AKHLAK DAN ETIK
YANG TERSINGKIR
PANTUN DAN SYAIR AKHLAK DAN ETIK
YANG TERSINGKIR
ADA
MANUSIA, SEPERTI MACAN
HALAL
HARAM, DIA TELAN
BAIK
MUSUH, MAUPUN TEMAN
HILANG
MALUNYA,HILANG IMAN
TIADA
AKHLAK, TIADA ETIK,
ANDA
PASTI, TERLIBAT KONFLIK.
SETAN
DATANG, MENGGELITIK
MENAMPILKAN,
SIFAT MUNAFIK.
WALAUPUN
SUDAH, NAIK HAJI
GEMAR
MENCARUT DAN MENCACI
HUMORNYA,
PORNOGRAFI
PURA-PURA
ALIM, BAGAIKAN SUFI
SEHARI-HARI,
TIDAK BERADAB
MERASA
SUPER, PANDAI BERCAKAP
TUHAN
BELUM, MEMBERI AZAB
TEMAN
SEKELILING, GERAM BERUCAP
Allah SWT
berfirman: "Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya
itu dan tidak (pula) melampauinya. (QS. An-Najm: 17).
Dikatakan bahwa ayat ini berarti, "Nabi melaksanakan adab di hadirat Allah." Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (QS. At-Tahrim: 6).
Mengomentari ayat ini, Ibnu Abbas mengatakan, "Didiklah dan ajarilah mereka adab."
Diriwayatkan oleh Aisyah ra bahwa Nabi Muhammad Saw telah bersabda, "Hak seorang anak atas bapaknya adalah si bapak hendaknya memberinya nama yang baik, memberinya susu yang murni dan banyak, serta mendidiknya dalam adab dan akhlak."
Sa’id bin al-Musayyab berkata, "Barangsiapa yang tidak mengetahul hak-hak Allah SWT atas dirinya dan tidak pula mengetahui dengan baik perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya, berarti tersingkir dari adab."
Nabi Muhammad Saw bersabda: "Sesungguhnya Allah telah mendidikku dalam adab dan mendidikku dengan sangat baik. " (HR. Baihaqi)
Esensi adab adalah gabungan dari semua akhlak yang baik. Jadi orang yang beradab adalah orang yang pada dirinya tergabung perilaku kebaikan, dari sini muncul istilah ma’dubah yang berarti berkumpul untuk makan-makan.
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata, "Seorang hamba akan mencapai surga dengan mematuhi Allah SWT. Dan akan mencapai Allah SWT dengan adab menaati-Nya." Beliau juga mengatakan,"Aku melihat seseorang yang mau menggerakkan tangannya untuk menggaruk hidungnya dalam shalat, namun tangannya terhenti." Jelas bahwa yang Beliau maksudkan adalah diri Beliau sendiri.
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq tak pernah bersandar pada apa pun jika sedang duduk. Pada suatu hari beliau sedang berada dalam suatu kumpulan, dan saya ingin menempatkan sebuah bantal di belakang Beliau, sebab saya melihat Beliau tidak punya sandaran. Setelah saya meletakkan bantal itu di belakangnya, Beliau lalu bergerak sedikit untuk menjauhi bantal itu. Saya mengira Beliau tidak menyukai bantal itu karena tidak dibungkus sarung bantal.
Tetapi Beliau lalu menjelaskan, "Aku tidak menginginkan sandaran." Setelah itu saya merenung, ternyata Beliau memang tidak pernah mau bersandar pada apa pun.
Al-Jalajili al-Bashri berkomentar, "Tauhid menuntut keimanan, jadi orang yang tak punya iman tidak bertauhid."
Iman menuntut syari'at, jadi orang yang tidak mematuhi syari'at berarti tak punya iman, dan tauhid. Mematuhi syari'at menuntut adab, jadi orang yang tak mempunyai adab tidak mematuhi syari'at, tidak memiliki iman dan tauhid."
Ibnu Atha’ berkata, "Adab berarti terpaku dengan hal-hal yang terpuji." Seseorang bertanya, "Apa artinya itu?" Dia menjawab, "Maksudku engkau harus mempraktikkan adab kepada Allah SWT baik secara lahir dan batin. Jika engkau berperilaku demikian, engkau memiliki adab, sekalipun bicaramu tidak seperti bicaranya orang Arab." Kemudian dia membacakan Syair : Bila berkata, ia ungkapkan dengan manisnya. Jika diam, duhai cantiknya.
Abdullah al-Jurairi menuturkan, "Selama dua puluh tahun dalam khalwatku, belum pernah aku melonjorkan kaki satu kali pun ketika duduk, melaksanakan adab pada Allah SWT adalah lebih utama."
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan, "Orang yang bersekutu dengan raja-raja tanpa adab, ketololannya akan menjerumuskan pada kematian."
Diriwayatkan ketika Ibnu Sirin ditanya, "Adab mana yang lebih mendekatkan kepada Allah SWT?" Dia menjawab, "Ma’rifat mengenal Ketuhanan-Nya, beramal karena patuh kepada-Nya, dan bersyukur kepada-Nya atas kesejahteraan dari-Nya, serta bersabar dalam menjalani penderitaan."
Yahya bin Mu’adz berkata, "Jika, seorang ‘arif meninggalkan adab di hadapan Yang Dima’rifati, niscaya dia akan binasa bersama mereka yang binasa."
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan, "Meninggalkan adab mengakibatkan pengusiran. Orang yang berperilaku buruk di pelataran akan dikirim kembali ke pintu gerbang. Orang yang berperilaku buruk di pintu gerbang akan dikirim untuk menjaga binatang."
Ditanyakan kepada Hasan al-Bashri, "Begitu banyak yang telah dikatakan tentang berbagai ilmu sehubungan dengan adab. Yang mana diantaranya yang paling bermanfaat di dunia dan paling efektif untuk akhirat?" Dia menjawab, "Memahami agama, zuhud di dunia, dan mengetahui apa kewajiban-kewajiban terhadap Allah SWT."
Yahya bin Mu’adz berkata, "Orang yang mengetahui dengan baik adab terhadap Allah SWT akan menjadi salah seorang yang dicintal Allah SWT."
Sahl bin Abdullah mengatakan, "Para Sufi adalah mereka yang meminta pertolongan Allah SWT dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan yang senantiasa memelihara adab terhadap-Nya."
Ibnul Mubarak berkata, "Kita lebih membutuhkan sedikit adab daripada banyak pengetahuan. " Dia juga mengatakan, "Kita mencari ilmu tentang adab setelah orang-orang yang beradab meninggalkan kita."
Dikatakan, "Tiga perkara yang tidak akan membuat orang merasa asing":
1. menghindari orang yang berakhlak buruk.
2. memperlihatkan adab dan
3. mencegah tindakan yang menyakitkan."
Syaikh Abu Abdullah al-Maghribi membacakan syair berikut ini tentang adab: Orang asing tak terasing bila dihiasi tiga pekerti; menjalankan adab, diantaranya, dan kedua berbudi baik dan ketiga menjauhi orang-orang yang berakhlak buruk.
Ketika Abu Hafs tiba di Baghdad, al-Junaid berkata kepadanya, "Engkau telah mengajar murid-muridmu untuk berperilaku seperti raja-raja!" Abu Hafs menjawab, "Memperlihatkan adab yang baik dalam lahiriahnya, merupakan ragam dari adab yang baik dalam batinnya."
Abdullah ibnul Mubarak berkata, "Melaksanakan adab bagi seorang ‘arif adalah seperti halnya tobatnya pemula."
Manshur bin Khalaf al-Maghribi menuturkan, "Seseorang mengatakan kepada seorang Sufi, alangkah jeleknya adabmu!’ Sang Sufi menjawab, "Aku tidak mempunyai adab buruk." Orang itu bertanya, "Siapa yang mengajarmu adab?" Si Sufi menjawab, "Para Sufi."
Abu an-Nashr as-Sarraj mengatakan, "Manusia terbagi tiga kategori dalam hal adab:
Dikatakan bahwa ayat ini berarti, "Nabi melaksanakan adab di hadirat Allah." Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (QS. At-Tahrim: 6).
Mengomentari ayat ini, Ibnu Abbas mengatakan, "Didiklah dan ajarilah mereka adab."
Diriwayatkan oleh Aisyah ra bahwa Nabi Muhammad Saw telah bersabda, "Hak seorang anak atas bapaknya adalah si bapak hendaknya memberinya nama yang baik, memberinya susu yang murni dan banyak, serta mendidiknya dalam adab dan akhlak."
Sa’id bin al-Musayyab berkata, "Barangsiapa yang tidak mengetahul hak-hak Allah SWT atas dirinya dan tidak pula mengetahui dengan baik perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya, berarti tersingkir dari adab."
Nabi Muhammad Saw bersabda: "Sesungguhnya Allah telah mendidikku dalam adab dan mendidikku dengan sangat baik. " (HR. Baihaqi)
Esensi adab adalah gabungan dari semua akhlak yang baik. Jadi orang yang beradab adalah orang yang pada dirinya tergabung perilaku kebaikan, dari sini muncul istilah ma’dubah yang berarti berkumpul untuk makan-makan.
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata, "Seorang hamba akan mencapai surga dengan mematuhi Allah SWT. Dan akan mencapai Allah SWT dengan adab menaati-Nya." Beliau juga mengatakan,"Aku melihat seseorang yang mau menggerakkan tangannya untuk menggaruk hidungnya dalam shalat, namun tangannya terhenti." Jelas bahwa yang Beliau maksudkan adalah diri Beliau sendiri.
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq tak pernah bersandar pada apa pun jika sedang duduk. Pada suatu hari beliau sedang berada dalam suatu kumpulan, dan saya ingin menempatkan sebuah bantal di belakang Beliau, sebab saya melihat Beliau tidak punya sandaran. Setelah saya meletakkan bantal itu di belakangnya, Beliau lalu bergerak sedikit untuk menjauhi bantal itu. Saya mengira Beliau tidak menyukai bantal itu karena tidak dibungkus sarung bantal.
Tetapi Beliau lalu menjelaskan, "Aku tidak menginginkan sandaran." Setelah itu saya merenung, ternyata Beliau memang tidak pernah mau bersandar pada apa pun.
Al-Jalajili al-Bashri berkomentar, "Tauhid menuntut keimanan, jadi orang yang tak punya iman tidak bertauhid."
Iman menuntut syari'at, jadi orang yang tidak mematuhi syari'at berarti tak punya iman, dan tauhid. Mematuhi syari'at menuntut adab, jadi orang yang tak mempunyai adab tidak mematuhi syari'at, tidak memiliki iman dan tauhid."
Ibnu Atha’ berkata, "Adab berarti terpaku dengan hal-hal yang terpuji." Seseorang bertanya, "Apa artinya itu?" Dia menjawab, "Maksudku engkau harus mempraktikkan adab kepada Allah SWT baik secara lahir dan batin. Jika engkau berperilaku demikian, engkau memiliki adab, sekalipun bicaramu tidak seperti bicaranya orang Arab." Kemudian dia membacakan Syair : Bila berkata, ia ungkapkan dengan manisnya. Jika diam, duhai cantiknya.
Abdullah al-Jurairi menuturkan, "Selama dua puluh tahun dalam khalwatku, belum pernah aku melonjorkan kaki satu kali pun ketika duduk, melaksanakan adab pada Allah SWT adalah lebih utama."
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan, "Orang yang bersekutu dengan raja-raja tanpa adab, ketololannya akan menjerumuskan pada kematian."
Diriwayatkan ketika Ibnu Sirin ditanya, "Adab mana yang lebih mendekatkan kepada Allah SWT?" Dia menjawab, "Ma’rifat mengenal Ketuhanan-Nya, beramal karena patuh kepada-Nya, dan bersyukur kepada-Nya atas kesejahteraan dari-Nya, serta bersabar dalam menjalani penderitaan."
Yahya bin Mu’adz berkata, "Jika, seorang ‘arif meninggalkan adab di hadapan Yang Dima’rifati, niscaya dia akan binasa bersama mereka yang binasa."
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan, "Meninggalkan adab mengakibatkan pengusiran. Orang yang berperilaku buruk di pelataran akan dikirim kembali ke pintu gerbang. Orang yang berperilaku buruk di pintu gerbang akan dikirim untuk menjaga binatang."
Ditanyakan kepada Hasan al-Bashri, "Begitu banyak yang telah dikatakan tentang berbagai ilmu sehubungan dengan adab. Yang mana diantaranya yang paling bermanfaat di dunia dan paling efektif untuk akhirat?" Dia menjawab, "Memahami agama, zuhud di dunia, dan mengetahui apa kewajiban-kewajiban terhadap Allah SWT."
Yahya bin Mu’adz berkata, "Orang yang mengetahui dengan baik adab terhadap Allah SWT akan menjadi salah seorang yang dicintal Allah SWT."
Sahl bin Abdullah mengatakan, "Para Sufi adalah mereka yang meminta pertolongan Allah SWT dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan yang senantiasa memelihara adab terhadap-Nya."
Ibnul Mubarak berkata, "Kita lebih membutuhkan sedikit adab daripada banyak pengetahuan. " Dia juga mengatakan, "Kita mencari ilmu tentang adab setelah orang-orang yang beradab meninggalkan kita."
Dikatakan, "Tiga perkara yang tidak akan membuat orang merasa asing":
1. menghindari orang yang berakhlak buruk.
2. memperlihatkan adab dan
3. mencegah tindakan yang menyakitkan."
Syaikh Abu Abdullah al-Maghribi membacakan syair berikut ini tentang adab: Orang asing tak terasing bila dihiasi tiga pekerti; menjalankan adab, diantaranya, dan kedua berbudi baik dan ketiga menjauhi orang-orang yang berakhlak buruk.
Ketika Abu Hafs tiba di Baghdad, al-Junaid berkata kepadanya, "Engkau telah mengajar murid-muridmu untuk berperilaku seperti raja-raja!" Abu Hafs menjawab, "Memperlihatkan adab yang baik dalam lahiriahnya, merupakan ragam dari adab yang baik dalam batinnya."
Abdullah ibnul Mubarak berkata, "Melaksanakan adab bagi seorang ‘arif adalah seperti halnya tobatnya pemula."
Manshur bin Khalaf al-Maghribi menuturkan, "Seseorang mengatakan kepada seorang Sufi, alangkah jeleknya adabmu!’ Sang Sufi menjawab, "Aku tidak mempunyai adab buruk." Orang itu bertanya, "Siapa yang mengajarmu adab?" Si Sufi menjawab, "Para Sufi."
Abu an-Nashr as-Sarraj mengatakan, "Manusia terbagi tiga kategori dalam hal adab:
- Manusia
duniawi, yang cenderung memprioritaskan adabnya dalam hal kefasihan bahasa
Arab dan sastra, menghafalkan ilmu-ilmu pengetahuan, nama-nama kerajaan,
serta syair-syair Arab;
- Manusia
religius, yang memprioritaskan dalam olah jiwa, mendidik fisik, menjaga
batas-batas yang ditetapkan Allah, dan meninggalkan hawa nafsu;
- Kaum terpilih
(ahlul khushushiyah), yang berkepedulian pada pembersihan hati, menjaga
rahasia, setia kepada janji, berpegang pada kekinian, menghentikan
perhatian kepada bisikan-bisikan sesat, dan menjalankan adab pada
saat-saat memohon, dan dalam tahapan-tahapan kehadiran dan taqarrub
dengan-Nya."
Diriwayatkan
bahwa Sahl bin Abdullah mengatakan, "Orang yang menundukkan jiwanya dengan
adab berarti telah menyembah Allah dengan tulus."
Dikatakan, "Kesempurnaan adab tidak bisa dicapai kecuali oleh para Nabi - semoga Allah melimpahkan salam kepada mereka - dan penegak kebenaran (shiddiqin)."
Abdullah ibnul Mubarak menegaskan, "Orang berbeda pendapat mengenai apa yang disebut adab. Menurut kami, adab adalah mengenal diri."
Dulaf asy-Syibli berkata, "Ketidakmampuan menahan diri dalam berbicara dengan Allah SWT berarti meninggalkan adab."
Dzun Nun al-Mishri berkomentar, "Adab seorang ‘arif melampaui adab siapa pun. Sebab Allah Yang dima’rifati, Dialah yang mendidik hatinya. "
Salah seorang Sufi mengatakan, "Allah SWT berfirman: "Barangsiapa yang Aku niscayakan tegak bersama Asma dan Sifat-Ku, maka Aku niscayakan adab padanya. Dan siapa yang Kubuka padanya, jauh dari hakikat Dzat-Ku, maka Aku niscayakan kebinasaan padanya." Pilihah, mana yang engkau sukai: adab atau kebinasaan."
Suatu hari Ibnu Atha’ yang menjulurkan kakinya ketika sedang berada bersama murid-muridnya, berkata, "Meninggalkan adab di tengah-tengah kaum yang memiliki adab adalah tindakan yang beradab. " Statemen ini didukung oleh hadits yang menceritakan Nabi Muhammad Saw sedang berada bersama Abu Bakar ra dan Umar ra. Tiba-tiba Utsman ra datang menjenguk Beliau. Nabi Muhammad Saw menutupi paha Beliau dan bersabda, "Tidakkah aku malu di hadapan orang yang malaikat pun malu di hadapannya?"
Dengan ucapannya itu Nabi Muhammad Saw menunjukkan bahwa betapapun Beliau menghargai keadaan Utsman ra, namun keakraban antara Beliau dengan Abu Bakar ra dan Umar ra lebih Beliau hargai. Mendekati makna konteks ini, para Sufi bersyair berikut:
Padaku penuh santun nan ramah, maka, bila berhadapan dengan mereka yang memiliki kesetiaan dan kehormatan, kubiarkan aku mengalir aku berbicara apa adanya tanpa malu-malu.
Al-Junaid menyatakan, "Manakala cinta sang pecinta telah benar, ketentuan-ketentuan mengenai adab telah gugur."
Abu Utsman al-Hiri mengatakan, "Manakala cinta telah menghujam sang pecinta, adab, akan menjadi keniscayaannya."
Ahmad an-Nuri menegaskan, "Barangsiapa tidak menjalankan adab di saat kini, maka sang waktunya akan dendam padanya.
Dzun Nun al-Mishri berkata, "Jika seorang pemula dalam jalan Sufi berpaling dari adab, maka dia akan dikembalikan ke tempat asalnya."
Mengenai ayat: "Dan (ingatlah kisah) Ayub ketika ia menyeru kepada Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang " (QS. Al-Anbiya’: 83).
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq memberikan penjelasan, "Ayub tidak mengatakan, "Kasihanilah aku!" (irhamny), semata karena beradab dalam berbicara kepada Tuhan."
Begitu juga Nabi Isa as. mengatakan: "Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu." (QS. Al-Maidah: 118).
"Seandainya aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya." (QS. Al-Maidah: 116).
Komentar Syaikh ad-Daqqaq, "Nabi Isa as mengucapkan, "Aku tidak menyatakan" (lam aqul), semata karena menjaga adab di hadapan Tuhannya."
Al-Junaid menuturkan, "Pada hari jum’at di antara orang-orang salihin datang kepadaku, dan meminta, "Kirimlah salah seorang fakir kepadaku untuk memberikan kebahagiaan kepadaku dengan makan bersamaku.""
Aku pun lalu melihat ke sekitarku, dan kulihat seorang fakir yang kelihatan lapar. Kupanggil dia dan kukatakan kepadanya, "Pergilah bersama syaikh ini dan berilah kebahagiaan kepadanya." Tak lama kemudian orang itu kembali kepadaku dan berkata, "Wahai Abul Qasim, si fakir itu, hanya makan sesuap saja dan pergi meninggalkan aku!" Aku menjawab, "Barangkali Anda mengatakan sesuatu yang tak berkenan pada benaknya."
Dia menjawab, "Aku tidak mengatakan apa-apa." Aku pun menoleh, tiba-tiba si fikir duduk di dekat kami dan aku bertanya kepadanya, "Mengapa engkau tidak memenuhi kegembiraannya?" Dia menjawab, "Wahai Syaikh, saya meninggalkan Kufah dan pergi ke Baghdad tanpa makan sesuatu pun. Saya tidak ingin kelihatan tak sopan di hadapan Anda karena kemiskinan saya, tetapi ketika Anda memanggil saya, saya gembira karena Anda mengetahui kebutuhan saya sebelum saya mengatakan apa-apa. Saya pun pergi bersamanya, sambil mendoakan kebahagiaan surga baginya. Ketika saya duduk di meja makannya, dia menyuguhkan makanan dan berkata, "Makanlah ini, karena aku menyukainya lebih dari uang sepuluh ribu dirham." Ketika saya mendengar ucapannya itu, tahulah saya bahwa cita rasanya rendah sekali. Karenanya, saya tak suka makan makanannya."
Dikatakan, "Kesempurnaan adab tidak bisa dicapai kecuali oleh para Nabi - semoga Allah melimpahkan salam kepada mereka - dan penegak kebenaran (shiddiqin)."
Abdullah ibnul Mubarak menegaskan, "Orang berbeda pendapat mengenai apa yang disebut adab. Menurut kami, adab adalah mengenal diri."
Dulaf asy-Syibli berkata, "Ketidakmampuan menahan diri dalam berbicara dengan Allah SWT berarti meninggalkan adab."
Dzun Nun al-Mishri berkomentar, "Adab seorang ‘arif melampaui adab siapa pun. Sebab Allah Yang dima’rifati, Dialah yang mendidik hatinya. "
Salah seorang Sufi mengatakan, "Allah SWT berfirman: "Barangsiapa yang Aku niscayakan tegak bersama Asma dan Sifat-Ku, maka Aku niscayakan adab padanya. Dan siapa yang Kubuka padanya, jauh dari hakikat Dzat-Ku, maka Aku niscayakan kebinasaan padanya." Pilihah, mana yang engkau sukai: adab atau kebinasaan."
Suatu hari Ibnu Atha’ yang menjulurkan kakinya ketika sedang berada bersama murid-muridnya, berkata, "Meninggalkan adab di tengah-tengah kaum yang memiliki adab adalah tindakan yang beradab. " Statemen ini didukung oleh hadits yang menceritakan Nabi Muhammad Saw sedang berada bersama Abu Bakar ra dan Umar ra. Tiba-tiba Utsman ra datang menjenguk Beliau. Nabi Muhammad Saw menutupi paha Beliau dan bersabda, "Tidakkah aku malu di hadapan orang yang malaikat pun malu di hadapannya?"
Dengan ucapannya itu Nabi Muhammad Saw menunjukkan bahwa betapapun Beliau menghargai keadaan Utsman ra, namun keakraban antara Beliau dengan Abu Bakar ra dan Umar ra lebih Beliau hargai. Mendekati makna konteks ini, para Sufi bersyair berikut:
Padaku penuh santun nan ramah, maka, bila berhadapan dengan mereka yang memiliki kesetiaan dan kehormatan, kubiarkan aku mengalir aku berbicara apa adanya tanpa malu-malu.
Al-Junaid menyatakan, "Manakala cinta sang pecinta telah benar, ketentuan-ketentuan mengenai adab telah gugur."
Abu Utsman al-Hiri mengatakan, "Manakala cinta telah menghujam sang pecinta, adab, akan menjadi keniscayaannya."
Ahmad an-Nuri menegaskan, "Barangsiapa tidak menjalankan adab di saat kini, maka sang waktunya akan dendam padanya.
Dzun Nun al-Mishri berkata, "Jika seorang pemula dalam jalan Sufi berpaling dari adab, maka dia akan dikembalikan ke tempat asalnya."
Mengenai ayat: "Dan (ingatlah kisah) Ayub ketika ia menyeru kepada Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang " (QS. Al-Anbiya’: 83).
Syaikh Abu Ali ad-Daqqaq memberikan penjelasan, "Ayub tidak mengatakan, "Kasihanilah aku!" (irhamny), semata karena beradab dalam berbicara kepada Tuhan."
Begitu juga Nabi Isa as. mengatakan: "Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu." (QS. Al-Maidah: 118).
"Seandainya aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya." (QS. Al-Maidah: 116).
Komentar Syaikh ad-Daqqaq, "Nabi Isa as mengucapkan, "Aku tidak menyatakan" (lam aqul), semata karena menjaga adab di hadapan Tuhannya."
Al-Junaid menuturkan, "Pada hari jum’at di antara orang-orang salihin datang kepadaku, dan meminta, "Kirimlah salah seorang fakir kepadaku untuk memberikan kebahagiaan kepadaku dengan makan bersamaku.""
Aku pun lalu melihat ke sekitarku, dan kulihat seorang fakir yang kelihatan lapar. Kupanggil dia dan kukatakan kepadanya, "Pergilah bersama syaikh ini dan berilah kebahagiaan kepadanya." Tak lama kemudian orang itu kembali kepadaku dan berkata, "Wahai Abul Qasim, si fakir itu, hanya makan sesuap saja dan pergi meninggalkan aku!" Aku menjawab, "Barangkali Anda mengatakan sesuatu yang tak berkenan pada benaknya."
Dia menjawab, "Aku tidak mengatakan apa-apa." Aku pun menoleh, tiba-tiba si fikir duduk di dekat kami dan aku bertanya kepadanya, "Mengapa engkau tidak memenuhi kegembiraannya?" Dia menjawab, "Wahai Syaikh, saya meninggalkan Kufah dan pergi ke Baghdad tanpa makan sesuatu pun. Saya tidak ingin kelihatan tak sopan di hadapan Anda karena kemiskinan saya, tetapi ketika Anda memanggil saya, saya gembira karena Anda mengetahui kebutuhan saya sebelum saya mengatakan apa-apa. Saya pun pergi bersamanya, sambil mendoakan kebahagiaan surga baginya. Ketika saya duduk di meja makannya, dia menyuguhkan makanan dan berkata, "Makanlah ini, karena aku menyukainya lebih dari uang sepuluh ribu dirham." Ketika saya mendengar ucapannya itu, tahulah saya bahwa cita rasanya rendah sekali. Karenanya, saya tak suka makan makanannya."
Penyair kecil, sadar benar, dirinya orang yang
tersingkir.
Di gubuk itu, Nenek sihir mengatakan kepada
penyair
Tahukah engkau manusia sekarang
tak ada bedanya dengan binatang
tak ada bedanya dengan binatang
Akhlaq dan etik, sudah dicampakkan orang.
Sikut menyikut sudah hal biasa
nyolong makan teman itu sudah lumrah
Hukumnya hukum rimba terjadi di perkantoran
Sikut menyikut sudah hal biasa
nyolong makan teman itu sudah lumrah
Hukumnya hukum rimba terjadi di perkantoran
Terjadi di gedung yang paling terhormat.
siapa yang kuat dialah yang menang
siapa yang kuat dialah yang menang
Manusia sekarang
tak jauh beda dengan para binatang
yang penting senang semua dihalalkan
dan
tak jauh beda dengan para binatang
yang penting senang semua dihalalkan
dan
Rintihku di ke sawah Ranah
Singkuang.
Juga ke surau berdinding papan.
Ku datang mengdukan nasibku kepada-Mu ya Allah
Ku teteskan air mataku
di rumahMu ya Allah
Kusesali semua kesalahan
dan semua kekhilafanku
Ku teteskan air mataku
di rumahMu ya Allah
Kusesali semua kesalahan
dan semua kekhilafanku
Di saat batinku merintih
mengharap pengampunanMu
Aku adalah hambaMu yang tak luput dari dosa
Ya Allah … ampunilah dosa dosaku
mengharap pengampunanMu
Aku adalah hambaMu yang tak luput dari dosa
Ya Allah … ampunilah dosa dosaku
Di masa remaja dahulu, tiada sedetikpun, tanpa
keingunan nafsu.
Lawan jenis seprti ada dalam jurang keseorangan.
Terkaram dalam jurang penuh
lintah.
Terkaramkan aku di dalam lautan
tubuhku melayang ke dasar laut,menyelamatkan sang kekasih.
tubuhku melayang ke dasar laut,menyelamatkan sang kekasih.
Kuala Kaampar, dsengan dahsyat gelombang
Bononya.
mataku semakin menatap gelap
telingaku berdengung keras
mataku semakin menatap gelap
telingaku berdengung keras
Seiring dengan tenggelamnya aku
kucoba buka mataku
sedikit celah terbuka di kelopak
melihat ikan ikan laut
walau dalam pandang semu
kucoba buka mataku
sedikit celah terbuka di kelopak
melihat ikan ikan laut
walau dalam pandang semu
Sungai Kampar yang bertebing tinggi.
Di tempatku berdiri
terdengar suara jernih gemiricik air sungai
Di tengah hijau pepohonan
air sungai mengalir tenang
Damai kurasakan saat itu
tatkala kicau burung bersautan
seakan memecah hening pagi
Air sungai yang jernih
sumber kehidupanku
Air sungai yang tenang
tetaplah
terdengar suara jernih gemiricik air sungai
Di tengah hijau pepohonan
air sungai mengalir tenang
Damai kurasakan saat itu
tatkala kicau burung bersautan
seakan memecah hening pagi
Air sungai yang jernih
sumber kehidupanku
Air sungai yang tenang
tetaplah
Diriku bagai butiran pasir
di tepi pantai yang biru
yang terpanggang sinar mentari
dan terseret desiran ombak
itulah diriku
menjadi orang yang terpinggir
di tepi pantai yang biru
yang terpanggang sinar mentari
dan terseret desiran ombak
itulah diriku
menjadi orang yang terpinggir
Diriku bagai setetes embun
membasahi rumput di pagi hari
yang hadir sesaat lalu pergi
karena terkena sinar sang
membasahi rumput di pagi hari
yang hadir sesaat lalu pergi
karena terkena sinar sang
Selamat
Tinggal bidadari tepian sungai Kampar.
Pernah terlempar pada masa yang tak kuinginkan
Pernah terkungkung pada waktu yang terhenti
Dan terhalang dengan jutaan harap yang tak mampu aku dekap
Terpagar dengan ribuan angan yang perlahan harus diraih
Dan terluka dengan impian yang terlanjur terurai
Semua berakhir
Pernah terkungkung pada waktu yang terhenti
Dan terhalang dengan jutaan harap yang tak mampu aku dekap
Terpagar dengan ribuan angan yang perlahan harus diraih
Dan terluka dengan impian yang terlanjur terurai
Semua berakhir
Ada cap jemari yang tercecer dalam alam yang porak
poranda
Ada ceceran darah merah yang menganak sungai
diantaranya
Semua kian terpukul dengan tebaran tubuh tanpa
desah nafas kehidupan
Semua terpana dengan apa yang terpandang di
depan mata.
Tapi aku tetap pindah , ke kota demi kuliah.
Tinggalah desa yang selama ini, menyiksa.
Kenyataan bahwa akhlak dan etik atau etika telah mulai redup
di dalam dunia pendidikan di Indonesia.Pelanggaran etika bukan hanya dilakukan
oleh siswa, bahkan kepala sekolah dan gurupun melakukan.Bukan hanya mereka yang
mahasiswa pun telah melakukan tindak
kekerasan yang menyebabkan kematian temannya. Pendidikan di sekolah telah
terreduksi , menjadi penyampaian pengetahuan, tidak lagi mendidik watak atau
karakter dan kepribadian. Mendidik bukan lagi sebagai seni yang di landasi
dengan hati dan kasih sayang. Yang selalu muncul adalah wajah seram yang siap
memberi hukuman. Tindakan "bullying" sudah menjadi budaya di sekolah
yang dilaku kan guru maupun siswa tanpa merasa menyesal dan belas
kasihan.Contoh siswa SMP yang keluarganya miskin, ibunya hanya sebagai tukang
sayur oleh teman-temannya diolok-olok dan dipermalukan sehingga si siswa
menderita batin (depresi),Peristiwa ini justru pada sekolah yang berlatar
belakang agama.( 12 Dinamika Pendidikan No. 1 / Th. XIV / Mei 2007).
Peristiwa-peristiwa tersebut
mengindikasikan bahwa pendidikan etika tidak lagi menjadi landasan pendidikan,
padahal akhlaklah dan morallah yang menjadi dasar pembentukan watak.
Pendidikian etika yang kini telah
terpinggirkan dan terlupakan oleh para kepala sekolah dan guru yang hanya
mengejar jumlah kelulusan tinggi pada ujian nasional.
Pendahuluan
Kejadian yang mengejutkan , ada oknum Kepala Sekolah SMA yang mencoba mencuri soal
Ujian Nasional, guru yang memberikan jawaban atas soal Ujian Nasional kepada
siswanya, guru pengawas membiarkan siswa mempergunakan HP saat UN. Editorial
Metro Senin 23 April 2007 jam 19.40 menyebutkan dari hasil survai riset
ditemukan sebanyak 70% peserta Ujian Nasional menyontek, karena guru pengawas
dengan sengaja memberi kan peluang untuk nyontek. Oalam berita jam 18.30 ,pada
hari Selasa 24 April 2007 diberitakan guru pengawas Ujian Nasional SMP di
sebuah SMP memberikan peluang untuk berbuat curang seperti menyontek dengan
cara mengawasi tidak ketat. Oi Medan dilaporkan justru Kepala Sekolah menyuruh
guru mendiktekan jawaban ujian (Air Mata Guru Bongkar KecuranganDinamika
Pendidikan No. 1ffh.XIV / Mei 2007 13 UN Medan.Kecurangan UN SMA dan SMP
direncanakan sangat sistematis. Kompas,Jumat 27 April 2007). Ada guru olah raga
yang menempeleng siswasiswanya karena tidak memakai seragam pakaian olah raga.
Kejadian tragis di IPDN dengan terbunuhnya sejumlah mahasiswa IPDN karena
tindak kekerasan yang terjadi di kampus. Siswa SD klas II meninggal dunia
setelah dianiaya oleh 4 ( empat)
temannya
di kamar mandi sekolah seperti di beritakan ulang jam 18.30 oleh Metro TV hari
Jumat 4 April 2007. Masalah pelanggaran moral yang dilakukan para mahasiswa dan
siswa di beberapa daerah juga semakin marak sebagaimana pernah ditulis dalam
koran Jawa Pos.
Di dalam lingkungan perguruan
tinggipun tidak luput dari masalah pelanggaran etika akademik. Pada tahun 2000
Universitas Gajah Mada harus mencabut gelar doktor dari seseorang promovendus
yang telah dinyatakan lulus ujian doktor.,karena materi disertasi yang diajukan
ternyata karya milik orang lain dan dinilai sebagai perbuatan plagiat. Di
Universitas Jenderal Soedirman juga pernah kebobolan mengangkat seorang dosen
yang ternyata ijazah dan gelar kesarjanaan SI, S2 dan S3 nya palsu. Ijazah dan
gelar palsu dan atau aspal (asli tetapi palsu ) yang diperdagangkan di dalam
masyarakat bukanlah merupakan hal yang aneh, ironisnya para pembeli bukan orang
biasa tetapi pejabat ( ada bupati ada anggota DPR).. Gejala tersebut
mengindikasikan bahwa pendidikan etika termasuk moral, baik dari aspek
berkehidupan bermasyarakat maupun secara khusus moral agama tidak lagi
dipedulikan di dalam institusi pendidikan.Kepala Sekolah dan guru yang seharusnya
,
menjadi
panutan berperilaku dan bertindak justru memberikan contoh yang tidak baik.
Institusi pendidikan yang seharusnya menanamkan dan mengembangkan serta melestarikan
nilai-nilai luhur sebagai nilai etika, pedoman moral justru berkembang ke budaya
kekerasan yang mengarah pada sikap arogansi para siswanya. Pendidikan Agama dan
Pendidikan Pancasila tidak lagi mampu mewujudkan misinya dan berubah menjadi
wahana penyampai pengetahuan dan bukan membentuk watak and sikap sebagai warga
negara, pribadi dan warga masyarakat yang bersifat makluk
individu
sosial sekaligus. 2 Dosen pascasarjana UNY14 Dinamika Pendidikan No. 1/ Th. XIV
/ Mei 2007 Mencermati kejadian-kejadian tersebut timbul pertanyaan apa yang
salah dalam praktek pendidikan kita. Dalam konteks inilah kajian tentang
pendidikan etika disajikan.
Makna Etika
Kata
etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yang dalam bentuk tunggal adalah ethos yang
mempunyai banyak arti, anatara lain ; tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Sedang
dalam bentuk jamak ta etha berarti adat kebiasaan Bertens (2002.p.4).Menurut
Webster's New Collegiate Dictionary, etika adalah .." 1) ...the discilpine
dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation,2).a. a
set of moral principles and values,b. a theory or system of moral values,c.theprinciples
of conduct governing an indiviadual or a gropup". Dalam arti adat
kebiasaan inilah yang melatar belakangi terbentuknya istilah etika. Dan etika dimaknai
sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Jika merujuk pada Kamus Besar Bahaasa Indonesia (1988.p. ) kata etika dijelaskan
dengan membeerdakan tiga arti: 1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak),2) kumpulan azas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak, 3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
Menurut Bertens (2002.p.6-7) etika
mempunyai tiga arti, yaitu: pertama, kara etika biasa dipakai dalam arti:
nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam arti ini etika bersifat
relatif di dalam suatu wilayah/ daerah. Misal apa yang dianggap baik oleh suatu
kelompok belum tentu baik oleh kelompok
lain
meski mereka berada dalam suatu daerah atau wilayah yang sarna karena beda suku
atau agama dan kepercayaan.Contoh adat kawin lari yang masih terdapat disebagian
desa di propinsi Bali, oleh mereka yang menganut agam non Hindu, dianggap tidak
baik. Demikian pula kawin siri yang oleh suatu kelompok Islam diterima baik,
tetapi oleh kelompok lain yang berbeda kepercayaan akan dianggap tidak
baik.Dengan demikian akan terdapat etika berdasarkan atas suku, agama dan
kepercayaan
yang menyatu di dalam suatu sistem nilai, seperti adat istiadat Jawa,Oinamika
Pendidikan No. 11Th.XIV / Mei 2007 15 Sunda, Bali , Suku Badui dalam, suku Daya
, etika Kristen,akhlak etika
Islamtasawuf dan lain sebagainya.Kedua,
etika berarti juga ; kumpulan asas atau nilai moral.
Kumpulan nilai moral yang kemudian dijadikan
dasarbertindak/berperilaku bagi anggotanya ini yang kemudian menjadi kode etik.
Seperti kode etik guru, kode etik dokter, kode etik paramedik, kode etik hakim,
kode etik peneliti dan lain sebgainya.Ketiga, etika mempunyai arti ilmu tentang
yang baik atau buruk yang sam artinya dengan filsafat moral karena berkaitan
dengan asas-asas dan nilai tentang yang dianggap baik dan buruk. Dalam kajian
ini etika ditekankan pada arti nilai-nilai dan norma-norma etis yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya di
dalam berkehidupan bermasyarakat. Di dalam kehidupan sosial bermasyarakat warga
dituntut untuk mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh masyarakatnya sebagai
aturan, tata nilai, larangan ( tabu) serta pantanagn. Semakin kompleks
kehidupan masyarakat semakin banyak aturan adat , larangan (tabu) serta pantangan
yang diperuntukan bagi warganya.Contoh dalam hal bertanilbercocok tanam pada
masyarakat Badui Dalam, terdapat sejumlah aturan dan pantangan yang
lebih
rumit jika dibandingkan dengan masyarakat Anak Suku Dalam di daerah Jambi yang
hidupnya masih nomaden. Masyarakat Bali memiliki aturan adat dan larangan yang
lebih rumit jika dibandingkan dengan suku-suku di Papua yang masih hidup secara
sederhana di daerah terisolasi.
Karena itu warga muda yang akan
menjadi warga dewasa penuh dari suatu masyarakat dan sebagai warga negara serta
warga dunia harns belajar untuk memahami,memiliki dan melestarikan nilai-nilai
luhur yang dianut oleh masyarakat dan bangsa serta dunia agar dapat hidup
dengan damai, bertoleransi dan saling mengharagai. Intemalisasi nilai dalam
diri seseorang dapat terjadi secara intensif lewat pendidikan apa bila
direncanakan dan dilakukan secara kontekstual sesuai dengan lingkungan hidup
para siswa. Misal dengan pendekatan "value clarification" siswa
disadarkan
akan
makna nilai nilai yang diperkenalkan oleh pendidik. Siswa tidak hanya tahu tetapi
akan memahami makna nilai dan akan menrima sebagai nilainya sendiri serta akan
menerapkan di dalam kehidupannya sebagai acuahn berperilaku atau bertindak.16
Dinamika Pendidikan No. 1 / Th. XIV / Mei 2007
Demikian pula jika siswa telah
memasuki dunia kerja profesional , ia akan diikat dengan kode etik profesi yang
harus dijadikan acuan di dalam melaksanakan pekerjaan atas profesinya.Di dalam
pergaulan sosial, seseorang juga dituntut untuk berperilaku sesuai dengan etika
yang ditetapkan. Contoh sederhana, dalam jamuan makan intemasional, ada aturan
pakaian dan cara berpakaian, tata cara makan, cara mempersilahkan makan, cara
mengambil makanan, meminta makanan juga cara memegang sendok dan pisau makan,
cara minum untuk bersulang dan lain sebagainya. Kursus cara makan ini disebut
"table manner" yang biasanya diberikan kepada para calon diplomat dan
istrinya sebelum berangkat untuk bertugas di luar negeri. Oleh karena itu
seseorang yang hidup di dalam masyarakat yang memilki peradaban harus
mempelajari, memiliki dan menerapkan nilai-nilai yang berlaku baginya selama
dia hidup dalam lingkungan masyarakat di mana ia berada dan tinggal.
Makma Pendidikan
Arti
pendidikan dapat dirumuskan dalan berbagai ragam bentuk sesuai dengan sudut pandang
dan konteks di mana rumuskan akan dipakai. Rumusan formal yang tertulis di
dalampenejelasan UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 di sebutkan :" Pendidikan merupakan
usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran
danlatau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat." Sedang fungsi
pendidikan dikatakan : "... berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab". Rumusan dari sudut pandang filsafat
sebagaimana dikemukan oleh Driyarkara almahum, pendidikan adalah "memanusiawikan
manusia". Makna manusiawi punya arti yang mendalam.
No comments:
Post a Comment