YANG BETINA MENJAJAH YANG JANTAN
KATA PENGANTAR
Laba-laba betina memakan jantannya ketika hampir masanya ia bertelur. Mungkin hal ini dilakukan untuk menjaga
anakn-anaknya nanti agar jangan dimakan oleh bapaknya yang pelahap itu. Jadi,
untuk melindungi anaknya dari bahaya.
Lain benar cara yang berlaku pada kalajengking dan pada
laba-laba itu dengan cara yang berlaku pada burung dan binatang-binatang lain.
Seekor burung betina yang sedang mengerami telur disarangnya, jarang dan hampir tidak mau meninggalkan sarangnya itu sampai telurnya menetas. Jantanlah
yang bersusah payah mencari makanan untuk induknya yang mengeram itu. Jika
telurnya sudah menetas, kedua burung jantan dan betina itu mencari makanan
untuk anak-anaknya yang masih lemah. Sesudah anak-anaknya agak besar dan cukup
bulunya untuk belajar terbang, datanglah waktunya sekarang bagi kedua burung
itu melatih anak-anaknya terbang dari satu ranting ke
ranting yang lain. Mula-mula dekat saja, lama-kelamaan agak jauh; mula-mula
rendah lama kelamaan agak tinggi, dan seterusnya. Sehingga anak-anaknya itu
pandai terbang, dan mencari makan sendiri seperti induknya. Setelah itu lepas
dan berpisahlah burung muda itu dari pengawasan dan perlindungan induknya.
Demikian juga seekor anjing dan kucing yang beranak pada
waktu anak-anak masih lemah, disusuinya anaknya itu, dibersihkan badannya
dengan air ludahnya. Sebelum anak itu menjadi besar, anak-anak itu dilatih
berbagai macam menerkam dan lari sepertik kepandaiaan yang dimiliki induknya.
Pada saat tertentu anak-anak itu tidak boleh menyusu lagi. Setelah besar dan
mencari makan sendiri, lepaslah anak-anak kucing dan anjing itu dari induknya.
Demikianlah contoh-contoh tersebut, kita mengerti bahwa
binatang pun “mendidik” anak-anaknya. Binatang memelihara, melindungi, dan
mengajar anak-anaknya, sampai anak-anaknya dapat berdiri sendiri seperti
induknya. Oleh sebab itu manusia pun harus mendidik
anaknya jangan sampai kalah oleh binatang. Dalam mendidik anak, keluarga muslim
harus mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Ahzab : 21 ”Sungguh,
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang
banyak mengingat Allah”
2. Hadits-Hadits Tentang Cara
Rasulullah SAW Mendidik Anak
Abdullah ibn Umar pernah mengatakan, “Rasulullah memegang
pundakku sambil sedikit menggerak-gerakkan, seolah meminta agar aku
memperhatikan. Lalu, beliau berkata,”Wahai ‘Abdullah, jadilah seolah orang
asing atau seolah orang musafir di dunia ini. Dan anggaplah dirimu sebagai ahli
kubur.”
Dipesankan kepada Anas, oleh Nabi saw,” Anakku, jika pada
pagi dan sore hari kau mampu menghindarkan hatimu dari kedengkian, lakukanlah!
Itulah sunnahku! Siapa yang melestarikan sunnahku, berarti ia menghidupkan aku.
Siapa yang menghidupkan aku, ia akan bersamaku di surga.” [H.R Tirmidzi]
Sabda Nabi yang lain, tentang pendidikan terhadap
anak-anak:
“Tak ada pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada
anak selain tata krama yang baik.” [H.R Tirmidzi]
3. Cara Rasulullah Mendidik Anak
Anak didik dibentuk oleh empat faktor.
Pertama, ayah yang berperan utama dalam
membentuk kepribadian anak. Kedua, yang membentuk kepribadiannya juga adalah
ibu; ketiga, apa yang dibacanya (ilmu); dan keempat, lingkungan. Kalau ini
baik, anak bisa baik, juga sebaliknya. Begitu pula baik-buruk kadar pendidikan
kita.
Empat faktor ini belum tentu semuanya terwujud. Ketika
Allah Swt. menetapkan bahwa Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya, maka yang
membentuk kepribadiannya adalah Allah Swt. Selain yatim piatu, beliau lahir di
lingkungan dengan gaya hidup yang terbelakang, bahkan hampir tidak tersentuh
oleh peradaban. Padahal, waktu itu Mesir, Persia, dan India semunya sudah maju.
Dalam hal ini, Allah Swt. ingin mendidik langsung beliau untuk menjadi
pendidik, yakni figur yang diteladani bagaimana seharusnya mendidik. Itu
sebabnya beliau bersabda, Addabanî Rabbî fa Ahsana Ta’dîbi (“Yang mendidik saya
itu adalah Tuhan”). Juga, Bu’itstu Mu’alliman (“Saya diutus-Nya menjadi
pengajar, pendidik”).
Kita ambil beberapa inti dari kisah hidup Rasulullah Saw.
Sebelum anak lahir kita harus memilih hal yang baik, karena segala kondisi
dalam berhubungan mempengaruhi keturunan.
Bila ingin anak yang baik, maka harus ditanamkan perasaan
yang enak, harmonis, dan penuh keagamaan sewaktu memproduksinya. Ini
berpengaruh kepada jabang bayi. Ketika membuatnya dalam situasi ketakutan, maka
anak bisa menjadi penakut. Anak yang lahir di luar nikah itu berbeda
dengan anak yang lahir dari hubungan yang sah. Karena semua orang sadar dalam
hati bahwa perzinahan itu buruk, maka hal ini nantinya dapat berpengaruh
terhadap anak. Karena itu pula, Nabi Saw. memerintahkan untuk memilih
tempat-tempat yang baik saat berhubungan dan dianjurkan sebelumnya untuk
membaca doa dan tidak dihantui rasa takut atau cemas.
Agar buah yang lahir dari kehidupan suami-isteri ini bisa
membawa manfaat sebanyak mungkin, maka harus memperhatikan sang isteri (ibu).
Dari sini, sekian banyak anjuran untuk memberikan perhatian yang besar dan
makanan yang bergizi bagi seorang ibu. Di masa Nabi Saw, buah yang paling
banyak adalah kurma. Kurma itu memiliki vitamin dan karbohidrat yang tinggi.
Nabi Saw. berkata, “Isteri yang sedang hamil, berilah ia kurma agar anaknya
lahir sehat dan gagah”.
Hal di atas menunjukkan bahwa jauh sebelum anak
dilahirkan, ternyata Islam telah memiliki landasan dan tempat berpijak.
Lalu, apa yang perlu diperankan orang tua sekarang?
Pertama, satu hal yang perlu digarisbawahi, begitu seorang anak lahir, Islam
mengajarkan untuk diadzankan. Walaupun anak itu belum mendengar dan melihat,
tapi ini memiliki makna psiko-keagamaan pada pertumbuhan jiwanya.
Para pakar mengatakan apabila ada orang yang lahir buta
tetap tersenyum saat ibu mendekatinya. Jadi, seorang bayi memiliki rasa pada
saat mendengar adzan, juga memiliki jiwa yang bisa berhubungan dengan
sekelilingnya. Karena itu, adzan menjadi kalimat pertama yang diucapkan
kepadanya. Dan, karena saat membacakan adzan seorang muadzin berhubungan dengan
Tuhan, maka inilah yang memberikan dampak bagi perkembangan anak ke depan.
Kedua, sampai umur tujuh hari, kelahiran anak perlu
disyukuri (‘aqiqah). Jangan sampai terbetik dalam pikiran ibu/bapak merasa
tidak menginginkan bayi itu, karena saat itu sang anak sudah punya perasaan dan
harus disambut dengan penuh syukur (‘aqiqah), baik yang lahir itu bayi
laki-laki maupun perempuan.
Ketiga, setelah ‘aqiqah, sang anak baru diberi nama yang
terbaik karena dalam hadis disebutkan, “Di hari kemudian nanti orang-orang itu
akan dipanggil dengan namanya”. Dalam hadis lain dijelaskan, “Nama itu adalah
doa dan nama itu bisa membawa pada sifat anak kemudian”. Jadi, pilihlah nama
yang baik untuknya.
Nabi Saw. dipilihkan oleh Allah semua nama yang baik dan
sesuai, karena ia adalah doa bagi yang menyandangnya. Misal, Nabi memiliki ibu
bernama Aminah (yang memberi rasa aman) dan ayahnya Abdullah (hamba Allah).
Yang membantu melahirkan Nabi namanya As-Syaffa (yang memberikan kesehatan dan
kesempurnaan). Yang menyusuinya adalah Halimah (perempuan yang lapang dada),
jadi Nabi dibesarkan oleh kelapangan dada. Anjuran untuk memilih nama yang
mengandung doa juga dimaksudkan agar jangan sampai menimbulkan rasa rendah diri
pada sang anak.
Sesuai dengan Sabda Nabi dalam HR. Imam Muslin “Kewajiban
orang tua terhadap anaknya adalah memeberi nama yang baik, mengajarkan adab
sopan santun, baca tulis, berenang, memanah, serta tidak member makan dari
makanan yang haram”.
Keempat, mendidik anak bagi Nabi Saw. adalah
menumbuhkembangkan kepribadian sang anak dengan memberikan kehormatan
kepadanya, sehingga beliau sangat menghormati anak-cucunya. Bila memang sejak
kecil ia sudah memiliki perasaan, maka jangan sampai ada perlakuan yang
menjadikannya merasa terhina. Allah merahmati seseorang yang membantu anaknya
untuk berbakti kepada orang tuanya. Nabi Saw. pernah ditanya, “Bagaimana
seseorang membantu anaknya supaya ia berbakti?”, Nabi berkata: “Janganlah ia
dibebani (hal) yang melebihi kemampuannya, memakinya, menakut-nakutinya, dan
menghinanya”.
Ada sebuah riwayat, seorang anak lelaki digendong oleh
Nabi dan anak itu pipis, lantas ibunya langsung merebut anaknya itu dengan
kasar. Nabi kemudian bersabda, “Hai, bajuku ini bisa dibersihkan oleh air,
tetapi hati seorang anak siapa yang bisa membersihkan”. Riwayat lain
menyebutkan bahwa Nabi berkata, “Jangan, biarkan ia kencing”. Riwayat tadi
memberi pelajaran bahwa sikap kasar terhadap seorang anak dapat mempengaruhi
jiwanya sampai kelak ia dewasa.
Namun sisi lain, ada satu hal di mana Nabi sangat
hati-hati dalam persoalan anak. Ketika Nabi di masjid, ada orang yang kirim
kurma, kemudian cucunya datang dan mengambil sebuah kurma lalu dimakannya. Nabi
bertanya kepada ibunya, “Ini anak tadi mengambil kurma dari mana?” Sampai
akhirnya, dipanggilnya Saidina Hasan dan dicongkel kurma dari mulutnya. Ini
maknanya apa? Nabi tidak mau anak cucunya itu memakan sesuatu yang haram,
walaupun ia masih kecil dan tidak ada dosa baginya, karena itu akan memberikan
pengaruh kepadanya kelak ia besar.
Ada cerita dari pengalaman seorang ibu yang pendidikannya
hanya sampai SD dan memiliki 13 anak, tetapi semuanya berhasil. Suatu
ketika, ada orang yang bertanya kepada si ibu itu, “Doa apa yang dipakai
ibu sehingga semuanya berhasil?” Jawabnya, “Saya dan suami saya tidak banyak
berdoa. Tapi, bila anak saya bersalah atau saya tidak senang
perbuatannya, saya selalu berkata, “Mudah-mudahan Tuhan memberimu petunjuk”.
Jadi, anak ini tidak dimaki, dikutuk, atau dimarahi. Dan, kami kedua orang
tuanya tidak pernah memberi makan mereka dengan makanan yang haram”.
Wallahualam bissawab.
4. Kesimpulan
Cara Rasulullah Mendidik Anak
I. Panduan dasar untuk orang tua dan
pendidik
Banyak orang tidak menyadari kalau anak adalah salah satu pemimpin umat.
Hanya karena masih tertutup dengan baju anak. Seandainya apa yang ada dibalik
bajunya dibukakan kepada kita, niscaya kita akan melihat mereka layak
disejajarkan dengan para pemimpin. Akan tetapi, sunnatullah menghendaki agar
tabir itu disibak sedikit demi sedikit melalui pendidikan. Namun, tidak semua
pendidikan berhasil kecuali dengan strategi matang dan berkelanjutan. ( Syaikh
Muhammad Al Khidr Husein )
1.Keteladanan
Rasulullah bersabda “ Barangsiapa berkata kepada anaknya, ‘ kemarilah! (
nanti kuberi )’ kemudian tidak diberi maka ia adalah pembohong ” ( HR. Ahmad
dari Abu Hurairah)
2.Memilih waktu yang tepat untuk menasehati.
Ada 3 pilihan waktu yang dicontohkan Rasul ; saat berjalan-jalan di atas
kendaraan, waktu makan dan waktu anak sakit.
3.Bersikap adil dan tidak pilih kasih
4.Memenuhi hak-hak anak
5.Menghargai nasehat dan kebenaran meskipun dari anak kecil.
6.Mendo’akan anak.
7.Membelikan permainan
8.Membantu anak agar berbakti dan taat.
9.Tidak banyak mencela dan memaki.
II.Membangun dan membina Aqidah anak.
1.Mentalqinkan kalimat Tauhid pada anak.
2.Cinta kepada Allah, merasa diawasi dan beriman kepada Qodho’ & Qodar
3.Mencintai Rasulullah, keluarga dan sahabatnya.
4.Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak.
5.Mendidik keteguhan aqidahnya.
III.Membentuk intelektualitas pada anak
1.Menanamkan kecintaan mencari ilmu dan adabnya.
2.Membimbing anak untuk menghafal Al-Qur’an dan hadits.
3.Memilihkan anak, guru yang shalih.
4.Mendidik anak tera,pil bahasa asing.
5.Mengarahkan sesuai dengan bakat dan kecenderungannya.
6.Membuat perpustakaan di rumah.
Sifat-sifat Pendidik Sukses
a.Penyabar dan tidak pemarah
b.Lemah lembut dan menghindari kekerasan
c.Hatinya penuh dengan kasih saying
d.Memilih yang termudah di antara dua perkara
e.Fleksibel
f.Tidak emosional
f.Tidak emosional
g.Bersikap moderat dan seimbang
h.Ada senjang waktu dalam memberi nasehat.
Daftar Pustaka
1. Habibah Nurul Ummah, Cara Mendidik Anak Ala
Rasulullah, http://www.salimah.or.id
2. Kamus Besar Bahasa Indonesi 1991
2. M. Qurais Shihab Pendidikan ala Rasulullah: dimulai sebelum
kehamilan, dan didasarkan penghargaan bagi anak. Dalam Peringatan Maulid
Nabi Saw. 1426 H. di Ruang Serbaguna PSQ,UIN Jakarta 11 Maret 2011.
3. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung
Remaja Rosda Karya, 1995.
4. Sri Maryati, Hidup Sehat Secara Islami, Jakarta PERCA, 2007.
No comments:
Post a Comment