BAGIAN 23 KARYA M.RAKIB PEKANBARU
RIAU INDONESIA 2015
TIPUAN ATAS
NAMA HUTANG
Sang penyair
: Istriku masih mengingat kisah
dosen killer yang dibacanya di koran Kompas. Tiba-tiba datang Ibuk Ernasari pedagang kain asal Aceh yang lama tinggal di Ranah Minang,
tapi kini, tinggal di Pekanbaru. Buk Ertna ini ahli dalam memanfaatkan air
matanya, untuk menguras rasa iba si pemberi hutang.
Siti Syari : Sebagai istri, aku selalu ingat bahwa jika
ada orang mau meminajm uangku, aku harus meminta izin dahulu kepada suami. Tapi
Buk Ernasar bilang, jangan kasi tahu suami. Itu sebanya aku diam saja.
Sang Penyair : Di mana rumahnya, aku mau meminta tandantangannya,
dan perjaniannya dibuat sebagai titipan yang diketahuai RT dan RW, dan ditambah
dua orang saksi . Titipan itu, sanksinya penjara lho. Apalagi uang yang dipinma
itu Rp 10 juta. Maaf, KTP Buk Sari akan kutahan.Kalu tidak dibuat demikian,
hutangnya tidak akan dibayar, sedangkan sewa tokonya Ciptasport itu saja belum dibayar.
Siti
Syari merasa malu kepada suaminya,
karena tidak meminta izin kepadanya, sehingga hutang Buk Ernasari yang Rp.10
juta, disebutnya Rp 8 juta saja, di awal tahun 2015. Siti sari sebenarnya sudah
kena tipu dan terkena ilmu mirip
hipnotis. Anenya Siti Syari, meminjamkan lagi uang Rp.8 juta kepada Ernasari
untuk dibayarkan didepan Sang Penyair, agar Ernasari tidak dilaporkan ke Polisi,
persis tanggal 28 Oktober. Tapi malangnya, hutang Ernasar yang sebenarnya tidak
juga dibayarnya , walaupun sudah 6 bulan. Beruntunglah Ernasari, terelak dari
dilaporkan ke Polisi dan hutangnya dianggapnya hilang begitu saja. Lama kejadian ini kemudian barulah Siti Sari
tahu bahwa, pada prinsipnya suatu perjanjian hutang piutang adalah hubungan
keperdataan antara debitur dengan kreditur. Dalam hal pihak yang berhutang
kemudian melanggar janji pengembalian uang, maka hal tersebut merupakan
peristiwa ingkar janji (wanprestasi).
Wanprestasi ini pada dasarnya dapat
terjadi karena 3 hal:
- Melakukan hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan berdasarkan perjanjian;
- Terlambat memenuhi kewajiban;
- Melakukan kewajiban (misalnya pembayaran) namun masih kurang atau baru sebagian; atau
- Tidak memenuhi kewajiban sama sekali.
Sedangkan, penipuan adalah perbuatan
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 378 KUHP pada Bab XXV
tentang Perbuatan Curang (bedrog). Bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP
adalah sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan
dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Berdasarkan rumusan pasal tersebut,
unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah:
- Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum;
- Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang;
- Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan)
Unsur poin 3 di atas yaitu mengenai upaya/cara
adalah unsur utama untuk menentukan apakah perbuatan tersebut dapat dikategorikan
sebagai penipuan. Hal ini sebagaimana kaidah dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung
No. 1601.K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990 yang menyebutkan:
“Unsur pokok delict penipuan (ex
Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si
pelaku delict untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang.”
Dalam kasus yang terkait dengan
adanya perjanjian, maka harus diketahui apakah niat untuk melakukan kejahatan
dengan menggunakan suatu nama palsu, tipu daya atau rangkaian kebohongan, sudah
ada sejak awal, sebelum dibuatnya perjanjian (atau diserahkannya uang
tersebut). Apabila terjadi pelanggaran terhadap kewajiban dalam perjanjian
setelah dibuatnya perjanjian, maka hal
tersebut merupakan wanprestasi.
Beberapa contoh kasus Perdata jadi
Pidana
1. Pinjaman modal usaha digunakan untuk membeli mobil
Praktik penyalahgunaan uang yang
dipinjam namun tidak sesuai dengan peruntukannya, dapat juga dituntut dengan
tindak pidana penggelapan. Misalnya, jika kesepakatan awal pinjaman uang untuk
modal usaha, namun ternyata digunakan untuk membeli mobil pribadi, maka si
penerima uang yang membeli mobil tersebut dapat dituntut atas dasar dugaan
tindak pidana penggelapan (Pasal 372 KUHP).
2. Pengurusan Izin
Tidak Dilakukan, Uang tidak dikembalikan
Dalam beberapa kasus, suatu
kewajiban dalam perjanjian yang tidak berhasil dipenuhi, namun uang pembayaran
tidak dikembalikan juga dapat menjadi perkara dugaan tindak pidana penipuan dan/atau
penggelapan. Sebagai contoh, apabila ada pihak yang berjanji akan mengurus
suatu izin usaha, namun hingga waktu yang telah ditetapkan ternyata izin usaha
yang dijanjikan tidak kunjung terbit, dan ternyata uang pembayaran izin
tersebut tidak dikembalikan, hal tersebut juga dapat diajukan tuntutan dugaan
tindak pidana penipuan dan atau penggelapan.
3. Memberikan Cek
kosong, yang sejak awal diketahui tidak ada dananya.
Misalnya Allen memberikan pinjaman
dana kepada Brodi, kemudian Brodi akan melakukan pengembalian dana berikut
bunganya dengan menerbitkan cek dengan tanggal yang telah disepakati (tanggal
mundur) antara Allen dan Brodi.
Apabila Brodi menerbitkan cek yang
disadari olehnya bahwa cek tersebut tidak akan pernah ada dananya, padahal dia
telah menjanjikan kepada Allen bahwa cek tersebut ada dananya, maka perbuatan
Brodi dapat dikategorikan sebagai perbuatan penipuan dengan cara tipu muslihat.
Hal tersebut tidak akan sampai ke
ranah pidana, apabila Brodi tahu cek tersebut memang ada dananya pada saat
diterbitkan. Namun pada saat tanggal jatuh tempo dananya tidak ada, maka
perbuatan Brodi dapat dikategorikan sebagai wanprestasi.
Dari
uraian kasus-kasus di atas, peristiwa perdata yang kemudian dipidanakan, selalu
berawal dari niat jahat dan itikad tidak baik dari si pelaku. Hal ini tentu
akan berbeda dengan suatu pihak yang menjadi berhutang karena adanya kegagalan
dalam bisnisnya, yang membuatnya tidak mampu mengembalikan hutang. Namun
demikian, apabila si pihak berhutang beritikad baik untuk membayar hutangnya
tersebut, maka sangat disarankan untuk membuat kesepakatan penyelesaian
pembayaran hutang dan jangan malah menghindari atau melarikan diri. Karena
itikad tidak baik tersebut, sangat berpotensi menjadi persoalan pidana.
No comments:
Post a Comment