PANTUN TENTANG OKNUM POLISI SALAH TANGKAP
OKNUM HAKIM SALAH HUKUM
KATA PENGANTAR
Tahun 1986 penulis masuk fakultas hukum UIR di Pekanbaru-Riau Indonesia.
Sejak saat itu, banyak buku hukum myang penulis kumpulkan, terutama yang
berkaitan dengan Hukum Pidana. KEMUDIAN penulis mengajar di Sekolah Tinggi Ilmu
Hukum Persada Bunda. Yang penulis rasakan ilmu hukum itu harus digali
falsafahnya dan maqashid al-Syari’ah yang terkandung di dalamnya. Kaedah-kaedah hukum yang baru, mungkin perlu diciptakan, yang mirip dengan kaedah fiqhiyah dan usul fiqih. Kemudian
penulis ingin mencoba untuk menyajikan inti hukum dalam kata-kata yang indah yang disebut
pantun
·
Pantun Adat Dan Hukum
·
Pantun Adat Dan Hukum
Menanam kelapa, di pulau Bukum
Tinggi sedepa, sudah berbuah
Jangan bermain, dengan hukum
Supaya tidak, dilaknat Allah.
Pukat berisi, dalam lubuk,
Ikan belida, dadanya panjang.
Oknum polisi, jangan mabuk,
Agar tak salah, menangkap orang.
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam
bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti "petuntun".
Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan,
dalam bahasa Sunda dikenal
sebagai paparikan,
dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun
terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris
terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir
dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun
pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang
tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua
bagian: sampiran dan isi.
Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan
budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan
bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua
baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun,
dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun
"versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah
"versi panjang" (enam baris atau lebih).
Lebat daun, bunga tanjung
Berbau harum, bunga cempaka
Hakim jangan, kepalang tanggung
Hati nurani, selalu
dibuka.
Bukan lebah, sembarang lebah
Lebah bersarang, di rumpun buluh
Bukan salah, sembarang salah,
Orang baik-baik, dituduh membunuh
Pohon nangka, berbuah lebat
Bilalah masak, harum juga
Polisi yang salah, jangan dipecat,
Ganti kerugian berlipat ganda.
Banyak bulan, perkara bulan
Tidak semulia, bulan puasa
Banyak oknum, melakukan kekeliruan,
Ganti rugi saja, Atas Nama Negara
Daun terap, di atas
dulang
Udang bengkok, mati di tuba
Dalam kitab, ada terlarang
Menerima sogok, jangan dicoba
Bunga kenanga, di
atas kubur
Pucuk sari, pandan Jawa
Polisi dan hakim, jangan takabur
Kasihani tersangka, setiap masa.
Asam kandis, asam gelugur
Ketiga asam, si riang-riang
Menangis hakim, di pintu kubur
Teringat kesalahan, menghukum orang
Kisah aneh nyata. Entah karena
algojonya baru atau memang karena kesalahan teknis sehingga pada saat Barzan Hassan al-Tikriti dieksekusi, ternyata tali yang dikalungkan
di lehernya lebih panjang dari yang seharusnya. Jadinya, saudara tiri Saddam
Husain tersebut tidak dalam jeratan tali melainkan tali tersebut yang memenggal
kepalanya. Kesalahan lain dalam eksekusi tersebut adalah jarak tempat
dijatuhkannya cukup tinggi yakni 2,4 meter, tidak sesuai dengan berat tubuhnya.
Barzan Tikriti dan Awad Al-Bandar dikenai hukuman mati oleh Mahkamah Agung
Irak karena terbukti terlibat dalam pembantaian 147 warga Dujail.
Kematian Saddam Husein masih
meninggalkan kehebohan yang mungkin buntutnya akan panjang. Sejumlah pejabat
pemerintah Irak menyingkap informasi mengejutkan perihal menyusupnya milisi
Syiah ke dalam lokasi eksekusi mati Saddam Husein. Tak hanya itu, mereka bahkan
yang menggantikan para eksekutor resmi yang seharusnya melakukan hukuman mati
atas Saddam Husein.
Pemberitaan ini dilansir
oleh Reuters hari
Rabu (3/1), mengutip pernyataan pejabat keamanan terkenal Irak di kementerian
Dalam Negeri. “Eksekusi mati Saddam harusnya dilakukan tim eksekutor yang
berada di bawah Menteri Dalam Negeri. Tapi milisi itu menyusup dan menggantikan
tim eksekutor yang menghukum mati Saddam,” ujar sumber tersebut. Ia
menambahkan, tim eksekutor hukum mati kementerian dalam negeri telah
meninggalkan lokasi saat pelaksanaan hukuman mati Saddam. Sementara itu, Shadiq
Rikabi, pembantu PM Nouri Al-Maliky mengatakan, “Sejumlah penjaga penjara telah
diinterogasi. Ada satu orang secara spesifik tertuduh sebagai pelaku perekam
prosesi kematian Saddam secara ilegal. Rekaman itulah yang lalu mengobarkan
kemarahan besar di kalangan Arab Sunni yang juga menjadi aliran Islam Saddam.”
·
Pantun Budi
Lagi, Ada Korban Salah Tangkap
Chaerul Saleh, seorang pemulung di
Jakarta, diduga menjadi korban salah tangkap. Dalam persidangan terungkap
sejumlah kejanggalan. Tiga orang saksi dari kepolisian yang disebut dalam
dakwaan, dalam persidangan menyatakan tidak pernah menandatangani BAP sebagai
saksi
Nasib Chaerul akan ditentukan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Foto: Sgp
Korban salah
tangkap kembali terjadi. Kali ini menimpa seorang pemulung di Jakarta, Chaerul
Saleh Nasution. Ia dituding memiliki ganja seberat 1,6800 gram yang ditemukan
di pinggir rel kereta api di kawasan jalan Benda, Kemayoran, Jakarta Pusat. Di
tempat itulah, Chaerul tinggal. Lantaran kedapatan memiliki ganja, kini Chaerul
mendekam dalam penjara. Saat ini persidangan perkara masih tahap pemeriksaan
saksi. Sidang dipimpin oleh Syarifuddin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Saat
persidangan muncul fakta baru. Penasihat hukum terdakwa, Raja Nasution
menyatakan perkara disidangkan atas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) palsu. “Kami
menduga ada penyalahgunaan profesi dan kewenangan penyidik,” kata Raja saat
ditemui di pengadilan, Senin (1/2).
Tiga orang
saksi yang disebut dalam dakwaan, dalam persidangan menyatakan tidak pernah
menandatangani BAP sebagai saksi. Mereka adalah Hari Satria, Lasmen Tanjung,
Wahyu Muryanto. Ketiganya merupakan anggota polisi. Ketiganya juga mengaku tak
pernah menangkap terdakwa. Keterangan itu diberikan setelah sebelumnya ketiga
saksi mangkir lima kali atas panggilan pengadilan. Majelis hakim akhirnya
mengeluarkan Surat Penetapan Pemanggilan secara Paksa agar saksi hadir pada
persidangan 25 Januari 2010. Kecurigaan pun muncul dibenak majelis hakim.
Majelis menduga ada pemalsuan surat dan tanda tangan para saksi.
Chaerul
sendiri mengaku bahwa isi BAP terdakwa tidak sesuai dengan apa yang disampaikan
ketika memberikan keterangan di depan penyidik. Menurut Chaerul, seperti yang
diungkapkan Raja, ganja itu bukan milik Chaerul. Ganja itu sudah berada di
rumahnya ketika ia pulang memulung pada malam 3 September 2009. Sesampainya di
rumah, ada dua orang yang telah menunggunya di rumah. “Hebat kau yah, ternyata
bisnis kau tingkat tinggi juga ya! Punya siapa ganja ini?” ujar seorang yang
diduga polisi kepada Chaerul. Lelaki 38 tahun itu menyatakan tidak tahu.
Lantaran tak
mau mengaku, Chaerul pun digelandang ke kantor polisi dengan menggunakan bajaj.
Namun belum sampai ke tujuan, Chaerul dan si polisi turun di tengah jalan dan
lalu naik taksi. Di mobil itulah, Chaerul dipaksa mengakui kepemilikan ganja
itu. Pukulan pun tak jarang mampir ke wajah Chaerul. Namun Chaerul tetap
bergeming, ia tidak mau mengakui. Si polisi itu lalu meminta uang Rp5 juta
sebagai kompensasi pembebasan. Lagi-lagi, Chaerul menolak.
Chaerul
akhirnya dibawa ke Polsek Kemayoran. Penyidik bernama Rusli kemudian memberi
uang Rp100 ribu kepada si polisi. Raja Nasution menduga si penangkap hanya
berpura-pura sebagai polisi. Di depan penyidik, Chaerul kembali membantah
memiliki ganja itu. Penyidik kemudian menyodorkan BAP dan meminta Chaerul
menandatangani tanpa membaca isinya.
Satu Pasal
Meski
dituding memiliki ganja, jaksa Supardi hanya membidik Chaerul dengan satu
dakwaan saja. Yakni, Pasal 78 ayat (1) huruf a UU No. 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika. Pasal itu melarang orang secara melawan hukum dan tanpa hak menanam,
memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasai
golongan I dalam bentuk tanaman. Ancaman pidananya minimal dua tahun penjara,
maksimal 12 tahun, sedang denda minimal sebesar Rp25 juta dan maksimal Rp750
juta.
Minim
tudingan, minim pula uraian fakta yang diuraikan jaksa dalam surat dakwaan.
Dalam satu lembar surat dakwaan, jaksa hanya menerangkan dua fakta. Jaksa
menerangkan bahwa di jalan Benda, Kelurahan Kemayoran, Jakarta Pusat, sering
dijadikan sebagai tempat penyelahgunaan narkotika oleh Chaerul. Hal itu
diterangkan oleh ketiga saksi, yakni Hari Satria, Lasmen Tanjung, Wahyu
Muryanto. Di tempat itulah ketiga saksi menemukan satu paket daun ganja yang
disimpan dibawah tempat duduk Chaerul. Dalam dakwaan disebut Chaerul mengakui
ganja itu miliknya yang ajan digunakan tanpa izin dari pihak yang berwenang.
Barang bukti
berupa satu bungkus kertas koran berisikan dan sebesar 1,6800 gram itu kemudian
diperiksa Labotaroris Kriminalistik Mabes Polri. Berdasarkan berita acara
pemeriksaan Labotaroris Kriminalistik Mabes Polri pada 29 September 2009
terungkap bahwa barang tersebut mengandung Tetra Hidro Chanabinol (THC) dan
terdafta sebagai narkotika golongan I.
Raja
Nasution menyatakan upaya praperadilan belum bisa dilakukan. “Sekarang
persidangan sudah berlangsung, seharusnya kan sebelum persidangan,” ujarnya.
Jika nantinya pengadilan membebaskan Chaerul, putusan itu akan dijadikan
amunisi untuk mengajukan permohonan ganti rugi dan rehabilitasi.
BERITA TERKAIT
Polisi Salah Tangkap, Hakim Salah Menghukum!
Siapa yang Salah?
Sungguh miris melihat nasib Pak
Ruben dan Markus anaknya yang divonis mati oleh
pengadilan karena tindakan ceroboh pihak kepolisian tanah toraja yang ternyata
salah menangkap pelaku pembunuhan dan pemerkosaan. Sepertinya salah tangkap dan
salah hukum dinegeri ini sudah menjadi trend. Mungkin karena proses seleksi
penerimaan Polisi, Jaksa dan Hakim yang sangat ketat itu telah membuat ketiga
institusi penegak hukum tempat mencari keadilan ini dipenuhi oleh orang yang
super cerdas bahkan jadi cenderung idiot dan dungu.
Yang membuat tambah miris
adalah bahwa walau pelaku sebenarnya sudah ditangkap, tapi tetap saja Pak Ruben
dan anaknya Markus tidak bisa dengan cepat melenggang bebas keluar dari penjara
walau sudah 8 tahun mendekam di sel tahanan. Para penegak hukum berdalih ada
tahapan dan proses - proses yang harus di lalui. Bukannya minta maaf karena
salah menghukum orangs selama 8 tahun, mereka sepertinya memang tak punya otak
untuk segera memproses pembebasan sang korban salah tangkap ini. Entahlah…
mungkin seperti yang saya sebutkan sebelumnya, mereka ini terlalu cerdas,
pintar sampai jadi idiot dan dungu.
Bapak Hakim, Jaksa dan Pak
Polisi yang tidak perlu dihormati,
Mohonlah gunakan otak anda walau mungkin otak anda cuma sebesar biji kelereng tapi saya yakin otak itu masih bisa anda gunakan satu kali pakai lagi untuk bertidak cepat dan sigap membebaskan orang yang tidak bersalah. Jangan hanya sigap menerima uang dan memenjarakan orang saja. Cobalah sekali - sekali tojolkan sisi kemanusian anda di depan publik karena kami sudah bosan lihat sisi kebintangan anda. Anda - anda itu punya pangkat, seragam dan jabatan yang mulia, maka cobalah sekali ini tunjukkan lah bahwa anda patut menyandang jabatan dan seragam anda itu.!
Mohonlah gunakan otak anda walau mungkin otak anda cuma sebesar biji kelereng tapi saya yakin otak itu masih bisa anda gunakan satu kali pakai lagi untuk bertidak cepat dan sigap membebaskan orang yang tidak bersalah. Jangan hanya sigap menerima uang dan memenjarakan orang saja. Cobalah sekali - sekali tojolkan sisi kemanusian anda di depan publik karena kami sudah bosan lihat sisi kebintangan anda. Anda - anda itu punya pangkat, seragam dan jabatan yang mulia, maka cobalah sekali ini tunjukkan lah bahwa anda patut menyandang jabatan dan seragam anda itu.!
Buat Bapak Presiden Yth,
Sebentar lagi anda akan lengser saya sarankan sekali ini di masa - masa akhir kepemimpinan anda tinggalkan lah kenangan yang membuat kami bangga pernah memiliki seorang Presiden seperti anda. Tolongnya segera bersihkan institusi - institusi penegak hukum itu dari orang - orang idiot bin dungu. Kembalikan fungsi Kepolisian dan Kejaksaan itu sebagai tempat mencari keadilan bukan tempat cari penyakit. Agar kami rakyat anda ini bisa mulai membiasakan diri menggunakan jalur hukum untuk mendapatkan keadilan bukan adu otot, tawuran dan betrok sana sini.
Kalau Pak Presiden ikut
memantau berita “salah tangkap” ini, mohonlah segera memberikan grasi agar sang
korban salah tangkap bisa segera bebas. Kasihan Pak mereka sudah 8 tahun di
penjara atas kesalahan yang tidak mereka lakukan. Kalau harus menunggu anak -
anak buah Bapak yang otaknya di dengkul itu, saya yakin butuh waktu bertahun -
tahun lagi kecuali mereka di sorot media tiap hari. Karena memang mentalnya
mental binatang. Gak punya otak, gak punya empati dan gak punya rasa
kemanusiaan.
Tolong Pak Presiden, sekali saja berhentilah menjaga image. Kami butuh aksi
nyata anda bukan sekedar arahan!
No comments:
Post a Comment