Sunday, August 23, 2015

PENEMUAN HUKUM YANG BARU DALAM ISLAM






PENEMUAN HUKUM YANG BARU
 DALAM ISLAM

OLEH M.RAKIB  SH., M.Ag Pekanbaru Riau Indonesia 2015. HP 0823 9038 1888
Judul disertasiku, Kritik terhadap konsep kekerasan terhadap anak, di dalam UU Perlindungan anak Indonesia Menurut Hukum Islam 2015
             Penulis menemukan hukum yang baru tentang memukul anak:
1.      Anak yang pernah dipukul, akan sportif mengakui kesalahannya dan dia tidak mau berkelit. Dia menerima hukuman, denda, pukulan dengan suka rela. Kesadaran  hukumnya terbentuk di dalam jiwa dan keinsafannya akan selalu timbul.(Teori psikologi Marjorie Ganneo)
2.      Anak yang tidak pernah dipukul, akan memilki sikap sombong, mengelak dari kewajiban dan berkelit, tidak sportif.
3.      Anak yang pernah dikpukul karena meninggalkan solat, akan tertaanam di dalam hatinya bahwa salat itu sangat penting dan orangtua yang memukulnya mewakili kehendak Allah SWT.
4.      Menurut hadits Abu Daud, umur 7 tahun anak disruh salat, umur 10 tahun tidak salat, boleh dipukul, artinya ada waktu  3 tahun mendidik anak, barulah boleh menghukunya dengan dipukul..
5.      Hukuaman pukulann rotan di pesanteren, seharusnya disosialisasikan terlelebih dahulu kepada wali murid, buat tandatangannya, bahwa orang tua bersedia jika anaknya dipukul.
6.      Ayat Al-Quran tentang memukul isteri yangm  durhaka, sejalan sejalan dengan penghukuman terhadap anak durhaka:  a. dinasehati b. pisahkan tempat tidur,  c. pukullah..dengan pukulan ringan.
7.      Anak yang boleh dipukul itu adalah anak yang sudah dididik tiga tahun lamanya. Orang yang berhak memukulnya ialah orang yang sudah mendidiknya dengan benar, karena di dalam dirinya terjalin rasa cinta dan rasa hormat, serta rasa ingin mengobati penyakit yang masih tersisa
8.      .Memeukul murid, tanpa emosi, tidak berbekas, tidak pula di tempat yang sensitif, bukanlah “Kekerasan
         Menurut Andi Muhammad Anas   Konsep penemuan hukum merupakan teori hukum terbuka yang pada pokoknya bahwa suatu aturan yang telah dimuat dalam ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam Al Quran dan Hadis serta hukum postif (baca ; undang-undang, qanun dan fiqh) dapat saja dirubah maknanya, meskipun tidak ada diubah kata-katanya guna direlevasikan dengan fakta konkrit yang ada. Keterbukaan sistem hukum karena terjadi kekosongan hukum, baik karena belum ada undang-undangny:
.
1.       Undang-Undang tidak jelas. Persoalan hukum yang tidak jelas bunyi teks suatu undang-undang, maka dalam metode penemuan hukum dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode
2.      Bayani,
3.      Ta‟Lii Dan
4.       Istislahi.

          Memperhatikan jenis-jenis metode penemuan hukum ataupun metode penerapan hukum dalam ilmu hukum Islam (istinbath al-hukm) dan penerapan hukum (tathbiq alhukm), dalam hukum Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan metode penemuan hukum dan penerapan hukum yang digunakan oleh praktisi hukum umum. Demikian pula dengan metode yang diberlakukan dalam suatu negara menurut hukum Islam yang telah dikemukan oleh para Juris Islam (fuqaha‟) dan sangat mendasar metode yang mereka temukan, seperti pemahaman hukum yang terdapat dalam teks hukum dikaji dengan dengan metode hermeneutika maupun dari segi bahasanya yang disebut Ushul Fiqh. Di dalam ilmu Ushul Fiqh dirumuskan metode memahami hukum Islam dan memahami dalil-dalil hukum yang mana dengan dalil-dalil tersebut dibangun hukum Islam yang ketentuan hukumnya sesuai dengan akal sehat (a reasionable assumption). Imam Syafi‟i contohnya mempunyai jasa dan andil yang besar sebagai pendiri atau guru arsitek Ushul Fiqh dalam kitabnya “Ar Risalah” yang tidak hanya karya pertamanya membahasa Ushul Fiqh, tetapi juga sebagai model bagi ahli-ahli hukum dan para teorisasi yang muncul.

       Nah kemudian Metode pengembangan hukum Islam yang telah diletakan oleh Imam Mujtahid (Abu Hanifah 699-767 M, Malik bin Anas 714-795 M, Muhamad Idris Asy-Syafi‟i 767- 819 M, dan Ahmad bin Hanbal 780-855 M) dan dijadikan dasar pijakkan untuk menemukan hukum dan penerapan hukum, maupun memberlakukan hukum dalam suatu negara. Metode yang dijelaskan secara rinci dalam Ushul Fiqh menurut Tahir Muhmood merupakan asas hukum di berbagai negara Islam dan di dalam pembaharuan hukumnya, yaitu motode musawati mazhabib al-fiqh (equality of the schools of Islamic law) istihsan (juristic equality), mashalih al-mursalah / istislahi (public interest), siyasah syari‟ah (legislative equality) istidlal (juristic reasioning), taudi‟ (legislation), tadwin (codivication) dan lain sebaginya. Dikaitkan dengan penemuan hukum dan penerapan hukum oleh Juris Islam (fuqaha‟) setidak-tidaknya mendasarkan kepada beberapa motode, dintaranya motode penemuan hukum bayani, ta‟lili dan istislahi, yang bermuara pada tolak ukur kemaslahatan agar keadilan dan kebenaran dapat dikembangkan dari tiga motode tersebut yang tentunya tidak lepas dan kontradiksi denga garis hukum yang telah dietapkan dalam Al Quran dan Hadis.

Oleh karena itu di dalam upaya menemukan hukum dan penerapan hukum oleh para pengali hukum Islam seyogianya bertitik tolak dari prinsip kemaslahatan dengan metode yang telah disebutkan di atas. Kajian hukum pada akhirnya membicarakan tujuan ditetapkannya hukum dalam Islam merupakan kajian yang menarik dalam bidang Ushul Fiqh dan Filsafat Hukum Islam. Dalam perkembangan berikutnya merupakan kajian utama dalam metode penemuan hokum Islam.

       Tujuan penemuan hukum haruslah dipahami oleh mujtahid dalam rangka mengembangkan pemikiran hukum dalam Islam secara umum dan menjawab persoalan-persoalan hukum kontemporer yang kasusnya tidak diatur secara eksplisit oleh Al Quran dan Hadis. Oleh karenanya dengan berbagai macam metode yang diterapkan diharapakan akan dapat menemukan hukum-hukum dalam memecahkan berbagai persoalan yang muncul, makalah ini akan mencoba menguraikan metode penemuan hukum bayani, talili dan isislahi.

       Dalam istilah ilmu Ushul Fiqh metode penemuan hukum dipakai dengan istilah “istinbath”. Istinbath artinya adalah mengeluarkan hukum dari dalil, jalan istinbath ini memberikan kaidah-kaidah yang bertalian dengan pengeluaran hukum dari dalil. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Mustashfa, memasukan dalam bab 3 dengan judul Thuruqul Istitsmar. Jika dilihat tujuan mempelajari Ushul Fiqh maka katakunci yang paling penting dalam mempelajari ilmu tersebut adalah agar dapat mengetahui dan mempraktekkan kaidah-kaidah cara mengeluarkan hukum dari dalilnya. Dengan demikian metode penemuan hukum merupakan thuruq al-istinbath yaitu cara-cara yang ditempuh seorang mujtahid dalam mengeluarkan hukum dari dalilnya, baik dengan menggunakan kaidah-kaidah bahasa (lingkuistik) maupun dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushuliyah lainnya.

Ahli Ushul Fiqh menetapkan ketentuan bahwa untuk mengeluarkan hukum dari dalilnya harus terlebih dahulu mengetahui kaidah syar‟iyyah dan kaidah lughawiyah.
a.      Kaidah syar‟iyyah.
Yang dimaksud dengan kaidah syar‟iyyah ialah ketentuan umum yang ditempuh syara‟dalam menetapkan hukum dan tujuan penetapan hukum bagi subyek hokum (mukallaf). Selanjutnya perlu juga diketahui tentang penetapan dalil yang dipergunakan dalam penetapan hukum, urut-urutan dalil, tujuan penetapan hukum dan sebaginya.
b.      Kaidah lughawiyah.
Kaidah lughawiyah, makna dari suatu lafaz, baik dari dalalah-nya maupun uslub-nya dapat diketahui, selanjutya dapat dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum. Kaidah ini berasal dari ketentuan-ketentuan ahli lughat (bahasa) yang dijadikan sandaran oleh ahli ushul dalam memahami arti lafaz menurut petunjuk lafaz dan susunannya.

       Dengan demikian istinbath adalah cara bagaimana memperoleh ketentuan Hukum  Islam dari dalil-dalilnya sebagaimana dibahas dalam ilmu Ushul Fiqh. Usha memperoleh ketentuan hukum dari dalilnya itulah yang disebut istinbath. Beristinbath hukum dari dalildalilnya dapat dilakukan dengan jalan pembahasan bahasa yang dipergunakan dalam dalil Al Quran atau Sunnah Rasul, dan dapat pula dilakukan dengan jalan memahami jiwa hukum yang terkandung dalam dalilnya, baik yang menyangkut latar belakang yang menjadi landasan ketentuan hukum ataupun yang menjadi tujuan ketentuan hukum. Syarat untuk dapat beristinbath dengan jalan pembahasan bahasa adalah harus memahami bahasa dalil Al Quran dan Sunnah Rasul, yaitu bahasa Arab. Tanpa memiliki pengetahuan bahasa Arab, beristinbath melalui pembahasan bahasa tidak dapat dilakukan. Dari sinilah dapat diketahui bahwa pengetahuan tentang bahasa Arab merupakan hal yang mutlak wajib dipelajari oleh setiap orang yang ingin berijtihad.

       Penemuan hukum (rechtsvinding) pada dasarnya merupakan wilayah kerja hukum yang sangat luas cakupannya. Ia dapat dilakukan oleh orang-perorangan (individu), ilmuwan / peneliti hukum, para penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, dan pengacara / advokat), direktur perusahaan swasta dan BUMN/BUMD sekalipun.

Dalam tulisan ini, penulis membatasi diri pada upaya penemuan hukum secara penelitian hukum dari sudut kajian akademisi, yang kemamfaatannya dapat dirasakan oleh semua kalangan khsusnya praktisi hukum Islam. Hal demikian dimaksudkan tidak semata mata menyangkut penerapan peraturan-peraturan hukum terhadap peristiwa konkret, tetapi
juga penciptaan hukum dan pembentukan hukumnya sekaligus.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook