Saturday, March 7, 2015

Melihat generasi pemalas, menjadi risau



 PEMALAS,
Dan  MANJA

M.Rakib  IKMI  Pekanbaru  Riau Indonesia

Penulis sebagai Orang Melayu Riau
Melihat generasi pemalas, menjadi risau
Perguruan tinggi, tidak menghirau
Walau sudah sarjana, tapi masih sekelas surau.


Bekas perdana menteri Tun Dr Mahathir Mohamad mempertahankan kritikannya kaum Melayu malas, serta mengakui malu dengan kaum Cina yang disifatkannya lebih maju ke hadapan.
Dr Mahathir berkata, kaum Melayu masih tidak rajin, memberikan contoh situasi yang berlaku di pusat pengajian tinggi di mana hampir majoritinya perempuan berbanding lelaki.
"Belum rajin. Umpamanya tidak rajin belajar. Kalau kita pergi universiti, 70% perempuan. Budak-budak jantan (lelaki) apa dia buat? Jadi mat rempit, itu saya kata tidak rajin," kata Dr Mahathir dalam wawancara eksklusif bersama Mingguan Malaysia hari ini.
- See more at: http://www.themalaysianinsider.com/bahasa/article/dr-mahathir-malu-dengan-kaum-cina-sebab-melayu-malas#sthash.ZB0nwtoq.dpuf

“Desainlah sesuatu yang dibutuhkan banyak orang.” (Prof. IGN Wiratmaja Puja)
“Mending ga lulus sekalian daripada hampir lulus. Hampir lulus = ga lulus, tapi lebih sakit hati rasanya.” (Prof. Bambang Sutjiatmo)
“Anda tidak akan bisa mengendalikan sesuatu yang Anda tidak bisa ukur.” (Dr. Zainal Abidin)
“Membuat suatu sistem yang semula tidak teratur (Entropi +) menjadi teratur (Entropi -) memang tidak bisa dilakukan secara spontan. Seperti membuat mahasiswa yang semula malas belajar menjadi rajin belajar.” (Dr. Nathanael P. Tandian)
“Hidup di Indonesia itu seperti surga karena kita tidak mungkin meninggal karena cuaca dingin, tapi sebaiknya jangan berurusan dengan Polisi atau Dokter.” (Dr. Zainal Abidin)
“Matematika itu ilmu atau bukan? coba cek singkatan MIPA (matematika dan ILMU pengetahuan alam)!” (Prof. Bambang Sutjiatmo)
“Seorang Scientist boleh saja berhadapan dengan suatu permasalahan/persoalan yang tidak bisa diperoleh solusi/penyelesaiannya. Tapi bagi seorang Engineer, semua permasalahan yang dihadapi harus bisa diselesaikan secara menyeluruh.” (Rachman Setiawan, Ph.D)
“Operator apabila mengalami gangguan dengan tangannya, maka dia tidak bisa bekerja sebagai operator. Engineer akan tetap bekerja sebagai engineer apabila mengalami gangguan dengan tangannya sekalipun. Biasanya gaji engineer lebih besar daripada operator. Kalau begitu pembalap itu operator atau engineer? Gede mana gaji pembalap dengan orang2 yg bekerja timnya? Bayangkan kalau Lewis Hamilton terkena parkinson.” (Dr. Indrawanto)

PERASAAN INFERIOR YANG MENGHINGGAPI BANYAK MASY INDONESIA. 3,5 ABAD DIJAJAH, DUNIA YG SEMKN CEPAT MELESAT, PERADABAN BARAT YG MAJU, DLL; MUNGKIN MENYEBABKAN RASA  RENDAH DIRI, INFERIOR MAKIN PARAH.

mungkin krn itu pula founding father kita sering menekankan rasa nasionalisme (mis: BK), itu salah satu obat mujarab utk penyakit inferior

tp rasa inferior bisa jga dimanfaatkan

ini saya baca di buku (maaf lupa judulnya)

stlh PD 1, jerman yg mengalami kekalahan dihinggapi rasa inferior thdp bangsa2 eropa lain, prsaan inferior ini "dimanfaatkan" hitler utk menanamkan nasionalisme yg berlebihan (bhkn cndrng chauvinis) sbg upaya mengembalikkan harga diri sklgus merebut simpati & kekuasaan


Bro,...

Kayanya rasa inferior, nasionalisme, sama chauvinisme tidak berhubungan sama kemalasan dan kemanjaan suatu bangsa deh bro,... Ketika Jerman menjadi inferior karena dikekang perjanjian Versailles (1918) mereka memang merasa minder dalam pergaulan politik,... tapi tidak etos kerja mereka bro,... Sebelum Hitler malahan pabrik-pabrik di Jerman masih memproduksi alat-alat berat (yang memang spesialis Jerman banget) yang berkualitas unggul,.. penemuan penemuan hebat muncul dari penemu-penemu mereka,... dan lain sebagainya...

Intinya mereka tidak malas dan tidak manja.... karena karakter bangsa Jerman waktu itu memang bukan pemalas atau pemanja bro. Jadi ketika mereka bertemu pemimpin yang tepat macam Hitler, bangkitlah mereka menjadi kekuatan baru di Eropa waktu itu. Jadi walaupun dicekoki rasa Nasionalisme berlebihan, punya pemimpin hebat yang jago berpidato sampai pingsan pun tidak bakal berpengaruh apa-apa bro,... contoh bagusnya waktu adalah bangsa ITALIA. Di buku Perang Eropa Jilid I tulisan PK.Ojong, beliau menulis bahwa bangsa Italia dipimpin oleh pemimpin yang hebat, Mussolini... sang diktator ini ketika fasisme Italia bangkit sangat hebat dalam kancah politik hingga akhirnya memimpin Italia. Mussolini menceburkan Italia dalm poros axis bersama Jerman dan Jepang. Tapi apa lacur? Bangsa Italia bukan karakter bangsa yang suka berperang... tidak keras dan tidak se-disiplin bangsa Jerman dan Jepang dalam kemiliteran. Ini sifat bangsa bro,... kenapa? karena sudah terkenal di seantero eropa lewat anekdot bahwa jika ada dua orang, 1 jerman dan 1 italia,.. berjalan bersama di jalan melewati etalase toko-toko mewah, maka si Jerman akan berjalan terus meneruskan jalannya, sedangkan si Italia pasti akan berhenti, berkaca lewat kaca etalase toko, membenarkan topinya, meluruskan setelan jas-nya dan membenahi kerah bajunya... inilah tipe bangsa Italia,... mereka bukan bangsa yang suka bertempur beda dengan Jerman. Inilah alasan betapa tidak berkualitasnya kemampuan tempur prajurit Italia di medan tempur PD II, bahkan untuk medan perang Afrika sekalipun...

Jadi menurut saya tidak bisa disamakan dengan semangat nasionalisme,...
Karena semangat itu dapat dibangkitkan, semua rakyat di semua negara manapun di dunia sudah punya hal itu tinggal dibangkitkan atau dipupuk saja. Kalau kemalasan dan kemanjaan yang dibahas TS itu berhubungan dengan karakter dan sifat bangsa,...

itu menurut saya bro...
Dirgahayu RI 64 - 02/05/2010 09:50 PM
#22

Benar dugaan saya, orang-orang disini lebih enak diajak diskusi sehat
Quote:
Original Posted By dreyx
Kalo melihat dr cerita ente sih gan, ane ada tanggapan sedikit. Untuk mahasiswa apalagi kuliah diluar negaranya etos kerja dan pola pikirnya tidak bisa disamain dengan wong deso yg notabene pendidikannya msh rendah, juga pola pikir mereka pasti beda. Bukan bermaksud mendeskreditkan mereka. Tapi pengalaman ane jg begitu ttg orang kampung yg hanya mau uangnya ajah dr perusahaan dikampungnya tanpa mau bekerja keras. Dengan mengatasnamakan putra daerah mereka minta pekerjaan dan begitu dikasih, sangat sedikit dari mereka yang bersungguh sungguh. Juga saya tidak setuju jika kasus diatas digeneralisasi atas suatu suku ato bangsa. Tp kalo dari segi faktor pendidikan formal dan non formal (lingkungan sktar dan keluarga) mungkin bisa jadi..


Nah yang jadi pertanyaan:
- Hal-hal apa saja yang mempengaruhi etos kerja?
- Siapa yang membentuk pola pikir seperti itu?
- Mengapa orang-orang kita jaman sekarang ini begitu cinta akan uang? Gak di kota kecil gak di kota besar, uang sudah seperti alat untuk menggerakkan kita. Begitu mudahnya orang demo sampai anarkis karena ada yang membayar, begitu mudahnya orang korupsi, dsb.
Quote:
Original Posted By raxiyazi
Wuah kayanya diskusi bakal seru nih,...

Thread bagus nih bro,...


Dulu saya pernah berpendapat seperti ini juga bro,.. bertanya dalam hati kenapa bangsa kita disebut memiliki etos malas dan manja,...
Tapi dalam konteks lain,... dalam konteks linguistik atau bahasa...

Dulu saya pernah ingin membuktikan betapa bangsa kita ini bangsa yang "sedikit" malas malah sudah membudaya kemalasan dan kemanjaannya,... contohnya yang saya pernah analisa dalam linguistik atau bahasa,..

Dalam segi penuturan atau bahasa aja udah keliatan kenapa kita malas.... contohnya BANYAKNYA singkatan dalam bahasa kita baik FORMAL atau TIDAK FORMAL. Bahasa formal malah lebih banyak bro singkatannya,... kayanya udah bikin istilah bagus dan panjang tapi ujungnya disingkat juga,... contohnya "BP2TKI"....hehehehehe tau ga itu singkatan apa? Dulu jaman sekolah sampai ada buku khusus singkatan.... saking malasnya kita bertutur sampai harus menyingkat semua bahasa.

Kedua, bahasa Indonesia tidak spesisfik dalam menyebut sesuatu (seperti "dia" kata ganti ini untuk perempuan atau laki-laki?), menunjuk sesuatu ( "itu" tidak jelas apakah kata ganti untuk manusia atau benda) lalu tidak jelas juga dalam waktu (konsep Present, Past dan Future Tense tidak ada dalam bahasa indonesia) penggantian kata-katanya ada,... tapi tidak jelas. Apakah ini karena kemalasan kita? Bahkan dalam bertutur kata?


hehehehe... hanya analisa pribadi bro dan buat ngeramein thread aja,... ga ada maksud lain,...


Bagus, saya baru kepikiran soal itu. Tapi, bahasa-bahasa daerah di Indonesia sepertinya tidak ada singkatannya lho (dalam hal ini bahasa Jawa, karena saya orang Jawa :Peace, cuma bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara. Tanya kenapa?
Quote:
Original Posted By pandu saksono
mungkin karena bangsa indonesia itu sejak ratusan tahun ga bisa menahan kemalasan mungkin...


Karena dijajah Belanda 3,5 abad jadi ga bisa malas-malasan?
Analisis saya, jaman Indonesia masih berupa kerajaan-kerajaan, Indonesia bangsa rajin lho. Gak percaya? Salah satu contohnya, lihat bagaimana Candi Borobudur dan Prambanan bisa berdiri dengan sempurna (diluar hal-hal mistis yang menyelimutinya), butuh kerja keras dan kerajinan untuk bisa membangun candi sebesar itu.
Quote:
Original Posted By luphniv4ever
menurut ane karena pendidikan dan lingkungan bro yang bikin mereka malas( kaya saya aja ga padahal malezzz puoooll,,,hehehehe)

*pendidikan
satu kata ini emang puenting banget,baik informal maupun formal sangat penting,coba bandingkan orang yang berpendidikan(mau mencari ilmu,semangat nyari ilmu(ngaskus masuk ga yah???? :matabelo,ane ga bilang secara formal aja ya bro,soalnya banyak lulusan sd bahkan ga sekola karna keuletan dan kerajinan mereka bisa sukses n ga malaas)

*lingkungan
satu ini emang dasar dari yang diatas(pendidikan)lingkungan tempat kita tinggal, berinteraksi dengan lainnya sangat berpengaruh dalam pembentukan pola pikir kita yang kan di aplikasikan dalam perilaku kita sehari2,jika lingkungan kita semangat kerja ato ga malas ada energi sendiri buat ga males,paling ga kalo kita males2 an ada rasa ga enak karena lingkungan yg memperhatikan sikap kita.

nah kalo dari kejadian yang bro ceritain wajar aja beda banget,dari latar belakang pendidikan ja beda,,lingkungan??apa lagi,,,,hehehehe CMIIW


Nah, saya jadi kepikiran satu hal.
Budaya orang Indonesia yang demen menghabiskan waktu berjam-jam menonton TV
Padahal stasiun TV di Indonesia itu dikit banget, kalo dibandingkan sama stasiun TV di luar negeri, udah gitu acara-acaranya ya itu-itu aja, sama semua. Kebayang kalo seandainya stasiun TV di Indonesia ada banyak (diluar parabola & TV Satelit), apa ga tambah malesnya tuh, haha
Quote:
Original Posted By tabeq_sugre
karena dari sd pendidikan mental kurang menjadi proritas kurikulum...yg diprioritaskan cuma pendidikan logika....., alias kita diajari jadi anak buah dan bekerja seperti mesin.
cobak deh liat sana, kebnyakan org yg pinter di kelas ujung2nya jadi anakbuah, pegawai bank, pns, dan lain2...malahan org yg bengal di kelas, kebanyakan jadi bos atau wira usaha...


Contoh pendidikan mental itu yang seperti apa gan?
Pertanyaan lagi, kenapa orang kita lebih senang jadi pegawai, jadi pekerja, daripada jadi bos dan punya usaha sendiri? Kalau pendaftaran PNS, widih rela ngantri berjam-jam untuk pekerjaan yang belum tentu mereka dapatkan, coba waktu ngantri berjam-jam itu dipake buat berkarya, pasti lebih pol hasilnya.
Quote:
Original Posted By raxiyazi
Kayanya bener deh pendapat ente bro,...
Teori musim mempengaruhi perjuangan hidup seseorang...

Di barat itu ada 4 musim. Justru karena musim terus berganti setiap 4 bulan, mereka berpikir keras supaya bisa menyelesaikan sesuatu sebelum musim berganti. Karena pergantian musim menyebabkan pergantian iklim yang sangat berbeda. Contohnya bila seseorang melakukan pekerjaan maka dia harus bisa menyelesaikannya sebelum musim dingin tiba, karena di musim dingin alam berubah menjadi keras dan menyelesaikan sesuatu pekerjaan tidak akan sama lagi seperti pada saat musim panas... pola pikir pendek ini mempengaruhi orang untuk bekerja maksimal... sedangkan di negara tropis,... Matahari bersinar hampir setahun penuh... alam tidak berubah dan terus bersahabat untuk segala jenis pekerjaan....



Yeah, saya suka dengan kata perjuangan hidup, usaha untuk bertahan hidup. Mungkinkah kita harus dijajah lebih lama lagi, biar pada sadar pentingnya bertahan hidup?
Quote:
Original Posted By my.telesco
hm....kalo gw pribadi benernya masi bingung dengan mentalitas ini....

kalo pembentukan mental itu sendiri pada intinya adalah hasil dari budaya....
lingkungan sekarang adalah hasil dari adaptasi lingkungan sebelumnya dan lingkungan sebelumnya adalah hasil dr sebelumnya lagi....

nah pertanyaannya... apa atau siapakah pioneer nya???


Itu yang mau kita bahasa disini
Quote:
Original Posted By arsyante
maybeeeeee


ini mungkin krn ada perasaan inferior yg menghinggapi banyak masy Indonesia. 3,5 abad dijajah, dunia yg semkn cepat melesat, peradaban barat yg maju, dll; mungkin menyebabkan rasa inferior makin parah.

mungkin krn itu pula founding father kita sering menekankan rasa nasionalisme (mis: BK), itu salah satu obat mujarab utk penyakit inferior

tp rasa inferior bisa jga dimanfaatkan

ini saya baca di buku (maaf lupa judulnya)

stlh PD 1, jerman yg mengalami kekalahan dihinggapi rasa inferior thdp bangsa2 eropa lain, prsaan inferior ini "dimanfaatkan" hitler utk menanamkan nasionalisme yg berlebihan (bhkn cndrng chauvinis) sbg upaya mengembalikkan harga diri sklgus merebut simpati & kekuasaan


Kalau bicara soal inferior, seharusnya mereka lebih terpacu untuk bekerja keras lagi, karena setiap manusia pasti tidak ingin merasa inferior, melainkan superior. Bener ga?


No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook