Saturday, March 7, 2015

Dalam disertasimu, ada kata-kata “”Cinta itu sakral”



BAGIAN KE-11  DARI NOVEL
“EMPAT PROFESOR SATU CINTA”

 

Karya  M.Rakib Pekanbaru  Riau Indonesia 2015 HP 0823  9038   1888

Profesor Amar Makruf :Dalam disertasimu, ada kata-kata “”Cinta itu sakral”.Apa artinya sakral, karena kata-kata ini tidak dikenal dalam ilmu huklum. Kalau nanti disertasimu diuji, saya akan mengatakan bahwa disertasimu belum layak uji.

Sang penyair                    :  Kata-kata “Cinta itu sakral”, memang tidak ada di dalam ilmu  hukum, tapi ada dalam analisis penerapan hukum Pak.

Profesor Amar Makruf   :  Coba anda terangkan.

Sang penyair            : Begini Pak, menurut Hukum Barat (Sekular) penyaluran hasrat cinta   boleh dengan siapa saja, asalkan suka sama suka, tapi dalam Hukum Islam, penyaluran hasrat cinta itu harus melalui sumpah dan janji yang formal dan dipertanggungjawabkan. Jika cinta yang sudah diikat dengan perkawinan yang sifatnya sakral itu dilanggar, maka rumah tangga tidak akan mendapat berkah, sebaliknya akan dikutuk oleh Allah. Hanya saja cinta dan perkawinan kadang-kadang ada yang mempermainkannya.

Terjadilah diskusi yang panjang antara Sang profesor dan sang penyair. Ternyata memang banyak kejadian Pak, bahwa cinta dan perkawinan terkadang menjadi sesuatu yang suka dipermainkan sebagaian orang.Tentulah tidak patut itu semua? Saya bisa belajar  dari Plato, seorang filsuf Yunani. Saya mengutip artikel ini melalu pencarian saya di internet.

Cinta Yang Sakral Menurut Plato

Pada suatu hari, Plato bertanya pada gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?
Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta”Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.


Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?”
Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik). Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat ku melanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak ku ambil sebatang pun pada akhirnya.”
Gurunya kemudian menjawab “Jadi ya itulah cinta”
Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, “Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?”
        Gurunya pun menjawab, “Ada hutan yang subur didepan saja. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan”
Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar/ subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.

Gurunya bertanya, “Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?”
Plato pun menjawab, “Sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi di kesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya.”
Gurunya pun kemudian menjawab, “Dan ya itulah perkawinan.”

  Bahan Renungan Sepanjang Zaman

Cinta itu 50 persen dicari, dan 50 persen lagi adalah takdir, semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Cinta adanya sebagai karunia Tuhan di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih.Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan…tiada sesuatu pun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali. Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur. Terimalah cinta apa adanya. Perkawinan adalah kelanjutan dari Cinta. Adalah proses mendapatkan kesempatan, ketika kamu mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya, Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia-sialah waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu. Karena, sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya.
Inilah cinta dan perkawinan yang berhasil dirumuskan oleh Plato lewat pengalamannya sendiri. Pelajarilah, renungkanlah, dan praktikkanlah.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook