HARAMNYA MOS DALAM
KEKERASAN PERPELONCOAN
M.RAKIB JL.CIPTAKARYA
. MUBALLIGH IKMI PEKANBARU RIAU
INDONESIA. 2015
Pada
tahun 1980 penulis mendapatkan perpeloncoan dari para senior di IAIN Susqa
Pekanbaru,Riau Indonesia, dengan praktek
mengisap kompeng, merayap di tanah, meminta tandatangan dipersulit, didenda,
dibentak dan memakai pakaian tidak senonoh, bahkan kepala harus dibotakkan,
paling tiak, dipotong sangat-sangat pendek. Kini ada Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil memberi
perhatian serius pada tahapan kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS) di seluruh
sekolah di Kota Bandung pada tahun ajaran baru 2015-2016. Wali Kota secara
tegas mengharamkan perpeloncoan yang berujung pada aksi kekerasan.
Dalam masyarakat diusahakan
agar konflik yang terjadi tidak berakhir dengan kekerasan. Oleh karena itu
diperlukan adanya suatu prasyarat, yaitu sebagai berikut.
a. Setiap kelompok yang terlibat
dalam konflik harus menyadari akan adanya situasi konflik di antara mereka.
b. Pengendalian konflik-konflik
tersebut hanya mungkin dapat dilakukan apabila berbagai kekuatan sosial yang
saling bertentangan itu terorganisir dengan jelas.
c. Setiap kelompok yang terlibat
dalam konflik harus mematuhi aturan-aturan permainan tertentu yang telah
disepakati bersama. Aturan tersebut pada saatnya nanti akan menjamin
keberlangsungan hidup kelompok-kelompok yang bertikai tersebut.
Apabila prasyarat di atas tidak dipenuhi oleh pihak-pihak yang terlibat
konflik, maka besar kemungkinan konflik akan berubah menjadi kekerasan. Secara
umum, kekerasan dapat didefinisikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok
orang yang menyebabkan cedera atau hilangnya nyawa seseorang atau dapat
menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Sementara itu, secara
sosiologis, kekerasan dapat terjadi di saat individu atau kelompok yang
melakukan interaksi sosial mengabaikan norma dan nilai-nilai sosial yang
berlaku di masyarakat dalam mencapai tujuan masing-masing. Dengan diabaikannya
norma dan nilai sosial ini akan terjadi tindakan-tindakan tidak rasional yang akan
menimbulkan kerugian di pihak lain, namun dapat menguntungkan diri sendiri.
Menurut Soerjono Soekanto, kekerasan (violence) diartikan sebagai
penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda. Sedangkan
kekerasan sosial adalah kekerasan yang dilakukan terhadap orang dan barang,
oleh karena orang dan barang tersebut termasuk dalam kategori sosial tertentu.
"Saya tegaskan bahwa saya tidak setuju adanya plonco dan kekerasan fisik. Saya akan pastikan lewat Kadisdik itu tidak akan terjadi di Kota Bandung," tegas pria yang akrab disapa Emil itu saat ditemui wartawan di Balai Kota Bandung, Jln. Wastukancana, Senin (27/7).
Emil menuturkan, kekerasan fisik dalam masa orientasi tidak akan membuat siswa menjadi lebih baik. Yang diperlukan sekarang, tambahnya, justru soal fokus pada peningkatan karakter siswa agar menjadi lebih sopan dan santun.
"Sudah lewat lah masa perpeloncoan fisik seperti itu. Menurut saya itu warisan jadul, harus dihilangkan. Hadirkanlah MOS yang lebih edukatif dan fokus pada peningkatan karakter. Sekarang dibutuhkan itu anak-anak sekolah Bandung yang lebih sopan dan santun," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Emil juga mengklaim sudah meminta kepada Dinas Pendidikan (Disdik) untuk menyediakan layanan pengaduan. Langkah itu dilakukan untuk menampung adanya pelanggaran pada MOS termasuk soal antisipasi adanya pungutan-pungutan liar.
"Saya sudah minta ke Disdik untuk membuat hotline. Minggu ini kita rilis," ujar Emil.
Lebih lanjut Emil berharap, dengan dihilangkannya praktek perpeloncoan di sekolah-sekolah, Kota Bandung bisa menjadi percontohan daerah kondusif.
"Kota Bandung bisa menjadi percontohan kondusifitas selain toleransi agama supaya tidak terjadi seperti di Tolikara," tegasnya.
Lucky M. Lukman
No comments:
Post a Comment