PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA DAN
MALAYASIA
catatan  M.Rakib  
          Ada penelitian  perbandingan sistem  hukum  keluarga  (perkawinan) 
antara  Indonesia dengan  Malaysia, olehAsy-Syir’ah Jurnal
Ilmu Syari’ah dan Hukum 
Vol. 47, No. 2, Desember 2013 PERBANDINGAN SISTEM HUKUM PERLINDUNGAN ANAK ANTARA INDONESIA
DAN MALAYSIA  Iman
JauhariFakultas Hukum Universitas Syiah
Kuala (UNSYIAH   pengertian 
dan  batasan  usia  anak,  dan  perbandingan  prinsip-prinsip  dasar  dalam  hukum  perlindungan
anak antara Indonesia dengan Malaysia. Metode yang digunakan   adalah metode analisis isi (content analysis)
dari berbagai referensi yang  relevan  dengan permasalahan yang dibahas dan juga
studi pendekatan komparatif/  Iman Jauhari: Perbandingan Sistem Hukum Perlindungan Anak
antara Indonesia dan Malaysia 612  Asy-Syir’ah . 
         Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum  Vol. 47, No. 2, Desember 2013  perbandingan
hukum sistem perlindungan anak antara Negara Indonesia dengan  Negara Malaysia. Sistem hukum perlindungan anak di Negara
Indonesia dan di Negara  Malaysia  bila  dibandingkan  sangat 
banyak  terdapat  persamaan, 
di  mana  kedua sistem hukum perlindungan anak dari masing-masing
negara telah mengatur  adanya  kewajiban  dan  tanggung 
jawab  negara, masyarakat,  keluarga 
dan  orangtua,kedudukan  anak, 
kuasa  asuh, perwalian,pengasuhan
Dan  pengangkatan 
anak,  agama  anak,  dan  anak  terlantar  dan  perlindungan  khusus,
Seperti  pemelihaaan, 
pemulihan,  penjaga  anak,  perlindungan  anak,  pemeriksaan
Dan   perawatan  
anak  atau  eksploitasi, 
ekonomi,  seksual,  pendidikan 
atau Sekolah  dan   perlindungan   khusus  
dari   penderaan,  cacat, 
dan   penganiaya  anak. Perbedaannya  undang- 
undang perlindungan di Negara Malaysia sudah disatukan dalam Akta Kanak-  Kanak  2001  (Akta 611), sedangkan  di   Indonesia   masih  
berpisah dengan
Undang-  Undang Perlindungan Anak..
          Hak-hak anak merupakan bagian dari
hak asasi manusia yang termuat 
dalam Pasal 28 B ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen 
kedua  disebutkan 
“setiap  anak  berhak 
atas  kelangsungan  hidup,tumbuh,
dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. 
Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan 
berlandaskan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 
1945 
serta  prinsip-prinsip  dasar  Konvensi  Hak-Hak 
Anak  meliputi,
Asas  non   diskriminasi,  asas   kepentingan  yang  terbaik  bagi  anak,
Asas  hak  untuk   hidup, 
kelangsungan   hidup  dan  perkembangan,
Dan  asas   penghargaan  terhadap 
pendapat anak.  Hak anak dalam
perspektif hukum memiliki aspek yang universal   terhadap  kepentingan
anak. 
         Meletakkan  hak  anak  dalam  pandangan   hukum, 
memberikan gambaran bahwa tujuan dasar kehidupan manusia adalah  membangun umat manusia yang memegang teguh
ajaran agama. Dengan  demikian, hak
anak 
dalam pandangan  hukum  meliputi 
aspek  hukum  dalam Iman
Jauhari: Perbandingan Sistem Hukum Perlindungan Anak antara Indonesia dan
Malaysia
613 
Asy-Syir’ah  Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum  Vol. 47, No. 2, Desember 2013
Lingkungan  hidup  seseorang.  Pada  tindakan  lain  Maulana  Hasan
Wadong  mengatakan “seorang umat Islam harus taat
dalam menegakkan hak-hak   anak  dengan 
berpegang  pada   hukum  
nasional  yang positif”. Abdur
Rozak Husein menyatakan sebagai berikut: “Jika benih anak 
dalam masyarakat itu baik maka sudah
pasti masyarakat akan terbentuk 
menjadi  masyarakat 
yang  baik  pula,  lebih  lanjut 
dikatakan: Islam
menyatakan  bahwa anak-anak merupakan benih yang akan
tumbuh untuk membentuk   masyarakat  di  masa  yang  akan  datang”,2maka pemeliharaan dan pengasuhan anak (hadānah) menjadi tanggung jawab orangtuanya.Hadānah 
merupakan “hak bagi  anak-anak 
yang masih  kecil,  karena 
ia membutuhkan pengawasan,  penjagaan,
pelaksana  urusannya  dan orang
yang 
mendidiknya,  dan ibunyalah  yang  berkewajiban  melakukan hadānah”3
        Ibrahim Muhammad al-Jamal mengatakan
bahwa “Islam dengan 
aturannya punya perhatian besar
terhadap kesejahteraan dan keselamatan 
seluruh  masyarakat. Oleh  sebab  itu,  dia  serahkan  hak  pemeliharaan
anak 
kepada  ibunya”.4 Oleh karena itu Darwan Print
menyatakan bahwa 
“perlindungan  hukum  terhadap  anak  harus  diutamakan”5 dan diterapkannya.  Afisah  Wardah Lubis 
menyatakan  bahwa“Mengajarkan
Anak untuk  mandiri dan bertanggung jawab terhadap apa
yang dilakukannya memang 1MaulanaHasanWadong, Pengantar Advokasi dan Hukum
Perlindungan Anak (
Jakarta: Grasindo,2000), hlm.33.2Abdul Rozak Husein,  Hak-Hak Anak Dalam Islam,
(Jakarta:Fikahati  Aneska, 1992),  hlm.193 As-Sayyid Sābiq,, Fiqh as-Sunnah,(Bandung:
PT.Al-Ma’arif,1994),19940,hlm.160.4 Ibrahim  Muhammad 
Al-Jamal, Fiqih Wanita, 
pen., Anshari Umar, (Semarang: CV-Asy-
Syifa,  1986),  hlm.  450.
Lihat M.  Ali
aş-Şabūnīi, penterjemah  Saleh Mahfoed,,Tafsir Ayat- Ayat Hukum Dalam
Al-Qur’an, 
,(Bandung:PT.Al-Ma’arif,1994),hlm.616-617.
5Darwan
Print,Hukum Anak Indonesia, 
Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1997),
hlm.4.Iman Jauhari: Perbandingan Sistem
Hukum Perlindungan Anak antara Indonesia dan Malaysia 614Asy-Syir’ah
Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum  Vol. 47, No. 2, Desember 2013 harus dimulai sejak dini agar bila kelak memasuki masa
kehidupan dewasa yang sebenarnya tidak menjadi shock”.6
         Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan 
Anak telah disebutkan pengaturannya
terhadap hak-hak anak terdapat 67 
pasal yaitu mulai dari Pasal 4
sampai dengan Pasal 71. Dari sejumlah pasal-
pasal tersebut lebih dominan
mengatur masalah hadānah  dan
perlindungan 
hukum terhadap anak. Dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah  disebutkan tentang hukum pengasuhan anak
secara tegas yang merupakan  rangkaian dari
hukum perkawinan di  Indonesia,  akan
tetapi  hukum  pengasuhan
anak itu belum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor   9 Tahun 1975 secara luas dan rinci. Baru
setelah diberlakukan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
dan
Inpres  Nomor1Tahun 
1991 tentang Kompilasi  Hukum  Islam, masalah
Hadānah  menjadi  hukum positif di Indonesia dan Peradilan Agama
diberi wewenang untuk  menjadi dan
menyelesaikannya. 
       Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan  Pasal 42 sampai
dengan Pasal 54 dijelaskan bahwa orang tua wajib memelihara  dan mendidik anak-anaknya yang belum mencapai
umur 18 tahun dengan 
cara yang baik sampai anak itu kawin
atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban 
ini berlaku terus meskipun
perkawinan antara orang tua si anak putus karena 
perceraian atau kematian.
No comments:
Post a Comment