Wednesday, March 4, 2015

BIMBINGAN 2 AMIR LUTFY



Karakteristik Hukum Islam


 

OLEH M.RAKIB  SH., M.Ag. Muballigh IKMI Riau Indonesia. 0823 9038 1888

 
Orang di  suarau, bersorak-sorak
Menabuh gendang,  dengan rebana.
Alangkah risau, hati awak.
Pelindung hukum, dapat  bencana.


Ingin tahu,  cara menyayat,
Lihatlah pandan nan berduri
Sungguh malang,  nasib rakyat,
Pengawal hukum, perkaya diri.


Memancing di belakang gudang
Nasi masak,  gulai tertumpah
Menangis rakyat, me minta uang
Konglomerat,  menganggapnya  sampah



    1. Universal
        Universalnya Hukum Islam, bahwa seluruh hukum yang terdapat dalam syariat Islam bersifat natural serta relevan dengan fitrah kemanusiaan. Petunjuk untuk segenap umat manusia tanpa memandang perspektif rasial, etnis, suku bangsa, warna kulit dan sosiokulturalnya. Dalam pandangan syariat Islam manusia itu sama, sebagaimana yag dijelaskan di dalam Qs Al Anbiya : 107, bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh dunia. Kemudian di dalam Qs Saba : 38 bahwa Muhammad SAW diutus untuk seluruh manusia.Walaupun kebanyakan orang akan menolaknya.[1]
    2. Istiqamah
           Hukum Islam itu lurus, lempang dan tidak berbelok-belok. Umar bin Khathab menjelaskan bahwa : Istiqamah itu tetap mengikuti perintah dan ( menjauhi ) larangan serta tidak menyimpang dari padanya. Tidak melenceng dan tidak bengkok, kokoh dan lurus. Dalam Al-Qur’an, hal itu diistilahkan dengan al-Shirath  al-mustaqim,jalan yang lurus. Para ulama mengatakan bahwa jalan yang lurus adalah jalan yang selalu menjaga jarak dari terlalu minggir ke salah satu sisi. Jalan lurus bisa dikatakan sebagai jalan yang berada di tengah-tengah.[2] Tidak mengambil sikap ekstrem, yang direpresentasikan dengan sikap al-maghdhubu ‘alaihim orang-orang Yahudi, dan sikap “adh-dhalin” orang-orang Nasrani. Dalam banyak hal, terjadi hubungan ekstrem antara Yahudi dan Nasrani. Misalnya, orang Yahudi membunuh para nabi; sedangkan orang Nasrani menuhankan para nabi. Orang Yahudi terlalu banyak mengharamkan, sedangkan orang Nasrani terlalu banyak menghalalkan. Orang Yahudi materialistis, sedangkan orang Nasrani spiritualistis. Adapun umat Islam adalah jalan tengah di antara dua sikap ekstremistis tersebut.
       3. Terbaik
          Menurut Tahir Azhary, bukti terbaiknya Hukum Islam itu ada tiga, yang pertama yaitu bidimensional, artinya mengandung segi kemanusiaan dan ketuhanan(illahi). Di samping itu sifat bidimensional yang dimiliki Hukum Islam juga berhubungan dengan sikap atau sifat yang luas. Hukum Islam tidak hanya memuat satu aspek, bahkan mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Sifat dimensional merupakan sifat pertama yang melekat pada hukum Islam dan merupakan fitrah (sifat asli) Hukum Islam. Kedua adalah adil, ia mempunyai hubungan yang erat sekali dengan sifat dimensional. Dalam Hukum Islam keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi sifat yang melekat sejak kaidah-kaidah dalam syariat ditetapkan. Keadilan merupakan suatu yang didambakan oleh setiap manusia sebagai individu maupun masyarakat.        
          Hukum Islam terbaik  dalam artian sempurna, artinya sesuai dengan segala situasi dan kondisi manusia, di manapun dan kapanpun, baik sendiri maupun berkelompok. Hal ini didasarkan bahwa syari’at Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan hanya garis besar permasalahannya saja, sehingga hukum-hukumnya bersifat tetap meskipun zaman dan tempat selalu berubah.penetapan hokum yang bersifat global oleh al-Qur’an tersebut dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada umat manusia untuk melakukan ijtihad sesuai dengan situasi dan kondisi ruang dan waktu menurut Ibnu KatsirKhairul umuri Ausathuha” (hal yang terbaik adalah yang paling  mudah dan praktis dan ekonomis). “Kebaikan adalah sikap tengah antara dua buah keburukan,” karena itu, disimpulkan dengan istilah “ummatan wasathan” setara maknanya adalah khaira ummatin umat terbaik.
         4. Aman
        Hukum Islam membuat orang merasa damai, tidak akan gelisah, menyejukkan  hati. Misalnya dalam berpakaian. Pakaian yang aman itu, tidak ada gangguan, karena tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, sehingga aman.[3] Kalau terlalu tebal, dan ternyata hari sangat panas, akan merasa kepanasan. Sedangkan kalau terlalu tipis, dan ternyata hari sangat dingin  akan merasa kedinginan. Contoh yang lain,  keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Perkawinan akan langgeng dan tenteram sesuai dengan harapan dan pandangan hidup antar suami dan istri, tidak ada  perbedaan  agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang  mengakibatkan kegagalan perkawinan. Hukum Islam membimbing kearah suasana yang aman. dalam sistem kehidupan.[4]
         5. Kuat
            Hukum Islam memberikan kaidah dan patokan dasar yang kuat, umum dan global. Perinciannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan manusia, dan dapat berlaku dan diterima oleh seluruh manusia. Dengan ini pula, dapat dilihat bahwa hukum Islam mempunyai daya gerak dan hidup yang dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan, melalui suatu proses yang disebut ijtihad. Dalam ijtihad yang menjadi hak bagi setiap muslim untuk melakukannya merupakan prinsip gerak dalam Islam yang akan mengarahkan Islam kepada suatu perkembangan yang bersifat aktif, produktif serta konstruktif.Hukum Islam berada pada posisi tengah adalah pusat kekuatan. Dalam perjalanan umur, masa yang paling kuat juga  masa pertengahan. Terlalu muda adalah masa yang masih lemah, sedangkan terlalu tua adalah masa yang sudah lemah dan kehilangan kekuatan. Matahari terasa paling panas adalah ketika di tengah hari; bukan di awal hari, dan bukan juga di sore hari.[5]
          6. Komprehensif
          Hukum Islam bersifat komprehensif, maksudnya Syariat Islam mampu menjawab tantangan dinamika jaman dan transformasi kultural, khususnya dalam mu’amalah, perundang-undangan, hukum ekonomi dan hubungan internasional. Titik pertemuan, dari pinggir, pojok dan ujung berjumlah sangat banyak dan sangat sulit bertemu dengan yang lain. Sedangkan persatuan tengah hanya berjumlah satu, bahkan semua unsur pinggir, pojok dan ujung bisa bertemu di tengah. Hal ini tidak hanya mungkin terjadi pada sebuah lingkaran, tapi bisa juga berlaku untuk pemikiran, sikap, dan sebagainya. Sisi-sisi Kemoderatan Islam,meliputi semua bagian dalam Islam; akidah, ibadah, akhlak, dan hukum. Akidah Islam adalah tengah-tengah; tidak seperti akidah khurafat yang meyakini semua hal walaupun tidak berdalil, tidak pula seperti akidah kaum materialis yang hanya meyakini apa yang mereka lihat dan rasakan. Islam mengajarkan akidah, tapi harus berdasarkan dalil yang kuat dan yakin. Akidah Islam adalah tengah-tengah; tidak seperti kaum atheis yang sama sekali tidak mengakui adanya tuhan, tidak pula seperti  kaum musyrikin yang menjadikan banyak hal sebagai tuhan, bahkan sapi, kera, dan sebagainya. Islam mengajarkan iman kepada Allah.[6]
           Hukum Islam tidak bisa dilepaskan dari akidah Islam yang juga bersifat berdiri di tengah-tengah, tidak seperti qadariah yang mengatakan bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri, tidak pula seperti jabariyah yang mengatakan bahwa manusia tak lain bagaikan bulu yang diombang-ambingkan angin kesana-kemari. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk mulia, yang diberi kewajiban dan tanggung jawab. Akidah Islam adalah tengah-tengah; tidak seperti orang Yahudi yang mencela para nabi, tidak pula seperti Nasrani yang menuhankan mereka. Islam mengajarkan bahwa para nabi adalah manusia biasa yang dipilih Allah swt. untuk membawa risalah-Nya.[7]
            Hukum Islam tidak bisa dipisahkan dengan ibadah, yang sifatnya juga  mnengah, tidak seperti Budha yang hanya mengajarkan akhlak dan tidak mengajarkan ibadah, tidak pula seperti Nasrani yang mengajarkan rahbaniyah, mereka yang tidak boleh menikah, menafikan sisi kemanusiaan. Islam mengajarkan hukum,akhlaq dan  ibadah, diatur sedemikian sempurna. Ibadah dianggap tidak diterima jika mengurangi atau melebihi aturan. Sebagai sebuah agama penyempurna, Islam datang dengan membawa aturan dan hukum untuk umat manusia. Hukum yang ada di dalam Islam adalah berdasarkan ketetapan Allah yang disampaikan melalui Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Oleh karena itu, terdapat berbagai perbedaan antara hukum Islam dengan hukum-hukum lain buatan manusia. Hukum Islam memiliki keistimewaan dan karakteristik khusus, antara lain sebagai berikut:
a.    Didasarkan Pada Wahyu Ilahi

                   Keistimewaan hukum Islam dibanding undang-undang buatan manusia adalah bahwa hukum Islam bersumber pada wahyu Allah yang tersurat dalam Al-Qur'an dan sunnah Nabi. Maka setiap mujtahid dalam melakukan  istinbath (penggalian) hukum-hukum syara' selalu merujuk pada dua sumber tersebut, baik secara langsung maupun melalui yang tersirat darinya, yaitu dengan memahamiruh syari'at, tujuan-tujuannya secara umum, kaidah-kaidah dan prinsip-prinsipumum. Jadi pada dasarnya, setiap hukum Islam pasti didasarkan pada Al-Qur'an dan Al-Sunnah meskipun hanya dengan mengambil yang tersirat dari keduanya.Sebagai contoh, digunakannya urf, mashlahah mursalah, istihsan, dan lain lain dalam pengambilan hukum syara' oleh seorang mujtahid, bukan berarti bahwamujtahid tersebut meninggalkan Al-Qur'an dan Al-Sunnah, namun hal itu dilakukan setelah terlebih dahulu memahami ruh syari'at yang tersirat pada nashAl Qur'an dan As Sunnah, berupa tujuan, kaidah dan prinsip-prinsip umumnya.[8]
               Tujuan  syari' dalam pembentukan hukumnya yaitu merealisir kemaslahatan  manusia dengan menjamin kebutuhan pokoknya (dloruriyah) dan memenuhi kebutuhan sekunder  (hajiyah) serta melengkapi kebutuhan pelengkap (tahsiniyah) mereka. Jadi setiap hukum syara' tidak ada tujuan kecuali salah satu dari tiga. Syariat Islam, Pergumulan teks dan tealitas. Unsur- unsur tersebut, dimana dari tiga unsur tersebut dapat terbukti,kemaslahatan manusia.[9]
b.  Komprehensif 
        Hukum Islam bersifat komprehensif, yakni mencakup seluruh tuntutankehidupan manusia. Disini akan sangat tampak kelebihan hukum Islam dibandingdengan undang-undang yang lain, karena hukum Islam mencakup tiga aspek hubungan, yaitu manusia dengan Tuhannya, manusia dengan dirinya sendiri dan manusia dengan masyarakatnya, karena itu hukum Islam yang terkait dengan perbuatan seorang mukallaf selalu mencakup dua aspek, yaitu hukum-hukum ibadah dan hukum-hukum mu'amalah. Hukum ibadah meliputi segala hal yang terkait denganhukum-hukum yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara manusiadengan Tuhannya. Sedangkan hukum-hukum mu'amalah meliputi segala hal yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan sesama manusia, baik bersifat pribadi maupun kelompok.

c.       Terkait Langsung Dengan Masalah Moral

            Hukum Islam terkait langsung dengan tatanan moral, bahkan ditegaskan oleh Nabi Muhammmad SAW., bahwa kedatangannya untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal ini sangat berbeda dengan hukum positif buatan manusia yang hanya mengacu pada aspek manfaat, yaitu menjaga sistem dan stabilitas masyarakat meskipun kadang-kadang menghancurkan sebagian prinsip moral. Sedangkan Hukum Islam bertujuan menjaga keutamaan, idealitas dan tegaknya  moralitas.[10]
            Moralitas dari diharamkannya riba misalnya, dimaksudkan untuk menyebarkan semangat tolong-menolong (ruh ta'awun) kasih sayang di antara manusia dan melindungi orang-orang miskin dari keserakahan para pemilik  harta. Begitu pula diharamkannya minuman keras yang dimaksudkan untuk menjaga akal yang fungsinya,  sebagai tolak ukur baik dan buruk. [11]
d.      Adanya Orientasi Kolektivitas
         Dalam hukum Islam itu selalu dijaga kemaslahatan individu dan sosial secara bersama-sama, tanpa harus melanggar hak orang lain. Karena itu, kemaslahatan yang bersifat umum atau sosial harus didahulukan dibanding dengan kemaslahatan yang bersifat individual terutama ketika terjadi peretentangan antara keduanya. Keutamaan  lain yang membedakan hukum Islam dengan hukum-hukum lain buatan manusia adalah bahwa hukum Islam memberikan sanksi hukuman bagi yang melanggar pada dua hal, yaitu hukuman dunia, baik berupa hukuman hudud  yang sudah ditentukan maupun ta'zir  yang tidak ditentukan, dan hukuman  akhirat. Sifat-sifat khusus hukum Islam lainnya ialah:
            1)  Rabbaniyyah
            Rabbaniyah artinya sumber syariat/hukum dari Allah, maksudnya musyarri (pembuat syariat) adalah Allah bukan manusia. Jika manusia pembuat syariat, maka akan terbawah dengan rasa sabyektif, kelompoisme, dan keinginan-keinginan duniawi. Hukum syariat dalam bentuk wajib, sunnah, makruh, mubah, dan haram adalah milik ketentuan Allah dan rasul-Nya. Fungsi faqih/ahli hukum hanya menemukan hukum dengan cara ijtihad.[12]
2)  Insaniyyah
               Insaniyah artinya Hukum Islam menghargai eksistensi manusia, pada posisi yang sama, tidak ada perbedaan dalam strata sosial, hukum, politik, ekonomi, sosial-kemasyarakatan. Yang membedakan satu dengan yang lain adalah taqwa. Hasbi Ashshiddiqie menyatakan bahwa, hukum Islam adalah hukum yang memberikan perhatian penuh kepada manusia dan kemanusiaan, memelihara hal-hal yang bertautan dengan manusia, baik mengenai diri, ruh, akal, hati, fitrah, usaha . Solidaritas kemanusiaan dalam hukum Islam adalah dalam bentuk zakat, infak, sadaqah, waqaf, dan taawun ala al-birri wa al-taqwa. Hanya faktanya konstruk sosial dalam masyarakat tertentu yang membuat manusia menjadi berkelas-kelas, berkasta-kasta. Sedangkan kenyataannya  karakater hukum Islam ialah:
3)      Syumuliyah
             Bahwa hukum Islam shalih li kulli zaman wa makan,[13] dan Hukum Islam meliputi seluruh aspek hidup manusia, mulai dari manusia tidur sampai  bangun lagi, baik sebagai abdullah/ individu maupun khalifatullah/kolektif. Bahwa hukum Islam mengatur HAM, musawaa/egaliter, al-adalah/keadilan, al-hurriyah/kebesan, al-Ikhwan/persaudaraan.  (ukhawah islamiyah, wathaniyah, insaniyah)
4)      Wasathiyyah
             Wasathiyah artinya al-tawazun/keseimbangan. Qardhawi menyatakan yang dimaksud dengan keseimbangan yaitu, hukum Islam tidak mengabaikan aspek ruhiyah (spritual) dan maddiyah (materi), fardiyah dan jamaiyah, waqiiyah (kontekstual) dan mitsaliyah (idealisme), tsabat (tetap) dan taghayyur (perubahan). Hukum Islam bukan ekstrim kanan ataupun kiri. Seperti idiologi liberal-kapitalis yang terlalu memperhatikan individu mana hakku. Hukum Islam bukan pula idiologi maxis-sosialis yang terlalu memberikan peran sosial-kemasyarakatan yang manafikan peran individu. Hukum Islam memberikan jalan tengah pada dua idiologi tersebut, dengan mengakui hak dan kewajiban. Kemudian cara menghadapi tantangan zaman Hukum Islam memiliki khazanah:
(a)   Waqiiyyah
                   Tidak mengabaikan konteks sebagai sebuah sunnatullah sepanjang tidak  bertentangan dengan jiwa dan ruh syariat Allah. Idialnya dalam menikah dapat dipertahankan sampai mati, akan tetapi dalam konteksnya dapat cerai. Pada dasarnya sholat harus pada waktunya, akan tetapi konteksnya musafir bisa di dijamak.[14]
(b)   Tatawwur
                  Tatawwur  artinya selalu dinamis[15] dan berdialog dengan perkembangan   zaman dan teknologi, akan tetapi hukum Islam selalu konsisten pada nilai-nilai syariat.
(c)    Tsabat
                       Tsabat artinya permanen,  konsisten dalam menjaga nilai-nilai Ilahiyah dalam kondisi dan suasana yang musykil sekalipun, karena memiliki dua warna: yaitu ta’abuddi bentuk ibadah yang fungsi utamanya untuk mendekatkan manusia kepada Allah (وما خلقت الجنّ و الإنس إلاّ ليعبد و ن). Bentuk ibadah seperti ini sudah given, taken from granted, makna yang terkandung di dalamnya tidak dapat dinalar, irrasional, seperti jumlah rakaat shalat. Sedangkan yang ta’aqulli adalah bersifat duniawi yang maknanya dapat difahami oleh nalar manusia dan rasional.
(d)   Wadhu
       Wadhhu artinya jelas. Karena sumber hukumnya  jelas, maka falsafah nadzariyah ( kajian teoritis/ushul/qaidah fiqhiyah jelas) dan falsafah tasyri’. Kerangka operasionalnya jelas.Tujuannya juga  jelas yaitu, (1) pengabdian hanya kepada Allah semata. (2) menciptakan tatanan min al-zdulamat ilaa al-nuur dalam berbagai bidang. (3) salaman fi al-dun-ya wa-alakhirat. Manhaj/metodologis.[16]Artinya secara teoritis nilai-nilai hukum ilahiyah sampai dengan tataran implementasi hukumnya selalu jelas dan konsisten, jelas tentang yang haramnya untuk ditinggalakan, jelas pula mana yang halal untuk dilakukan.


            [1] Nurkholis Madjid, Islam Dan Hak Asasi Manusia, PT. Garamadia Pustaka Utama (Jakarta: 2011),hlm 113. Dengan sikap moderatnya, maka Islam adalah agama tengah-tengah di antara ke-ekstreman agama-agama yang lain. Setiap muslim diwajibkan untuk menjaga hal tersebut, hal itu dapat dipahami dengan perintah untuk berdoa “tunjukilah kami jalan yang lurus” dalam shalat mereka.

              [2] Imam al-Qurthubi,  Tafsir Ahkamul-Qur`ân, (Jilid 5), hlm  367  Tafsir Ibnu Katsir, Jilid.1), hlm 842.

               [3] As-Sayis, Muhammad Ali, Tafsîr Ayât al-Ahkâm, (Mesir: Matba’ah Muhammad ‘Ali Sabih wâ Aulâduh, 1953), hlm 231

                [4] Wawan Gunawan , Studi Perbandingan Mazhab, Pokja Akademik( UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta, 2006), hlm. 24
                 [5] As-Sayis, Muhammad Ali, loc.cit
              [6] Shihab, Muhammad Quraish, Tafsir al-Mishbah; Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati., 2005), hlm 261
             [7]Baidan, Nasrudin, Tafsîr Maudhû’i; Solusi Qur’ani atas Masalah Kontemporer,(Yogyakarta:  Pustaka Pelajar. 2001),hlm  122

             [8] Ibid
             [9] Ibid
            [10] Ibid
            [11] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Maktabah ad-Da'wah al-Islamiyyah, Mesir, 1956),.hlm197
               [12]Amir Muallim-Yusdani, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori dan Fungsi. (Yogyakarta; Titian Ilahi Press. Cet. I, 1997) hlm 38.
              [13] Khalid Bin Ali Al-Musyaiqih, Fiqih Kontemporer, Inas Media, (Jakarata : 2008), 95. Islam adalah risalah manusia seutuhnya, yaitu dipandang dan sudut manusia itu keseluruhannya. Ia bukanlah risalah bagi akal tanpa ruh, bukan bagi ruhani tanpa jasmani, bukan bagi fikiran tanpa perasaan, danbukan sebaliknya. Ia adalah risalah insan seutuhnya iaitu ruhnya, akalnya, jasmaninya, hail nuraninya,kemahuannya dan perasaannya.Sesungguhnya Islam tidak membahagi manusia kepada dua bahagian sebagaimana yang dilakukan olehagama-agama lain. Pertama bahagian ruhani yang dikendalikan oleh agama dan diarahkannya ke tempat ibadat.Bahagian ini menjadi hak istemewa golongan agama dan tempat permainan bagi para paderi dan pendeta bagimengarahkan manusia dan celah-celahnya. Manakala bahagian kedua terdiri daripada benda, yang tidak adakekuasaan bagi agama dan golongan agama ke atasnya, malah tidak ada lapangan bagi Allah s.w.t. padanya.Bahagian ini menjadi lapangan bagi kehidupan, dunia, politik, masyarakat dan negara. Dan inilah bahagian yang terbesar dan kehidupan manusia.
              [14] Sabiq, Sayyid, , Fiqh as-Sunnah,II , (Beirut: Dâr Kitab al-`Arabi. 1973), hlm 311
           [15] Op.Cit. hlm 154. Zaman dan tempat tidak menentukan rupa bentuk Islam, tetapi Islam mempengaruhi perubahan manusia, tempat dan zaman. Inilah yang disebut oleh ulama’ usuliyyin: Taghayir al-hukmi bi taghayir al-Amkinah wa al-Azminah yaitu berubahnya fatwa disebabkan berubahnya tempat dan zaman. Umpamanya di dalam hadith-hadith yang sahih termasuk yang diriwayatkan oleh al-Bukhari Rasulullah s.a.w. melarang menyimpan daging korban lebih daripada tiga hari. Pada tahun berikut para sahabat bertanya Nabi s.a.w.apakah mereka seperti tahun lalu? Kata Nabi s.a.w.: Makan dan simpanlah kerana pada tahun lepas orang ramai dalam keadaan susah dan aku mahu kamu menolong mereka”. Dalam riwayat yang lain disebutkan disebabkan daffah yaitu orang yang datang dari luar Madinah. Jelas sekali bahwa adanya larangan Nabi s.a.w. disebabkan oleh keadaan tertentu atau punca tertentu yang sebut dalam usul al-Fiqh sebagai illat al-Hukum. Apabila penyebab dikeluarkan sesuatu hukum maka hukum pun dipadamkan. Dengan itu, al-Imam as-Syaf`ii sebagai tokoh awal menulis dalam Usul al-Fiqh memasuk bab al-`Ilal fi al-Ahadith (`ilat-ilat di dalam hadith-hadith) dalam kitabnya al-Risalah. Banyak lagi contoh-contoh yang lain di dalam hadith , jika disebutkan, yang menunjukkan perubahan zaman mengubah fatwa. Inilah juga keputusan para sahabah yang menghukum beberapa hal tidak sama seperti hukuman pada zaman Nabi s.a.w. disebabkan perubahan yang berlaku, umpamanya Saidina Umar tidak memberi zakat kepada golongan al-muallaf qulubhum (yang cuba didekatkan kepada Islam) pada zamannya sekalipun hak mereka disebut di dalam al-Quran dan mereka diberikan zakat oleh Rasulullah s.a.w.. Ini disebabkan perubahan keadaan dan suasana dengan kata Umar : Allah telah memuliakan Islam dan tidak memerlukan mereka!” Sesiapa yang ingin pendetilan dia boleh menyemak tuisan para ulama termasuk tulisan Dr. Yusuf al-Qaradawi dalam Fiqh al-Zakah.
              [16] Zakiah Darajat,  op.cit, hlm 93

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook