BBC Indonesia. 5 September 2014, 1 dari 10 anak perempuan alami kekerasan.
M.RAKIB LPMP PEKANBARU RIAU INDONESIA 2015
Kekerasan kerap dilakukan oleh
anggota keluarga, guru, tetangga, orang asing dan anak-anak lainnya. Badan PBB
yang mengurus anak-anak (Unicef) melaporkan 1 dari 10 anak perempuan di seluruh
dunia mengalami perkosaan atau kekerasan seksual pada usia 20 tahun.Data
statistik tersebut praktis menyatakan bahwa sekitar 120 juta anak perempuan di
seluruh dunia telah mengalami kekerasan seksual.
"Aksi
kekerasan itu melintasi batasan usia, geografi, agama, etnis, dan tingkat
pendapatan," kata Direktur Eksekutif Unicef, Anthony Lake. Menurutnya,
kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja dan dilakukan justru oleh
orang-orang terdekat."Kekerasan ini terjadi di sejumlah tempat, seperti di
rumah, sekolah dan lingkungannya, di tempat anak-anak seharusnya merasa aman.
"Kekerasan
makin bertambah melalui internet, dan itu dilakukan oleh anggota sejumlah
keluarga dan guru, tetangga, orang asing dan anak-anak lainnya."Kekerasan fisik, dari kajian yang
dilakukan terhadap data-data di 190 negara, Unicef juga mengatakan sekitar
95.000 anak-anak dan remaja dibunuh pada 2012. Kebanyakan mereka berasal dari
Amerika Latin dan Karibia
Hal ini menguatkan temuan penelitian
bahwa sekitar enam dari 10 anak berusia antara 2 tahun hingga 14 tahun menjadi
sasaran hukuman fisik dari para pengasuhnya.
Meski
kekerasan terhadap anak-anak sudah terjadi dalam beberapa tahun, namun sebagian
besar kejadian tidak tercatat dan tidak dilaporkan.Sebuah laporan menyebutkan
sejumlah kekerasan terhadap anak-anak di beberapa negara acap kali masih dapat
diterima atau dimaafkan, dan seringkali para korban merasa takut untuk melaporkan
tindak kekerasan yang dialaminya.Wartawan BBC di PBB, Nick Bryant, mengatakan
sejumlah data statistik yang dikumpulkan dari beberapa negara menunjukkan data
suram dalam hal tindak kekerasan terhadap anak-anak.
REPUBLIKA.CO.ID,
Sejumlah laporan dari Mesir menyebutkan bahwa seorang mahasiswa dijatuhi
hukuman penjara tiga tahun setelah menyatakan diri ateis di jejaring sosial
Facebook. Pengacara mahasiswa berusia 21 tahun bernama Karim al-Banna tersebut
mengatakan bahwa kliennya dinyatakan terbukti bersalah menghina Islam. Pengadilan
mengatakan hukuman ini akan ditangguhkan menjelang banding, jika Banna membayar
denda. "Ia dijatuhi hukuman penjara tiga tahun, dan jika ia membayar uang
jaminan US$140 hukuman ini bisa ditangguhkan sampai pengadilan banding
mengeluarkan putusan," kata Abdel Nabi, pengacara Karim al-Banna, seperti
dikutip dari BBC, Senin (12/1).
Sidang pengadilan banding, kata Abdel Nabi, akan digelar pada 9 Maret 2015 mendatang. Menurut beberapa laporan, ayah al-Banna menjadi saksi yang memberatkan. Seorang peneliti mengatakan nama Karim al-Banna muncul di daftar ateis yang diterbitkan koran di Kairo setelah para tetangga menghina Banna. Namun ketika Banna melaporkan kasus penghinaan ini, ia ditahan dengan dugaan menghina Islam.
Satu kajian baru menyimpulkan bahwa ateis dan humanis sendiri, makin banyak menjadi korban penindasan oleh negara. Dalam laporan The Freedom of Thought, yang diterbitkan untuk menandai Hari Hak Asasi Manusia Internasional, disebutkan bahwa kebencian sengaja disebarkan untuk orang-orang yang tidak beragama di sejumlah negara.
"Kampanye kebencian" tersebut berbentuk pelecehan, penyerangan fisik, dan penangkapan. Undang-undang baru di Arab Saudi menyamakan ateisme dengan terorisme. Presiden Turki juga pernah mengeluarkan pernyataan yang menghubungkan ateisme dan terorisme. Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menggambarkan humanis sebagai "orang-orang" yang menyimpang, sementara pemerintah Mesir menyebut ateisme sebagai "ancaman bagi masyarakat".
Di Inggris bahasan tentang ateisme dan humanisme telah dihapus dari pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri. Penulis laporan ini mengatakan makin banyak pejabat negara yang secara aktif menekan kalangan yang secara terbuka mengaku tidak beragama.
No comments:
Post a Comment