WANITA YANG BERWATAK RAJA-RAJA
KATA PENGANTAR
Wanita
Minang lemah lembut, tapi kokoh pendiriannya. Orang luar Minang, kalau mencari
menantu selalu bertaya, wanita, gadis mana dia? Karena gadis yang berwatak
raja-raja banyak sisi positifnya dalam rumah tangga. Biasanya ekonominya akan
kuat. Suaminya berusaha lebih termotifasi. Di Riau daratan, khusunya Rengat dan
Taluk Kuantan, ada istilah orang mencari menantu. “ Berbapak ke Minangkabau,
beribu, bainduak ke Indragiri.”
Menurut berita indosiar.com, Sumatera Barat-Wataknya Rumpuik
Dipijak Indak patah, Alu Tataruang
Patah Tigo…
Itulah pepatah
yang mengatakan bahwa perempuan Minang lemah lembut, tapi di sisi lain,
perempuan Minang sangat keras dan tidak lekas menyerah .
Sebagai Limpapeh
Rumah Gadang, atau penguasa di rumahnya, perempuan Minang lebih banyak
menjadi Puro, atau Bendahara dalam keluarganya.
Di daerah
Bukittinggi Kabupaten Agam, Sumatera Barat, kerasnya dan menonjolnya peranan
wanita dalam perekonomian bisa dilihat di lingkungann Kampung Kapau. Sebuah
perkampungan yang dihuni, didominasi oleh
para pedagang nasi Kapau yang seluruhnya perempuan. Kalaupun ada kaum lelaki,
mereka lebih banyak sebagai pekerja saja.
Para pedagang nasi
Kapau biasanya berjualan dari pasar ke pasar. Salah satunya adalah Hajjah
Syamsinar. Perempuan yang lebih akrab disapa Etek Sam oleh penikmat nasi Kapau
di Pasar Lereng, Bukittinggi ini, tidak pernah melihat adanya lelaki berperan
langsung dalam mengelola dan berdagang nasi Kapau. Sejak ia masih kecil, ketika
ia mulai mengikuti neneknya berdagang nasi Kapau dengan berjalan kaki dari
pasar ke pasar, tidak pernah mengajak saudaranya yang laki-laki.
Hingga sekarang ia
lebih banyak mempekerjakan saudaranya yang perempuan, bahkan untuk pekerjaan
berat sekalipun. Ilmunya dalam meracik bumbu, yang sudah dimiliki sejak
turun-temurun, pun hanya diajarkan kepada anaknya yang perempuan. Bahkan ilmu
berdagang dan pengelolaan keuangan, tidak diajarkan kepada kaum laki-laki.
Tek Syam yang
hanya berdagang 4 kali dalam seminggu di dua pasar secara bergantian, sudah
mulai mempersiapkan meracik masakannya sejak sore, hingga dinihari, sebelum
dibawa ke pasar yang dituju. Rendang itik, atau bebek, adalah khas masakan Etek
Syam, dalam berdagang nasi Kapau. Hanya saja untuk memasak rendang itik, butuh
persiapan lebih banyak dari jenis masakan lainnya, dengan adonan bumbu yang
lebih rumit.
Kepiwaian Etek
Syam dalam meracik bumbu telah membuatnya berhasil mendongkrak perekonomian
keluarga setelah ditinggal suami belasan tahun lalu. Bahkan keahlian tersebut
telah mengantarnya menunaikan ibadah haji ke tanah suci, dan mendirikan rumah
yang terbilang mewah di Kampung Kapau.
Kabupaten Agam
yang dikenal juga dengan Luhak Agam, tidak saja menelurkan para perempuan
perkasa dari Kampung Kapau. Tak jauh dari pusat Kota Bukittinggi, terdapat
pusat sulaman bordir milik Hajjah Rosma, yang dikenal juga sebagai aktivis
perempuan di Kabupaten Agam. Kegigihannya untuk membina kaum perempuan agar
bisa tegar dan mandiri, menjadikannya sebagai pelopor dan cerminan bagi wanita
lainnya di daerah ini.
Setelah berbagai
usaha dilakukannya untuk bisa bertahan hidup, akhirnya Hajjah Rosma memilih
untuk mengembangkan sulaman bordir, yang memang sudah dikuasainya sejak kecil.
Kini, usaha sulaman bordir yang telah ia rintis sejak tahun 60-an, telah
menjadi patokan sejumlah kreasi bordir yang sekarang banyak terdapat di
pasar-pasar sekitar Bukittinggi, bahkan hingga mancanegara.
Hajjah
Rosma pun menularkan ilmunya ini pada kaum hawa lainnya. Ratusan perempuan
mandiri telah lahir dari didikan tangannya untuk bisa bertahan hidup, dan tidak
harus bergantung kepada orang tua atau suami. Pengerjaan bordir harus dilakukan
dengan mesin jahit manual, sehingga bisa menghasilkan sebuah kreasi yang
mempunyai nilai jual tinggi. Hentakan kaki dan keahlian jari tangan menari
diatas gambar, serta memainkan kombinasi warna benang, adalah kuncinya.
Dari roda mesin
jahit yang berputar inilah, puluhan remaja ini menumpukan harapan hidup mereka
di masa depan, tanpa harus melupakan putaran bumi, yang selama ini lebih banyak
membuat kaum mereka tertinggal di belakang.
Dominasi para
wanita Minang dalam perekonomian keluarga tak lepas dari sistem Matriakat, atau
Matrilineal, yang dianut masyarakat Minangkabau. Seiring dengan perubahan
zaman, peran laki-laki lebih banyak dalam keluarganya. Keluarga Minang tidak
lagi terkonsentrasi dalam sebuah keluarga besar, namun sudah beranjak menjadi
keluarga kecil, atau Nuklear Famili, sehingga peran seorang ayah lebih banyak
mendominasi sebuah keluarga.
Tapi sesungguhnya,
ini bukanlah sebuah perang antar dua dunia, perempuan atau laki-laki. Sejatinya
ini hanyalah soal pembagian tugas. Tidak masalah siapa yang mencari nafkah.
Hidup ini indah jika dijalani tanpa prasangka.(Inti)
BAB I
DALAM BUDAYA ARAB LAKI-LAKILAH
YANG HARUS BERWATAK RAJA-RAJA
A.Latar Belakang
Jika wanita seperti Di Minangkabau
berwatak raja, akan sulit patuh kepada suami yang juga berwatak raja-raja bagi
orang Arab. Tapi di Sumbar atau Riau, hal itu tidak jadi masalah. Yang penting
adanya kesepakatan kedua belah pihak. .Dalam suatu rumah tangga tidak jarang
terjadi perselisihan atau persengketaan antara suami-istri. Baik dikarenakan
kesalahan suami atau sebaliknya. Bentuk kesalahan tersebut bisa berupa unsur
ketidaksengajaan atau kesengajaan. Penyelesaian kesalahan yang disebabkan
unsur ketidaksengajaan, tiada lain dengan kebesaran hati memaafkan pihak yang
bersalah dengan persyaratan jangan sampai diulangi. Sedangkan penyelesaian
kesalahan disebabkan unsur kesengajaan seperti pembangkangan seorang istri,
Allah SWT menjelaskannya pada surat An-Nissa’ ayat 34, yaitu dengan
memberikan nasihat, tidak melakukan hubungan suami-istri dan memukulnya..
Penyelesaian
nusyuz di atas, ada yang menjadi permasalahan pada konteks kekinian, yaitu
pada penafsiran para mufasir terhadap lafadz wadribuhunna dengan memukul tanpa
menyakitkan atau pukulan mendidik. Sehingga penafsiran ini dijadikan
justifikasi pembolehan pemukulan terhadap istri. Sebagian ilmuwan dan
cendekiawan muslim sekarang atau mufasir kontemporer, ada yang tidak
menyepakati wadribuhuinna ditafsirkan dengan memukul. Meskipun para ulama telah
menegaskan harus pukulan yang tidak menyakitkan. Hal ini dikarenakan
bertentangan dengan ayat selanjutnya dan beberapa ayat dan hadits yang
mengisyaratkan tidak boleh melakukan kekerasan dalam dalam rumah tangga.
B. Rumusan
masalah
1. Ayat –ayat
yang berkaitan dengan nusyuznya wanita yang berwatak raja.
2. Nusyuz timbul
dari pihak suami dan istri yang tinggi egonya
3. Tahapan yang
dilakukan dalam menghadapi gejala nusyuz isteri durhaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. AYAT-AYAT
NUSYUZ
Untuk
mempermudah pembahasan ini diawali dari ayat yang membahas nusyuz adalah surat
an-Nissa ayat 34 dan 128 sebagai berikut:
“Kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena
mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar (34)
makna mufrodat:
الرجال قوامون على
النساء= bermakna bahwa kaum pria adalah pemimpin kaum wanita, yang lebih
dituakan atasnya, yang menjadi pemutus atas segala perkaranya, dan yang
berkewajiban mendidiknya jika melenceng atau melakukan kesalahan. Seorang pria
berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pemeliharaan atas wanita.
نُشُوزَهُنَّ
= ‘kebencian’, ‘antipati’, ‘kedurhakaan istri terhadap suami’
فَعِظُوهُنَّ = memberi nasihat dan
arahan/petunjuk
وَاهْجُرُوهُنَّ
فِي الْمَضَاجِعِ = berpindah tempat tidur, khithabnya tertuju kepada para suami
yang takut atas nusyuz istrinya. sehingga berarti bagi suami yang khawatir
akan nusyuz istri diperintahkan untuk meninggalkannya di tempat tidur.
وَاضْرِبُوهُنَّ
= pukullah untuk mendidik
قَانِتَاتٌ =
dimaksud disini adalah wanita-wanita yang taat kepada Allah SWT dan taat
kepada suami-suami mereka. menurut Ibnu ‘Abbas, yang dimaksud adalah wanita-wanita
yang taat kepada suaminya.
وَاللاَّتِي,=wanita
siapa saja yang oleh suami dikhawatirkan nusyuznya.
selanjutnya
surat annisa ayat 128
Terjemahnya:
“Dan jika
seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka
tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya
kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu
(dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
B.ASBABUN NUZUL
Adapun
sebab-musabab turunya Q.S. an-Nissa: 34, ialah bahwa ada seorang sahabat
Rasul, yang termasuk salah seorang guru (naqib) mengajarkan agama kepada kaum
Anshar, namanya Sa’ad bin Rabi bin Amr, berselisih dengan istrinya Habibah
binti Zuhair. Suatu ketika Habibah menyanggah (nusyuz) kepada suaminya Sa’ad
itu. Lalu Sa’ad menempeleng muka istrinya itu. Maka datanglah Habibah ke
hadapan Rasul ditemani oleh ayahnya sendiri, mengadukan halnya. Kata ayahnya:
“disetidurinya anakku, lalu ditempelengnya.” Serta merta Rasulullah menjawab:
‘biar dia membalasnya (Qisas). Artinya Rasulullah mengizinkan perempuan itu
membalas memukul sebagai hukuman. Tetapi ketika bapak dan anak perempuannya
telah melangkah pergi, Rasul berkata: “kembali! kembali! ini jibril datang!”
maka turun ayat ini (membolehkan memukul)”. Maka berkatalah Rasulullah: “
kemauan kita lain, kemauan Tuhan lain, maka kemauan Tuhanlah yang lebih baik”.
Ada riwayat lain bahwa nama perempuan itu ialah Khaulah binti Muhammad bin
Salamah.
Sedangkan ayat
128
Imam syafi’I
meriwayatkan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan kasus putrid Muhammad Ibn
Malamah yang akan di cerai oleh suaminya, lalu dia bermohn agar tidak di cerai
dan rela dengan apa saja yang di tetapkan suaminya. Mereka berdamai dan
turunlah ayat ini
C.KANDUNGAN AYAT
Dalam kitab
fikih atau tafsir klasik, kata nusyuz sering diartikan istri yang tidak taat
atau membangkang kepada suami. Pendapat ini berdasarkan surat an-Nisa: 34.
Ayat ini juga sering ditafsirkan dan dijadikan legitimasi laki-laki melakukan
tindak kekerasan terhadap istri yang telah dianggap nusyuz.. Menurut pendapat
Sayyid Quthb yang menyatakan bahwa nusyuz lebih merujuk pengertian terjadinya
ketidakharmonisan dalam suatu perkawinan.
Nusyuz dari
pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya atau menentang
perintah suami. Untuk nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap isterinya;
tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya yaitu menafkahinya
dengan baik. Nusyuz dari pihak suami diterangkan dalam
Pembahasan pada
Nusyuz dalam surat an-Nissa ayat 34, yang artinya Laki-laki mempunyai kelayakan
memimpin kaum wanita, karena Allah telah memberikan kelebihan atas yang lain
dan karena mereka memberi nafkah.
Ar-Rijâl qawwâm
‘alâ an-nisâ’ bermakna bahwa kaum pria adalah pemimpin kaum wanita, yang lebih
dituakan atasnya, yang menjadi pemutus atas segala perkaranya, dan yang
berkewajiban mendidiknya jika melenceng atau melakukan kesalahan. Seorang pria
berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pemeliharaan atas wanita. Ibn
‘Abbas, mengartikan kata qawwâmûn sebagai pihak yang memiliki kekuasaan atau
wewenang untuk mendidik wanita. at-Thabari menegaskan, bahwa kata qawwâmûn
bermakna penanggung jawab, dalam arti, pria bertanggung jawab dalam mendidik
dan membimbing wanita dalam konteks ketaatannya kepada Allah.
Wanita-wanita
yang salehah ialah yang taat beribadah,yang menjaga amanat sewaktu suami
berpergian, karena Allah telah memelihara mereka menunjukan nusyuz istri
terhadap suami. Yang bermakna perlawanan seorang istri terhadap suami, yang
sebelumnya menyebutkan istri yang shalihah dan taat kepada Allah dan suami. Ibnu
Katsir menyimpulkan dari ayat tersebut bahwa istri-istri itu ada dua macam, ada
yang shalihah dan ada pula yang membangkang atau melawan suam.
Istri yang
shalihah menurut ayat tersebut adalah perempuan yang taat kepada Allah dan
suaminya, menjaga dirinya (kehormatan), anak dan harta suaminya, baik sewaktu
bersama suami maupun sewaktu tidak bersama-sama. , Istri yang membangkang
(nusyuz) yaitu kebalikan dari istri yang taat. Allah SWT memberikan cara untuk
menanggapi istri yang nusyuz, untuk tingkat pertama dengan memberikan nasihat.
Para mufasir seperti Ibnu Abas dan Mujahid menafsirkan bahwa yang dimaksud
dengan nasihat adalah mengajakan atau mengarahkan dengan al-Qur’an supaya
bertakwa kepada Allah SWT dan mentaati suami. Nasihat ini harus disampaikan
dengan penuh hikmah dan pengajaran yang baik. Sayyid Quthub dalam tafsirnya
fizilalil qur’an mengatakan bahwa inilah tindakan pertama yang harus dilakukan
pemimpin dan kepala rumah tangga, yaitu melakukan tindakan pendidikan, yang
memang senantiasa dituntut kepadanya dalam semua hal.Setelah diberikannya
nasihat dan arahan dari sang suami, tetapi istri masih tetap berbuat nusyuz
karena hawa nafsunya lebih dominan, memperturutkan perasaan, merasa lebih
tinggi, atau menyombongkan kecantikannya, kekayaannya, status sosial
keluarganya, dan sebagainya. Maka Allah SWT memerintahkan supaya berhijrah
tempat tidur dengannya. Ibnu Abbas berpendapat bahwa maksudnya jangan
menyetubuhinya, jangan tidur dekatnya, atau belakangi dia sewaktu tidur. Begitupula
para mufasir lainnya, mengartikan lafadz itu adalah suatu kinayah supaya
jangan berbuat jim’a dengan istri.
Akan tetapi,
jika langkah kedua ini juga tidak mencapai hasil, maka Allah menyuruh untuk
memukul istri tersebut, tetapi mesti lebih ringan dampaknya dibandingkan
dengan kehancuran rumah tangga itu sendiri gara-gara nusyuz.
Pada ayat 128
terkandung tentang Nusyuz-nya suami dengan sikapnya yang melampaui batas kepada
istrinya, menyakitinya dengan mendiamkannya atau memukulnya tanpa alasan syar‘i,
tidak menafkahinya dan mempergaulinya dengan akhlak yang buruk.
Al Qur’an
menyebutkan nusyuz-nya suami ini dalam firman-Nya:
“Dan apabila
seorang istri khawatir akan nusyuz suaminya atau khawatir suaminya akan
berpaling darinya maka tidak ada keberatan atas keduanya untuk mengadakan
perbaikan/perdamaian dengan sebenar-benarnya.” (An Nisa’:128)
Apabila seorang
istri melihat suaminya menjauh darinya, mungkin karena kebencian suami
terhadapnya atau ketidaksukaannya terhadap beberapa perkara yang ada pada
dirinya seperti parasnya yang jelek, usianya atau karena ketuaannya ataupun
perkaranya yang lain, maka tidak masalah bagi keduanya untuk mengadakan
kesepakatan atau perjanjian
D.MUNASABAH AYAT
Ayat yang lalu (
ayat 32 dan 33 ), melarang berangan – angan serta iri menyangkut keistimewaan
masing – masing manusia, baik pribadi maupun kelompok atau jenis kelamin.
Keistimewaan yang di anugerakan Allah itu antara lain karena masing – masing
mempunyai fungsi yang harus di embannya dalam masyarakat, sesuai dengan
potensidan kecenderungan jenisnya. Karena itu pula ayat 3 mengingatkan bahwa
Allah telah menetapkan bagian masing – masing menyangkut harta warisan, di mana
terlihat adanya perbedaan antara laki – laki dan perempuan. Kini fungsi dan
kewajibanmasing – masing jenis kelamin, serta latar belakang perbedaan itu,
disinggung oleh ayat ini{34) dengan menyatakan bahwa : Para lelaki, yaitu jenis
kelamin atau suami adalah qawwamin, pemimpin dan penanggung jawab atas para
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang
lain dank arena mereka, yakni laki – laki secara umum atau suami telah hidup
untuk istri dan ank – anaknya. Kemudian ayat ini juga menjelaskan hak-hak
masing-masing suami istri dan memberi petunjuk langkah-langkah penyelesaian
jika istri dikhawatirkan terjadi Nusyuz dan rmaksiat. Kemudian dilanjut dengan
ayat selanjutnya penyelesaian tentang syiqoq, yaitu suatu perselisihan yang
mampu menghancurkan hubungan keluarga dan diasumsikan berawal dari nuzyuz.
E. PERMASALAHAN
HUKUM
Dalam islam,
Rasulullah SAW mensunahkan kepada orang muslim agar tidak memukul istrinya,
Nabi sendiri tidak pernah memukul istrinya hal itu menunjukan bahwa memukul
adalah tercela yang tergolong ke dalam perbuatan makruh bahkan haram, karena
Nabi sangat marah dan murka terhadap para suami yang memukul istri mereka,
sebagaimana kisah dimasa nabi banyaknya suami-suami yang memukul istrinya
sehingga mereka mengadu kepada rasul SAW, seraya Rasul marah dan keras terhadap
suami-suami yang telah memukul istrinya. Kalaupun terpakasa dan tak bisa
mengelak untuk memukul, maka Rasulullah SAW menganjurkan untuk memukul dengan
siwak seperti sikat gigi dan semacamnya.
Menurut Wahbah
Az Zuhaili, saat suami melakukan pemukulan terhadap istri haruslah dihindari,
1. bagian wajah, sebab wajahn adalah bagian tubuh yang paling dihormati, 2.
Bagian perut dan bagian tubuh lain yang dapat menyebabkan hal yang negatif atau
kematian, sebab pemukulan tidak dimaksudkan untuk mencederai apalagi membunuh
istri yang nusyuz melainkan untuk mengubah sikap nusyuznya, 3. Memukul hanya
pada suatu tempat , karena akan menambah rasa sakit dan memperbesar kemungkinan
timbulnya bahaya di daerah lain. Dalam soal memukul istri yang nusyuz, dalam
mazhab Hanafi dianjurkan agar menggunakan alat berupa sepuluh lidi atau kurang
atau dengan alat yang tidak akan melukai istri.
Para ulama
memberi juga petunjuk cara memukul itu, yakni supaya jangan memukul mukanya,
jangan pada bahagian badannya yang akan merusak, serupa juga dengan memukul
anak.
Ibnu Abbas
memberikan tafsir : “ Pukullah tetapi jangan yang menyebabkan dia
menderita.Lalu Ulama – ulama Fiqhi menjelaskan : “ Jangan sampai melukai,
jangan sampai patah tulang, jangan berkesan dan jauhi memukul muka, karena
mukalah kumpulan segala kecantikan. Dan hendakla berpisah – pisah pukulan itu.
Jangan hanya di satu tempat, supaya jangan benar.” Bahkan ada pula para ahli
Fiqhi berkata : “ Pukula saja dengan tangan yang diselubungi sapu tangan ; jangan
dengan cambuk dan jangan dengan tongkat.
Akibat daripada
perbuatan nusyuz ialah:Isteri hilang haknya sebagai isteri, Suami tidak lagi
bertanggungjawab memberi nafkah kepadanya, Isteri tidak berhak mendapat layanan
dankeadilan daripada suaminya.Isteri tidak boleh membuat tuntutan daripada
suaminya.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dalam kitab
fikih atau tafsir klasik, kata nusyuz sering diartikan istri yang tidak taat
atau membangkang kepada suami. Nusyuz bias terjadi dari pihak wanita maupun
pihak laki-laki.
Nusyuz dari
pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya atau menentang
perintah suami. Untuk nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap
isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya yaitu
menafkahinya dengan baik. Nusyuz dari pihak suami diterangkan dalam Q.S.
an-Nissa: 128.
Istri yang
membangkang (nusyuz) yaitu kebalikan dari istri yang taat. Allah SWT
memberikan cara untuk menanggapi istri yang nusyuz, untuk tingkat pertama
dengan memberikan nasihat. Setelah diberikannya nasihat dan arahan dari sang
suami, tetapi istri masih tetap berbuat nusyuz karena hawa nafsunya lebih
dominan. Maka Allah SWT memerintahkan supaya memisahi tempat tidur dengannya.
Akan tetapi, jika langkah kedua ini juga tidak mencapai hasil, maka Allah
menyuruh untuk memukul istri tersebut, dengan aturan pukulan itu tidak
meyakitkan dan menimbulkan bekas.
Tentang
Nusyuz-nya suami dengan sikapnya yang melampaui batas kepada istrinya,
menyakitinya dengan mendiamkannya atau memukulnya tanpa alasan syar‘i, tidak
menafkahinya dan mempergaulinya dengan akhlak yang buruk. maka tidak masalah
bagi keduanya untuk mengadakan kesepakatan atau perjanjian.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu
Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, juz. 1 (Beirut: Darl –al-Fikr, 2000)
Wahbah
Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, juz. 4(Beirut: Dar al-Fikr, 1991)
Ahmad
mustofa al maraghi, Tafsir al-maraghi, juz 4. darul ilmi assabiq
Prof.
Dr. Hamka, Tafsir al azhar, juz 6-7(Jakarata;pustaka panjimas,2005)
M.Quraisy
syihab, Tafsir Al-Misbah, juz 2(Jakarta;lentera hati, 2002)
Sayyid
Quthb, Tafsir Fizhilalil Qur’an (Dibawah naungan qur’an).Juz 5, (terj), as’ad
yasin.(
Jakarta; Gema insani press 2004)
Diposkan
oleh pietly di 10.03
Label:
tafsir ayat hukum keluarga islam
No comments:
Post a Comment