REKYASA KASUS DAN PEMBUNUHAN KARAKTER
KATA PENGANTAR
Penulis
merasakan rekaysa kasus dan pembunuhan karakter kecil-kecilan, di kantor tempat
penulis bekerja. Para pegawai di sekelilingku, ada beberapa orang yang sangat
berbakat dalam hal ini. Karena rekayasa kasusnya kecil kecilan, penulis paling-paling
hanya menegur sekilas, menasehati sambil lalu, karena jika dinasehati agak
panjang, mereka berbicara lebih licik dan lebih bijak, sekaligus melanggar
moral. Jangan penulis yang tidak punya kekuasaan apa-apa, sedangkan Antasari
Azhar saja, hancur oleh rekayasa kasus. Inilah kelicikan mafia yang dibuat
secara sistematis oleh Yahudi, sehingga rekayasanya berjalan secara sempurna,
tidak ada yang bisa melawan.
Rekayasa kasus
yang dihadapkan kepada diri penulis, sudah dirasakan semenjak tahun 2000, di
Pekanbaru Riau Indonesia. KARENA latar belakang
penulis adalah pesantren,kemudian guru, ustadz dan suku Melayu yang selalu berbicara dengan hati nurani, sedangkan teman
di sekeliling penulis kadang-kadang mengabaikan hati nurani, akibatnya penulis “disingkirkan”
dalam artian tidak dibawa bekerja sama. Kegiatan kerohanian hampir tidak ada,
paling-paling acara seremonial maulid setengah jam. Akhirnya penulis berkesimpulan bahwa hal itu alami
saja. Penulis menydari diri sendiri, kini berhadapan dengan siapa? Diriku sedang
berhadapan dengan saudara-saudara kandungku yang berotak mafia dan berkarakter
Yahudi, berarti aku hrus bersiap-siap sebagai penonton, tidak mungkin sebagai
aktor. Jika aku bertindak sebagai aktor, akan terjadi pembunuhan karakter.Misalnya kalau tertidur sedikit saja di atas kursi karena membaca, mereka potret dan sebarkan, sebagai potret tertidur di kantor, mereka bunuh langsung dengan dengan istilah “Character Assasination.
Memang sifat alami manusia adalah tak
pernah puas dan ingin selalu lebih dari yang lainnya. Begitu juga dalam
kehidupan karier, persaingan untuk meraih jenjang karier yang lebih tinggi
kerap memicu keinginan seseorang untuk mengukir prestasi yang lebih baik. Sepanjang
persaingan yang dilakukan ditempuh dengan cara yang positif, pastinya sah-sah
saja. Yang tak wajar adalah jika persaingan dilakukan dengan berbagai cara
termasuk cara-cara negatif yang tak bermoral. Sebut saja, upaya pembunuhan
karakter 'lawan' agar terlihat lebih buruk di mata rekan kerja, atasan maupun
relasi.
Jika didefinisikan, character
assassination atau usaha pembunuhan karakter adalah usaha menghilangkan
orisinalitas atau keaslian karakter seseorang dalam pandangan orang lain. Kondisi
ini tidak saja menyangkut fitnah dan menyebarkan berita bohong tentang
seseorang. Namun juga menyangkut pencitraan tentang diri seseorang dari orang
lain. Sementara, citra diri merupakan hal penting dan berperan besar dalam
kelangsungan kehidupan sosial seseorang. Termasuk dalam kehidupan karir.
Sehingga, bisa dibayangkan sendiri akibat yang harus ditanggung ketika
seseorang mengalami sebuah pembunuhan karakter.
"Citra yang buruk sangat
berpengaruh pada tingkat kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap orang
lain. Dalam kehidupan pribadi tentu saja juga sangat merugikan,"ungkap S
Susilowati, Senior Executive HRD PT Batamindo Investment Cakrawala Batam. Mengingat
pentingnya citra diri terhadap kehidupan kita, tak ada salahnya jika kita
selalu waspada agar tak menjadi korban upaya pembunuhan karakter oleh 'lawan'
atau 'saingan' kita.
"Cara paling mudah agar tak
menjadi korban adalah melakukan pembuktian dengan cara menunjukkan kompetensi
diri kita. Jika kita kompeten, pada akhirnya orang lain akan dengan sendirinya
menilai kebenaran berita yang disampaikan atau digosipkan tersebut,"ungkap
Susi.
Selain itu, penting
juga menjalin hubungan baik dengan semua rekan kerja agar tercipta persaingan
yang sehat dan positif. Berkomunikasi dengan baik dan saling membantu sebagai
tim, akan membuat rekan kerja merasa setara dan tak perlu saling menjatuhkan. "Kadang
kala orang melakukan persaingan tak sehat karena sebenarnya mereka merasa
kurang percaya diri dengan kemampuan atau kompetensi mereka dalam
bekerja,"jelasnya.(*)
Lakukan Klarifikasi
Jika Isu Mengkhawatirkan
MENGHADAPI kenyataan buruknya citra
diri kita baik di mata rekan kerja, atasan maupun relasi akibat perbuatan
'saingan' kita pastinya menyakitkan. Sebab, tak bisa dipungkiri, citra diri
memiliki andil cukup besar terhadap kesuksesan karier seseorang. Yakni
menyangkut kepercayaan orang lain pada kita. Nah, mengingat betapa pentingnya
pembentukan citra diri positif demi kelangsungan karier dan kehidupan sosial,
setiap orang pasti tak mau tinggal diam ketika menjadi korban fitnah maupun
pembunuhan karakter.
Artinya, penting untuk segera melakukan
sesuatu sebagai bentuk pembelaan diri dan menunjukkan pada publik bahwa berita
yang selama ini tersebar adalah berita bohong semata. "Yang penting
dilakukan ketika menghadapi fitnah atau pembunuhan karakter adalah tetap fokus
pada kompetensi diri serta membangun kekompakan tim serta memperlancar
komunikasi,"saran S Susilowati, Psikolog yang juga Senior Excutive HRD PT
Batamindo Investment Cakrawala. Selain itu, penting juga untuk melakukan
counter atau klarifikasi isu atau kabar tentang diri kita jika ternyata kabar
yang berkembang tersebut sudah cukup mengkhawatirkan. Baik untuk kehidupan
karier maupun kehidupan sosial.
"Kalau perlu ajak bertemu orang
yang kita tahu suka menyebarkan berita bohong tentang diri kita. Atau cari
orang yang memang 'tukang gosip' untuk membantu kita meng-counter isu-isu
bohong tentang diri kita,"jelasnya. Jalinan komunikasi serta upaya
men-counter berita bohong tentang diri kita tersebut hanyalah sebuah usaha yang
bisa dilakukan untuk mempertahankan citra diri. Namun yang paling penting
diingat adalah kebenaran pasti akan terbuka dengan sendirinya.
Pepatah
bijak mengatakan, emas tetaplah emas. Meskipun ditimbun lumpur, ia akan tetap
jadi emas. Kalau bagus, maka tetaplah bagus, meski dijelek-jelekan atau
difitnah akan tetap terlihat bagus. "Yang terpenting adalah buktikan saja
dengan selalu memberikan kinerja atau pelayanan yang terbaik dalam setiap
pekerjaan yang dilakukan,"saran Susi, panggilan akrab wanita berjilbab
ini. (*)
Sabar dan Selalu
Berpikir Positif
TIDAK mudah untuk menghadapi satu
lingkungan dimana citra diri kita sudah rusak akibat perbuatan orang tak
bertanggungjawab. Namun, menghadapi kondisi sulit bukan berarti tak bisa
dilewati. Sebab, sepanjang kita mau berusaha untuk melakukan hal yang baik,
seburuk apapun pembunuhan karakter yang telah dilakukan, lama kelamaan akan
terbuka juga kenyataan sebenarnya. Lantas, apa yang bisa kita lakukan dalam
menghadapi pembunuhan karakter tanpa luapan emosi? Berikut beberapa tips yang
diberikan Susilowati untuk Anda semua:
1. Tetap bersabar dan lakukan sembahyang hajat
2. Selalu berpikir positif, senyum, sapa, beri hadiah
kecil-kecilan
3. Tetap berusaha menunjukkan kinerja yang terbaik
4. Berkomunikasi dengan baik dengan rekan kerja maupun
relasi
5. Terus menerus melakukan introspeksi diri.(*)
BAB
I
REKAYASA KASUS DAN PEMBUNUHAN KARAKTER
A.Kontras Bawa Kasus Ruben ke Dunia Internasional
Penulis
terkejut membaca tulisan Hari Istiawan – Okezone Jum'at, 14 Juni
2013 11:05 wib.
IlustrasiMALANG - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS) membawa kasus dugaan salah tangkap yang menimpa Ruben Pata Sambo (72)
dan anaknya Markus Pata Sambo, warga Jalan Merdeka No 96 Buntu Mamullu,
Kelurahan Tondo Mamullu, Makale, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, ke
dunia internasional.
Koordinator Badan Pekerja Kontras Jawa Timur dan Jawa Tengah, Andy Irfan, mengatakan akan mengkampanyekan kasus ini ke dunia internasional. "Siang ini, kasus ini akan menjadi bahan diskusi dalam kongres menolak hukuman mati di Madrid, Spanyol," kata Andy Irfan, kepada Okezone, Jumat (14/006/2013). Sebelumnya, kata Andy, pihaknya telah menyurati empat institusi yakni Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Menkumham, dan Mabes Polri untuk memeriksa dugaan rekayasa kasus dan penyiksaan, serta menuntut agar hukuman mati dibatalkan.
Selain itu, KontraS dalam minggu ini bakal mendampingi keluarga korban dan saksi-saksi untuk mengadu secara langsung, memberikan keterangan dan bukti-bukti kepada lembaga-lembaga di atas terkait dugaan rekayasa kasus dan penyiksaan. "Sekaligus mengajukan tuntutan agar Ruben dan Markus dibebaskan dari eksekusi mati," ujarnya.
Seperti diberitakan, Ruben Pata Sambo dan anaknya Markus Pata Sambo, diduga menjadi korban salah tangkap Polres Tana Toraja sejak delapan tahun silam lalu. Mereka telah menjalani hukuman sejak 2006 karena dituding melakukan pembunuhan terhadap Andrias Padin dan istrinya Martina La'biran, Israel, dan nenek Andrias pada 23 Desember 2005. Ruben kini mendekam di Lapas Lowokwaru, Malang, sedangkan Markus di Lapas Porong, Sidoarjo.
Keduanya ditangkap di Makassar atas tuduhan pembunuhan disertai pemerkosaan yang terjadi pada 25 Desember 2005. Dan seak 2006 menjalani hukuman penjara. Berbagai upaya hukum telah dilakukan Ruben untuk membuktikan jika dirinya tidak bersalah, namun keputusannya tetap sama meski pelaku sesungguhnya sudah ditangkap dan telah membuat surat pernyataan bermaterai bahwa Ruben dan anaknya bukan pelaku yang sebenarnya.
Pelaku pembunuhan yang membuat surat pernyataan adalah Yulianus Maraya (24) warga Jl Ampera Makale Tana Toraja, Juni (19), Petrus Ta'dan (17), Sambo (22), warga Jl Ampera, Makale, Tana Toraja.
Menkumham
Janji Pelajari Kasus Terpidana Mati Ruben dan Markus
Republika/Tahta Aidilla
Menkumham Amir Syamsuddin.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Hukum dan HAM Amir
Syamsudin menyatakan akan mempelajari kasus Ruben dan Markus yang divonis mati,
meski empat pelaku sudah ditangkap menyatakan ayah serta anak itu bukan
pembunuh satu keluarga di Sulawesi Selatan.
"Saya tidak bisa berkomentar lebih jauh karena belum mempelajari kasusnya, dan minta waktu untuk mempelajarinya lebih dahulu," kata Amir Syamsudin di Jambi, Jumat.
Ia berjanji sepulang ke Jakarta akan menelusuri kasus Ruben, kemudian memberikan keterangan resmi.
Sementara itu di Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menuntut Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, serta Mabes Polri segera berkoordinasi dan menemukan jalan konstitusional dalam penanganan pembebasan dua korban rekayasa kasus, yang telah divonis hukuman mati yakni Ruben Pata Sambo dan Markus Pata Sambo.
Ayah dan anak ini divonis melakukan pembunuhan terhadap pasangan Andrias Pandin dan Martina La'biran serta dua orang anggota keluarga lainnya pada 23 Desember 2005 di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Ruben dan Markus dikenai hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Makale, Tana Toraja pada tahun 2006. Pada tahun 2008 upaya hukum dengan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung, namun PK tersebut ditolak oleh Hakim Agung.
Namun dalam perjalanan kasus ini ternyata bukan Ruben dan Markus yang terlibat dalam kasus di wilayah hukum Kepolisian Resor Tana Toraja tersebut karena sudah ada empat pelaku pembunuhan yang sebenarnya telah ditangkap.
Mereka pun telah membuat pernyataan bermaterai pada 30 November 2006 dan menyebut Ruben dan anaknya bukan otak ataupun pelaku pembunuhan.
Mereka yang membuat pernyataan adalah Yulianus Maraya (24), Juni (19), Petrus Ta'dan (17), dan Agustinus Sambo (22). Mereka adalah warga Jalan Ampera, Makale, Tana Toraja.
Walaupun sudah ada surat pernyataan dasrio para pelaku sebenarnya, tetapi hal tersebut tidak membuat Ruben dan anaknya dibebaskan dari vonis. Mereka berdua tetap terancam hukuman mati.
Saat ini Ruben dan Markus masih mendekam di balik jeruji besi di tempat yang berbeda. Ruben berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, sementara itu Markus, sang anak berada di LP Porong.
"Saya tidak bisa berkomentar lebih jauh karena belum mempelajari kasusnya, dan minta waktu untuk mempelajarinya lebih dahulu," kata Amir Syamsudin di Jambi, Jumat.
Ia berjanji sepulang ke Jakarta akan menelusuri kasus Ruben, kemudian memberikan keterangan resmi.
Sementara itu di Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menuntut Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, serta Mabes Polri segera berkoordinasi dan menemukan jalan konstitusional dalam penanganan pembebasan dua korban rekayasa kasus, yang telah divonis hukuman mati yakni Ruben Pata Sambo dan Markus Pata Sambo.
Ayah dan anak ini divonis melakukan pembunuhan terhadap pasangan Andrias Pandin dan Martina La'biran serta dua orang anggota keluarga lainnya pada 23 Desember 2005 di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Ruben dan Markus dikenai hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Makale, Tana Toraja pada tahun 2006. Pada tahun 2008 upaya hukum dengan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung, namun PK tersebut ditolak oleh Hakim Agung.
Namun dalam perjalanan kasus ini ternyata bukan Ruben dan Markus yang terlibat dalam kasus di wilayah hukum Kepolisian Resor Tana Toraja tersebut karena sudah ada empat pelaku pembunuhan yang sebenarnya telah ditangkap.
Mereka pun telah membuat pernyataan bermaterai pada 30 November 2006 dan menyebut Ruben dan anaknya bukan otak ataupun pelaku pembunuhan.
Mereka yang membuat pernyataan adalah Yulianus Maraya (24), Juni (19), Petrus Ta'dan (17), dan Agustinus Sambo (22). Mereka adalah warga Jalan Ampera, Makale, Tana Toraja.
Walaupun sudah ada surat pernyataan dasrio para pelaku sebenarnya, tetapi hal tersebut tidak membuat Ruben dan anaknya dibebaskan dari vonis. Mereka berdua tetap terancam hukuman mati.
Saat ini Ruben dan Markus masih mendekam di balik jeruji besi di tempat yang berbeda. Ruben berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, sementara itu Markus, sang anak berada di LP Porong.
No comments:
Post a Comment