Karakteristik Hukum Islam
OLEH M.RAKIB SH., M.Ag. Muballigh IKMI Riau Indonesia. 0823 9038 1888
Orang di suarau, bersorak-sorak
Menabuh gendang, dengan rebana.
Alangkah risau, hati awak.
Pelindung hukum, dapat bencana.
Menabuh gendang, dengan rebana.
Alangkah risau, hati awak.
Pelindung hukum, dapat bencana.
Ingin tahu, cara menyayat,
Lihatlah pandan nan berduri
Sungguh malang, nasib rakyat,
Pengawal hukum, perkaya diri.
Memancing di belakang gudang
Nasi masak, gulai tertumpah
Menangis rakyat, me minta uang
Konglomerat, menganggapnya sampah
1. Universal
Universalnya Hukum Islam, bahwa seluruh hukum yang terdapat
dalam syariat Islam bersifat natural serta relevan dengan fitrah kemanusiaan. Petunjuk untuk segenap umat manusia tanpa memandang
perspektif rasial, etnis, suku bangsa, warna kulit dan
sosiokulturalnya. Dalam pandangan syariat Islam manusia itu sama, sebagaimana
yag dijelaskan di dalam Qs Al
Anbiya : 107, bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh dunia. Kemudian di dalam Qs Saba :
38 bahwa Muhammad SAW diutus untuk seluruh manusia.Walaupun
kebanyakan orang akan menolaknya.[1]
2. Istiqamah
Hukum
Islam itu lurus,
lempang dan tidak berbelok-belok. Umar bin Khathab menjelaskan bahwa :
Istiqamah itu tetap mengikuti perintah dan ( menjauhi ) larangan serta tidak
menyimpang dari padanya. Tidak melenceng dan tidak bengkok, kokoh dan
lurus. Dalam Al-Qur’an, hal itu diistilahkan dengan al-Shirath
al-mustaqim,jalan yang lurus. Para
ulama mengatakan bahwa jalan yang lurus adalah jalan yang selalu menjaga jarak
dari terlalu minggir ke salah satu sisi. Jalan lurus bisa dikatakan sebagai
jalan yang berada di tengah-tengah.[2] Tidak mengambil sikap
ekstrem, yang direpresentasikan dengan sikap al-maghdhubu ‘alaihim orang-orang Yahudi, dan sikap “adh-dhalin” orang-orang Nasrani. Dalam
banyak hal, terjadi hubungan ekstrem antara Yahudi dan Nasrani. Misalnya, orang
Yahudi membunuh para nabi; sedangkan orang Nasrani menuhankan para nabi. Orang
Yahudi terlalu banyak mengharamkan, sedangkan orang Nasrani terlalu banyak
menghalalkan. Orang Yahudi materialistis, sedangkan orang Nasrani
spiritualistis. Adapun umat Islam adalah jalan tengah di antara dua sikap
ekstremistis tersebut.
3. Terbaik
Menurut Tahir
Azhary, bukti terbaiknya Hukum
Islam itu ada tiga, yang pertama yaitu bidimensional, artinya mengandung segi kemanusiaan dan
ketuhanan(illahi). Di samping itu sifat bidimensional
yang dimiliki Hukum Islam juga berhubungan dengan sikap atau sifat yang luas. Hukum Islam tidak hanya memuat
satu aspek, bahkan mengatur berbagai
aspek kehidupan manusia. Sifat dimensional merupakan sifat pertama yang melekat pada hukum Islam dan merupakan fitrah
(sifat asli) Hukum Islam. Kedua adalah adil, ia
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan sifat dimensional. Dalam Hukum Islam
keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi sifat yang melekat sejak
kaidah-kaidah dalam syariat ditetapkan. Keadilan merupakan suatu yang
didambakan oleh setiap manusia sebagai individu maupun masyarakat.
Hukum Islam terbaik dalam artian sempurna, artinya sesuai dengan segala situasi dan
kondisi manusia, di manapun dan kapanpun, baik sendiri
maupun berkelompok. Hal ini didasarkan bahwa syari’at Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan hanya garis
besar permasalahannya saja, sehingga hukum-hukumnya bersifat tetap meskipun
zaman dan tempat selalu berubah.penetapan hokum yang bersifat global oleh
al-Qur’an tersebut dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada umat manusia
untuk melakukan ijtihad sesuai dengan situasi dan kondisi ruang dan waktu menurut Ibnu
Katsir “Khairul umuri Ausathuha”
(hal yang terbaik adalah yang paling mudah dan praktis dan ekonomis). “Kebaikan adalah sikap tengah
antara dua buah keburukan,” karena itu, disimpulkan dengan istilah “ummatan
wasathan” setara maknanya adalah khaira ummatin
umat terbaik.
4. Aman
Hukum Islam membuat orang merasa damai,
tidak akan gelisah, menyejukkan hati.
Misalnya dalam berpakaian. Pakaian yang aman itu, tidak ada gangguan, karena tidak
terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, sehingga aman.[3]
Kalau terlalu tebal, dan ternyata hari sangat panas, akan merasa kepanasan.
Sedangkan kalau terlalu tipis, dan ternyata hari sangat dingin akan merasa kedinginan. Contoh yang lain, keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Perkawinan akan langgeng dan tenteram sesuai
dengan harapan dan pandangan hidup antar suami dan istri, tidak ada perbedaan
agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara
suami dan istri pun tidak jarang mengakibatkan
kegagalan perkawinan. Hukum Islam membimbing kearah suasana yang aman. dalam
sistem kehidupan.[4]
5. Kuat
Hukum Islam memberikan kaidah dan patokan dasar yang kuat, umum dan global. Perinciannya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan manusia, dan dapat berlaku dan diterima oleh seluruh manusia. Dengan
ini pula, dapat dilihat bahwa hukum Islam mempunyai daya gerak dan hidup yang
dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan, melalui suatu
proses yang disebut ijtihad. Dalam ijtihad yang menjadi hak bagi setiap muslim
untuk melakukannya merupakan prinsip gerak dalam Islam yang akan mengarahkan
Islam kepada suatu perkembangan yang bersifat aktif, produktif serta
konstruktif.Hukum
Islam berada pada posisi tengah adalah pusat kekuatan. Dalam perjalanan umur,
masa yang paling kuat juga masa pertengahan. Terlalu muda
adalah masa yang masih lemah, sedangkan terlalu tua adalah masa yang sudah
lemah dan kehilangan kekuatan. Matahari terasa paling panas adalah ketika di
tengah hari; bukan di awal hari, dan bukan juga di sore hari.[5]
6. Komprehensif
Hukum Islam bersifat komprehensif, maksudnya Syari’at
Islam mampu menjawab tantangan dinamika jaman dan transformasi kultural,
khususnya dalam mu’amalah, perundang-undangan, hukum ekonomi dan hubungan
internasional. Titik pertemuan, dari pinggir,
pojok dan ujung berjumlah sangat banyak dan sangat sulit bertemu dengan yang lain.
Sedangkan persatuan
tengah hanya berjumlah satu, bahkan semua unsur pinggir, pojok dan ujung
bisa bertemu di tengah. Hal ini tidak hanya mungkin terjadi pada sebuah
lingkaran, tapi bisa juga berlaku untuk pemikiran, sikap, dan sebagainya. Sisi-sisi Kemoderatan Islam,meliputi
semua bagian dalam Islam; akidah, ibadah, akhlak, dan hukum. Akidah Islam
adalah tengah-tengah; tidak seperti akidah khurafat yang meyakini semua hal
walaupun tidak berdalil, tidak pula seperti akidah kaum materialis yang hanya
meyakini apa yang mereka lihat dan rasakan. Islam mengajarkan akidah, tapi
harus berdasarkan dalil yang kuat dan yakin. Akidah Islam adalah tengah-tengah;
tidak seperti kaum atheis yang sama sekali tidak mengakui adanya tuhan, tidak
pula seperti kaum musyrikin yang menjadikan banyak hal sebagai tuhan,
bahkan sapi, kera, dan sebagainya. Islam mengajarkan iman kepada Allah.[6]
Hukum Islam tidak bisa dilepaskan
dari akidah Islam yang juga bersifat berdiri di tengah-tengah, tidak seperti qadariah yang mengatakan bahwa manusia
menciptakan perbuatannya sendiri, tidak pula seperti jabariyah yang mengatakan
bahwa manusia tak lain bagaikan bulu yang diombang-ambingkan angin
kesana-kemari. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk mulia, yang diberi
kewajiban dan tanggung jawab. Akidah Islam adalah tengah-tengah; tidak seperti
orang Yahudi yang mencela para nabi, tidak pula seperti Nasrani yang menuhankan
mereka. Islam mengajarkan bahwa para nabi adalah manusia biasa yang dipilih
Allah swt. untuk membawa risalah-Nya.[7]
Hukum Islam tidak bisa dipisahkan
dengan ibadah, yang sifatnya juga mnengah,
tidak seperti Budha yang hanya mengajarkan akhlak dan tidak mengajarkan ibadah,
tidak pula seperti Nasrani yang mengajarkan rahbaniyah,
mereka yang tidak boleh menikah, menafikan sisi kemanusiaan. Islam mengajarkan
hukum,akhlaq dan ibadah, diatur
sedemikian sempurna. Ibadah dianggap tidak diterima jika mengurangi atau
melebihi aturan. Sebagai sebuah agama penyempurna,
Islam datang dengan membawa aturan dan hukum untuk umat manusia. Hukum yang ada di
dalam Islam adalah berdasarkan
ketetapan Allah yang disampaikan melalui Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Oleh karena itu, terdapat
berbagai perbedaan antara hukum Islam dengan hukum-hukum lain buatan manusia. Hukum Islam memiliki
keistimewaan dan karakteristik khusus, antara
lain sebagai berikut:
a.
Didasarkan Pada Wahyu Ilahi
Keistimewaan
hukum Islam dibanding undang-undang buatan manusia adalah bahwa hukum Islam bersumber
pada wahyu Allah yang tersurat dalam Al-Qur'an dan sunnah Nabi. Maka setiap
mujtahid dalam melakukan istinbath (penggalian) hukum-hukum syara' selalu merujuk pada dua
sumber tersebut, baik secara langsung maupun melalui yang
tersirat darinya, yaitu dengan memahamiruh syari'at, tujuan-tujuannya secara
umum, kaidah-kaidah dan prinsip-prinsipumum. Jadi pada dasarnya, setiap
hukum Islam pasti didasarkan pada Al-Qur'an dan Al-Sunnah meskipun hanya dengan mengambil yang tersirat dari
keduanya.Sebagai contoh, digunakannya urf,
mashlahah mursalah, istihsan, dan lain lain dalam
pengambilan hukum syara' oleh seorang mujtahid, bukan berarti
bahwamujtahid tersebut meninggalkan Al-Qur'an
dan Al-Sunnah, namun hal itu dilakukan setelah
terlebih dahulu memahami ruh syari'at yang tersirat pada nashAl Qur'an dan As Sunnah, berupa
tujuan, kaidah dan prinsip-prinsip umumnya.[8]
Tujuan
syari' dalam pembentukan hukumnya yaitu merealisir
kemaslahatan manusia dengan menjamin
kebutuhan pokoknya (dloruriyah) dan memenuhi kebutuhan sekunder (hajiyah)
serta melengkapi kebutuhan pelengkap (tahsiniyah)
mereka. Jadi setiap hukum syara' tidak ada tujuan kecuali salah satu dari tiga.
Syariat Islam, Pergumulan teks dan tealitas. Unsur- unsur tersebut, dimana dari
tiga unsur tersebut dapat terbukti,kemaslahatan manusia.[9]
b. Komprehensif
Hukum Islam
bersifat komprehensif, yakni mencakup seluruh tuntutankehidupan manusia. Disini
akan sangat tampak kelebihan hukum Islam dibandingdengan undang-undang yang
lain, karena hukum Islam mencakup tiga aspek hubungan, yaitu manusia
dengan Tuhannya, manusia dengan dirinya sendiri dan manusia
dengan masyarakatnya, karena itu hukum Islam yang terkait
dengan perbuatan seorang mukallaf
selalu mencakup dua aspek, yaitu hukum-hukum ibadah dan hukum-hukum mu'amalah. Hukum
ibadah meliputi segala hal yang terkait denganhukum-hukum yang dimaksudkan
untuk mengatur hubungan antara manusiadengan
Tuhannya. Sedangkan hukum-hukum mu'amalah meliputi segala hal yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan sesama
manusia, baik bersifat pribadi maupun kelompok.
c. Terkait
Langsung Dengan Masalah Moral
Hukum Islam terkait langsung dengan tatanan moral, bahkan
ditegaskan oleh Nabi
Muhammmad SAW., bahwa kedatangannya untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Hal ini sangat berbeda dengan hukum positif
buatan manusia yang hanya mengacu pada aspek manfaat, yaitu menjaga sistem dan stabilitas
masyarakat meskipun kadang-kadang
menghancurkan sebagian prinsip moral. Sedangkan Hukum Islam bertujuan menjaga
keutamaan, idealitas dan tegaknya moralitas.[10]
Moralitas dari diharamkannya
riba misalnya, dimaksudkan untuk menyebarkan semangat tolong-menolong (ruh ta'awun) kasih sayang di antara
manusia dan melindungi orang-orang miskin dari
keserakahan para pemilik harta. Begitu pula diharamkannya minuman
keras yang dimaksudkan untuk menjaga akal yang fungsinya, sebagai tolak ukur
baik dan buruk. [11]
d. Adanya Orientasi Kolektivitas
Dalam hukum Islam itu
selalu dijaga kemaslahatan individu dan sosial
secara bersama-sama, tanpa harus melanggar hak orang lain. Karena itu, kemaslahatan yang bersifat umum
atau sosial harus didahulukan dibanding dengan kemaslahatan yang bersifat individual
terutama ketika terjadi peretentangan
antara keduanya. Keutamaan lain yang
membedakan hukum Islam dengan hukum-hukum lain buatan
manusia adalah bahwa hukum Islam memberikan sanksi hukuman bagi yang melanggar pada dua hal, yaitu
hukuman dunia, baik berupa hukuman hudud
yang sudah ditentukan maupun ta'zir yang tidak ditentukan, dan hukuman
akhirat. Sifat-sifat khusus hukum Islam lainnya
ialah:
1) Rabbaniyyah
Rabbaniyah
artinya sumber syari’at/hukum dari Allah, maksudnya
musyarri’ (pembuat syariat) adalah Allah
bukan manusia. Jika manusia pembuat syari’at,
maka akan terbawah dengan rasa sabyektif, kelompoisme, dan keinginan-keinginan
duniawi. Hukum syariat dalam bentuk wajib,
sunnah, makruh, mubah, dan haram adalah milik ketentuan Allah dan rasul-Nya.
Fungsi faqih/ahli hukum hanya menemukan hukum dengan cara ijtihad.[12]
2) Insaniyyah
Insaniyah
artinya Hukum Islam menghargai eksistensi manusia, pada posisi yang sama, tidak ada perbedaan dalam strata
sosial, hukum, politik, ekonomi, sosial-kemasyarakatan. Yang membedakan satu
dengan yang lain adalah taqwa. Hasbi
Ashshiddiqie menyatakan bahwa, hukum Islam adalah hukum yang memberikan perhatian
penuh kepada manusia dan kemanusiaan, memelihara hal-hal yang bertautan dengan
manusia, baik mengenai diri, ruh, akal, hati, fitrah, usaha . Solidaritas
kemanusiaan dalam hukum Islam adalah dalam bentuk zakat, infak, sadaqah, waqaf,
dan taawun ala al-birri wa al-taqwa. Hanya
faktanya konstruk sosial dalam masyarakat tertentu yang membuat manusia menjadi
berkelas-kelas, berkasta-kasta. Sedangkan
kenyataannya karakater hukum Islam
ialah:
3) Syumuliyah
Bahwa hukum Islam shalih li kulli
zaman wa makan,[13] dan Hukum Islam meliputi seluruh
aspek hidup manusia, mulai dari manusia tidur sampai bangun lagi, baik sebagai abdullah/ individu maupun khalifatullah/kolektif.
Bahwa hukum Islam mengatur HAM, musawaa/egaliter,
al-adalah/keadilan, al-hurriyah/kebesan, al-Ikhwan/persaudaraan. (ukhawah
islamiyah, wathaniyah, insaniyah)
4) Wasathiyyah
Wasathiyah
artinya al-tawazun/keseimbangan. Qardhawi
menyatakan yang dimaksud dengan keseimbangan yaitu, hukum Islam tidak
mengabaikan aspek ruhiyah (spritual)
dan maddiyah (materi), fardiyah dan jama’iyah, waqi’iyah
(kontekstual) dan mitsaliyah (idealisme), tsabat (tetap) dan taghayyur (perubahan). Hukum Islam bukan ekstrim kanan
ataupun kiri. Seperti idiologi liberal-kapitalis yang terlalu memperhatikan
individu mana hakku. Hukum Islam bukan pula idiologi maxis-sosialis yang
terlalu memberikan peran sosial-kemasyarakatan yang manafikan peran individu.
Hukum Islam memberikan jalan tengah pada dua idiologi tersebut, dengan mengakui
hak dan kewajiban. Kemudian cara menghadapi tantangan zaman Hukum Islam
memiliki khazanah:
(a) Waqi’iyyah
Tidak
mengabaikan konteks sebagai sebuah sunnatullah
sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ruh syariat Allah. Idialnya
dalam menikah dapat dipertahankan sampai mati, akan tetapi dalam konteksnya
dapat cerai. Pada dasarnya sholat harus pada waktunya, akan tetapi konteksnya
musafir bisa di dijamak.[14]
(b) Tatawwur
Tatawwur
artinya selalu dinamis[15]
dan berdialog dengan perkembangan zaman dan teknologi, akan tetapi
hukum Islam selalu konsisten pada nilai-nilai syariat.
(c) Tsabat
Tsabat
artinya permanen, konsisten dalam menjaga nilai-nilai Ilahiyah
dalam kondisi dan suasana yang musykil sekalipun, karena memiliki dua warna: yaitu ta’abuddi bentuk ibadah yang fungsi
utamanya untuk mendekatkan manusia kepada Allah
(وما خلقت
الجنّ و الإنس إلاّ ليعبد و ن). Bentuk ibadah seperti ini sudah given,
taken from granted, makna yang terkandung di dalamnya tidak dapat dinalar, irrasional,
seperti jumlah rakaat shalat. Sedangkan yang ta’aqulli adalah bersifat
duniawi yang maknanya dapat difahami oleh nalar manusia dan rasional.
(d) Wadhu
Wadhhu artinya jelas. Karena sumber
hukumnya jelas,
maka falsafah nadzariyah ( kajian teoritis/ushul/qaidah fiqhiyah jelas)
dan falsafah tasyri’. Kerangka operasionalnya jelas.Tujuannya juga jelas yaitu, (1)
pengabdian hanya kepada Allah semata. (2)
menciptakan tatanan min al-zdulamat ilaa al-nuur dalam berbagai bidang. (3) salaman fi al-dun-ya wa-alakhirat.
Manhaj/metodologis.[16]Artinya secara teoritis nilai-nilai
hukum ilahiyah sampai dengan
tataran implementasi hukumnya selalu jelas dan konsisten, jelas tentang yang haramnya untuk
ditinggalakan, jelas pula mana yang halal untuk dilakukan.
[1] Nurkholis
Madjid, Islam Dan Hak Asasi Manusia, PT.
Garamadia Pustaka Utama (Jakarta: 2011),hlm 113. Dengan
sikap moderatnya, maka Islam adalah agama tengah-tengah di antara ke-ekstreman
agama-agama yang lain. Setiap muslim diwajibkan untuk menjaga hal tersebut, hal
itu dapat dipahami dengan perintah untuk berdoa “tunjukilah kami jalan yang
lurus” dalam shalat mereka.
[2] Imam al-Qurthubi, Tafsir Ahkamul-Qur`ân, (Jilid 5), hlm 367 Tafsir Ibnu Katsir, Jilid.1), hlm 842.
[3] As-Sayis, Muhammad Ali, Tafsîr
Ayât al-Ahkâm, (Mesir: Matba’ah Muhammad ‘Ali Sabih wâ Aulâduh, 1953), hlm
231
[7]Baidan, Nasrudin, Tafsîr Maudhû’i; Solusi Qur’ani atas Masalah Kontemporer,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2001),hlm 122
[13] Khalid Bin Ali
Al-Musyaiqih, Fiqih Kontemporer, Inas
Media, (Jakarata : 2008), 95. Islam
adalah risalah manusia seutuhnya, yaitu dipandang dan sudut manusia itu
keseluruhannya. Ia bukanlah risalah bagi akal tanpa ruh, bukan bagi ruhani
tanpa jasmani, bukan bagi fikiran tanpa perasaan, danbukan sebaliknya. Ia
adalah risalah insan seutuhnya iaitu ruhnya, akalnya, jasmaninya, hail
nuraninya,kemahuannya dan perasaannya.Sesungguhnya Islam tidak membahagi
manusia kepada dua bahagian sebagaimana yang dilakukan olehagama-agama lain.
Pertama bahagian ruhani yang dikendalikan oleh agama dan diarahkannya ke tempat
ibadat.Bahagian ini menjadi hak istemewa golongan agama dan tempat permainan bagi
para paderi dan pendeta bagimengarahkan manusia dan celah-celahnya. Manakala
bahagian kedua terdiri daripada benda, yang tidak adakekuasaan bagi agama dan
golongan agama ke atasnya, malah tidak ada lapangan bagi Allah s.w.t.
padanya.Bahagian ini menjadi lapangan bagi kehidupan, dunia, politik,
masyarakat dan negara. Dan inilah bahagian yang terbesar dan kehidupan manusia.
[15] Op.Cit. hlm 154. Zaman dan tempat tidak menentukan
rupa bentuk Islam, tetapi Islam mempengaruhi perubahan manusia, tempat dan
zaman. Inilah yang disebut oleh ulama’ usuliyyin: Taghayir al-hukmi bi taghayir
al-Amkinah wa al-Azminah yaitu
berubahnya fatwa disebabkan berubahnya tempat dan zaman. Umpamanya di dalam
hadith-hadith yang sahih termasuk yang diriwayatkan oleh al-Bukhari Rasulullah
s.a.w. melarang menyimpan daging korban lebih daripada tiga hari. Pada tahun
berikut para sahabat bertanya Nabi s.a.w.apakah mereka seperti tahun lalu? Kata
Nabi s.a.w.: Makan dan simpanlah kerana pada tahun lepas orang ramai dalam
keadaan susah dan aku mahu kamu menolong mereka”. Dalam riwayat yang lain
disebutkan disebabkan daffah yaitu orang yang datang dari luar Madinah. Jelas
sekali bahwa adanya larangan Nabi s.a.w. disebabkan oleh keadaan tertentu atau
punca tertentu yang sebut dalam usul al-Fiqh sebagai illat al-Hukum. Apabila
penyebab dikeluarkan sesuatu hukum maka hukum pun dipadamkan. Dengan itu,
al-Imam as-Syaf`ii sebagai tokoh awal menulis dalam Usul al-Fiqh memasuk bab al-`Ilal fi al-Ahadith (`ilat-ilat di
dalam hadith-hadith) dalam kitabnya al-Risalah. Banyak lagi contoh-contoh yang lain di dalam hadith ,
jika disebutkan, yang menunjukkan perubahan zaman mengubah fatwa. Inilah juga
keputusan para sahabah yang menghukum beberapa hal tidak sama seperti hukuman
pada zaman Nabi s.a.w. disebabkan perubahan yang berlaku, umpamanya Saidina
Umar tidak memberi zakat kepada golongan al-muallaf qulubhum (yang cuba
didekatkan kepada Islam) pada zamannya sekalipun hak mereka disebut di dalam
al-Quran dan mereka diberikan zakat oleh Rasulullah s.a.w.. Ini disebabkan
perubahan keadaan dan suasana dengan kata Umar : Allah telah memuliakan Islam
dan tidak memerlukan mereka!” Sesiapa yang ingin pendetilan dia boleh menyemak
tuisan para ulama termasuk tulisan Dr. Yusuf al-Qaradawi dalam Fiqh al-Zakah.
No comments:
Post a Comment