Tuesday, August 18, 2015

KEKERASAN AKADEMIK DI UNIVERSITAS





KEKERASAN AKADEMIK DI UNIVERSITAS


Kekerasan Akademik, dosen yang diktator, ada pula WC fakultas yang kotor, dan ruang belajar yang tidak layak, serta fasilitas kampus yang tidak memadai. Mahasiswa menjadi korban “perkelahian” dua kubu akademisi tersebut. Kekerasan akademik adalah hal paling terkutuk yang tega dilakukan birokrasi terhadap mahasiswa. Mengancam skorsing dan drop out  adalah senjata birokrasi untuk menakut-nakuti mahasiswa yang turun aksi.

Bagi mahasiswa, ancaman itu adalah pembodohan yang dilakukan orang terhormat. Sama dengan anggapan Cicreo, ancaman itu tidak dibenarkan dilakukan oleh seorang pejabat. Permasalahan itu membuat lembaga mahasiswa memiliki “kepentingan” agar kejadian seperti itu tidak terulang lagi.
Kebenaran memang berbeda sekedip mata dengan ketidakbenaran. Dosen mungkin kecewa dengan dekan, begitupun mahasiswa. Aksi yang dilakukan tim dosen tersebut setidaknya membuktikan bahwa bukan lembaga mahasiswa saja yang resah terhadap kemiskinan hati pemimpin kita untuk berbuat lebih baik bagi “warganya”.

        Dalam novel Imperium karya Robert Harris, Tokoh Marcus Tellius Cicero adalah pengacara yang berani menggugat pemangku jabatan gubernur Roma, Verres. Korupsi yang dilakukan gubernur itu memang keterlaluan, ia tega memiskinkan banyak penduduk kota.
Kisah dimulai ketika Tiro, sekretaris pribadi senator Romawi, Marcus Tullius Cicero, membuka pintu pada suatu hari bulan november yang dingin dan menemukan seorang pria tua yang ketakutan, penduduk Sisilia yang menjadi korban perampokan gubernur Romawi korup, Verres. Orang itu meminta Cicero mewakilinya menuntut sang gubernur. Namun, bagaimana seorang senator yang tidak kaya, tak dikenal, bahkan dibenci kaum aristokrat, dapat memulai tuntutan terhadap seorang gubernur Romawi yang kejam dan memiliki pendukung di tempat tinggi?

***

           Fakultas kita saat ini mengalami krisis kepercayaan. Dekan yang memimpin telah mencoreng statuta Universitas Hasanuddin, seperti itulah yang diungkapkan Guru Besar Fakultas Sastra, Prof. Dr. H. Muhammad Darwis, MS dalam orasinya di depan Gedung Mattulada, bersama beberapa dosen yang kecewa melihat Fakultas Sastra saat ini.
           
         Mereka turun aksi menuntut Dekan Prof. Dr. Burhanuddin Arafah agar memperbaiki kinerja dan kepemimpinanya. Permasalahan yang berbelit-belit seperti tidak pernahnya terselenggara rapat senat untuk pembahasan program kerja dan anggaran serta pertanggung jawaban dekan, pemilihan ketua, dan sekretaris jurusan tanpa memperoleh pengesahan senat, serta lembaga senat fakultas yang dibiarkan lowong selama lebih delapan bulan sehingga telah menyalahi statuta fakultas. Masalah itu memang mengundang berbagai kecaman dan menyulut kemarahan warga fakultas sastra.

          Berniat Untuk Pindah Kampus, atmosfer kampus menjadi buruk, kualitas proses belajar mengajar menurun.Sekiranya civitas akademik pada dunia pendidikan tinggi harus memiliki kepekaan terhadap lingkungan internal dan eksternal yang menjadi salah satu penyebab terjadinya tindak kekerasan dalam dunia pendidikan. Introspeksi diri juga harus dilakukan bagi civitas akademik, meliputi peraturan akademik sampai dengan etika, sarana dan prasarana. Khususnya, tentang peraturan akademik di buat apakah dapat menekan terjadinya tindak kekerasan atau justru memiliki peluang tinggi untuk memicu terjadinya tindak kekerasan. Demikian juga, dosen harus peka terhadap mahasiswa ketika melihat mahasiswa yang menunjukkan perilaku agresif dalam kampus.
         Isa Wahyudi Direktur Inspire Indonesia menyatakan, “Tindak kekerasan di dunia pendidikan sudah lama dan sering terjadi.” Bullying pada siswa di SMA 34 Pondok Labu Jakarta Selatan bukan satu-satunya tindak kekerasan yang telah terjadi disekolah, tetapi diperkirakan juga merebak di sekolah-sekolah lain. Lebih ironis, tindak kekerasan juga terjadi pada mahasiswa dan civitas academic di beberapa perguruan tinggi di negeri ini yang notabene sebagai lembaga yang lebih mengedepankan intelektualitas.

          Tindak kekerasan memiliki beragam bentuk mulai dari kejahatan kecil sampai dengan ancaman yang membahayakan kehidupan seseorang. Sumber kekerasan karena tindak aktor atau kelompok aktor, kekerasan juga lahir dari sebuah produk struktur dan kekerasan bisa berasal dari jejaringan antara aktor dengan struktur sampai kekerasan yang paling nyata juga diperlihatkan oleh struktur seperti perguruan tinggi, lembaga pemerintah dan bahkan negara. Kekerasan bukan hanya dapat dilihat dari bentuk, aktor yang terlibat, idiologi yang diyakini melainkan sudah menginternalisasi dan menjadi watak kepribadian seseorang atau kelompok. Kekerasan yang paling parah adalah kekerasan kultural sebagai bentuk kekerasan yang melestarikan kekerasan personal maupun kekerasan struktural.
       Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang merugikan pada korban (fisik atau psikis) yang tidak dikendaki oleh korban. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual, psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu,  pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
         Menurut satu skripsi yang masuk ke internet, pada tahun 1992, penegasan bahwa kekerasan  sebagai salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan merupakan memontum yang penting bagi advokasi gerakan penegak hak-hak asasi manusia khususnya hak asasi perempuan. Penegasan ini dilatari oleh penajaman konsep hak asasi manusia tersebut telah ditegaskan oleh Komite PBB yaitu tentang penghapusan diskriminasi. Seiring dengan dikeluarkannya duapuluh butir rekomendasi khusus dari Komite PBB tersebut yang isinya mengenai landasan aksi yang harus dilakukan oleh Negara
-
        Negara peserta Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan atau convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW). Dari latar belakang ini mulai terjadi kemajuan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kekerasan terhadap perempuan baik yang 4,7,9Universitas Sumatera Utaradilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat diberbagai negara termasuk Indonesia

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook