MAHASISWA MENUNTUT
SANG PROFESOR GURU BESAR
Di luar Negeri Sang profesor, merasa dirinya guru besar
paling hebat, bisa saja terlalu PD untuk berbuat apa saja terhadap mahasiswanya
selagi berkaiyan dengan keke kuasaan yang didapatnya. Ada pula mahasiswa yang
tidak jadi ujian terbuka gara-gara sang profesor berangkat ke luar negeri,
padahal sang mahasiswa sudah memesan konsumsi yang lumayan banyak, bebban moral
spiritual kepada masyarakat dan keluarganya begitu berat, dan penantian yang
begitu panjang, uang kuliah harus dibayar lagi, anak sakit, sang mahasiswa jadi
stress.
Khususnya bagi mahasiswa yang ingin cepat
lulus, nilai mata kuliah yang bagus tentunya menjadi hal terpenting. Makanya,
ketika nilai yang diperoleh jeblok, mahasiswa wajar kecewa. Itulah yang dialami
Martin Odemena, mahasiswa tahun ajaran 2010-2011 program kelas malam di Massachusetts
School of Law.
Begitu mengetahui nilai mata kuliah Kontrak-nya
mendapat nilai D yang berarti tidak lulus, Odemena tidak hanya kecewa. Dia juga
nekat menggugat kampus dan dosennya sekaligus. Gugatan dilayangkan di
Pengadilan Federal Massachusetts, 20 Juni 2014, setelah Odemena sudah tidak
lagi berstatus sebagai mahasiswa Massachusetts School of Law.
Tidak tanggung-tanggung, dalam gugatan yang
mendasarkan pada UU Perlindungan Konsumen, Odemena menuntut ganti rugi sebesar
AS$100 ribu. Odemena mengklaim kariernya terhambat karena gara-gara nilai D itu
dirinya kena hukuman dan surat catatan buruk dari pihak kampus sehingga
mustahil untuk pindah ke sekolah hukum yang lain.
Odemena menuding nilai D yang dia peroleh itu tidak adil
karena terjadi perubahan terkait kebijakan penentuan nilai akhir. Merujuk pada
silabus mata kuliah dinyatakan bahwa “hasil tes mingguan adalah elemen opsional
dalam penentuan nilai akhir”.
Namun, aturan di silabus itu diamandemen oleh
Prof. Joseph Devlin, pengajar mata kuliah kontrak, menjadi “hasil tes mingguan
adalah elemen wajib dalam penentuan nilai akhir”. Masalahnya, Odemena beberapa
kali tidak mengikuti tes mingguan yang menyebabkan dirinya mendapat nilai D.
Odemena mengaku telah berupaya melayangkan protes
kepada Dewan Kampus, Prof. Peter Malaguti. Protes Odemena ditindaklanjuti Prof.
Malaguti dengan menggelar penyelidikan yang hasilnya ternyata memang
Profesor Devlin pernah mengamandemen aturan pada silabus.
Dalam gugatan, selain menuntut biaya ganti rugi,
Odemena meminta hakim mengeluarkan pernyataan bahwa para tergugat, Massachusetts
School of Law dan Prof. Devlin, seharusnya tidak memasukkan elemen nilai
tes mingguan sebagai bagian dari nilai akhir. Odemena juga menuntut agar para
tergugat mengganti biaya-biaya yang dikeluarkan penggugat selama proses
persidangan.
Merespon gugatan Odemena, pihak Massachusetts
School of Law melalui Prof. Peter Malaguti menegaskan akan melawan. Pihak
Kampus akan meminta Pengadilan Federal Massachusetts menolak gugatan Odemena.
Aksi menggugat gara-gara nilai jelek sebelumnya
pernah dilakukan Karla Ford dan Jonathan Chan. Tahun 2012 lalu, dua mahasiswa Thurgood
Marshall School of Law, Texas Southern University itu menggugat kampus sekaligus
dosen mata kuliah Kontrak II gara-gara mereka diberi nilai D. Akhir 2013 lalu,
Pengadilan Distrik Texas mengandaskan gugatan Karla Ford dan Jonathan Chan.
Nah, kita tunggu saja apakah gugatan Martin
Odemena akan senasib dengan Karla Ford dan Jonathan Chan.
Sumber:
www.abajournal.com
www.abajournal.com
www.tippingthescales.com
Menteri
Pendidikan Tinggi dan Riset Teknologi Muhammad Natsir akan memanggil Rektor dan
semua Wakil Rektor Universitas Hassanuddin.
Ini dilakukan setelah Wakil Rektor III Musakkir digerebek bersama dosen bernama Ismail Alrif di Hotel Grand Malibu, Makassar, saat sedang berpesta sabu."Saya panggil supaya proses hukumnya tetap jalan," kata Natsir di Istana Negara, Senin, 17 November 2014. (Baca: Wakil Rektor Unhas Musakkir Diduga Bandar Narkotik)
Ini dilakukan setelah Wakil Rektor III Musakkir digerebek bersama dosen bernama Ismail Alrif di Hotel Grand Malibu, Makassar, saat sedang berpesta sabu."Saya panggil supaya proses hukumnya tetap jalan," kata Natsir di Istana Negara, Senin, 17 November 2014. (Baca: Wakil Rektor Unhas Musakkir Diduga Bandar Narkotik)
Kepolisian, ujar dia, harus terus mengusut kasus penyalahgunaan narkoba tersebut. Termasuk penanganan proses hingga tingkat pidana. Menurut dia, kejahatan narkoba di lingkungan pendidikan harus ditegakkan.Natsir mengaku belum menyentuh proses sanksi hingga pencopotan gelar guru besar pada Musakkir. Proses yang menjadi perhatian saat ini adalah pidana dan sanksi secara hukum bagi pelaku. "Kita lihat dulu soal pidana," tutur Natsir.
Pencopotan gelar profesor, menurut Natsir, adalah masalah profesi akademis yang butuh proses panjang. Proses ini bisa dilakukan, tapi yang lebih penting adalah kepastian sanksi pidana pada pelaku. "Maka itu, kita bertahap."
Selain terlibat kasus narkoba, gelar guru besar seorang akademikus dapat dicabut jika terbukti melakukan penjiplakan ataupun melanggar kode etik.
Musakkir dan Ismail digerebek Kepolisian Resor Kota Besar Makassar pada 14 November lalu. Saat itu, keduanya tengah berpesta sabu bersama seorang wanita berinisial N yang mengklaim sebagai mahasiswi.
Rektor Unhas Dwia Aries Tina Pulubuhu mencopot jabatan Musakkir setelah terbukti menggunakan narkoba. Untuk sementara, jabatannya diisi Wakil Rektor I Junaedi Muhidong sebagai pelaksana tugas.
No comments:
Post a Comment