PENEMUAN HUKUM YANG BARU
DALAM ISLAM
OLEH M.RAKIB SH., M.Ag Pekanbaru Riau Indonesia 2015. HP 0823
9038 1888
Judul disertasiku, Kritik terhadap konsep kekerasan terhadap
anak, di dalam UU Perlindungan anak Indonesia Menurut Hukum Islam
2015
Penulis menemukan hukum yang baru tentang memukul anak:
1. Anak
yang pernah dipukul, akan sportif mengakui kesalahannya dan dia tidak mau
berkelit. Dia menerima hukuman, denda, pukulan dengan suka rela. Kesadaran hukumnya terbentuk di dalam jiwa dan
keinsafannya akan selalu timbul.(Teori psikologi Marjorie Ganneo)
2. Anak
yang tidak pernah dipukul, akan memilki sikap sombong, mengelak dari kewajiban
dan berkelit, tidak sportif.
3. Anak
yang pernah dikpukul karena meninggalkan solat, akan tertaanam di dalam hatinya
bahwa salat itu sangat penting dan orangtua yang memukulnya mewakili kehendak
Allah SWT.
4. Menurut
hadits Abu Daud, umur 7 tahun anak disruh salat, umur 10 tahun tidak salat,
boleh dipukul, artinya ada waktu 3 tahun
mendidik anak, barulah boleh menghukunya dengan dipukul..
5. Hukuaman
pukulann rotan di pesanteren, seharusnya disosialisasikan terlelebih dahulu
kepada wali murid, buat tandatangannya, bahwa orang tua bersedia jika anaknya
dipukul.
6. Ayat
Al-Quran tentang memukul isteri yangm
durhaka, sejalan sejalan dengan penghukuman terhadap anak durhaka: a. dinasehati b. pisahkan tempat tidur, c. pukullah..dengan pukulan ringan.
7. Anak
yang boleh dipukul itu adalah anak yang sudah dididik tiga tahun lamanya. Orang
yang berhak memukulnya ialah orang yang sudah mendidiknya dengan benar, karena
di dalam dirinya terjalin rasa cinta dan rasa hormat, serta rasa ingin
mengobati penyakit yang masih tersisa
8. .Memeukul
murid, tanpa emosi, tidak berbekas, tidak pula di tempat yang sensitif,
bukanlah “Kekerasan”
Menurut Andi Muhammad Anas Konsep
penemuan hukum merupakan teori hukum terbuka yang pada pokoknya bahwa suatu
aturan yang telah dimuat dalam ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam Al Quran
dan Hadis serta hukum postif (baca ; undang-undang, qanun dan fiqh)
dapat saja dirubah maknanya, meskipun tidak ada diubah kata-katanya guna
direlevasikan dengan fakta konkrit yang ada. Keterbukaan sistem hukum karena
terjadi kekosongan hukum, baik karena belum ada undang-undangny:
.
1.
Undang-Undang tidak jelas. Persoalan hukum
yang tidak jelas bunyi teks suatu undang-undang, maka dalam metode penemuan
hukum dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode
2.
Bayani,
3.
Ta‟Lii Dan
4.
Istislahi.
Memperhatikan
jenis-jenis metode penemuan hukum ataupun metode penerapan hukum dalam ilmu
hukum Islam (istinbath al-hukm) dan penerapan hukum (tathbiq alhukm),
dalam hukum Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan metode penemuan hukum
dan penerapan hukum yang digunakan oleh praktisi hukum umum. Demikian pula
dengan metode yang diberlakukan dalam suatu negara menurut hukum Islam yang
telah dikemukan oleh para Juris Islam (fuqaha‟) dan sangat mendasar
metode yang mereka temukan, seperti pemahaman hukum yang terdapat dalam teks
hukum dikaji dengan dengan metode hermeneutika maupun dari segi bahasanya yang
disebut Ushul Fiqh. Di dalam ilmu Ushul Fiqh dirumuskan metode
memahami hukum Islam dan memahami dalil-dalil hukum yang mana dengan
dalil-dalil tersebut dibangun hukum Islam yang ketentuan hukumnya sesuai dengan
akal sehat (a reasionable assumption). Imam Syafi‟i contohnya mempunyai
jasa dan andil yang besar sebagai pendiri atau guru arsitek Ushul Fiqh dalam
kitabnya “Ar Risalah” yang tidak hanya karya pertamanya membahasa Ushul
Fiqh, tetapi juga sebagai model bagi ahli-ahli hukum dan para teorisasi yang
muncul.
Nah kemudian
Metode pengembangan hukum Islam yang telah diletakan oleh Imam Mujtahid (Abu
Hanifah 699-767 M, Malik bin Anas 714-795 M, Muhamad Idris Asy-Syafi‟i 767- 819
M, dan Ahmad bin Hanbal 780-855 M) dan dijadikan dasar pijakkan untuk menemukan
hukum dan penerapan hukum, maupun memberlakukan hukum dalam suatu negara.
Metode yang dijelaskan secara rinci dalam Ushul Fiqh menurut Tahir Muhmood
merupakan asas hukum di berbagai negara Islam dan di dalam pembaharuan
hukumnya, yaitu motode musawati mazhabib al-fiqh (equality of the
schools of Islamic law) istihsan (juristic equality), mashalih
al-mursalah / istislahi (public interest), siyasah syari‟ah
(legislative equality) istidlal (juristic reasioning), taudi‟ (legislation),
tadwin (codivication) dan lain sebaginya. Dikaitkan dengan penemuan
hukum dan penerapan hukum oleh Juris Islam (fuqaha‟) setidak-tidaknya
mendasarkan kepada beberapa motode, dintaranya motode penemuan hukum bayani,
ta‟lili dan istislahi, yang bermuara pada tolak ukur kemaslahatan agar keadilan
dan kebenaran dapat dikembangkan dari tiga motode tersebut yang tentunya tidak
lepas dan kontradiksi denga garis hukum yang telah dietapkan dalam Al Quran dan
Hadis.
Oleh
karena itu di dalam upaya menemukan hukum dan penerapan hukum oleh para pengali
hukum Islam seyogianya bertitik tolak dari prinsip kemaslahatan dengan metode
yang telah disebutkan di atas. Kajian hukum pada akhirnya membicarakan tujuan
ditetapkannya hukum dalam Islam merupakan kajian yang menarik dalam bidang
Ushul Fiqh dan Filsafat Hukum Islam. Dalam perkembangan berikutnya merupakan
kajian utama dalam metode penemuan hokum Islam.
Tujuan
penemuan hukum haruslah dipahami oleh mujtahid dalam rangka mengembangkan
pemikiran hukum dalam Islam secara umum dan menjawab persoalan-persoalan hukum
kontemporer yang kasusnya tidak diatur secara eksplisit oleh Al Quran dan
Hadis. Oleh karenanya dengan berbagai macam metode yang diterapkan diharapakan
akan dapat menemukan hukum-hukum dalam memecahkan berbagai persoalan yang
muncul, makalah ini akan mencoba menguraikan metode penemuan hukum bayani,
talili dan isislahi.
Dalam
istilah ilmu Ushul Fiqh metode penemuan hukum dipakai dengan istilah “istinbath”.
Istinbath artinya adalah mengeluarkan hukum dari dalil, jalan istinbath ini
memberikan kaidah-kaidah yang bertalian dengan pengeluaran hukum dari dalil.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Al-Mustashfa, memasukan dalam bab 3
dengan judul “Thuruqul Istitsmar”. Jika dilihat tujuan mempelajari Ushul
Fiqh maka katakunci yang paling penting dalam mempelajari ilmu
tersebut adalah agar dapat mengetahui dan mempraktekkan kaidah-kaidah cara
mengeluarkan hukum dari dalilnya. Dengan demikian metode penemuan hukum
merupakan thuruq al-istinbath yaitu cara-cara yang ditempuh seorang
mujtahid dalam mengeluarkan hukum dari dalilnya, baik dengan menggunakan
kaidah-kaidah bahasa (lingkuistik) maupun dengan menggunakan
kaidah-kaidah Ushuliyah lainnya.
Ahli
Ushul Fiqh menetapkan ketentuan bahwa untuk mengeluarkan hukum dari dalilnya
harus terlebih dahulu mengetahui kaidah syar‟iyyah dan kaidah lughawiyah.
a. Kaidah syar‟iyyah.
Yang dimaksud dengan kaidah syar‟iyyah
ialah ketentuan umum yang ditempuh syara‟dalam menetapkan hukum dan
tujuan penetapan hukum bagi subyek hokum (mukallaf). Selanjutnya perlu
juga diketahui tentang penetapan dalil yang dipergunakan dalam penetapan hukum,
urut-urutan dalil, tujuan penetapan hukum dan sebaginya.
b. Kaidah lughawiyah.
Kaidah lughawiyah, makna dari
suatu lafaz, baik dari dalalah-nya maupun uslub-nya dapat
diketahui, selanjutya dapat dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum. Kaidah
ini berasal dari ketentuan-ketentuan ahli lughat (bahasa) yang dijadikan
sandaran oleh ahli ushul dalam memahami arti lafaz menurut petunjuk
lafaz dan susunannya.
Dengan demikian istinbath adalah
cara bagaimana memperoleh ketentuan Hukum Islam dari dalil-dalilnya
sebagaimana dibahas dalam ilmu Ushul Fiqh. Usha memperoleh ketentuan hukum dari
dalilnya itulah yang disebut istinbath. Beristinbath hukum dari dalildalilnya
dapat dilakukan dengan jalan pembahasan bahasa yang dipergunakan dalam dalil Al
Quran atau Sunnah Rasul, dan dapat pula dilakukan dengan jalan memahami jiwa
hukum yang terkandung dalam dalilnya, baik yang menyangkut latar belakang yang
menjadi landasan ketentuan hukum ataupun yang menjadi tujuan ketentuan hukum.
Syarat untuk dapat beristinbath dengan jalan pembahasan bahasa adalah harus
memahami bahasa dalil Al Quran dan Sunnah Rasul, yaitu bahasa Arab. Tanpa
memiliki pengetahuan bahasa Arab, beristinbath melalui pembahasan bahasa tidak
dapat dilakukan. Dari sinilah dapat diketahui bahwa pengetahuan tentang bahasa
Arab merupakan hal yang mutlak wajib dipelajari oleh setiap orang yang ingin
berijtihad.
Penemuan
hukum (rechtsvinding) pada dasarnya merupakan wilayah kerja hukum yang
sangat luas cakupannya. Ia dapat dilakukan oleh orang-perorangan (individu), ilmuwan
/ peneliti hukum, para penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, dan pengacara /
advokat), direktur perusahaan swasta dan BUMN/BUMD sekalipun.
Dalam
tulisan ini, penulis membatasi diri pada upaya penemuan hukum secara penelitian
hukum dari sudut kajian akademisi, yang kemamfaatannya dapat dirasakan oleh
semua kalangan khsusnya praktisi hukum Islam. Hal demikian dimaksudkan tidak
semata mata menyangkut penerapan peraturan-peraturan hukum terhadap peristiwa
konkret, tetapi
juga
penciptaan hukum dan pembentukan hukumnya sekaligus.
No comments:
Post a Comment