Wednesday, August 26, 2015

Wahai murid, hormati guru Rela dihukum, karena salahmu



MURID DURHAKA

Catatan M.Rakib, LPMP Pekanbaru Riau Indonesia 2015
Murid durhaka, mengancam guru
Melapor ke polisi, terburu-buru
Kurang hormat, sangat keliru
Kurang akhlak, kurang ilmu

Wahai murid, hormati guru
Rela dihukum, karena salahmu
Supaya engkau, menguasai ilmu
Menjadi manusia yang bermutu 

       Pasal 80 ayat (1) UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak menyatakan, “(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).”

       Patra juga menjelaskan bahwa dia telah meminta pada majelas hakim untuk mempertimbangkan dakwaan yang tidak cermat, tidak jelas, dan keliru tersebut. “Intinya pada hari ini kami meminta pada majelis untuk dipertimbangkan, karena dakwaan itu dibuat dengan undang-undang yang sudah diubah, dan tidak berlaku,” ujar Patra.

Ia mengatakan jaksa baru mengetahui bahwa UU Perlindungan Anak sudah terdapat perubahan. “Mereka terkejut, mereka baru tahu,” tegasnya.

        Guru pemukul  murid, diancam pidana 3,6 tahun, sesuai dengan pasal 80 undang-undang nomor 23 tahun 2002. Akan tetapi As tidak akan ditahan karena masa hukumannya dibawah 5 tahun. “Pihak kepolisian tidak akan menahan tersangka, tapi As harus memenuhi panggilan polisi untuk proses dimintai keterangan. Nanti setelah rampung berkasnya kita limpahkan ke jaksa. Kalau nanti jaksa menahan tersangka itu hak mereka, yang jelas kami tidak bisa melakukan penahan, berdasarkan luka pada korban,” urai Dede.
       Sementara itu menurut Sulaiman, upaya penyelesaian secara kekeluargaan sudah dilakukan dengan mendatangi sekolah dan menghubungi As. Namun itikat baik pihak keluarga tidak mendapat tanggapan baik pula. Bahkan Kepala Sekolah tempat As mengajar menolak menjumpai dengan alasan sibuk. “Sudah ada usaha menyelesaikan secara baik-baik, saya juga sudah bertemu dengan ketua komite Sekolah. Katanya akan mencoba mencari jalan damai, tapi ditunggu-tunggu tidak ada kabar dan dihubungi nomornya ga pernah aktif,” terang Sulaiman.
        Mengingat pihak keluarga sudah mulai emosi, apalagi As tinggal berdekatan dengan rumah keluarga korban, Sulaiman berinisiatif melaporkan kasus pemukulan anaknya ke polisi. “Saya kuatir, keluarga yang lain sudah emosi. Supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, makanya saya lapor ke polisi,” ujar Sulaiman pada Dumaiheadlines.com Selasa (11/11/2014).(nl)
        Profesionalitas guru memang menjadi salah satu syarat utama mewujudkan pendidikan bermutu. Dan karenanya, pemerintah telah mengupayakan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan profesionalitas guru-guru di Tanah Air.


        Menyadari begitu pentingnya peran guru, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan guru sebagai profesi pada tanggal 2 Desember 2004. Melalui pencanangan ini diharapkan status sosial guru akan meningkat secara signifikan dan tidak lagi hanya dilirik oleh mereka yang kepepet mencari kerja.[1] Eksistensi guru tersebut dikukuhkan dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang ditandatangani Presiden RI pada 30 Desember 2005.


UU guru dan dosen memang sangat dibutuhkan untuk melengkapi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[2]

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Sebelum anda membaca kelanjutan artikel ini, saya ingin bertanya: Apakah anda pernah membaca secara keseluruhan UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen? Jika Belum, silahkan baca / download dulu dengan klik gambar di bawah ini:

download  UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

        Meskipun tujuan dari lahirnya UU tersebut begitu mulai, tetapi tidaklah luput dari beberapa permasalahan dan kendala. Guru profesional adalah guru yang mendapatkan sertifikat dari pemerintah, dan berhak mendapatkan tunjangan profesi. Sementara guru-guru yang belum mendapatkan sertifikat, seolah-olah dianggap sebagai guru yang belum profesional. Padahal yang namanya guru, mendapat tunjangan profesi atau tidak, tetaplah harus bekerja secara profesional. Hal tersebut kemudian mengakibatkan terjadinya iri antar guru yang sudah sertifikasi dan yang belum, sehingga bisa menjadi hambatan guru dalam melaksanakan tugasnya.
 

Profesionalitas guru yang sudah mendapatkan sertifikat profesi itu sendiri masih dipertanyakan banyak pihak. Sertifikat profesi seakan-akan hanya bersifat formalitas belaka, tidak menyentuh substansinya. Oleh sebab itu, kriteria atau ukuran yang digunakan pemerintah sebagai syarat guru mendapatkan sertifikat profesi perlu ditinjau lebih dalam.

Berdasarkan pemaparan di atas, tulisan ini bermaksud menganalisis seberapa jauh UU No. 14 Tahun 2003 tentang Guru dan Dosen mengatur tentang profesionalisme guru untuk kemudian dikaji kelemahan dan kelebihannya.

Latar Belakang Lahirnya UU Guru dan Dosen


         Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) yang berbunyi: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," dan ayat (5) yang berbunyi: "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.", UU Guru dan Dosen juga lahir bertujuan untuk memperbaiki pendidikan nasional, baik secara kualitas maupun kuantitas, agar sumber daya manusia Indonesia bisa lebih beriman, kreatif, inovatif, produktif, serta berilmu pengetahuan luas demi meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa. Perbaikan mutu pendidikan nasional yang dimaksud meliputi, Sistem
Pendidikan Nasional, Kualifikasi serta Kompetensi Guru dan Dosen, Standar Kurikulum yang digunakan, serta hal lainnya.

Dalam kaitannya dengan Guru sebagai pendidik, maka pentingnya guru professional yang memenuhi standar kualifikasi diatur dalam pasal 8 Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen (UUGD) yang menyebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) UUGD dan Pasal 28 ayat 3 PP 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi:

a. Kompetensi pedagogik;
b. Kompetensi kepribadian;
c. Kompetensi profesional; dan
d. Kompetensi sosial.

Selain mengatur hal-hal penting di atas, UUGD juga mengatur hal lain yang tak kalah pentingnya bagi kemajuan dan kesejahteraan para guru.


No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook