MANISNYA MADU AKHIRNYA TERBUKTI
Akhirnya
hari itupun datang saat aku harus mengatakan sebuah jawaban untukmu. Ya Allah,
wanita mana yang ingin cintanya terbagi. Wanita mana yang kuat melihat suaminya
bermesraan dan bahagia bersama suamiku..suamiku yang sangat aku cintai. Ya
Allah, bahkan jika kenyataan ini terbalik, dan dia berada pada posisiku,
sanggupkah engkau wahai suamiku?
Imanku
mengatakan aku bisa merelakanmu, namun kecemburuan dan perasaanku mengunci
hatiku untuk tetap mengatakan tidak, tidak dan tidak untukmu. Pernikahan kita
adalah tentang kita, kau dan aku, sama sekali tidak tentang dia. Dan lalu
bagaimana mungkin kau tega memasukkan dia kedalam kebahagiaan kita? Apakah
selanjutnya kita akan bahagia, suamiku?
Sekali
lagi, aku tidak bisa lepas dari kodratku sebagai wanita yang identik dengan
kecemburuan yang sangat melekat erat. Namun sekuat tenagaku aku mencoba tidak
emosional. Sulit.. walaupun semua ini sangat sulit.
Namun…
akhirnya kecintaan Allah menyadarkanku. Bukankah menikah adalah ladang amal
bagiku untuk menggapai surga?, walau sekali lagi, Demi Allah sangat sulit
merelakan bagian dari diriku masih harus ku bagi dengan orang lain.
Namun…
sekali lagi, Bahasa iman menggugah kesadaranku kembali. Sekejab kupalingkan
egoku untuk menilai maduku. Bukankah situasi ini juga menjadi cobaan bukan
hanya untuk aku dan suamiku, tapi terutama adalah baginya. Betapa resiko sosial
akan datang kepadanya, cap jelek sebagai perebut suami orang akan dilekatkan
kepadanya. MasyaAllah, betapa aku juga mungkin tidak akan sanggup jika menjadi
pelakon kisah hidupnya. Bukankah jodoh sudah digariskan Allah atas semua
manusia. Diapun tak pernah bisa memesan dari mana jodohnya akan datang. Namun
ketika jodohnya adalah suamiku sendiri, lalu apakah aku harus menyalahkannya,
yang berarti pula menyalahkan Allah sang maha pengatur?
Dari
pada aku memperburuk keadaan ini dengan prasangka yang menghinakanku sendiri,
lebih baik aku menguatkan hati untuk membantu menguatkan suamiku. Suamiku..
seseorang yang telah bertahun-tahun menjadikan aku satu- satunya ratu didalam
hati dan rumahnya, memulyakanku dengan segenap cinta dan kasih sayang, dan
orang yang paling mengerti dan mencintaiku. Pantaskah jika akhirnya aku
mennyebutnya sebagai pengkhianat atas kasih sayangku? pantaskah aku menyebutnya
orang yang tidak tahu terimakasih atas semua pengorbanan dan kasih sayangnya?
tidak, sama sekali tidak. Bahkan aku tidak akan rela gelar itu disebutkan
kepada suamiku, bahkan oleh diri aku sendiri.
Sesuatu
akan lebih berharga ketika hal itu telah atau akan meninggalkan kita. Semoga
ketika kau telah bersamanya, akan ada penghargaan lebih atas kebersamaan kita.
Dan aku pastikan kau tidak akan merasa ditinggalkan olehku, karena aku tahu
bebanmu akan terasa lebih berat kedepannya, dan akan sangat sulit bagimu untuk
memilih. Maka aku tak akan membawa engkau pada posisi memilih.Seperti yang
disabdakan rasul yang mulia bahwa wanita sholihah adalah perhiasan terindah
bagi suaminya, dan subhanallah, aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Sekaranglah saatku untuk membuktikan padamu bahwa aku pantas menjadi perhiasan
terindah yang pernah kau miliki, dan aku benar- benar menyayangimu.
Aku
buka pikiranku dengan keikhlasan. Dan keikhlasan itu akhirnya berbuah pikiran
bahwa engkau bukanlah milik ku yang abadi. Aku khkawatir ketika cinta itu
melekat erat dihatiku, justru kesenangan hidup itu akan menjadikanku mendua
terhadap cinta kepada zat yang maha mencinta. Ah ternyata keikhlasan itu tidak
selamanya menyakitkan. Menyakitkan hanya bagi mereka yang merelakan diri mereka
sakit dan menyia-nyiakan perolehan pahala yang seharusnya bisa menjadi
miliknya.Dan sebagai pribadi yang ingin lebih pintar, aku tentu tak akan
melakukan hal itu. Ternyata Keikhlasan itu nikmat jika dalam menjalaninya hati
condong kepada cinta hanya kepada Allah.
Ya
Allah semoga surga Mu akan menjadi seindah-indahnya tempat kembaliku kelak, dan semoga kau jadikan aku
sangat lebih bahagia bersanding dengan suamiku disana, dalam kehidupan yang
abadi.
…,Subhanallah, iman menguatkanku,
ikhlas melegakanku, dan Allah memang benar- benar menyejukkan hatiku, bahkan
saat aku berada sendiri disini, dan kau berada disana wahai suamiku,…
Setelah
kesejukan itu memenuhi relung hatiku, untuk selanjutnya aku memohon maaf
kepadamu wahai suamiku, bahwa karena cintaku kepada Allah telah mengalahkan
cintaku kepadamu. Aku yakin kau bukanlah pribadi yang akan menjadikan Alquran
sebagai tameng bagi nafsumu sendiri.Kau dengan tekadmu yang ingin memuliakannya
sebagai mana kau memuliakanku sebagai istrimu karena Allah, maka akupun akan
merelakanmu pula karena Allah. Semoga kelegaan hatiku dan kemuliaan niatmu
bukan hanya sekedar omong kosong, namun akan menjadi bukti nyata pernyataan
cinta kita yang hanya karena Allah. Dan kini, aku mempersembahkan wanita itu
untukmu. Benar- benar sebuah akhir yang sangat melegakan bagi sebuah kecintaan
yang hanya karena Allah…
No comments:
Post a Comment