ISTERI PERTAMAKU MENCARIKAN
CALON ISTRI KEDUAKU
KATA PENGANTAR
Buk Dayang (30 th), datang ke
rumahku, senyum-senyum. Saling pandang dengan isteri pertamaku., di
Labhbaru-Pekanbaru-Riau, tahun 2007. Rupanya Buk Dayang dipersiapkan oleh
isteri pertamaku, untuk calon isteri keduaku. Terus terang saja, demi Allah,
isteriku namanya Dra. Syarifah. Dia tidak mempermasalahakan tentang
dimadu. Lingkungannya di Rokan Hulu,
melihat beberapa orang yang dimadu, begitu indah dan tenang-tenang saja,
sehingga diapun berkesimpulan, aku juga bisa dimadu..
Awal ceritanya begini. “Buk
Dayang guru MDA, selalu meminjam uang kepada Buk Ifah di SMP yang bertetangga
dengan MDA. Makin hari penempilan Buk Dayang, kian cantik, dan alami.Buk Ifah makin jatuh hati padanya. Sipatik dan menaruh sayang pula. Anehnya,
orang secantik itu kok, lambat menikahnya.
Buk Dayang : Aku takut bekeluarga
Buk, karena dua orang adikku sudah menikah, gagal rumah tangganya keduanya.
Kalau aku menikah tentu akan gagal pula.
Buk Ifah : Bagaimana kalau dengan
Abangku saja? (Suamiku saja), tapi Buk Dayang salah pengertian.
Buk Dayang : Iya yalah kalau isteri abang ibu itu baik, kalau tidak baik
kan jadi masalah.
Buk Ifah : Maksudku suamiku, Pak
Ustadz MR., (Spontan Buk Dayang tersenyum bahagia.
Esoknya Buk Dayang datang ke rumah Buk Ifah, entah apa yang dibicarakan...Mereka
senyum-senyum berdua..Sedang kan ustadz MR, di belakang saja, membuka internet,
tentang Hikmah poligami untuk mata kuliah Perbandingan Agama di Perguruan
Tinggi Persada Bunda yang terdapat di Jl.Diponegoro, di tengah kota Pekanbaru-
Riau, 2007.
Waktu itu Ustadz MR, menolaknya, dengan alasan sedang
beratnya biaya kuliah S 3 di UIN Suska Riau di Pekanbaru. Bukan tidak tertarik
dengan Buk Dayang yang super cantik. Bukan pula karena tidak dapat izin dari
isteri pertama. (bersambung...)
MANISNYA MADU
Dahulu di Baghdad ada seorang laki-laki
penjual kain yang kaya. Tatkala dia sedang berada di tokonya, datanglah seorang
gadis muda mencari-cari sesuatu yang hendak dibeli. Ketika sedang berbicara,
tiba-tiba gadis itu menyingkap wajahnya di sela-sela perbincangan tersebut
sehingga laki-laki terrebut terkesima dan berkata, “Demi Allah, aku terpana
dengan apa yang kulihat.”
Gadis itupun berkata, “Kedatanganku bukan untuk membeli apapun. Selama beberapa hari ini aku keluar masuk pasar untuk mencari seorang pria yang menarik hatiku dan bersedia menikah denganku. Dan engkau telah membuatku tertarik. Aku memiliki harta. Apakah engkau mau menikah denganku?”
Laki-laki itu berkata, “Aku telah menikahi sepupuku, dialah istriku. Aku telah berjanji kepadanya untuk tidak membuatnya cemburu dan aku juga telah mempunyai seorang anak darinya.”
Wanita itu mengatakan, “Aku rela jika engkau hanya mendatangiku dua kali dalam seminggu.” Akhirnya laki-laki itupun setuju lalu bangkit bersamanya. Akad nikah pun dilakukan. Kemudian dia pergi menuju rumah gadis tersebut dan berhubungan dengannya.
Setelah itu, si pedagang kain pulang ke rumahnya lalu berkata kepada istrinya, “Ada teman yang memintaku tinggal semalam di rumahnya.” Dia pun pergi dan bermalam bersama istri barunya.
Setiap hari setelah zhuhur dia mengunjungi istri barunya. Hal ini berlangsung selama delapan bulan, hingga akhirnya istrinya yang pertama mulai merasa aneh dengan keadaannya. Dia berkata kepada pembantunya, “Jika suamiku keluar, perhatikanlah ke mana dia pergi.”
Si pembantu pun membuntuti suami majikannya pergi ke toko, namun ketika tiba waktu zhuhur dia pergi lagi. Si pembantu terus membuntuti tanpa diketahui hingga tibalah suami majikannya itu di rumah istri yang baru. Pembantu itu mendatangi tetangga-tetangga sekitar dan bertanya, “Rumah siapakah ini?” Mereka menjawab, “Rumah milik seorang wanita yang telah menikah dengan seorang penjual kain.”
Pembantu itu segera pulang menemui majikannya lalu menceritakan hal tersebut. Majikannya berpesan, “Hati-hati, jangan sampai ada seorang pun yang lain mengetahui hal ini.” Dan istri lama si pedagang kain juga tetap bersikap seperti biasa terhadap suaminya.
Si pedagang kain menjalani kehidupan bersama istrinya yang baru selama satu tahun. Lalu dia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia dengan meninggalkan warisan sebanyak delapan ribu dinar. Maka istri yang pertama membagi harta warisan yang berhak diterima oleh putranya, yaitu tujuh ribu dinar. Sementara sisanya yang berjumlah seribu dinar ia bagi menjadi dua. Satu bagian ia letakkan di dalam kantong, kemudian ia berkata kepada pembantunya, “Ambillah kantong ini dan pergilah ke rumah wanita itu. Beritahukan kepadanya bahwa suaminya telah meninggal dengan mewariskan uang sebesar delapan rib dinar. Putranya telah mengambil tujuh ribu dinar yang menjadi haknya, dan sisanya seribu dinar aku bagi denganmu, masing-masing memperoleh setengah. Inilah bagian untukmu. Dan sampaikan salamku juga untuknya.”
Si pembantu pun pergi ke rumah istri kedua si pedagang kain, kemudian mengetuk pintu. Setelah masuk, disampaikannyalah berita tentang kematian si pedagang kain, dan pesan dari istri pertamanya. Wanita itupun menangis, lalu membuka kotak miliknya dan mengeluarkan secarik kertas seraya berkata kepada si pembantu, “Kembalilah kepada majikanmu dan sampaikan salamku untuknya. Beritahukan kepadanya bahwa suaminya telah menceraikanku dan telah menulis surat cerai untukku. Maka kembalikanlah harta ini kepadanya karena sesungguhnya aku tidak berhak mendapatkan harta warisannya sedikitpun.” (Shifatus Shofwah, 2/532)
Subhanallah…….
Dinukil dari: Majalah Akhwat Shalihah vol. 16/1433 H/2012, dalam artikel “Mutiara Berkilau para Wanita Shalihah” oleh Syaikh Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim hafizhahullah, hal. 68-69
Posted
in: Akhlaq, Fiqh, Fiqh Wanita, Kisah, Muslim, Nikah, Nuansa Wanita, Pemuda, Pendidikan, Poligami, Sunnah,Tazkiyatun Nafs, Wanita
Perasaan Wanita Yang Dimadu
|
Yang penting harus mampu berbuat adil,
dan adil itu bukanlah masalah perasaan karena Rasulullah saja tidak mampu
bersikap adil secara perasaan terhadap istri-istrinya. Rasulullah terkenal
sangat menyayangi Aisyah, walaupun menyayangi istri-strinya yang lain juga.
"Namun poligami itu
diperbolehkan, walau istri tak memberi izin sekalipun”, demikian
penjelasan Ustad Iqbal kepada jamaah pengajian jum’at sore yang diadakan di
masjid At-Taqwa, Rawamangun.
Bagiku penjelasan ini sudah sering
terdengar olehku dan aku sudah hafal semua penjelasannya. Bagiku hal ini
merupakan materi yang biasa ku simak dan biasa-biasa saja, namun akan menjadi
luar biasa ketika suamiku yang kucintai, kupercayai serta kuhormati
mengajukan permintaan yang tidak dapat kufahami, yaitu menikah lagi.
Semua penjelasan Ustad Iqbal yang masih
terekam dalam ingatanku menjadi buyar dan menyebalkan. Mengapa Rasulullah
menikah sampai begitu banyak? sehingga para suami kemudian berdalih dengan
mengatakan ingin mengikuti sunnah rasul. Namun jeritku tak puas pada hatiku,
Rasulullah berbeda, semua wanita yang dinikahinya meninggalkan history, dan
pernikahan Rasul demikian agung serta semua diniatkan karena Allah.
Semua mempunyai nilai perjuangan serta
dakwah. Dan yang jelas, semua istri Rasul pasti masuk surga walau semuanya
dipoligami kecuali bunda Khadijah yang tetap monogami tanpa perempuan lain
disisi Rasul. Namun bagaimana dengan aku, walaupun aku rela di madu, aku kan
belum tentu masuk surga, protesku dalam diam..
Sudah dua hari ini aku mendiamkan
suamiku. Dengan sikap serba salah dan salah tingkah suamiku mencoba
mencairkan suasana, namun sayang hatiku masih beku dan tidak dapat menerima
kenyataan real yang mungkin aku hadapi, dan merupakan gempa bumi bagi
sebagian besar wanita bila suaminya menikah lagi.
Termenung aku dibuatnya. Aku bertanya dalam
hatiku, “apa yang kurang dari diriku, apa salahku? Apa lagi yang
diinginkannya? Sudah berapa lama dia berhubungan dengan wanita itu, dan
banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang menggantung dalam hatiku. Semakin
dipikirkan hal ini semakin membuatku marah dan nelangsa, rasanya dunia
menjadi gelap dan hancurlah hatiku sekeping demi sekeping”.
Namun pada akhirnya akupun pasrah.
Ketika hari yang kucemaskan tiba, kudapti suamiku betul-betul menikah lagi.
Walaupun aku tidak siap dan tidak rela dimadu, namun aku harus berfikir
kritis dan praktis, ’’yaa sudahlah suamiku menikah lagi atau tidak, yang
penting bagiku adalah mencapai hidup bahagia dan mau apapun dia serta mau
menangis seperti apapun aku, akhir dari kehidupan adalah kematian dan aku
ingin kematian yang bergelar khusnul khotimah.
Akhirnya gusarku berangsur-angsur
hilang, aku berteriak sekuatnya dibalik bantal di dalam kamar tidurku yang
terasa dingin dan besar. Aku menjerit sekuatnya, melegakan hatiku yang
gundah, "AAAAHHHHH .. BIARIN SAJA DIA kawin lagi, gak usah dipikirin,
tiap manusia pasti .. MATI!!"
Yaa… “kullu nafsin dzaiqotul maut”,
setiap yang bernyawa pasti mati (QS: Al Imron :185) dan dengan menikahnya
lagi suami kita, dunia belum kiamat. Pikirkanlah cara agar kita bisa melalui
proses kehidupan ini dengan akhiran yang baik, dengan gelar khsunul khotimah
dan jangan habiskan waktu dengan amarah dan kesedihan yang berlarut-larut.
Pikirkanlah cara agar hidup kita dan
sisa hidup kita begitu bermakna, bermanfaat dan berharga bagi diri sendiri
dan orang lain, karena setiap manusia pasti mati. Pikirkanlah agar selama
kita hidup, apa yang kita lakukan hanyalah kebaikan jariyah dan manfaat
semata.
Berhentilah merenung, berhentilah
marah-marah, dan berhentilah bersedih, jika suami kita kawin lagi. Dunia belum
kiamat, isi hidup kita dengan sesuatu yang bermanfaat, karena mau apapun
kita, kita pasti wafat. Salam khusnul khotimah!
Eramuslim.com
|
cerita yang luar biasa
ReplyDelete