kedudukan sebuah ilmu yang bertugas menambah keakuratan ushul
fiqh?
Dari segi tujuannya,
tujuannya adalah pengambilan hukum syara’ yang praktis dari dalil-dali syara’
dan memperjuangkannya serta memberikan keakuratan dalam berijtihad dan kondisi
mujtahid. Usaha untuk mengetahui
hukum-hukum Allah adalah merupakan kewajiban terpenting dan merupakan tujuan
penciptaan kita di dalam kehidupan ini. Ilmu apapun yang memiliki tujuan ini
adalah ilmu yang memiliki kedudukan tinggi.
Dari segi kebutuhan.
Tidak ada kebahagiaan didunia maupun di akhirat tanpa syari’at Allah. Dan
syariat Allah tidak akan dapat diketahui tanpa kaidah-kaidah ushul. Ma la
yatimmu al-fadil illa bihi fahuwa faadhil.
BAB VIII
BUKU-BUKU KARANGAN
ULAMA TENTANG KAIDAH-KAIDAH USHUL
Sebenarnya banyak
sekali buku-buku tentang kaidah-kaidah ushul yang dikarang para ulama sejak
dahulu hingga awal abad 20 dan dari awal abad 20 hingga sekarang, tetapi pada
bab ini penyusun hanya akan menyebutkan nama-nama buku yang membahas tentang
kaidah-kaidah ushul yang merupakan referensi utama dalam masalah ini. Bagi yang
ingin mengetahui lebih, bisa membaca buku Nadzoriyah at taq’id al Ushuly karya
Dr. Aiman Abdul Hamid Al-Badaroin atau buku-buku lainnya.
Diantara buku-buku itu
adalah:
Ta’sis An Nazor karya
Ubaidillah bin Umar bin Isa Ad Dabusy (364-430 H)
Takhrijul Al-Furu’ Ala
Al-Ushul karya Mahmud bin Ahmad bin Mahmud Abu Al Manqib Al Jinzani (573-656 H)
Miftah Al-Wusul ila
takhrij al-furu’ ala al-Ushul karya Syarif At Tilmisany (710-771 H)
At Tamhid fi at-takhrij
al-furu’ ala al-ushul karya Al Isnawi (7.4-772 H)
Al-Qowaid wa al-Fawaid
Al-Ushuliyah wa ma yata’allaqu biha min al-Ahkam al-far’iyyah karya Ibn
Al-Liham Al Hanbaly ( wafat tahun 803 H)
Al-Wusul ila Qowaid
al-ushul karya imam Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad Al Hanafy (
wafat tahun 1007 H)
At-Tahrir karya Kamal
bin Al Hamam (matan)
At-Tanqih karya Ibnu
Mas’ud Al-Hanafi (matan)
Mu’tasar al-muntaha
al-ushuly karya Ibnu Al-Hajib (matan)
Al-Waroqot fi Ushul
Al-Fiqh karya Al-Juwaini
Minhaj Al-Ushul ila
ilmi al-ushul karya Al-Baidawy
Raudhatunnazir wa
jannatul muanzir karya Ibnu Qudamah
Al-Ihkam fi Ushul
al-ahkam karya Al-Amadi
Al-Irsyad wa at-taqrib
karya Abu Bakar Al-Baqillani
Ushul Fiqh karya Syekh
Al-Hadary (wafat tahun 1927 M)
Ilmu Ushul fiqh karya
Syekh Abdul Wahab Khalaf (1888 – 1956 M)
Taqnin Ushul Fiqh karya
Dr. Muhammad Zaki Abdul Bar
PENUTUP
Kesimpulan
Kaidah-kaidah ushul
fiqh adalah ilmu yang mandiri. Seluruh ulama sepakat bahwa perbedaan antara
ilmu dengan ilmu yang lain disebabkan oleh faktor tema atau objek serta tujuan
dari ilmu itu sendiri. Ilmu Kaidah-kaidah ushul fiqh memiliki objek dan tujuan
yang berbeda dengan ilmu lainnya bahkan berbeda dengan objek serta tujuan ilmu
Ushul fiqh. Itu artinya ilmu kaidah-kaidah ushul fiqh adalah ilmu yang berdiri
sendiri.
Kaidah-kaidah ushul,
apakah merupakan dalil atau tidak dapat dikategorikan pada dua kategori yaitu:
Pertama: Kaidah-kaidah ushul yang berdiri sendiri yaitu yang berpatokan pada
sumber-sumber islam seperti Al qur’an adalah hujjah, begitu juga dengan sunnah,
ijma’ qiyas, masholih mursalah, saddu ad dzaroi’ dan Istishab. Diantara kaidah
ini ada yang disepakati oleh ulama sebagai hujjah dan ada yang masih dalam
perdebatan dikalangan ulama. Kedua:
Kaidah-kaidah yang tidak berdiri sendiri tetapi hanya sebuah alat.
Kaidah-kaidah itu adalah yang diambil
dari bahasa arab dan lainnya. Yang kedua ini bukan merupakan dalil yang mandiri
tetapi hanya berfungsi sebagai sarana.
Ilmu kaidah-kaidah
ushul fiqh tidak bisa dipisahkan dari ilmu ushul fiqh itu sendiri. Karena ilmu
ini merupakan bagian dari ilmu ushul fiqh. Hubuangan antara keduanya adalah
hubungan antara umum dan khusus.
Saran
Penyusun makalah ini
hanya manusia yang dangkal ilmunya, yang hanya mengandalkan sedikit buku
referensi. Maka dari itu penyusun menyarankan agar para pembaca yang ingin
mendalami masalah Qawaidul Ushuliyah, agar setelah membaca makalah ini, membaca
sumber-sumber lain yang lebih komplit, seperti buku-buku yang penyusun tulis
dalam bab VIII atau buku-buku lain yang tidak kalah pentingnya dari buku-buku
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Aiman Abdul Hamid
Al-Badrain, 2005, Nadzoriyyah At-Taq’id Al-Ushuly, Kairo: Dar Ibn Hajm
Dr. Muhammad Dzuhaily,
2004, Al-Qowaid Al-Fiqhiyyah ala Al-Madzhab Al-Hanafy wa As-Safi’I, Kuwait:
Majlis Al-Nasr Al-’Ilmy
Dr. Abdul Karim Zaidan,
2006, Al-Wajiz fi Syarhi Al-Qowaid Al-Fiqhiyah fi As-Syari’ah Al-Islamiyah,
Beirut-Libanon: Muassasah Ar Risalah Nasyirun
Muhammad bin Muhammad
Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Mustashfa fi ilm Al-Ushul, Beirut : Dar El-Kutub
El-Ilmiyah, cetakan tahun 1413 H
Al-Jailany Al-Marini,
Al-Qowaid Al-Ushuliyah wa tatbiqotiha ‘inda Ibn Quddamah fi kitab Al-Mugni,
Kairo : Dar Ibn Affan, cetakan pertama tahun 2002 M
Syabir, Muhammad
Utsman, Al-Qowaid al-Kulliyah wa ad-Dhowabit Al-Fiqhiyah, Yordania : Dar
El-Furqon, cetakan pertama, tahun 2000
* Makalah disampaikan
dalam kajian fakultatif di Bagas Godang KPTS, hari kamis tanggal 15 Oktober 2009
pukul 18.00 waktu Kairo.
No comments:
Post a Comment