BAGIAN KE-19
NOVEL PELACUR INTELEKTUAL
(Empat Profesor Satu Cinta) Karya M.Rakib
Pekanbaru Riau Indonesia 2015)
Sang Penyair
: Itulah Pak, belum juga sampai hari ini, hanya
disertasi saja, sudah empat tahun, dan teman sebelumku, malah enam tahun. Oh ya
Allah, kan gara-gara dosen killer juga tu Pak.
Pak Ummin
: Itulah kau terlalu PD, belum selesai disertasinya, sudah diceritakan
kepada orang-orang di sekelilingmu. Akhinya kan, malu sendiri. Orang kampung saya
di Kampar menamakanya sikapmu itu dengan istilah “Perhelatan belum dimulai,
tapi egung sudah lama berbunyi.(Kamu harus tahu diri ya. Sejak saat itu issu kulah sang penyair yang
tak kunjung rampung menjadi bahan olok-olok Pak Ummin dan teman-temanya.
Bahakan mereka mampu melakukan caracter assasinasion, membunuh karakter sang
penyair dengan tidak mengikutkannya dalam berbagai kegiatan di kantor mereka.)
Sang Penyair
: Apakah menurut Pak Ummin, Prof
Amar Makruf dosenku yang terlalu lama mengulur waktu koreksi tulisanku itu
termasuk dosen killer?. Sebetulnya apa artinya dosen killer itu?
Pak
Ummin : Istilah killer? Dalam kacamata mahasiswa
dosen killer adalah dosen yang memberi nilai atau memeriksa disertasi yang
tidak sesuai dengan harapan mahasiswa, atau dosen yang dianggap oleh mahasiswa
menghambat keinginan mahasiswa, atau dosen yang disiplin menerapkan peraturan
akademik sehingga kurang kolaboratif dengan harapan mahasiswa. Ciri-ciri dosen
killer ala mahasiswa antara lain disiplin, tidak ada toleransi dalam hal nilai
(obyektif), seribu satu alasan ketika terlambat atau tidak kumpul tugas tidak
diterima, tidak mau ditemui di rumah, tidak ada toleransi dalam penerapan
peraturan akademik,
Lalu
apa harapan mahasiswa? Tentu saja memperoleh nilai yang tinggi dengan modal
belajar yang minimal..he..he.. Atau seperti mahasiswa yang sedang menyelesaikan
skripsi. Mahasiswa inginnya cepat selesai tanpa memperhatikan kualitas
skripsinya. Mahasiswa yang menghilang setelah selesai penelitian misalnya lalu
mereka tiba-tiba datang menjelang yudisum lalu mendesak dosen untuk bisa
menyetujui skripsinya. Alasannya orangtua minta kepadanya segera lulus pada
periode tersebut. Atau seperti mahasiswa yang datang sangat terlambat ketika
ujian minta keistimewaan yaitu waktu khusus. Atau seperti mahasiswa yang
mendapat nilai rendah lalu mereka minta agar nilainya bisa dinaikkan dengan
cara memberi tugas. Atau seperti mahasiswa yang kehadiran kuliahnya kurang 75%
lalu diperbolehkan ujian. Atau mahasiswa yang aktif dalam ekstrakurikuler
minta keistimewaan, yaitu misalnya bisa hadir kuliah < 75%, nilai yang bagus
tanpa usaha. Kalau mahasiswa mencontek dibiarkan saja… Atau dosen jarang masuk
tapi nilai bagus. Dan masih banyak harapan mahasiswa yang tidak bisa diuraikan
satu persatu.
Itulah harapan mahasiswa! Ketika dosen tidak mengabulkan maka dosen tersebut
dicap sebagai dosen killer. Lalu mahasiswa bisa saja membuat ulah seperti
menggembosi ban kendaraan dosen, atau perilaku lain sebagai balas dendam. Lalu
mereka menyebar gossip bahwa dosen itu killer. Ini membuat mahasiswa lain
menjadi takut mengambil matakuliah tersebut. Ketika ada permintaan penilaian
dari pihak fakultas atau universitas, sudah tentu dosen killer memperoleh nilai
pas-pasan atau malah buruk.Ada sebuah kasus bahwa dosen killer justru lebih sukses mentransfer ilmu, sebab: 1. mahasiswa serius mengikuti kuliah, konsentrasi dan mencatat; 2. tugas dikumpulkan tepat waktu; 3. mereka belajar mati-matian menjelang ujian. Bahkan banyak kasus alumni ketika bekerja sangat disiplin sebab mereka belajar dari dosen killer. Nilai-nilai disiplin tertanam dalam diri mereka
Dosen dalam tugasnya diikat oleh peraturan
akademik. Mereka harus melaksanakan peraturan akademik itu agar diperoleh
lulusan yang berkualitas tinggi. Sayangnya tidak semua dosen mentaati peraturan
itu, sehingga terjadi perbedaan persepsi dalam kalangan mahasiswa. Padahal
tidak jarang dosen yang dinilai killer oleh mahasiswa itulah yang berusaha
menerapkan peraturan akademik. Mereka memberi nilai sesuai dengan kinerja
mahasiswa. Jika mahasiswa kurang mau belajar maka wajar jika mereka mendapat nilai
yang rendah. Jika mahasiswa mau belajar keras dan itu terbukti memperoleh nilai
tinggi maka wajar juga jika dosen memberi nilai yang bagus. Penilaian dilakukan
secara obyektif. Dosen yang dinilai killer biasanya mencoba mensosialisasikan
nilai-nilai moral seperti kejujuran, obyektivitas, keadilan dll. Oleh sebab
itu, ketika mahasiswa mencontek maka mereka mengganjar nilai E. Kejamkah?
Tidak, malah itu pembelajaran yang bagus bagi mahasiswa.
Dalam suatu wawancara, seorang dosen kiler ditanya mengenai hal ini. Dosen
itu menjawab bahwa ia tidak ingin mahasiswanya memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang tanggung. Para mahasiswa kelak akan menjadi abdi negara yang
padanya bergantung nasib rakyat, bangsa dan negara. Hanya abdi negara yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih dari cukup yang mampu
melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Bila sampai terjadi permasalahan nanti
saat bertugas, maka para pengajar selama kuliah di kampus kedinasan tersebut
akan turut mendapatkan sorotan. Oleh karena itu ia hanya akan meluluskan
mahasiswa yang memang pantas lulus karena berusaha keras untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya).
Bukan berarti dosen tidak perlu memperhatikan
aspirasi mahasiswa. Dosen harus memperhatikan aspirasi mahasiswa sebagai
salah satu upaya perbaikkan proses belajar mengajar (PBM). Kritik dan saran
mahasiswa bagi perbaikkan PBM patut diacungkan jempol, namun penilaian itu
harus didasarkan kepada peraturan akademik yang berlaku dan obyektif.
Harapan mahasiswa bisa dijadikan salah satu evaluasi atas PBM yang dilakukan
oleh dosen selama itu realistis dan sesuai dengan aturan akademik. Dosen harus
profesional dan mampu mendidik dan mengajar mahasiswa sehingga mereka nantinya
menjadi manusia yang berilmu dan berketerampilan yang tinggi dan berakhlaq
mulia.
BULLYING DOSEN TERHADAP
MAHASISWA
M.Rakib Pekanbaru Riau Indonesia. 2015
Bullying oleh dosen menahan
tandatangannya, tidak mengesahkan tulisan mahasiswanya, padahal masa studinya
hampir habis. Kalau guru di sekolah, lain lagi. Guru bisa memukul anak tidak
solat apakah termasuk bulying. Apa pula tujuan Tuhan yang membolehkan anak
dipukul setelah berumur 10 tahun. Apa hikmah atau tujuan Allah dalam ketentuan
hukum yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam kisah berikut ini: Suatu waktu Nabi Muhammad SAW melarang kaum
muslimin menyimpan daging kurban kecuali dalam batas tertentu, sekedar bekal
untuk tiga hari. Akan tetapi, beberapa tahun kemudian peraturan yang ditetapkan
oleh Nabi Muhammad itu dilanggar oleh para sahabat. Permasalahan itu
disampaikan kepada Nabi Muhammad. Beliau membenarkan tindakan para sahabat itu
sambil menerangkan bahwa larangan menyimpan daging kurban adalah didasarkan
atas kepentingan Al Daffah (tamu yang terdiri dari orang-orang miskin
yang datang dari perkampungan sekitar Madinah). Setelah itu, Nabi Muhammad
bersabda, "Sekarang simpanlah daging-daging kurban itu, karena tidak
ada lagi tamu yang membutuhkannya".
Dari
kasus tersebut terlihat, adanya larangan menyimpan daging kurban diharapkan
tujuan syariat dapat dicapai, yakni melapangkan kaum miskin yang datang dari
dusun-dusun di pinggiran Madinah. Setelah alasan pelarangan tersebut tidak ada
lagi, maka larangan itu pun dihapuskan oleh Nabi SAW.
Dari
ketetapan tersebut terlihat bahwa sejak masa Nabi Muhammad, Maqasid Al
Syariah telah menjadi pertimbangan sebagai landasan dalam menetapkan hukum.
Upaya seperti itu, seterusnya dilakukan pula oleh para sahabat. Upaya demikian
terlihat jelas dalam beberapa ketetapan hukum yang dilakukan oleh Umar Ibn al
Khattab. Kajian Maqasid Al Syariah ini kemudian mendapat tempat dalam ushul
fiqh, yang dikembangkan oleh para ushuli dalam penerapan qiyas,
ketika berbicara tentang Masalik Al Illah. Kajian demikian terlihat
dalam beberapa karya ushul fiqh, seperti Ar-Risalah oleh Al
Syafii, Al-Musthafa karya Al Ghazali, Al-Mu'tamad karya Abu Al
Hasan Al Bashri, dan lain-lain. Kajian ini kemudian dikembangkan secara luas
dan sistematis oleh Abu Ishaq Al Syathibi.1
Memukul
anak tidak salat, berkaitan dengan kekerasan yang dilakukan orangtua tanpa
disadari. Umumnya para orangtua, guru dan masyarakat mengganggap fenomena bullying
di sekolah juga termasuk hal biasa dan
baru meresponnya jika hal itu telah membuat korban terluka hingga membutuhkan
bantuan medis dalam hal bullying fisik. sementara bullying sosial,
verbal dan elektronik masih belum ditanggapi dengan baik. Hal ini diakibatkan
karena kurangnya pemahaman akan dampak buruk dari bullying terhadap
perkembangan dan prestasi anak di sekolah dan tidak adanya atau belum
dikembangkannya mekanisme anti bullying di sekolah kita. Selain itu anak-anak
juga masih jarang diberikan pemahaman tentang bullying dan dampaknya.
Anak
yang menjadi korban bullying akan menderita secara fisik, tertekan, tidak dapat
berkonsentrasi dengan baik di sekolah atau bahkan menarik diri dari lingkungan
sosialnya. Anak korban bullying juga akan mencari pelampiasan yang bersifat
negatif seperti merokok, mengonsumsi alkohol atau bahkan narkoba. Karena stres
yang berkepanjangan korban bullying bisa terganggu kesehatannya. Bahkan dalam
situasi yang sangat ekstrim seorang korban bullying sosial bisa melakukan
tindakan bunuh diri.
Pelaku bullying akan mengganggap bahwa
penyelesaian masalah dengan cara-cara kekerasan atau mengintimidasi orang lain
adalah cara yang harus ditempuh dalam memenuhi keinginannya. Hal ini akan
mendorong sifat premanisme yang akan terbawa hingga dewasa. Sehingga tanpa
sadar kita telah menjadikan sekolah kita sebagai tempat latihan bagi para
calon preman yang nantinya akan menjadi profesi mereka saat dewasa nanti.
Dari mana anak-anak kita belajar atau
terinspirasi melakukan bullying? Anak-anak umumnya mengikuti perilaku orang
dewasa di sekitarnya seperti orangtua dan guru. Cara mendidik anak yang
cenderung menggunakan kekerasan di rumah dan di sekolah tanpa sadar mengajarkan
anak-anak kita untuk melakukan hal yang sama kepada teman-temannya. Menghukum
anak dengan cara-cara yang negatif akan mengajarkan anak untuk berkuasa
terhadap anak lain serta membenarkan tindakan kekerasan kepada anak lain
yang lebih lemah. Sering karena terbatasnya pengetahuan dan pemahaman kita
tentang bullying tanpa sadar kita mendorong anak-anak kita melakukan bullying
di sekolah atau di lingkungan kita.
Lalu apa yang mesti kita lakukan untuk mengurangi
atau bahkan menghilangkan bullying di sekolah kita? Pertama, di lingkungan
sekolah harus dibangun kesadaran dan pemahaman tentang bullying dan dampaknya
kepada semua stakeholder di sekolah, mulai dari murid, guru, kepala sekolah,
pegawai sekolah hingga orangtua. Sosialisasi tentang program anti bullying
perlu dilakukan dalam tahap ini sehingga semua stakeholder memahami dan
pengerti apa itu bullying dan dampaknya.
Kemudian harus dibangun sistem atau mekanisme
untuk mencegah dan menangani kasus bullying di sekolah. Dalam tahap ini perlu
dikembangkan aturan sekolah atau kode etik sekolah yang mendukung lingkungan
sekolah yang aman dan nyaman bagi semua anak dan mengurangi terjadinya bullying
serta sistem penanganan korban bullying di setiap sekolah. Sistem ini akan mengakomodir
bagaimana seorang anak yang menjadi korban bullying bisa melaporkan kejadian
yang dialaminya tanpa rasa takut atau malu, lalu penanganan bagi korban
bullying, dll.
Tidak kalah pentingnya adalah menghentikan
praktek-praktek kekerasan di sekolah dan di rumah yang mendukung terjadinya
bullying seperti pola pendidikan yang ramah anak dengan penerapan
positive discipline di rumah dan di sekolah.
Langkah ini membutuhkan komitmen yang kuat dari
guru dan orangtua untuk menghentikan praktek-praktek kekerasan dalam mendidik
anak. Pelatihan tentang metode positif disiplin perlu dilakukan kepada guru dan
orangtua dalam tahap ini.
Terakhir adalah membangun kapasitas anak-anak
kita dalam hal melindungi dirinya dari pelaku bullying dan tidak menjadi
pelaku. Untuk itu anak-anak bisa diikutkan dalam pelatihan anti Bullying serta
berpartisipasi aktif dalam kampanye anti bullying di sekolah. Dalam tahap ini
metode dari anak untuk anak (child to child) dapat diterapkan dalam kampanye
dan pelatihan.
Lalu bagaimana peran pemerintah? Sudah saatnya
pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan memberikan perhatian terhadap isu
bullying di sekolah serta berupaya membangun kapasitas aparaturnya dalam
mengatasi isu ini. Langkah strategis yang perlu diambil adalah memasukkan isu ini
ke dalam materi pelatihan guru serta mengembangkan program anti bullying di
tiap sekolah. Dalam kasus tertentu bullying bisa bersentuhan dengan aspek
hukum, maka melibatkan aparat penegak hukum dalam program anti bullying akan
sangat efektif.
Sekolah sebagai lembaga yang bertugas
mencerdaskan bangsa sudah seharusnya menjadi tempat yang aman, nyaman dan
bermartabat bagi anak-anak kita sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal. Dengan demikian maka kita telah mempersiapkan
generasi mendatang yang unggul dan siap menjadi warga negara yang baik.
No comments:
Post a Comment