Saturday, March 7, 2015

MENGAPA ADA ANJURAN UNTUK TIDAK KAWIN



MENGAPA ADA ANJURAN UNTUK TIDAK KAWIN
 


BY  M.RAKIB  IKMI  PEKANBARU  RIAU INDONESIA

Membawa peti , dari Malaka.
Berisi sutra , dari  putri .
Kalau hati sudah suka..
Apaun halangan, harus hadapi.




Sekedar perbandingan pengetahuan saja bagi yang Muslim, bahwa  dalan 1 Korintus 7 (atau "I Korintus 7", disingkat "1Kor 7") adalah bagian surat rasul Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen. Dikarang oleh rasul Paulus dan Sostenes di Efesus.
  1. Mengingat waktu darurat.] Misalnya saat penulisan surat 1 Korintus ini: menjelang penganiayaan orang Kristen oleh orang Romawi, sehingga Paulus menulis bahwa: "Waktu telah singkat! ... Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu."]
  2. Supaya dapat hidup tanpa kekuatira
  3. Melayani Tuhan tanpa gangguan, supaya tubuh dan jiwa menjadi kudus Alasan: orang yang tidak beristeri/bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. Sebaliknya: orang yang beristeri/bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya/suaminya.[24]
Yesus Kristus berkata mengenai orang yang tidak kawin:
"Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti."]

i Alkitab rasul Paulus menulis, masalah kawin

 1Kor 7:1   Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku. Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin, 
 1Kor 7:8   Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku. 
 1Kor 7:9   Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu. 
 1Kor 7:10   Kepada orang-orang yang telah kawin aku--tidak, bukan aku, tetapi Tuhan--perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. 
 1Kor 7:28   Tetapi, kalau engkau kawin, engkau tidak berdosa. Dan kalau seorang gadis kawin, ia tidak berbuat dosa. Tetapi orang-orang yang demikian akan ditimpa kesusahan badani dan aku mau menghindarkan kamu dari kesusahan itu. 
 1Kor 7:36   Tetapi jikalau seorang menyangka, bahwa ia tidak berlaku wajar terhadap gadisnya, jika gadisnya itu telah bertambah tua dan ia benar-benar merasa, bahwa mereka harus kawin, baiklah mereka kawin, kalau ia menghendakinya. Hal itu bukan dosa. 
 1Kor 7:37   Tetapi kalau ada seorang, yang tidak dipaksa untuk berbuat demikian, benar-benar yakin dalam hatinya dan benar-benar menguasai kemauannya, telah mengambil keputusan untuk tidak kawin dengan gadisnya, ia berbuat baik. 
 1Kor 7:38   Jadi orang yang kawin dengan gadisnya berbuat baik, dan orang yang tidak kawin dengan gadisnya berbuat lebih baik. 
 1Kor 7:39   Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya. 

Dan anda betul, keputusan untuk mengharuskan para imam (pastor hingga Paus) hidup selibat baru ditentukan kemudian, saya lupa data persisnya (harus cari dulu).

Cinta dan Perkawinan Menurut Plato

Plato tidak kawin seumur hidupnya
       Cinta dan perkawinan terkadang menjadi sesuatu yang suka dipermainkan. Patutkah itu semua? Belajarlah dari Plato, seorang filsuf Yunani. Saya mengutip artikel ini melalu pencarian saya di internet.
Cinta dan Perkawinan Menurut Plato
Satu hari, Plato bertanya pada gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?
Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta”
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?”
Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik). Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat ku melanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak ku ambil sebatang pun pada akhirnya.”
Gurunya kemudian menjawab “Jadi ya itulah cinta”
Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, “Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?”
        Gurunya pun menjawab, “Ada hutan yang subur didepan saja. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan”
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar/ subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?”
Plato pun menjawab, “Sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi di kesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya.”
Gurunya pun kemudian menjawab, “Dan ya itulah perkawinan.”
Catatan kecil:
Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih.
Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan…tiada sesuatu pun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali. Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur. Terimalah cinta apa adanya.
Perkawinan adalah kelanjutan dari Cinta. Adalah proses mendapatkan kesempatan, ketika kamu mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya, Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia-sialah waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu. Karena, sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya.
Inilah cinta dan perkawinan yang berhasil dirumuskan oleh Plato lewat pengalamannya sendiri. Pelajarilah, renungkanlah, dan praktikkanlah.

Imam Nawawi, Makan Sedikit, Tidur Pun Sedikit  (Read 4710 times)







Imam Nawawi, Makan Sedikit, Tidur Pun Sedikit



Ketika kanak-kanak lain seusianya sibuk bermain, budak lelaki berusia 10 tahun itu mengelak. Walaupun diajak kawan-kawannya itu, dia tetap menolak, sebaliknya dia sibuk membaca al-Quran. Jarang budak lelaki seusia itu tidak berminat untuk bermain, tetapi dia lain, walau dipaksa kawan-kawan pun dia tidak menunjukkan minat.

Melihat tingkah lakunya, seorang alim, Syeikh Yasin Yusuf Marakashi memberitahu gurunya, “Jagalah budak ini baik-baik kerana dia bakal menjadi seorang ulama besar dan ahli ibadah.” Guru yang mendengar kata-kata Syeikh Yasin itu bertanya, “Adakah tuan seorang ahli nujum atau penilik nasib?” Jawab Syeikh Yasin, “Bukan, tetapi Allah menghendaki aku mengeluarkan kata-kata itu.

Guru tersebut kemudian menceritakan insiden itu kepada bapa anak muridnya. Bapa budak itu pula memang ingin anak lelakinya yang begitu ghairah belajar, mengabdikan dirinya kepada agama Islam.

Terbukti budak lelaki itu bukanlah seorang insan biasa, tetapi Abu Zakaria Muhyiddin Yahya atau lebih dikenali sebagai Imam Nawawi. Nama tersebut digunakan kerana beliau berasal dari Nawa, yang terletak berdekatan Damsyik, di pinggir daerah Hauran.

Imam Nawawi dilahirkan di sana pada Muharram 631H dan bapanya adalah seorang alim yang menyedari kelebihan anaknya itu sejak kecil lagi. Malangnya Nawa bukanlah tempat yang sesuai untuk anaknya mengembangkan ilmu dan bakatnya kerana tempat itu tidak mempunyai akademi atau institusi pengajian agama.

Menimba Ilmu

Jadi bapanya membawa Imam Nawawi ke Damsyik yang ketika itu terkenal sebagai pusat pengajian dan ilmu, serta menjadi tumpuan pelajar dari serata tempat. Damsyik sudah pun mempunyai lebih 300 institut, kolej dan universiti dan Imam Nawawi belajar di Madrasah Rawahiyah yang bergabung dengan Universiti Ummvi. Pengasasnya ialah seorang saudagar bernama Zakiuddin Abul Qassim, yang juga dikenali Ibnu Rawahah.

Di madrasah inilah Imam Nawawi menimba ilmu daripada guru-guru terkenal selama dua tahun tanpa mengenal penat lelah. Pihak madrasah hanya menampung sedikit makan minumnya, tetapi itu sudah mencukupi bagi Imam Nawawi. Itu bukanlah satu keperluan yang amat dipentingkannya, malah tidur pun dihadkan sedikit sahaja pada waktu malam. Baginya masa adalah sesuatu yang amat berharga, apabila keletihan, dia akan berehat sebentar sahaja di hadapan kitab-kitabnya, sebelum meneruskan pelajarannya.

Guru-Guru Beliau

Di Damsyik, Imam Nawawi berguru dengan lebih 20 ulama. Sesetengah mereka terkenal sebagai pakar dalam bidang masing-masing. Beliau mempelajari ilmu hadis, perundangan Islam dan pelbagai ilmu lain daripada ulama-ulama terkenal waktu itu, antaranya, Abu Ibrahim Ishaq bin Ahmad al-Maghribi, Abu Muhammad Abdurrahman bin Ibrahim al-Fazari, Abul-Abbas Ahmad bin Salim al-Misri, Abu Abdullah al-Jiyani, Abu Muhammad at-Tanukhi dan ramai lagi.

IMAM  NAWAWI  TIDAK MENIKAH SEUMUR  HIDUPNYA
Re: Imam Nawawi, Makan Sedikit, Tidur Pun Sedikit

Sikap Imam Nawawi terhadap ilmu memang jarang terdapat pada orang lain. Beliau sentiasa dahagakan ilmu dan dalam amalan seharian, dia akan membaca 12 bab, menulis ulasannya dan membuat penambahan-penambahan penting. Apa jua buku yang ditelaahnya, dia akan membuat nota dan penerangan mengenainya.

Sikap ini, kecerdikan, usaha keras dan kecintaannya terhadap pelajaran mendapat pujian daripada gurunya. Mana tidaknya, beeliau memperuntukkan sepenuh masanya untuk mendalami ilmu. Selain membaca dan menulis, beliau memperuntukkan masa untuk berfikir mengenai isu-isu yang kompleks dan mencari rumusannya.

Kelebihan daya ingatan tinggi dan ketajaman fikiran yang dikurniakan Allah SWT kepadanya digunakan sepenuhnya oleh Imam Nawawi sehingga mencapai tahap keilmuan yang amat membanggakan.

Selain itu, beliau juga disenangi kerana keindahan budi dan akhlak, serta dikenali sebagai seorang yang warak. Imam Nawawi gemar berpakaian sederhana dan hanya mekan sedikit sahaja. Beliau tidak mudah leka dengan hal-hal keduniaan sebaliknya memberi sepenuh tumpuan untuk mencari dan menyebarkan ilmu. Bagaimanapun Imam Nawawi tidak menjauhkan diri daripada masyarakat, malah beliau mempunyai kedudukan yang tinggi di kalangan ilmuan pada zamannya.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook